2023
2023
Khotbah 2 Minggu V Paskah 7 Mei 2023
KHOTBAH 2 MINGGU V PASKAH 7 MEI 2023
TERSEDIA DI SORGA (Yoh. 14:1-14)
Bacaan lainnya: (1Pet. 2:2-10); Kis. 7:55-60; Mzm. 31:1-5, 15-16.
Firman Tuhan bagi kita hari Minggu ini Yoh. 14:1-14, berbicara tentang penegasan Tuhan Yesus bahwa Ia naik ke sorga untuk menyediakan tempat bagi kita yang percaya kepada-Nya. Untuk itu Ia berkata, kita tidak perlu gelisah dan khawatir bila kesusahan dan kematian datang (ayat 1, lih. Yoh. 13 sebelumnya). Tuhan Yesus juga menegaskan, melalui Dia-lah kita akan berkumpul di rumah Bapa di sorga: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (ayat 6). Rumah Bapa adalah tempat Allah bertakhta (ayat 2; Yes. 6:1–2).
Kita pasti pernah melihat ketidak-adilan di dunia ini. Misalnya, sudah jelas orangnya jahat dalam arti sering menyusahkan orang/pihak lain, tetapi hidupnya sangat senang, matinya pun senang di rumah sakit bagus, acara penguburan yang mewah, dan lainnya. Atau, kita melihat orang baik yang tidak mau menyusahkan orang lain, tetapi hidupnya di dunia ini susah, matinya pun susah, sepi, tanpa kerabat banyak hadir. Atau kita sedang dikecewakan orang lain, merasa diperlakukan tidak adil. Tetapi, percayalah, kehidupan di dunia tidak akan berhenti begitu saja saat kita mati. Kehidupan bentuk lain akan berlanjut, sebagai bagian pertanggungjawaban semua manusia atas segala perbuatan yang dilakukannya selama hidup di dunia.
Ada beberapa alasan kuat kita percaya Tuhan Yesus kembali ke sorga, menyediakan tempat bagi kita. Pertama, Ia berasal dari sorga. Benih-Nya benih sorgawi, bukan benih manusia seperti kita. Agama Kristen dan agama besar lain mengakuinya, sehingga benar Dia berasal dari sorga, dan tentu logis kembali ke sorga. Tubuh daging kita berasal dari tanah dan kembali ke tanah (Kej. 3:19). Nafas (nefesi, ruakh) yang berasal dari Allah dan milik-Nya, akan kembali kepada-Nya. Tubuh dan daging fana; Jiwa dan roh kekal, abadi. Ketika nafas dihembuskan oleh Allah, ada rencana dan tujuan-Nya dalam hidup manusia. Tuhan tidak iseng menciptakan kita.
Ia Allah yang Mahaadil, Mahabenar. Meski kini tampak samar-samar, tapi semua nanti dinyatakan jelas. Ia akan datang kembali, membawa kita ke tempat-Nya, supaya kita selamanya bersama-Nya (ayat 3). Akan ada penghakiman bagi yang baik dan jahat (2Kor 5: 10; Ibr. 10:30), orang hidup dan mati (1Pet. 4:5). Oleh karena itu, kita perlu jalan, pembimbing ke sorga, dan hanya yang datang dari sorga tahu jalan ke sorga, yakni Tuhan Yesus. Kita juga ditolong untuk percaya, karena pekerjaan-pekerjaan yang Tuhan Yesus telah lakukan di dunia (ayat 12b). Ia berkata: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya” (Yoh. 11:25-26). Ia membangkitkan orang mati, Allah yang bangkit dari kematian. Allah yang hidup dan sumber hidup.
Pesan terakhir Tuhan Yesus melalui nas minggu ini, kita diminta melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar (band. 1Pet. 2:9). Ia telah pergi kepada Bapa, tetapi janji-Nya, apa juga yang kita minta dalam nama-Nya, akan dikabulkan sepanjang bertujuan Bapa dipermuliakan di dalam Anak (ayat 12-13, band. Kis. 2:43). Tentu, pekerjaan besar bukan oleh kita orang-seorang, melainkan karya seluruh anak-anak-Nya. Tetaplah hidup di dalam Yesus, di jalan dan kebenaran. Jangan tidak peduli atau pura-pura tidak tahu, seperti Tomas dan Filipus (ayat 5, 8). Tetaplah di dalam Dia dan peduli akan Dia. Itu sangat menyenangkan hati-Nya.
Selamat beribadah. Tuhan Yesus memberkati, amin.
Kabar dari Bukit Minggu 30 April 2023
Kabar dari Bukit
MEMENANGKAN JIWA (Kis. 2:42-47)
"Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." (Kis. 2:47)
Salam dalam kasih Kristus.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah Kis. 2:42-47. Nas ini bercerita tentang kehidupan jemaat mula-mula setelah Tuhan Yesus bangkit, dengan ciri-ciri mereka:
1. Bertekun dalam pengajaran (ay. 42a);
2. Berkumpul tiap hari di rumah-rumah jemaat secara bergilir untuk memecahkan roti (perjamuan kudus - Luk. 22:19) dan berdoa (ay. 42b, 45);
3. Berprinsip kepunyaan bersama. Bila jemaat menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing (ay. 44-45);
4. Sehati, menyukai persekutuan dan beryanyi sukacita (ay. 46);
5. Disukai oleh orang luar dan memenangkan jiwa-jiwa baru (ay. 47).
Menurut kitab Kisah Para Rasul, jemaat mula-mula ini bertumbuh dari 120 jiwa (Kis. 1:15), dan setelah Pentakosta menjadi 3.000 orang (Kis. 2:41). Sungguh suatu perkembangan yang hebat, bertumbuh sehat secara kuantitas dan kualitas. Oleh karena itu banyak yang perlu kita teladani dan terapkan dalam kehidupan berjemaat saat ini.
Kita perlu terlebih dahulu memahami gereja dalam dua bentuk: sebagai organisme dan sebagai organisasi. Sebagai organisme yang hidup, gereja adalah kesatuan yang saling mendukung, hidup sebagai satu tubuh dengan Kristus sebagai kepala (Ef. 1:22; 2:21; Kol. 1:18). Kesatuan dan kesehatian sangat penting, seperti firman Tuhan mengatakan: supaya semua menjadi satu (Ut Omnes Unum Sint); Yesus dan Bapa adalah satu (Yoh. 17:21-23).
Gereja sebagai organisasi menurut Alkitab memiliki jabatan penilik, diaken, dan penatua (Flp. 1:1; 1Tim 4:14; Kis 11:30). Namun sejarah gereja terus berkembang, dan pengorganisasian gereja lebih meluas. Ada jabatan Paus, Uskup, Bishop, Ketua Sinode, Ketua Wilayah, Gembala Sidang, Pendeta, Evangelis, dan lainnya. Bagi jemaat dan sinodenya sudah besar, kehidupan gereja pun semakin kompleks.
Oleh karena itu gereja yang sehat dan mampu memenangkan jiwa memerlukan keseimbangan, kehidupan gereja sebagai organisme dan organisasi. Jemaat yang sehat bagaikan sebuah organisme hidup, anggota-anggota tubuh saling mendukung dan peduli sesama dan tetap tertib organisasi. Janganlah gereja lebih peduli kepada organisasi dengan nomor anggota, persembahan bulanan atau tahunan bahkan persepuluhan, tetapi tidak berbuah dengan memberikan pelayanan sosial dan pekabaran Injil ke luar gereja.
Ada kalanya kita tidak merasa puas. Tapi itu semua adalah perbuatan manusia. Jangan kecewa. Kita menjadi seorang Kristen bukan diminta menilai kehidupan di luar diri kita dan menghakiminya. Kita orang percaya tidak diajarkan tentang standar moral kebaikan dan keburukan semata. Tetapi seperti dikatakan John Eldredge dalam bukunya The Journey of Desire, menjadi seorang Kristen utamanya adalah memiliki hasrat hati yang rindu dekat dengan Tuhan Yesus dan merasakan kuasa-Nya.
Mari terus ikut dalam memenangkan jiwa-jiwa baru melalui gereja yang sehat. Manusia bisa berubah dari baik menjadi jahat atau sebaliknya. Perubahan adalah sebuah kemutlakan. Hal yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri. Namun yang kita pegang adalah Tuhan Yesus tidak berubah, dahulu dan sekarang maupun nanti. Seperti firman-Nya yang ditulis di makam penginjil besar Pdt. Dr. Nomensen, “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibr. 13:8). "Rumput menjadi kering, dan bunga gugur, tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya." (1Pet 1:24b-25).
Selamat hari Minggu dan beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah 2 Minggu IV Paskah 30 April 2023
Khotbah 2 Minggu IV Paskah
HIDUP BERKELIMPAHAN (Yoh. 10:1-10)
"Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan" (Yoh. 10:10b)
Firman Tuhan di Minggu IV Paskah ini bagi kita Yoh. 10:1-10, yang menjelaskan Tuhan Yesus adalah Gembala yang baik. Perumpamaan Yesus sebagai Gembala, berangkat dari peran gembala yang semestinya dilakukan oleh raja-raja Israel, tetapi tidak berjalan dengan baik. Kekecewaan tersebut dituliskan oleh para nabi besar dalam Perjanjian Lama (Yer. 23:1–2; Yes. 56:11; Yeh. 34:1–8; Za. 11:4–5). Jadi, identitas Gembala merupakan kritik sekaligus metafora pemulihannya.
Gambaran datangnya gembala yang baik yang tidak sama dengan para raja-raja Israel, diberikan oleh nabi Yehezkiel yang menuliskan: "Aku akan mengangkat satu orang gembala atas mereka, yang akan menggembalakannya, yaitu Daud, hamba-Ku; dia akan menggembalakan mereka, dan menjadi gembalanya. Dan Aku, TUHAN, akan menjadi Allah mereka serta hamba-Ku Daud menjadi raja di tengah-tengah mereka. Aku, TUHAN, yang mengatakannya” (Yeh. 34:23-24; band. Yes. 40:10-11).
Sebagai Gembala yang baik, Tuhan Yesus mengenal semua domba-domba-Nya; memanggil dengan nama-namanya (ayat 1-3). Ia tidak seperti pencuri yang masuk dari pagar atau memanjat tembok, Gembala yang baik masuk dari pintu depan. Ia menuntun domba-Nya dibawa ke luar, berjalan di depan, dan domba-domba itu mengikuti, karena mereka mengenal suara-Nya (ayat 4). Dalam Mzm. 23 sebagai padanan leksionari minggu ini disebutkan, gembala memakai gada dan tongkat yang menghibur dan memberi rasa aman bagi dombanya (ayat 4).
Gembala Yesus menuntun di jalan yang benar, dan memberi urapan minyak di kepala (Mzm. 23:3, 5). Ia adalah pintu yang sesungguhnya ke domba-domba, dan barangsiapa masuk melalui Tuhan Yesus, ia akan selamat, dan akan masuk dan keluar serta menemukan padang rumput yang hijau dan air yang tenang (ayat 7, 9; Mzm. 23:2). Ini meneguhkan prinsip Kristiani bahwa iman dan keselamatan adalah anugerah-Nya, dan Tuhan Yesus adalah satu-satunya jalan menuju ke tempat Bapa sorgawi. Jika dahulu kita sesat, tetapi sekarang telah kembali kepada Gembala sebagai pemelihara jiwa kita (1Pet. 2:25).
Bagian terakhir nas minggu ini menegaskan, jika nabi-nabi palsu dan allah-allah datang untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan, Tuhan Yesus datang supaya semua yang menerima-Nya mempunyai hidup, dan tidak sekedar hidup, melainkan mempunyainya dalam segala kelimpahan (ayat 10). Hidup yang berkelimpahan bukan berarti ukuran dunia dengan memiliki harta dan kuasa, tetapi hidup dalam gembalaan-Nya yang membuat kita senantiasa memiliki damai sejahtera, sukacita, penuh kasih dan mengasihi, serta tidak khawatir dan takut menjalani hidup, meski di tengah gelombang badai virus corona ini. Tetaplah setia menjadi domba-Nya, dan terus lebih mengenal dan mengasihi-Nya sebagai Gembala yang baik.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah 1 Minggu IV Paskah 30 April 2023
Khotbah 1 Minggu IV Paskah 30 April 2023
YESUS GEMBALA PEMELIHARA JIWAMU (1Pet. 2:19-25)
Bacaan lainnya: Kis. 2:42-47; Mzm. 23; Yoh. 10:1-10
Pendahuluan
Surat Rasul Petrus di sekitar tahun 60-an Masehi ini ditujukan kepada umat Yahudi yang telah percaya dan mereka masih banyak hidup sebagai budak-budak yang tidak memperoleh haknya yang layak. Ayat 18 yang mengawali nas ini mengatakan: “Hai kamu, hamba-hamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis.” Pengikut Kristus yang berlatar belakang Yahudi lainnya juga mengalami penindasan dari Nero, yang membuat mereka ketakutan dan menyebar keluar dari Yerusalem untuk menghindari penyiksaan dan pembunuhan karena iman Kristiani mereka yang tidak disukai oleh Nero. Menghadapi penderitaan itulah tema nas minggu ini yang memberi pengajaran kepada kita sebagai berikut.
Pertama: Penderitaan yang tidak seharusnya ditanggung (ayat 19-21)
Wilayah tempat tinggal kita di Indonesia pasti berbeda satu sama lain dalam kehidupan kekristenannya. Ada beberapa daerah yang umat kristennya sangat bebas dalam menjalankan ibadah dan membangun gedung gereja. Namun, ada beberapa daerah yang sangat sulit untuk membangun gedung gereja, karena penolakan beberapa kelompok beraliran keras. Ada juga kesulitan lain dalam melakukan ibadah di luar gedung gereja, apalagi bila melakukan kegiatan pekabaran injil, maka kemungkinan dianiaya dapat terjadi. Atas perlakuan seperti itu, ada yang diam dan menyembunyikan imannya, padahal semestinya panggilan kita justru harus berusaha masuk dalam tantangan untuk mengabarkan Yesus dengan menyebarkan kasih-Nya. Dalam hal ini pemerintah daerah seharusnya menjamin, melindungi, dan bersikap netral, namun kenyataannya sering tidak membantu dan malah memilih berpihak. Alkitab memang mengatakan bahwa kita perlu taat pada pemerintah dengan tetap mengacu pada akal sehat dan meneguhkan iman (Rm. 13:1). Ketaatan kita lakukan demi tujuannya yakni "hanya untuk kemuliaan-Nya” (Rm. 11:36), sehingga semua melihat Kabar Baik dan Kasih Yesus dinyatakan dan orang percaya mendapat respek dan nama Tuhan dimuliakan.
Di lain pihak orang percaya memiliki kekebasan di dalam Kristus, meski pengertiannya tidak melebar yang menjurus ke arah penyalahgunaan. Kebebasan digunakan sebagai alat atau jalan bagi kehidupan pelayanan yang penuh antuasias, dalam pengertian melalui profesi pekerjaan atau setiap usaha yang dilakukan. Kehendak Allah adalah kita dipanggil berbuat baik dan melayani, yang dilakukan dengan kesadaran Ilahi. Dalam pelayanan itulah bisa saja timbul tantangan seperti di atas yang membawa ke dalam penderitaan, atau sebab-sebab lain yang mungkin karena sikap orang lain yang berlebihan ekstrim tidak masuk akal. Sebagai bangsa yang mengaku dasar negara Pancasila, kita mestinya tidak perlu menanggung beban itu, tapi kenyataannya demikian, dan kita harus terima dan hadapi. Apabila penderitaan yang tidak kita harus tanggung datang, maka kita mengambil teladan dari Yesus. Adalah merupakan kehormatan apabila orang percaya menderita bagi Kristus dan pemberitaan Injil (2Tim. 2:3; 1Pet. 3:14; band. Mat. 5:10). Kalau penderitaan adalah konsekuensi dari pelayanan, maka firman Tuhan minggu ini mengatakan itu adalah kasih karunia (1Pet. 4:13). Kasih karunia berarti kita melakukan yang baik dan benar, menerima kasih karunia dari Allah dalam arti kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk kita melayani-Nya (Luk. 12:43; Flp. 1:29; 1Pet. 4:14).
Semua pengikut Kristus memang harus siap sedia masuk dalam penderitaan (Mrk. 8:34-35). Rasul Petrus menggambarkan mereka yang menderita sebagai buah dari perbuatan baik, sama seperti Yesus yang tidak berdosa harus menderita dan mati yang kemudian menghasilkan kemerdekaan kita. Kita mungkin menderita dengan berbagai latar belakang. Beberapa penderitaan bisa saja terjadi karena hasil dari dosa-dosa kita; beberapa mungkin terjadi karena kebodohan kita; beberapa hal lainnya karena kita hidup di tengah-tengah dunia yang sudah cenderung rusak. Yang penting jangan sampai kita menderita karena tidak mematuhi Allah atau karena pelanggaran hukum moral dan hukum sipil, atau mencari-cari penderitaan itu sendiri, seperti karena keinginan daging, karena kesombongan atau ingin menguji Allah, yang disebutkan sebagai dosa dalam nas ini dan tidak layak mendapat pujian dari Allah (1Pet. 3:17).
Kedua: Menderita tapi tidak membalas (ayat 22-23)
Penderitaan Yesus adalah bagian dari rencana Allah (Mat. 6:21-23; Luk. 24:25-27, 44-47) dengan maksud untuk menyelamatkan kita orang percaya (Mat. 20:28; 26:28). Kehidupan pribadi dan perjalanan hidup-Nya memberikan gambaran tentang hal itu yang penuh kuasa, penuh kasih, dan hidup-Nya dalam ketergantungan penuh kepada Allah Bapa. Alkitab mencatat Yesus selalu mengungkapkan kebenaran Ilahi dan tidak ada tipu daya dari mulut-Nya. Ia dipersiapkan dari sorga sebagai korban Anak Domba dan hidup-Nya di dunia tetap taat membuat Ia tidak bercacat (Ibr. 5:8). Namun fitnah dan kejahatan yang berangkat dari kecemburuan dan ketakutan para kaum Farisi dan para imam, membawa Dia pada pengadilan dunia. Proses yang dipaksakan demikian cepat dan sepihak menunjukkan proses pengadilan itu tidak benar. Ia dihukum dengan berat dan bahkan dengan cara terkutuk disalibkan dengan para penjahat.
Namun Yesus menghadapi semua itu dengan keteguhan yang kuat. Meski awalnya ada penolakan dari-Nya agar cawan penderitaan itu berlalu (Mat. 26:39), tetapi kemudian Ia dengan teguh mengatakan bahwa biarlah kehendak Bapa yang jadi. Kemanusiaan (sejati) Yesus membuat ada rasa takut, bahwa Allah Bapa yang mengutus-Nya akan meninggalkan Dia, tetapi kerendahan hati-Nya meneguhkan bahwa Ia harus melalui semua itu. Hal yang sama dikatakan-Nya di atas kayu salib dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Mat 27:46). Memang terbukti dari awal pengadilan dan perjalanan via dolorosa Ia tidak mengeluh, Ia tidak menghujat, melewati semua dengan sabar dan cerdas, bahkan tetap mengasihi mereka-mereka yang menghukum-Nya. Ia melalui dengan sabar, tenang, dan penuh keyakinan bahwa Allah mengendalikan hidup-Nya. Apa yang diajarkan-Nya sebelumnya kepada para murid dibuktikan yakni "Kasihilah musuhmu", "Janganlah membalas orang yang menampar pipi kirimu", membuktikan Roh Allah bekerja penuh pada-Nya. Ia mengatakan, “Ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang diperbuatnya.” Sungguh sebuah parameter dan cara pandang yang berbeda dan luar biasa.
Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk menggapai tujuan hidup sesuai dengan kemampuan yang diberikan. Itu juga keyakinan kita. Allah memberi kebebasan dari aturan-aturan keagamaan dan rasa bersalah yang berekepanjangan, bahwa kita tidak mengikuti kesenangan-kesenangan kita, melainkan mencapai yang terbaik dari Tuhan bagi diri kita. Allah menghendaki agar kebebasan itu kita pakai untuk meninggikan kuasa, sukacita, dan kasih yang bertanggungjawab kepada Allah dan dipersembahkan kepada sesama. Kalau kita jujur, banyak orang Kristen masih menjadi budak rasa takut. Memang lebih mudah tunduk kepada tuan yang baik dan adil, tetapi Rasul Petrus meneguhkan kesetian dan ketekunan dalam situasi diperlakukan tidak adil, sebagaimana perlakuan yang diterima para budak. Kita juga harus taat kepada majikan kita, apakah mereka itu penuh perhatian atau bersikap keras (Ef. 6:5). Kita jangan sampai menghakimi orang lain sebab itu adalah hak Allah (Rm. 12:19; Mzm. 9:5). Kita juga jangan hanya mengasihi orang yang mengasihi kita, sebab kalau demikian itu tidak ada nilainya (Luk. 6:32). Dengan melakukan hal itu kita menang melalui keteladanan yang memperlihatkan kasih Kristus dan membawa mereka kepada Dia. Rasul Paulus juga menuliskan hal yang sama pada Ef. 6:5-9; Kol. 3:22-25, sebagaimana juga Yesus mengatakan-Nya dalam Mat. 5:46 dan Luk. 6:32-36.
Ketiga: Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh (ayat 24)
Perjalanan hidup Tuhan Yesus yang terhenti sejenak setelah mati di kayu salib bukanlah kematian yang sia-sia. Sebagaimana dijelaskan pada minggu lalu bahwa konsep penebusan melalui kematian Yesus sudah ada sebelum dunia diciptakan. Allah tidak cukup memakai utusan-Nya dan nabi-nabi sesuai dengan yang tertulis di Perjanjian Lama. Umat Yahudi tidak mampu lagi menghadapi tekanan penderitaan oleh bangsa-bangsa lain dan pengharapan mereka juga sudah lenyap. Penyataan Allah melalui umat perlu divitalisasi agar mereka tidak merasa bahwa Allah telah meninggalkan mereka. Mesias perlu datang ke dunia dengan inkarnasi. Ini sekaligus merombak perubahan konsep penebusan yang semula melalui korban persembahan dan perlu berulang-ulang (Ibr. 10:6), kini hanya melalui persembahan korban yang sempurna dan abadi yakni Tubuh Tuhan Yesus. Tubuh Anak-Nyalah yang perlu diberikan dan harus menanggung semua dosa-dosa kita agar dikuduskan melalui iman penebusan itu (Ibr. 10:10). Roh Kudus yang diberi di hati kita menjadi kuasa baru yang memampukan proses itu berlangsung terus menerus sehingga kita tetap menjadi anak-anak-Nya.
Persembahan korban Tuhan Yesus hanya sekali dan kita diminta untuk untuk tidak lagi hidup di dalam dosa (Ibr. 9:28). Bagi mereka yang sudah percaya namun murtad dan hidup kembali di dalam jeratan dosa, maka sebenarnya mereka kembali menyalibkan Yesus dalam hidup-Nya (Ibr. 6:6). Inilah yang dimaksud mati terhadap dosa dalam nas minggu ini yang berarti kita menghindari perbuatan-perbuatan dosa yang tidak berkenan kepada Tuhan (Rm. 6:2). Mati terhadap dosa berarti ada perasaan tidak suka dan bahkan jijik terhadap dosa. Allah kudus dan kita pun perlu menjaga hidup kudus. Firman Tuhan Yesus mengatakan, "Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran" (Yoh. 17:19). Alkitab berkata, "Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran" (Rm. 6:20). Arti kedua mati terhadap dosa adalah kita sudah dipisahkan dari dosa-dosa yang lalu. Kehidupan baru telah dimulai di dalam Yesus. Untuk itu dikatakan bahwa kita hidup untuk kebenaran dalam pengertian kita hidup dalam pedoman dan kuasa Firman serta menjaga anugerah itu dan berbuah. Kita diminta hidup sesuai dengan firman-Nya, seperti dikatakan-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu" (Yoh. 8:31-32).
Penderitaan Tuhan Yesus tidaklah ringan. Gambaran dalam film "The Passion" dengan pukulan bola berduri ke tubuh-Nya bukan kisah isapan jempol, sebab metode itu yang dipakai pada zaman itu. Kita bisa membayangkan luka yang terjadi akibat pukulan bola berduri itu: tubuh yang terkoyak, daging yang terkuak penuh darah menjadi bilur-bilur yang mengenaskan. Darah Yesus menjadi terpercik kemana-mana saat bola duri itu dihempaskan ke tubuh-Nya. Percikan darah Anak Domba Allah ibarat percikan darah domba di mezbah umat Yahudi. Inilah yang membuat prosesi itu menjadi sempurna: Ada korban yang tidak bercacat dan ada percikan darah melalui bilur-bilur-Nya (Yes. 53:3-5). Yesus tidak saja menjadi korban tetapi menjadi pengganti diri kita sebagai penerima hukuman atas dosa-dosa yang kita lakukan, dan sekaligus memisahkan kita dari kuasa dosa yang lama. Melalui semuanya itu kita disembuhkan dari segala penyakit dosa, dipulihkan dari penyakit ketakutan terhadap penghukuman dan masuk neraka (Mzm. 103:3), terutama sembuh dari penyakit ketakutan akan kematian. Orang yang percaya pada kebangkitan Yesus dan menjadikan Ia sebagai Juruselamatnya, akan memperoleh kesembuhan semua itu melalui bilur-bilur-Nya.
Keempat: Kembali kepada gembala dan pemelihara jiwa (ayat 25)
Perumpamaan domba memiliki dua arti. Pertama, domba secara umum yakni semua umat manusia sama di hadapan Tuhan, yang berarti lahir ibarat kertas putih bersih. Pengertian kedua, kita memang sudah ditetapkan sehingga pada dasarnya kita adalah anak-anak-Nya sejak awal (Ef. 1:4). Allah menciptakan manusia dengan maksud tujuan baik. Diskusi dan pembahasan soal (kecenderungan) dosa bisa berakibat tidak membangun iman. Jadi dalam nas ini pengertian domba tidak perlu dibedakan dengan istilah kambing dalam Mat. 25:31-46, yang bermakna mereka yang terkutuk yang dienyahlah dari hadapan-Nya dan dimasukkan ke dalam api yang kekal. Kedua pengertian itu dapat membawa konsekuensi yang sama, bahwa setiap orang tetap bisa sesat sampai ada pertobatan dan anugerah Allah bagi mereka yang diselamatkan. Kambing yang “tidak dipilih” bisa tetap sesat namun “domba yang dipilih” pun tetap bisa jatuh dan sesat. Inilah yang terjadi pada umat Yahudi yang saat itu menjadi sesat ketika mereka mengambil jalan sendiri-sendiri (Yes. 53:6) dengan tidak berpengharapan dan bersandar lagi kepada Allah yang memilih mereka.
Allah melalui kasih-Nya telah mengirim Kristus untuk memberi pengharapan baru bagi umat-Nya. Allah tidak menginginkan seorang pun sesat melainkan diselamatkan. Ia mengirimkan Anak-Nya untuk menjadi Gembala yang baik bagi umat-Nya. Yesus sendiri sudah mengindikasikan dengan mengatakan, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yoh. 10:11). Ia membuktikan hal itu dengan memberikan nyawa-Nya sebagai penebusan pengganti (substitution atonement) dengan mati dan bangkit bagi yang percaya dan menempatkan-Nya sebagai Gembala Agung. Kalau sebelumnya mereka budak tidak diperlakukan sebagai manusia, yang tidak memiliki jiwa dan hanya dianggap sebagai “barang”, maka dengan kedatangan Gembala Sang Penebus mereka menjadi pribadi-pribadi yang baru, yang berdiri tegak dengan perasaan penuh hak dan harga diri. Tujuan semuanya bukan untuk kesombongan dan membebaskan diri, atau melakukan pemberontakan terhadap majikan, melainkan agar mereka mampu menghadapi segala kemungkinan penderitaan dengan Gembala yang mengendalikan masa depannya.
Sebagai budak mereka tetap memperlihatkan sikap sebagai pekerja, tanpa perlu mengurangi kedisiplinan. Yang utama adalah sudah melihat diri mereka sebagai sebuah pribadi, sebuah jiwa dan menempatkan diri dengan benar. Di mata Tuhan setiap jiwa yang dikasihi-Nya berharga (band. Mzm. 116:15; Mat. 12:12). Di mata Tuhan tidak ada lagi status budak, pekerja, buruh atau pembantu. Setiap orang perlu memberikan yang terbaik dengan menganggap semua pekerjaan adalah bagi Kristus, sang Gembala yang kini menjadi Pemelihara jiwa kita (Kol. 3:17). Tidak masalah bagi Gembala apakah kita dahulunya adalah domba yang sesat, tetapi yang penting menerima dan mau masuk pintu keselamatan itu. Sebagaimana Tuhan Yesus mengatakan, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu (Yoh 10:7).
Penutup
Melalui nas minggu ini kita diajarkan tentang sikap seorang Kristen dalam menghadapi penderitaan yang tidak seharusnya ditanggungnya, sebagaimana dialami umat Kristen pada masa itu yang kebanyakan adalah para budak. Pada masa kini pun setiap orang bisa saja mendapat penderitaan yang bukan kehendaknya atau ia merasa tidak layak mendapatkannya, tetapi sikap seorang Kristen adalah menerima dan menghadapi tegar dengan berbekal dan beriman adanya pertolongan Tuhan Yesus. Kita diminta tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, mengurangi komitmen, dan tidak terpengaruh situasi,. Tapi kita harus memiliki disiplin dan kasih dengan memegang prinsip bahwa oleh bilur-bilur-Nya kita sudah disembuhkan dan dipulihkan dari segala penyakit dan rasa takut. Kekhawatiran itu tidak perlu sebab kita sudah memiliki Gembala Agung yang menjadi Pemelihara jiwa kita, sehingga dalam situasi apapun kita diharapkan menjadi pemenang.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Kabar dari Bukit Minggu 23 April 2023
Kabar dari Bukit
MEMBALAS KEBAIKAN TUHAN (Mzm. 116:1-4, 12-19)
"Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku?" (Mzm. 116:12)
Salam dalam kasih Kristus.
Firman Tuhan di hari Minggu ini adalah Mzm. 116:1-4, 12-19. Bagian pertama (1-4) merupakan kesaksian Daud yang telah terluput dari belenggu maut. Bagian kedua (12-19), Daud merasakan perlu membalas kebaikan Tuhan tersebut. Kita pun tentu merasakan banyak kebaikan Tuhan yang kita terima, termasuk adanya pergumulan hidup yang bertujuan agar kita lebih dekat dan dapat merasakan kuasa serta penyertaan-Nya.
Segala kebaikan mestilah diberi respon positif. Untuk manusia saja kita merasa wajib membalas kebaikan yang diterima. Tetapi Alkitab juga mengingatkan, "Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?" (Mat. 5:46). Jadi membalas kebaikan atas kebaikan orang lain, tidak ada hebatnya.
Dalam renungan minggu lalu saya sampaikan bahwa pertobatan semata tidaklah cukup, meski untuk bertobat sebagai dasar bukanlah hal mudah. Selain adanya keinginan daging dan dunia yang menggoda, iblis penipu juga terus memprovokasi. Jika roh kita tidak bersama dengan Roh Allah, maka wajar kita akan kalah, akhirnya jatuh dan terjerat lagi.
Oleh karena itu pertobatan perlu disertai perubahan pola pikir. Ada nilai-nilai dan prinsip yang harus dibenahi dahulu sebelum siap untuk diubahkan oleh Tuhan. Jika hanya karena satu dosa kita jatuh, dan kemudian “minta pengampunan Tuhan”, maka esok harinya potensi mengulang kesalahan akan sangat besar.
Nas minggu ini mengajarkan bahwa kunci perubahan tersebut yakni hidup haruslah dijalani dengan penuh kasih dan rasa syukur. “Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku. Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku” (ay. 1-2a). Kedua, pengakuan bahwa Allah itu Mahabaik. Meski kadang yang kita terima tidak/belum sesuai dengan keinginan, percayalah bahwa Ia melakukan yang terbaik (ay. 3-4).
Dalam membalas kebaikan TUHAN, pemazmur berjanji akan melaksanakannya dengan mengangkat piala keselamatan - tanda sukacita kemenangan - dan menyerukan nama TUHAN (ay. 13). Kedua, ia akan membayar nazar atau janjinya (ay. 14). Ketiga, pemazmur membuat dirinya berharga sebagai hamba-Nya dengan melakukan yang terbaik; mempersembahkan korban syukur (ay. 15-19).
Matthew Henry dalam buku Tafsiran Kitab Mazmur yang sangat tebal itu mengatakan, "Kita tidak bisa mengaku-ngaku dapat memberikan balasan setimpal kepada Allah, sama seperti kita tidak layak untuk menuntut kebaikan apa pun dari-Nya. Namun dalam buku disertasi saya yang sudah diterbitkan, menurut Alkitab ada lima bentuk persembahan yang dapat kita berikan.
Pertama, persembahan tubuh, berupa menjaga kekudusan hidup, menjauh dari perbuatan dosa dan memelihara tubuh sebagai bait Allah (Rm. 12:1; 1Kor. 6:15, 19; Yak. 1:27b);
Kedua, persembahan uang atau materi (1Kor. 16:1-2; 2Kor. 9:6-9);
Ketiga, persembahan hati dan mulut, yakni menyanyikan puji-pujian dan bibir yang memuliakan Allah dengan nyanyian dan ucapan syukur (Ibr. 13:15; Mzm. 28:7; 30:4; 51:19).
Keempat, persembahan waktu dan tenaga, yakni melalui pelayanan mengunjungi anak yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka (Yak. 1:27), mengunjungi orang sakit, orang yang di penjara, dan memberi yang haus dan tumpangan (Mat. 25:31-46);
Kelima, persembahan nyawa (Yoh. 15:13; 1Yoh. 3:16; band. Kis. 15:26).
Mari kita berlomba memberi yang terbaik sesuai talenta dan karunia rohani serta berkat-berkat yang telah diterima.
Selamat hari Minggu dan beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 8 Desember 2024 - Minggu Adven IIKhotbah Minggu 8 Desember 2024 – Minggu Adven II KEBENARAN...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 8 Desember 2024 - Minggu Adven IIKhotbah (2) Minggu 8 Desember 2024 – Minggu Adven II PEMURNIAN...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 1 Desember 2024Kabar dari Bukit MENYEGARKAN DAN MEMPERBARUI PERJANJIAN (Mzm....Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 682 guests and no members online