Thursday, November 21, 2024

2023

Kabar dari Bukit Minggu 4 Juni 2023

Kabar dari Bukit

BIG BANG DAN PENCIPTAAN (Kej. 1:1-2:4)

 

"Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air” (Kej. 1:1-2)

 

Yuval Noah Harari penulis buku terkenal Sapiens – A Brief History of Humand Kind menuliskan urutan sejarah alam semesta. Semua dimulai 13,5 miliar tahun lalu, saat terjadinya ledakan dahsyat (big bang). Ia mengutip Georges Lemaitre, pencetus pandangan ini. Kemudian 4-5 miliar tahun lalu, terbentuk bumi dan planet lain, yang diikuti oleh munculnya organisme sebagai awal biologi. Enam juta tahun lalu, terbentuklah nenek-moyang manusia dan simpanse. Evolusi terus berlangsung dan kemudian manusia menyebar berpindah, dan peradaban pun semakin berkembang. Ada tiga revolusi dalam peradaban tersebut, yakni revolusi kognitif, revolusi agrikultural, dan revolusi ilmiah.

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah Kej. 1:1 – 2:4. Menurut nas yang semua orang percaya hampir tahu isinya, Allah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dalam enam hari. Allah berhenti pada hari ketujuh, lalu memberkati dan menguduskannya (ay. 2:2-3).

 

Apakah kedua hal itu bertentangan? Jelas tidak. Georges Lemaitre sendiri seorang pastor Katolik sekaligus fisikawan. Memang teori big bang lebih disukai para ilmuwan dibanding teori lainnya, seperti teori Nebula, Kuantum, Ekspansi, dan lainnya.

 

Joseph P. Free dan Howard F. Free dalam bukunya Arkeologi dan Sejarah Alkitab, menjelaskan adanya tiga pandangan tentang enam hari tersebut. Pandangan pertama, Kej. 1:1-2 itu proses yang panjang, bisa jutaan dan miliaran tahun. Pada periode inilah juga diduga terjadinya kejatuhan malaikat dan iblis (2Pet. 2:4; Yud. 6; Yes. 14:12-14).

 

Pandangan kedua, pengertian "hari" tidaklah 24 jam, tapi berhubungan dengan berbagai zaman geologis. Artinya, 1 hari = 1 zaman geologis. Proses evolusi tetap terjadi sebagai sarana, yang ujungnya menghasilkan manusia, yakni kita saat ini. Pandangan ketiga lebih idealis. Bumi langit bisa saja tercipta miliaran tahun lalu, tapi ketika penciptaan manusia dan margasatwa, itu baru terjadi pada tahun 10.000 SM. Pandangan ketiga ini lebih menyerupai Alkitab, yang menuliskan usia penciptaan 6.000 tahun sampai saat ini.

 

Nah, terlepas dari teori tersebut, bagaimana peran Allah dalam semua proses itu? Bagi kita orang percaya, Allah tetap hadir dan memegang kendali dalam segala masa dan zaman, yang kita imani dalam Roh. Kita tahu dari sejarah agama, pemahaman manusia terhadap Allah memang bersifat progresif, seiring kemajuan peradaban.

 

Oleh karena itu, adanya pandangan Allah sebagai konsep buatan manusia, tidak dapat kita terima. Allah bukan hasil imajinasi atau mitos. Allah eksis dan berkuasa, meski disebutkan alam semesta berusia 13,5 miliar tahun. Allah hadir mengendalikan semua proses, baik yang evolusi alamiah maupun sesekali bertindak langsung seperti meniupkan nafas dan memberi manusia roh dan mandat mengelola bumi (ay. 26-28; 2:7).

 

Yuval Noah Harari dalam bukunya sangat menonjolkan keunggulan manusia, meski disebutkannya manusia telah mendatangkan malapetaka bagi makhluk lain dan ekosistem, seperti perusakan alam, efek rumah kaca dan lainnya; manusia kurang bertanggungjawab. Oleh karena itu pada bagian akhir bukunya, pertanyaan Harari: apakah tidak menakutkan, allah buatan manusia yang tidak pernah puas dan tidak bertanggungjawab itu, tidak tahu sebenarnya apa maunya?

 

Allah yang kita kenal jelas berbeda. Allah adalah Roh, kasih dan damai sejahtera, inkarnasi dalam Yesus, Maha Kuasa dan Mahatahu. Dan, itulah keunggulan doktrin Kristiani. Haleluya....

 

Selamat hari Minggu dan beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah 1 Minggu Trinitas 4 Juni 2023

Khotbah 1 Minggu Trinitas – Minggu I Setelah Pentakosta – 4 Juni 2023

 

AMANAT KEHIDUPAN (Mat. 28:16-20)

 

 “Kamu harus lulus dari ITB! Meski harus kuliah puluhan tahun, saya siap membiayai, sebab itulah tujuanmu ke Bandung” (Ayahku Abel Kaswol Sihaloho)

 

Itulah amanat ayah saya ketika berkunjung ke penjara, saat saya ditahan karena melawan pemerintahan Suharto di tahun 1978 awal. Saya baru tingkat dua akhir, perjalanan kuliah masih panjang, bahkan belum ada gambaran berapa lama akan dipenjara. Tetapi puji Tuhan, setelah dua tahun hilang waktu kuliah (setahun dipenjara dan setahun mengikuti pengadilan), saya fokus dan lebih serius belajar, kemudian lulus dengan baik dari ITB. Amanat dituntaskan. Ayah dan ibu saya hadir saat wisuda, dan saya dapat melihat betapa berbahagianya mereka.

Firman Tuhan di Minggu Trinitas hari ini, Mat. 28:16-20, kita kenal sebagai perintah untuk memberitakan Injil atau Amanat Agung Tuhan Yesus. Kita pasti pernah mendapat amanat: dari orang tua, bos kantor, keluarga, bahkan mungkin dari teman. Orang yang berpikir positip dan memiliki daya juang, tentu senang bila menerima amanat. Ia merasa amanat diberikan pertanda dipercaya, dan dianggap sanggup mewujudkan amanat tersebut. Bagi orang yang bertanggung jawab, biasanya amanat diselesaikan tuntas. Ada rasa puas dan bahagia. Tetapi bagi yang tidak bertanggung jawab, ia melakukannya setengah hati. Bila tidak selesai, tidak merasa bersalah. Seribu satu alasan akan disusun, atau mencari kambing hitam. Tidak becus, itulah istilahnya.

Ketika kita menjadi pengikut dan murid Kristus, dan mengakui-Nya sebagai Juruselamat pribadi, Penebus dosa-dosa kita, Pemimpin dan Junjungan kita, maka kita sebenarnya sudah menjadi bagian diri-Nya. Menyatu. "Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku..." (Gal. 2:20a).

Oleh karena itu untuk Amanat Agung Tuhan Yesus, marilah kita berusaha menyelesaikannya sesuai dengan talenta dan kemampuan yang ada. Amanat-Nya jelas: "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku..." (ayat 19a). Menjadikan segala bangsa menjadi murid, berarti memberitakan Injil bagi yang belum menerima Yesus Kristus.

Kongres Penginjilan Sedunia di Lausanne tahun 1974, menetapkan penginjilan berarti menyebarkan Kabar Baik. Penginjilan bukanlah khotbah mimbar gereja di hari Minggu. Penginjilan berarti memberitakan ke luar gereja. Bentuknya, ada dengan bentuk diakonia, presensi, yakni hadir memberi bantuan kasih di tengah-tengah mereka yang susah. Ada cara marturia, yakni dengan proklamasi dan persuasi melalui penginjil-evangelis yang diutus.

Apakah kita sudah mengambil bagian? Melalui doa, pikiran tenaga, waktu, atau uang kita, apakah telah ikut terlibat dalam penginjilan ke luar gereja? Perintah-Nya jelas, setiap orang harus mengambil bagian dalam amanat dan misi itu. Kita tidak bisa lari, berkelit. Tidak boleh juga ragu-ragu, seperti sebagian murid-Nya saat itu (ayat 17), sehingga Tuhan Yesus perlu menegaskan "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi" (ayat 18b).

Alangkah sedih hati, bila saatnya tiba, Tuhan Yesus berkata kepada kita dengan terus terang: "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku....” (Mat. 7:23; 25:41). Kesempatan masih ada. Ikutlah, agar Tuhan Yesus senang berbahagia, seperti ayah saya melihat saya diwisuda. Finish well. Mission completed.

Selamat hari Minggu dan beribadah.

Tuhan Yesus memberkati dan melindungi kita sekalian, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 28 Mei 2023

Kabar dari Bukit

 PEMIMPIN PENUH KARYA (Bil. 11:24-30)

 "Lalu turunlah TUHAN dalam awan dan berbicara kepada Musa, kemudian diambil-Nya sebagian dari Roh yang hinggap padanya, dan ditaruh-Nya atas ketujuh puluh tua-tua itu” (Bil. 11:25a)

 

Salam dalam kasih Kristus.

Hari ini kita merayakan ulang tahun gereja. Selamat untuk kita warga gereja, anak-anak Tuhan di dalam Yesus Kristus. Hari ini kita rayakan juga pencurahan Roh Kudus.

 

Firman Tuhan bagi kita di hari berbahagia ini adalah Bil. 11:24-30. Ini kisah perjalanan umat Israel keluar dari Mesir. Pada ayat sebelumnya (1-23), diceritakan umat yang bersungut-sungut. Akibatnya, Tuhan menghukum dengan membakar kemah mereka. Musa sebagai pemimpin memohon ampun, dan api pun padam.

 

Sungut-sungut kedua muncul. Kini mereka menginginkan daging sebagai lauk, bosan makanan manna (ay. 13). Setelah Musa berbicara kepada Tuhan, permintaan umat dikabulkan. Mereka diberi daging burung puyuh selama sebulan, sampai jenuh dan muak (ay. 18-20). Contoh kerakusan yang tidak layak ditiru.

 

Nas ini juga berpesan tentang kepemimpinan Musa. Ia merasa kelelahan dan putus asa, mengeluh. “Mengapa Kauperlakukan hamba-Mu ini dengan buruk dan mengapa aku tidak mendapat kasih karunia di mata-Mu? (ay. 11).

 

Tuhan memberi arahan, agar Musa memilih 70 tua-tua. Ini bentuk pendelegasian. Roh dari Tuhan kepada Musa akan diberikan kepada tua-tua sehingga semua akan kepenuhan Roh, yakni semangat tinggi melayani Tuhan. Kepenuhan Roh berbeda dengan kesurupan atau berbahasa roh.

 

Ternyata, di luar 70 tua-tua yang dipilih, ada dua orang yang mengalami kepenuhan roh, meski mereka tidak terpilih. Yosua mewakili tua-tua meminta Musa mencegahnya, tapi Musa mengatakan, “Ah, kalau seluruh umat Tuhan menjadi nabi, oleh karena Tuhan memberi Roh-Nya hinggap kepada mereka! (ay. 29). Artinya, Musa senang, menyadari kuasa Tuhan tidak dapat dibatasi manusia.

 

Dalam kepemimpinan, dikenal kepemimpinan rohani (spiritual leadership) dan kepemimpinan hamba (servant leadership). J. Oswald Sanders dalam bukunya Spiritual Leadership menekankan pelayanan untuk memuliakan Tuhan melalui kepemimpinan yang dimiliki; bukan untuk diri sendiri. Kepemimpinan hamba yang melayani adalah tujuan kepemimpinan Rohani; dasar praktisnya kasih kepada Tuhan dan sesama.

 

Pada bagian lain, Sanders mengatakan, kepemimpinan akan efektip dan tujuan organisasi tercapai, jika pendelegasian wewenang dan tanggungjawab berjalan beriringan. Sementara Dr. Kenneth Blanchard dan Phil Hodges menekankan kepemimpinan hamba telah dimodelkan oleh Yesus Kristus. “Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan, dan kamu telah dipenuhi di dalam Dia” (Kol. 2:9-10).

 

Organisasi gereja dan organisasi sosial sangat perlu memahaminya. Kemimpinan melayani berciri khas, yakni:

 

1.         Melayani dengan 3H, yakni hati (heart), pikiran (head) dan tangan (hands);

2.         Mementingkan kebersamaan, penuh kasih. Tidak menghukum atau membiarkan sesuatu yang tidak baik terjadi dalam organisasi.

3.         Tidak ada kompetisi, tujuan utama adalah pelayanan bagi kemuliaan Tuhan;

4.         Bila merasa lelah dan putus asa, mintalah kekuatan dari Tuhan.  Pemimpin wajib berakar di dalam Dia, dibangun di atas Dia, bertambah teguh dalam iman, dan hati yang melimpah dengan syukur (Kol. 2:7).

 

Pemimpin yang tidak mampu mendelegasikan pasti sulit berkarya maksimal. Janganlah pemimpin terlalu ingin berkuasa, melakukan kehendak sendiri, tidak mengayomi, tidak mau berkorban. Semua orang diberi Tuhan karunia, maka utamanya adalah membangun sinergi berbuah karya nyata.

 

Jangan juga membatasi campur tangan Tuhan, seperti Musa yang sempat meragukan cara Tuhan memenuhi kebutuhan daging untuk umat 600.000 orang. Bagi Tuhan, tidak ada yang mustahil (ay. 21-23; Luk. 1:37).

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah 2 Minggu 4 Juni 2023

Khotbah 2 Minggu I Setelah Pentakosta 4 Juni 2023

PRIBADI SEMPURNA DAN HIDUP DAMAI SEJAHTERA (2Kor. 13:11-13)

Bacaan lainnya: Kej. 1:1-2:4a; Mzm. 8; Mat. 28:16-20

 

 Pendahuluan

Nas minggu ini merupakan akhir dari surat Paulus kepada jemaat di Korintus berisi perintah, salam dan berkat. Ada 5 perintah Allah disampaikan dalam nas ini, yakni: (1) bersukacitalah; (2) usahakan dirimu sempurna; (3) terimalah nasihat; (4) sehati sepikirlah; (5) hiduplah dalam damai sejahtera. Maksud dari semua ini adalah agar jemaat selalu menjaga kesatuan di antara mereka sambil terus menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sebagaimana diuraikan pada pasal-pasal sebelumnya. Dalam surat ini juga Rasul Paulus mengatakan rencana kunjungannya untuk mengetahui perkembangan jemaat. Dari bacaan minggu ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Bersukacita dan usahakanlah dirimu supaya sempurna (ayat 11a)

Bagaikan seorang ayah yang ingin anaknya bertumbuh menjadi dewasa, demikian pesan Allah melalui Rasul Paulus kepada jemaat Korintus dan kita semua agar menjadi orang percaya yang dewasa. Di tengah-tengah pergumulan yang dialami oleh jemaat Korintus sebagaimana diuraikan dalam pasal-pasal sebelumnya, firman Tuhan mengatakan tetaplah bersukacita. Demikian pula dalam menghadapi persoalan dan pergumulan hidup sehari-hari, kita juga harus tetap dalam sikap bersyukur dan bersukacita, dalam arti bersukacita dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan dan bertekun dalam doa (Rm. 12:12). Bersukacita dalam pengharapan berarti kita mengimani Allah akan memberikan pertolongan dalam melewati pergumulan itu dengan kemenangan. Kita juga diminta agar dalam situasi kesesakan yang kita alami, kita tetap sabar terhadap diri sendiri dan juga sabar pada pertolongan Allah. Sikap itu akan saling mendukung ketika kita tambahkan bertekun dalam doa, sebab doa kepada Allah yang hidup membuat kita terus terhubung dan kuasa-Nya akan mengalir dalam kehidupan kita dan memampukan kita melewati semuanya dengan baik.

 

Perintah kedua adalah agar jemaat Korintus mengusahakan diri mereka menjadi sempurna (katartizo yang lebih berarti memulihkan kepada keadaan semula). Untuk melihat apakah sempurna, sebagaimana ayat-ayat sebelum nas ini, tiap orang perlu menguji diri sendiri, menyelidiki, apakah kita tetap teguh di dalam iman, apakah kita benar-benar tetap sebagai orang Kristen sejati. Sebagaimana melakukan pemeriksaan umum tubuh fisik (general check up) di rumah sakit/klinik, Rasul Paulus meminta untuk memeriksa kerohanian kita. Kita harus mencari pertumbuhan kehadiran Kristus dan kuasa-Nya di dalam kehidupan kita, sehingga dengan begitu kita tahu bahwa kita adalah seorang Kristen sejati dan bukan penipu. Ada prinsip, jika kita tidak mengambil langkah bertumbuh lebih dekat kepada-Nya, berarti kita menarik diri lebih jauh dari-Nya, sebab iblis dan si jahat terus bekerja. Kalau tidak maju, itu sama dengan mundur, meski kadang perlu kontemplasi. Pergumulan dan permasalahan jangan membuat kita kalah atau menurun. Rasul Paulus menyebut pesan Allah sesuai pengalaman hidupnya, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna (2Kor. 12:9). Sebelum nas bacaan kita minggu ini, firman Tuhan juga mengatakan, “Sebab kami bersukacita, apabila kami lemah dan kamu kuat. Dan inilah yang kami doakan, yaitu supaya kamu menjadi sempurna” (2Kor. 13:9).

 

Menjadi sempurna adalah tantangan orang percaya. Jangan menaruh target terlalu rendah. Menjadi sempurna berarti menjadi serupa dengan Kristus. Sebagaimana kerinduan Rasul Paulus dinyatakan dengan kalimat, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya” (Flp. 3:10). Kita tidak mungkin tidak berdosa sebab semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Manusia harus sekuat tenaga dan upaya untuk menjauhkan diri dari dosa dan berusaha hidup seturut dengan firman-Nya. Tujuan semua itu adalah agar serupa dengan Kristus dan menjadi sempurna seperti firman-Nya, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm. 12:2). Lagu NKB 138 mengumandangkan, “Makin serupa Yesus, Tuhanku, inilah sungguh kerinduanku; Makin bersabar, lembut dan merendah, makin setia dan rajin bekerja.” Keadaan sempurna hanya terjadi ketika kita di dalam Kristus dan pengampunan-Nya, sehingga tatkala kita dalam ujian dan pergumulan tidak taat dan jatuh serta mengabaikan firman-Nya, maka pengudusan kembali berlangsung melalui pengampunan dalam kasih anugerah-Nya. Tujuan semua ini adalah agar ketika kita mempersiapkan diri menyambut kedatangan-Nya, kita tidak bercatat dalam kuasa Roh Kudus, yang membawa sukacita besar bagi kita (band. 2Ptr. 2:1-13). Namun oleh kasih karunia kita telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus (Rm. 3:24).

 

Kedua: Terimalah nasihat dan sehati sepikir (ayat 11b)

Perintah ketiga dalam nas ini adalah agar jemaat Korintus dan juga kita menerima nasihat (parakaleo), khususnya yang bersumber dari firman dan Roh Kudus. Para rasul dipakai oleh Allah untuk menguatkan orang percaya dan bukan untuk menjatuhkan. Firman Tuhan memberi kita nasihat yang perlu setiap hari. Persekutuan dan teman-teman seiman adalah tempat Roh Kudus bekerja. Tidak ada ruang dalam persekutuan untuk melemahkan sesama rekan seiman. Kita perlu memperhatikan dan menguatkan teman-teman yang membutuhkan. Kita juga perlu membuka diri atas pikiran orang lain. Mendengar berarti membuat kita diam dan berkontemplasi. Seseorang pemberi nasihat tidak harus lebih “pintar” dari yang diberi nasihat. Ada hal-hal tertentu dan sudut pandang yang dimiliki seseorang yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Seorang juara dunia dalam bidang apapun perlu nasihat dari pelatihnya, sehingga dalam hal ini nasihat penting dalam membuka wawasan dan metode berpikir. Apalagi nasihatnya bersumber dari firman Tuhan, jelas sangat efektif, sehingga paling tidak seperti dikatakan firman agar “kamu melakukannya lebih bersungguh-sungguh” (1Tes. 4:1). Maka jangan ragu memberi nasihat sebagaimana Rasul Paulus. Lihat siapa teman kita yang membutuhkan. Itu adalah tugas panggilan dan jangan malah membicarakannya dengan orang lain kemudian menjadi gossip. Karena itu kita perlu melayani sesama untuk saling menguatkan dan terus berbagi tentang Injil. Tujuan kita tidak semata-mata hanya membuat orang lain menjadi percaya, tetapi melihat bagaimana iman mereka bertumbuh menjadi dewasa.

 

Perintah keempat adalah agar jemaat Korintus sehati sepikir dalam menghadapi permasalahan yang ada (band. Rm. 12:16; 15:5; Flp. 2:2; 4:2). Rasul Paulus mengingatkan bahwa orang-orang di Korintus harus menghadapi permasalahan mereka sendiri, dalam tindakan, perilaku dan situasi mereka, serta kecocokan dengan pesan Injil. Memang perlu kita sadari, ketika standar dan kualitas jemaat yang diminta tidak ada, maka suatu saat permasalahan pasti muncul kembali. Itu bagaikan api dalam sekam. Ancaman akan datang kembali kepada gereja kalau hanya dengan memoles-moles masalah, konflik dan kesulitan yang mereka hadapi tidak diselesaikan tuntas. Gereja tidak boleh dibentuk dan hadir dari proses kegagalan, kelalaian, penolakan, tersembunyi atau kepahitan. Gereja yang sehati sepikir adalah produk ikutan dari kerja keras dalam kebersamaan memecahkan masalah. Pesan Allah kepada jemaat Kristus memang seperti godam yang memukul keras kesulitan mereka, demikian pula kita harus menerapkan prinsip-prinsip firman Allah dalam persekutuan jemaat dan bukan sekedar pendengarnya.

 

Rasul Paulus memberi teladan dengan berusaha ikut dalam persoalan yang dihadapi jemaat Korintus, meski ia dapat menolak terlibat sampai mereka dapat menyelesaikan masalah perpecahan tersebut. Akan tetapi kasihnya yang besar berdasar pada kasih Kristus, tidak dapat membiarkan jemaat itu bergumul sendirian. Kasih wujudnya adalah kepedulian yang berarti kita harus menghadapi situasi sekitar yang nyata. Kemampuan dan pendekatan pribadi dibutuhkan dalam membebaskan orang-orang yang terbeban, apalagi sudah terjerat di dalam dosa. Memang kadang ada pendekatan yang salah yang membuat hubungan malah tambah buruk dan bukannya memulihkan. Rasul Paulus mengutarakan hal itu dengan tidak mengutamakan jabatan kerasulannya. Kita dapat menggunakan otoritas, perintah, atau ketentuan aturan hukum, organisasi, adat-istiadat atau lainnya untuk menegur atau menghukum mereka yang terlibat masalah, atau pilihan buruk menghindar dengan alasan itu adalah urusan mereka. Atau, lebih buruk lagi, kita menjauh dengan membuat gossip dan mengarahkan pembicaraan agar pendengar membenci mereka. Tetapi Rasul Paulus melakukan upaya membangun hubungan dengan pendekatan yang baik dan benar: berbagi, dialog dan peduli. Ini memang pendekatan yang sulit yang menguras energi secara emosional, tetapi itu adalah pendekatan yang terbaik terhadap orang lain, dan hanya dengan demikian cara Kristiani yang efektif untuk berhubungan dengan dosa-dosa dan kelemahan orang lain.

 

Ketiga: Hiduplah dalam damai sejahtera dengan salam dan cium kudus (ayat 11b-12)

Perintah kelima adalah agar mereka hidup dalam damai sejahtera (Yun: eireneuo yang lebih berarti memelihara damai sejahtera - band. Mrk. 9:50; Rm. 12:18; 1Tes. 5:13). Pertentangan di antara jemaat membuat mereka tidak lagi bersukacita, penuh dengan iri hati, egoisme, kesombongan dan permusuhan. Tidak ada lagi damai sejahtera di dalam hati jemaat dan persekutuan mereka. Namun mereka tidak dapat lari dari persoalan itu. Memang, dibandingkan dengan lari dari persoalan dan membuat masalah tidak selesai dan menunda terus menghantui, lebih baik kita menghadapi dan menyelesaikan masalah yang ada. Kunci dari pemecahan masalah itu hanya satu, yakni dengan iman bahwa masalah bisa diselesaikan dengan pertolongan Tuhan (Flp. 4:13). Kita bisa mengambil contoh hal yang dilakukan oleh Musa saat ia dipanggil memimpin umat Allah keluar dari Mesir. Di dalam Ibr. 11:24-27 dijelaskan bahwa dengan iman Musa menolak disebut anak puteri Firaun, artinya Musa mengenali dirinya sendiri dan kedudukannya (ayat 24). Kemudian ia bersedia menerima tanggungjawab yang dibebankan kepadanya, meski harus sengsara dan meninggalkan kesenangan (ayat 25); dalam hal itu ia melihat prioritas Kristus sebagai kekayaan yang lebih utama (ayat 26); dan akhirnya ia memutuskan mengambil tugas panggilan Tuhan: meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Semua itu hanya oleh karena iman dan ia menjadi pemenang yang menghasilkan damai sejahtera. Oleh karena itu dikatakan dalam nas ini bahwa sumber kasih dan damai sejahtera itu adalah Allah. Allah memberikan kepada kita sebuah situasi dan kondisi yang memungkinkan kita masuk ke dalam damai sejahtera itu dengan caranya yang unik.

 

Hidup dalam damai sejahtera hanya ada di dalam Yesus, sebagaimana dikatakan-Nya: Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku (Yoh. 16:33a). Kalau hanya dengan usaha atau buatan manusia, damai sejahtera hanya dapat diperoleh bersifat sementara. Damai sejahtera dari Allah kita bisa peroleh saat sudah menerima dan masuk ke dalam Kerajaan Sorga dari Tuhan Yesus (Markus, Lukas dan Yohanes memakai istilah Kerajaan Allah), sebab damai sejahtera itu hanya ada di dalam kerajaan itu. Kerajaan sorga yang penuh damai sejahtera itu juga sudah ada saat ini, bukan berarti kita harus menunggu Kerajaan Sorga itu itu digenapi penuh di kemudian hari, melainkan menjadikan kerajaan sorga itu hadir saat ini di dalam diri setiap orang percaya. Tuhan Yesus berkata, "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu" (Luk. 17:20b-21). Siapa yang sudah menempatkan Yesus sebagai Raja dan bersemayam di dalam hidupnya, dan menempatkan Kerajaan Kristus itu sudah hadir dalam kesehariannya, maka sesungguhnya ia akan memiliki damai sejahtera. Alkitab menegaskan, “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rm. 14:17).

 

Hidup dalam damai sejahtera perlu diperlihatkan dalam hubungan sehari-hari, oleh karena itu Rasul Paulus menyatakan perlunya jemaat Korintus untuk saling mendukung dengan memberi salam dengan cium kudus. Dalam Perjanjian Baru frasa cium kudus muncul sebanyak 5 kali (Rm. 16:16; 1 Kor. 16:20; 2Kor. 13:12; 1 Tes. 5:26; dan 1 Ptr. 5:14). Menurut Deky Nggadas (lihat http://dekynggadas.wordpress.com), pemberian salam dengan ciuman kudus sampai pada masa Perjanjian Baru sudah memiliki akar sejarah yang cukup panjang. Ada beberapa jenis ciuman yang dijelaskan: Pertama, ciuman antar kerabat atau famili (Kej. 29:11; 33:4; band. Kel. 4:27; 18:7); Kedua, ciuman sebagai tanda penghormatan terhadap status seseorang yang dianggap lebih tinggi (1Sam. 10:1; band. Luk. 7:38, 45; 22:47; Kis. 20:37), dan biasanya pemberian salam penghormatan ini dilakukan pada leher, tangan, mata, dan atau bagian-bagian tubuh yang lain. Ketiga, ciuman dalam konteks keagamaan.  Dalam konteks agama-agama misteri, pemberian ciuman memiliki signifikansi kultis, yakni sebagai simbol penghormatan terhadap para dewa (Ayb. 31:27; 1Raj. 19:18; Hos. 13:2). Keempat, ciuman sebagai ekspresi cinta dan birahi (Kid. 1:2; Ams. 7:13). Meski begitu, ciuman dalam lingkungan kekristenan mula-mula lebih bernuansa teologis ketimbang sosial dan tidak pernah dimaksudkan sebagai tindakan erotis. Dalam cium kudus, ada makna kesatuan, penerimaan, pengampunan, kesetaraan, dan kasih persaudaraan di antara sesama anggota jemaat di dalam Kristus. Memang ada hal penting yang perlu disampaikan bahwa di kemudian hari praktik ini menimbulkan penyimpangan dalam jemaat. Hal ini terindikasi dari kecaman Bapak-bapak Gereja terhadap penyalahgunaan cium kudus dalam ibadah sebagai kesempatan untuk meluapkan birahi. Praktik menyimpang ini juga terlihat dilakukan sekitar akhir tahun 1970-an oleh para penganut Children of God yang sempat masuk ke Indonesia.

 

Keempat: Kasih dari Allah Tritunggal (ayat 13)

Sebelum menutup suratnya Rasul Paulus memberi salam dari seluruh orang kudus pada jemaat Korintus. Kemudian ia memberi berkat dari Tiga Wujud Allah Tritunggal: Allah Bapa, Allah Anak (Tuhan Yesus), dan Allah Roh Kudus. Berkat ini kemudian terkenal dan lazim diucapkan oleh pendeta pada akhir ibadah. Meski kata Tritunggal tidak eksplisit dipakai di Alkitab, nas yang kita baca minggu ini memperlihatkan bukti yang dapat dipercaya dan dialami melalui penerimaan anugerah Allah, kasih-Nya dan persekutuan dengan-Nya. Dalam buku Pedoman Persekutuan GKSI (Penulis sebagai penyunting) disebutkan bahwa istilah teknis dalam Alkitab untuk gagasan Tritunggal, mengungkapkan dengan jelas ajaran Alkitab. IA ada sebagai Tritunggal yang suci: sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Ul. 6: 4; Yes. 43: 10-11; Mrk. 12: 29; Mat. 28: 19; 2Kor. 13: 14). Jawaban umum terhadap rupa Allah adalah, “Allah itu Roh, berpribadi yang hidup”. Allah yang dinyatakan dalam Alkitab sungguh-sungguh hidup dan bertindak (Mzm. 15: 3; 97: 7). Ia bukan sekedar kuasa atau kekuatan tak berpribadi, tetapi Allah yang berpribadi dan berwatak kodrat khusus. Dia adalah Roh yang melebihi seluruh tatanan dunia dan tatanan itu seluruhnya bergantung kepada-Nya. Dalam Luk. 1:26-35 digambarkan malaikat Gabriel mengumandangkan pesan Allah akan kelahiran Yesus kepada Maria. Mat. 3:17 menyebutkan suara Allah Bapa terdengar pada saat Yesus dibaptis; dan dalam Mat. 28:19 Tuhan Yesus mengamanatkan misi Agung kepada murid-murid dan kita semua.

 

Dalam Perjanjian Lama, acapkali Allah memakai istilah jamak untuk diri-Nya sendiri (Kej. 1: 26; 3: 22; 11: 7; Yes. 6: 8). Injil Yohanes memperlakukan perikop Yesaya sebagai penglihatan Yesus (Yoh. 12: 41). Ada sebutan mengenai Malaikat Tuhan yang disamakan dengan Allah tetapi berbeda dengan-Nya (Kel. 3: 2-4; Hak. 13: 2-22). Perjanjian Lama juga menyebutkan Roh Allah sebagai wakil pribadi Allah (Kej. 1: 2; Neh. 9: 20; Mzm. 139: 7; Yes. 63: 10-14). Ada juga disebutkan tentang hikmat Allah, khususnya Amsal 8, sebagai perwujudan Allah di dunia, dan juga firman Allah sebagai ungkapan yang kreatif (Mzm. 33: 1, 9; band. Kej. 1: 26). Ada juga nubuat yang menyamakan Mesias yang sudah lama ditunggu-tunggu itu dengan Allah (Mzm. 2; Yes. 9: 5-6). Dalam Perjanjian Baru, acuan yang Tuhan Yesus berikan kepada para murid (Mat. 28: 19) menentukan pemahaman mereka. Allah adalah ESA, namun dapat dibedakan dalam tiga Oknum: Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Berbagai perikop mengandaikan atau menyatakan ketritunggalan Allah secara langsung atau tidak langsung (Mat. 3: 13-17; 28: 19; Yoh. 14: 15-23; Kis. 2: 23; 2Kor. 13: 14; Ef. 1: 1-14; 3: 16-19). Masing-masing Oknum ditegaskan bersifat Ilahi:

 

  1. Sang Bapa adalah Allah (Mat. 6: 8; Gal. 1: 1)
  2. Sang Anak adalah Allah (Yoh. 1: 1-18; Rm. 9: : 5; Kol. 2: 9; Tit 2: 13; Ibr. 1: 8-10);
  3. Roh Kudus adalah Allah (Mrk. 3: 29; Yoh. 15: 26; 1Kor. 6: 19-20; 2Kor. 3: 17-20)

 

Dengan demikian, Allah menyajikan realitas yang misterius dan unik, Satu Allah: Sang Bapa, Anak, dan Roh Kudus.

 

Satu cara untuk memahami perbedaan antara Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah dengan menghubungkan fungsi yang berbeda masing-masing Oknum. Bentuk paling populer menghubungkan penciptaan dengan Bapa, penyelamatan dengan Anak, dan pengudusan dengan Roh Kudus. Paulus memberikan bentuk lain dalam Efesus 1, di mana pemilihan dihubungkan dengan Sang Bapa (ay. 4, 5, 11), penyelamatan dengan Anak (ay. 3, 7, 8) dan pemeteraian dengan Roh Kudus (ay. 13-14). Tetapi adanya perbedaan ini jangan sampai memudarkan kebenaran mendasar mengenai keesaan Ilahi yakni ketiga-tiganya terlibat dalam kegiatan siapa pun di antara ketiga Oknum itu. Misalnya, walaupun dalam penciptaan khususnya dikaitkan dengan Sang Bapa, namun juga dihubungkan dengan Anak (Yoh 1: 3) dan Roh Kudus (Yes 40: 13). Dengan demikian, seluruh pengertian tentang keselamatan Kristen dan penerapannya pada pengalaman manusia tergantung pada ketritunggalan Allah. Begitu penting maknanya. Ketritunggalan Allah juga merupakan dasar pokok penegasan bahwa Allah itu kasih adanya. Rasul Paulus mengakhiri suratnya dengan berkat dari ketiga Pribadi itu mengingatkan jemaat Korintus akan kesatuan mereka dalam Tritunggal. Kesatuan itu mengalirkan berkat anugerah (keselamatan), kasih dan persekutuan. Oleh karena itu, dalam berkat yang disampaikan oleh Rasul Paulus di dalam Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus, menguatkan bahwa Allah sangat mengasihi kita semua, baik di dalam pergumulan, maupun di dalam sukacita dan kehidupan sehari-hari. Kasih Allah dan damai sejahtera-Nya yang melampaui segala akal itu (Flp. 4:7) dipersatukan dan dikukuhkan dalam sebuah janji keberhasilan yang indah.

 

Penutup

Melalui nas minggu ini kita diberikan pengajaran tentang pentingnya kesatuan jemaat. Dalam kehidupan berjemaat mungkin kita mengalami berbagai persoalan dan permasalahan, akan tetapi nas minggu ini mengingatkan kita untuk bersukacita dalam menghadapi hal itu. Persoalan yang datang dapat kita jadikan sebagai jalan untuk membuat kita menjadi (lebih) sempurna. Allah bekerja dalam setiap persoalan (Rm. 8:28) dan menjamin setiap beban dapat kita tanggung di dalam Dia (Flp. 4:13). Untuk itu perlu keterbukaan, evaluasi diri , dan bersedia menerima nasihat khususnya yang bersumber dari firman Allah dan kuasa Roh Kudus. Badai permasalahan yang mereka hadapi hanya dapat diselesaikan dengan cara mereka sehati sepikir. Segala iri hati, kesombongan, dan egoisme harus dihilangkan. Dengan sehati sepikir maka mereka akan memperoleh berkat dan hidup dalam damai sejahtera. Semua damai sejahtera itu perlu diekpresikan dengan salam dan cium kudus di setiap kesempatan, sehingga Allah Tritunggal, sumber kasih dan damai sejahtera akan terus memberkati mereka melalui anugerah, kasih dan penyertaan-Nya hingga akhir zaman.

Selamat hari Minggu dan beribadah.

Tuhan Yesus memberkati. Amin

Pdt. Em. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah 1 Minggu Hari Raya Pentakosta 28 Mei 2023

Khotbah 1 Minggu Hari Raya Pentakosta

 ADA RUPA-RUPA KARUNIA, TETAPI SATU ROH (1Kor. 12:3b-13)

 Bacaan lainnya: Kis. 2:1-21 atau Bil. 11:24-30; Mzm. 104:24-34,35b; Yoh. 20:19-23 atau 7:37-39.

 

Pendahuluan

Karunia rohani yang diberikan kepada setiap orang percaya oleh Roh Kudus adalah kemampuan khusus yang dipergunakan untuk pelayanan sesuai dengan kebutuhan jemaat. Daftar dalam nas minggu ini tentang karunia rohani, perlu digabung lebih lengkap dengan ayat-ayat lainnya (lihat Rm. 12; Ef. 4; 1Pet. 4:10-11 dan ayat lainnya). Ada banyak karunia rohani namun setiap orang memiliki yang berbeda. Beberapa orang memiliki lebih dari satu, bahkan seseorang bisa memiliki karunia rohani yang "lebih baik". Yang jelas, setiap karunia rohani tidak perlu dianggap lebih hebat dari karunia rohani yang lain. Hal ini disebabkan semuanya bersumber dari Roh Kudus dan tujuannya adalah untuk membangun tubuh Kristus yakni gereja. Seluruh bentuk karunia yang ada pada manusia, pada hakekatnya bersumber dari Allah Bapa melalui Tuhan Yesus dan dipimpin oleh Roh Kudus. Memang, pemahaman tentang karunia rohani seringkali tidak sama: ada yang suka dan ada yang tidak suka, ada yang bingung. Tetapi paling tidak, berdasarkan nas bacaan kita minggu ini dan ayat-ayat lain kita diberi gambaran sebagai berikut.

 

Pertama: Pengakuan "Yesus adalah Tuhan", karunia dan pelayanan oleh Satu Roh (ayat 3b-5)

Yesus memiliki banyak sebutan "gelar" sesuai dengan pemahaman masing-masing, meski panggilan yang sering oleh murid-murid-Nya adalah dengan sebutan Guru. Perempuan Samaria dalam percakapan dengan Yesus menyebutnya sebagai seorang nabi. Ada juga yang menyebutnya sebagai Rasul. Serdadu-serdadu menyebutnya dengan Raja Israel meski dengan sikap awal hanya olok-olok namun kemudian diakui sebagai Raja segala Raja. Saudara kita umat lain menyebut Yesus sebagai Nabi yang memiliki sejumlah kekhususan, seperti lahir dengan tidak dari benih laki-laki, memiliki kemampuan penyembuh dan lainnya, meski dengan nama Isa. Petrus menyebut Yesus sebagai Mesias yang kemudian ditegaskan Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga (Mat 16:17). Akan tetapi yang penting dari semua itu adalah pengakuan dan panggilan Yesus sebagai Tuhan, yang menurut ayat kita baca: "tidak ada seorang pun, yang dapat mengaku: "Yesus adalah Tuhan, selain oleh Roh Kudus" (band. 1Yoh. 4:2-3).

 

Pengakuan Yesus sebagai Tuhan bukanlah dari hasil olahan pikiran manusia. Manusia dengan segala kehebatannya hanya mampu mengakui Yesus sebagai Nabi, sebagai Guru, Rasul, Raja, Mesias (Yang Diurapi), namun untuk mengaku sebagai Tuhan dan Anak Allah, maka itu adalah iman dan anugerah Allah semata. Alkitab berkata, “Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada Yesus, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus-Nya” (Yoh. 6:44). Jadi, sangat jelas, bahwa yang datang dan percaya kepada Yesus (dan mengaku sebagai Tuhan) adalah mereka yang ditarik dan dipilih Allah Bapa. Hal ini juga diteguhkan dengan prinsip Kristiani bahwa dari berbagai bentuk karunia yang diberikan kepada manusia, iman (kepada Yesus) adalah karunia rohani khusus orang percaya kepada-Nya. "Kasih karunia atau karunia-karunia" (bahasa Yunani charismata berasal dari kata charis) dan Roh atau Pneuma menunjuk kepada karunia Roh Kudus, yakni penyataan Ilahi berupa kemampuan khusus yang diberikan kepada orang percaya untuk pelayanan dan kepentingan bersama. Pengertian penyataan Ilahi (bahasa Yunani phanerosis berasal dari kata phaneros yang berarti "berwujud") menekankan bahwa karunia rohani itu menjadi penyataan langsung dan dianugerahkan sebagai tanda bukti kelihatan kehadiran Roh Kudus di dalam persekutuan jemaat.

 

Berdasarkan telaah Alkitab, ada 18 karunia rohani yang diidentifikasi dan dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian utama, yakni:

 

           karunia rohani melalui perkataan atau berbicara, terdiri dari 7 karunia

           karunia rohani melayani dan memberi, terdiri dari 6 karunia

           karunia rohani untuk membuat mukjizat, terdiri dari 5 karunia.

 

Masing-masing karunia rohani tersebut dijelaskan pada bagian berikut.

 

Kedua: Karunia berbicara oleh satu Roh (ayat 8)

Sebuah kata atau rangkaian kata dapat menjadi pedang bermata dua, yakni membedah untuk tujuan baik, atau memotong/menyayat dengan tujuan buruk. Rangkaian kata-kata buruk dapat merusak suasana, menghancurkan mental dan motivasi, dan bahkan membuat seseorang merasa dirinya tidak berharga dan terhina. Sebaliknya rangkaian kata-kata indah dapat membuat seseorang menjadi senang dan bersukacita, membangun semangat dan motivasi, dan bahkan menimbulkan keberanian sehingga jauh dari rasa khawatir dan takut. Kemampuan dalam olah "berbicara" itu tentu juga didasari oleh hikmat kemampuan batin dan rohani yang dalam, termasuk dalam memahami pengetahuan dan keilmuan. Dalam hal ini pengertian berbicara juga dimaksudkan dengan menulis sebagaimana para rasul Tuhan, dipakai dalam menulis surat-surat rasuli atau kitab-kitab sebagaimana dalam Alkitab. Oleh karena itu, Allah menggunakan kemampuan mengeluarkan kata-kata sebagai karunia khusus bagi orang yang Tuhan pakai untuk menyampaikan pesan dan membangun jemaat-Nya (band. 1Ptr. 4:10).

 

Dalam Alkitab paling tidak ada tujuh karunia yang berhubungan dengan berbicara, yakni:

 

1. Karunia rasuli (Ef. 4:11; 1Kor. 12:28)

2. Karunia bernubuat/kenabian (Ef. 4:11; 1Kor. 11:14-15; 12:2)

3. Karunia penginjilan (Ef. 4:11; 2Tim. 4:5; Kis. 21:8)

4. Karunia penggembalaan (Ef. 4:11)

5. Karunia mengajar (Rm. 12:7; 1Kor. 12:28-29)

6. Karunia menasihati berkata-kata dengan hikmat (Rm. 12:8; 1Kor. 12:8)

7. Karunia berkata-kata dengan pengetahuan (1Kor. 12:8; 2Kor. 8:7)

 

Lima karunia yang pertama diambil dari Ef. 4:11 yang dianggap sebagai karunia jabatan yang ada dalam tubuh gereja, seperti rasul, penginjil, gembala dan pengajar (guru), terkecuali jabatan kenabian/nubuatan yang lazim dalam masa Perjanjian Lama. Namun dalam hal ini bernubuat tidak semata-mata berhubungan dengan ramalan-ramalan masa depan. Yohanes Calvin mengatakan bahwa menyampaikan firman dan pesan Allah kepada kumpulan orang percaya adalah kemampuan bernubuat yang dilaksanakan dalam berbagai khotbah sepanjang sejarah gereja. Nubuatan dalam khotbah disampaikan di tengah-tengah jemaat dalam rangka meneguhkan dan menguatkan jemaat tersebut. Memang, sebagian lain berkata bernubuat bukankah berkhotbah, tetapi sesuatu yang spontan, pesan yang diinspirasi Roh Kudus. Namun Alkitab mengatakan, Tetapi siapa yang bernubuat, ia berkata-kata kepada manusia, ia membangun, menasihati dan menghibur (1Kor. 14:3; band. Rm. 12:6; Yoel. 2:28). Sementara kemampuan dalam menyampaian kata-kata nasihat dengan penuh hikmat seperti isi kitab amsal, ini termasuk bagi mereka yang belajar psikologi konseling. Yang terakhir pada bagian ini adalah mereka yang memiliki ilmu pengetahuan yang bisa menjelaskan tentang gejala-gejala dan proses alam (scientist), maupun bidang sosial yang meliputi peristiwa-peristiwa sosial termasuk interaksinya, seperti antrhropolog, sosiolog, ahli sejarah, dan ilmu sosial lainnya.

 

Semua ini penting kita ketahui bahwa Allah benar-benar terlibat di dalam memberi, menggunakan, dan memberdayakan karunia rohani. Penggunaan karunia rohani, tempat pelayanan, jenis pelayanan, semua akan menjadi lebih efektif ketika karunia itu dipakai untuk membangun jemaat. Allah menciptakan tempat dan waktu yang tepat bagi setiap orang percaya di dalam tubuh Kristus. Karunia rohani dan pelayanan mungkin kadang tampak tumpang tindih, tetapi setiap orang percaya memiliki kekhususan, sebab Allah mendisain peran bagi kita semua. Salah satu yang menarik dan menantang dalam mengikut Kristus adalah menemukan karunia rohani dalam diri kita dan juga pada diri orang lain, dan menggunakannya dengan baik untuk kepentingan bersama dalam pembangunan jemaat (1Kor. 14:12; Ef. 4:12).

 

Ketiga: Karunia melayani oleh Roh yang sama (ayat 9a)

Kita orang percaya dipanggil untuk melayani. Kita hidup bukan untuk diri kita sendiri tetapi untuk Kristus dengan melayani orang lain. Allah memanggil anak-anak-Nya untuk melayani, dan tidak semua pelayanan dalam bentuk atau wujud yang tampak "hebat". Sebagaimana disebutkan dalam pendahuluan, setiap karunia rohani tidak lebih hebat dari karunia rohani yang lain. Ketika para rasul sibuk dengan pemberitaan Injil, harus ada yang mengurus meja dan agar mereka bisa lebih memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman. Untuk itu mereka menunjuk tujuh orang untuk melayani meja, dalam pengertian pelayanan sosial kepada janjda-janda miskin (Kis 6:1-4). Mereka yang dipilih melayani ini juga bukan sembarangan, sebab mereka adalah orang-orang yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat untuk melaksanakan tugas itu. Jadi sebenarnya tugas mereka melayani didasari oleh iman dan kemurahan hati.

 

Maka berdasarkan pengelompokan pelayanan khususnya yang berhubungan dengan waktu dan tenaga, kemurahan hati dan pelayanan, ada lima karunia, yakni:

 

1. Karunia iman (1Kor. 12:9)

2. Karunia melayani (1Kor. 12:7)

3. Karunia menolong (1Ko.r 12:28; Kis. 6:2)

4. Karunia memberi dengan murah hati (Rm. 12:8)

5. Karunia memberi tumpangan (1Pet. 4:9; 1Tim. 5:10)

6. Karunia memimpin atau mengelola (Rm. 12:8; 1Kor. 12:28)

 

Dalam hal ini karunia iman dikelompokkan ke dalam pelayanan sebab iman dilihat sebagai keteguhan hati dan kesungguhan dalam penyerahan diri, yang bermanfaat dalam pelayanan ke luar dirinya. Setiap orang percaya memiliki iman. Tetapi bagaimana pun, memiliki karunia iman merupakan ukuran yang tidak biasa atas kepercayaan dalam kekuasaan Roh Kudus (band. Mat. 17:19,20; 1Kor. 13:2). Penting kita ingat firman Tuhan yang mengatakan, karena Allah-lah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya (Flp. 2:13). Memang dalam hal ini pengelompokan yang diberikan dapat disebut sebagai pelayanan diakonia, yang mengutamakan kerendahan hati dan kesedian memberi yang bukan terbatas pada materi semata, dan juga bersikap benar-benar sebagai hamba pelayan (band. 1Kor. 12:27-31). Hal yang terpenting dalam kelompok ini adalah kemampuan dalam mengelola dan memimpin, baik dalam pengertian kepemimpinan tradisional dan kegembalaan, maupun dalam pengertian modern berbentuk organisasi yang komplek dan layanan multi dimensi. Ini jelas sebuah karunia yang khusus yang sangat diperlukan dalam dunia modern saat ini.

 

Keempat: Karunia membuat mukjizat (ayat 9b-10)

Dunia ini penuh dengan guru-guru palsu. Setiap orang dapat mengatakan telah berbicara dengan Allah. Di lain pihak ada yang mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada namanya mukjizat. Bagi mereka semua proses atau kejadian yang terjadi harus mengikuti hukum alam, baik itu sains, psikologi, ataupun ilmu sosial. Kalau ada sesuatu peristiwa yang tidak dapat dijelaskan oleh akal pikiran, maka sebenarnya itu hanya misteri yang belum dan menjadi tantangan bagi pikiran manusia untuk membukanya. Bagi mereka, adanya pelangi adalah gejala alamiah dan bukan tanda busur dari Allah sebagai ikatan janji. Kesembuhan seseorang dari penyakit tanpa melalui pengobatan medis, bagi mereka itu terjadi karena kembalinya kekuatan tubuh, adanya asupan makanan, dan lingkungan yang mendukung. Jadi kesembuhan sama sekali tidak ada hubungannya dengan kuasa doa, urapan kudus atau campur tangan Ilahi. Memang pengakuan tidak adanya mukjizat bukan selalu berarti atheis dan tidak perlu terlalu dipermasalahkan. Mereka hanya tidak mau mengakui campur tangan Tuhan dalam hidupnya dan berusaha melakukan sebaik mungkin berdasarkan usahanya sendiri. Bagi kita orang percaya, itu adalah hikmat dunia dan tidak menggunakan hikmat Allah.

 

Dalam Alkitab peristiwa mukjizat bukanlah monopoli Perjanjian Baru. Dalam peristiwa Musa mengeluarkan umat-Nya dari Mesir, mukjizat dipakai Tuhan sebagai alat untuk menyatakan kuasa dan kehadiran-Nya. Setelah Tuhan Yesus naik ke sorga, para murid juga melakukan banyak pekerjaan mukjizat, sesuai pesan Yesus kepada murid-murid-Nya (Mat. 10:1; Mrk. 16:18). Berdasarkan telaah dalam Perjanjian Baru, ada lima jenis karunia rohani yang berhubungan dengan pekerjaan mukjizat atau tanda-tanda, yakni:

 

1. Karunia menyembuhkan (Mat. 10:1; 1Kor. 12:9, 28, 30)

2. Karunia mengadakan mukjizat (1Kor. 12:10, 28-29; Ibr. 2:4)

3. Karunia berbahasa lidah dan berbahasa roh (Kis 1; 1Kor. 12:10)

4. Karunia membedakan roh (1Kor. 12:10; 14:28)

5. Karunia menafsirkan bahasa roh (1Kor. 12:10)

 

Kisah-kisah mukjizat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus membuktikan bahwa mukjizat itu nyata. Penyertaan kuasa Ilahi dalam proses alam yang khusus bukanlah hal aneh, meski unik, sepanjang seseorang itu bersedia melihat dan Allah berkenan memberikan untuk maksud dan tujuan-Nya. Allah dapat bekerja sendiri tanpa manusia, akan tetapi sebagaimana dalam Kisah Para Rasul para murid membuktikan karunia itu ada dan bekerja efektif pada murid dalam pekerjaan pekabaran Injil. Memang saat ini belum ada yang bisa membuktikan bahwa karunia itu ada pada orang-orang tertentu. Kita perlu berhati-hati dalam karunia berbahasa roh, dengan klaim memiliki kemampuan dalam berbahasa roh dan bahkan belajar berbahasa roh. Kita tidak mengingkari adanya bahasa roh (1Kor. 12:10, 30). Yang penting Alkitab mengatakan bahwa ketika seseorang berbahasa roh, harus ada yang mampu untuk menerjemahkannya, Kalau tidak, ini hanya seperti omongan yang tidak berarti dan lebih baik diam (1Kor. 14:26-28; band ay. 13). Dalam hal ini Rasul Paulus memberikan kita sebuah metode pengujian untuk membedakan apakah pesan yang diterima seseorang itu datang dari Allah atau tidak; apakah orang itu mengaku Kristus sebagai Tuhan. Kita tidak boleh bersikap naif dengan menerima kata-kata yang diakui dari Tuhan, tetapi ujilah apakah pengajarannya sesuai dengan Alkitab dan perkataan Kristus.

 

Kelima: Satu tubuh satu baptisan (ayat 11-13)

Meskipun kerunia roh itu dibeda-bedakan dan dikelompokkan sebagaimana di atas, namun sebenarnya itu saling melengkapi dan bahkan tidak mudah memberi batas yang tegas tentang kemampuan khusus yang diberikan kepada masing-masing orang. Semua kemampuan ibarat paduan tubuh yang terdiri dari anggota-anggota tubuh dan dibangun menjadi kesatuan utuh dalam jemaat. Namun alih-alih membangun dan menyatukan gereja sebagaimana di Korintus, karunia rohani bisa mencerai-beraikan. Karunia rohani dibuat menjadi kuasa rohani, menyebabkan persaingan, sebab beberapa orang berpikir mereka merasa "lebih rohani" dari yang lain karena adanya karunia tersebut. Ini menjadi hal yang buruk dan salah dalam penggunaan karunia rohani, sebab tujuan yang sebenarnya adalah membantu gereja agar lebih efektif, bukan untuk memecahnya. Kita dapat menjadi pemecah belah jika kita mengotot menggunakan karunia rohani dengan cara kita sendiri tanpa memerdulikan pihak lain. Kita tidak boleh menggunakan karunia rohani untuk memanipulasi orang lain, apalagi untuk kepentingan diri sendiri.

 

Seluruh karunia itu hakekatnya adalah rupa-rupa pelayanan, dan bersumber dari satu Tuhan. Meski ada berbagai-bagai perbuatan ajaib tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya pada semua orang percaya, sesuai dengan tugas dan misi Allah yang diberikan padanya. Kita perlu memperhatikan kesatuan dari semua karunia, kesatuan sumber dan tujuan penggunaan karunia itu. Sebagian orang akan diberi kemampuan dalam berbicara, sebagaian diberikan dalam kemampuan melayani, meski memang tidak mudah mendeteksi apakah kemampuan membuat mukjizat ini ada dalam jemaat. Alkitab berkata, “berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua. Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus” (Ef. 4:3-7). Baptisan "dalam satu Roh" bukanlah menunjuk kepada baptisan air tetapi mengacu kepada tindakan Roh membaptis orang percaya ke dalam tubuh Kristus (Mat. 3:11; Mrk. 1:8; Luk. 3:16) dan menjadikan orang percaya satu secara rohani dengan yang lainnya.

 

Kita tidak boleh seperti jemaat di Korintus yang mengutamakan karunia-karunia yang paling dirasakan hebat dan penuh tanda-tanda. Mereka lebih menonjolkan kehebatan karunia yang mereka punyai tanpa ingin mengetahui rencana Allah memberi karunia-karunia itu. Mereka meniru upacara-upacara kafir yang penuh dengan ritual “keanehan” demi untuk mendapatkan perhatian dan keistimewaan. Ini tidak terlepas dari jemaat Korintus yang dianggap masih bayi dengan sifat kanak-kanak dan belum dewasa, sebagaimana dijelaskan pada pasal-pasal sebelumnya. Rasul Paulus menekankan dengan perumpamaan tubuh manusia dengan anggota-anggota yang banyak menjadi satu, demikian pula pelayanan karunia rohani sebagai alat pemersatu dan penguatan gereja-Nya (Rm. 12:5; band. Gal. 3:28; Kol 3:11). Tujuan semua itu adalah memuliakan Yesus sebagai Tuhan atas gereja, dengan Roh sebagai pemberi karunia yang berdaulat dan kita hanyalah alat dan hamba-Nya. Hal yang penting justru ketika karunia itu diberikan kepada kita, maka kita memakainya dengan baik dan terus bertumbuh, dengan berprinsip menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh sehingga Tuhan Yesus semakin dipermuliakan.

 

Penutup

Melalui nas minggu ini kita diberikan sebagian pelajaran tentang karunia rohani dan berdasarkan tambahan ayat-ayat lainnya kita mencoba memadukannya, sehingga ditemukan delapan belas karunia rohani yang disediakan bagi orang percaya. Sebagian orang diberi kemampuan dalam berbicara, sebagian diberikan kemampuan melayani, dan sebagian (memang tidak mudah mendeteksi) kemampuan membuat mukjizat. Semua itu bersumber dari satu Roh dan kita juga melihatnya bahwa karunia-karunia yang kita miliki semata-mata dari Allah dan diperuntukkan bagi kemulian-Nya. Dengan karunia yang kita miliki maka tujuan dan motivasi kita haruslah membangun jemaat, sehingga penggunakan karunia rohani itu lebih efektif. Kita harus menjauhkan diri dari tindakan memanipulasi karunia yang diberikan, termasuk menggunakan untuk kepentingan diri sendiri, atau menonjolkan karunia-karunia yang dianggap hebat dan mempertunjukkan tindakan-tindakan yang dianggap spektakuler. Hal semacam itu adalah egoisme yang menonjolkan diri dan tidak ada faedahnya, sebab semua karunia itu suatu saat akan lenyap. Sikap kita haruslah menyatakan bahwa Dia satu-satu-Nya Tuhan bagi jemaat-Nya yang mendahulukan kasih dan kasih adalah hal yang terbesar. Sebagaimana ayat lanjutan dari pasal ini dinyatakan, “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing” (1Kor 13:1).

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 320 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7424035
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
8793
58357
176801
7204198
458897
1386923
7424035

IP Anda: 162.158.163.167
2024-11-22 03:11

Login Form