Thursday, November 21, 2024

2020

Kabar dari Bukit 27 Desember 2020

Kabar dari Bukit

PUJILAH TUHAN YANG SEJATI (Mzm. 148)

 

Baiklah semuanya memuji nama TUHAN, sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta (Mzm. 148:5)

 

Firman Tuhan di Minggu I setelah Natal hari ini diambil dari Mzm. 148, dengan judul: Langit dan bumi, pujilah TUHAN! Lho, kenapa “benda mati” langit dan bumi ikut memuji Tuhan? Pemazmur tampaknya ingin melawan pendapat bangsa-bangsa lain di saat itu, yang masih menjadikan benda-benda langit atau makhluk sebagai allah yang mereka sembah. Mazmur ini lantas memerintahkan selain makhluk hidup menyembah Tuhan, juga semua “benda mati” lainnya ikut menyembah, seperti bulan, bintang terang, air yang di atas langit, ular-ular naga dan segenap samudera raya, api dan hujan es, salju dan kabut, angin badai, dan lainnya.

Jika kita membaca buku History of Religion dari Prof. Allan Menzies, maka kita mengetahui mengapa sejak awal peradaban, manusia mulai menyembah benda-benda mati dan menjadikan mereka sebagai allahnya. Mereka membutuhkan kekuatan yang lebih tinggi, yang tidak dipahaminya dan melampaui kemampuan mereka. Menurut Menzies, motif ibadahnya adalah “ketakjuban, tidak diragukan lagi, selalu hadir di dalamnya....”

Memang dalam hal ini ada unsur kepercayaan dan proses intelektual, yang membawa mereka sampai pada titik kesimpulan perlu menyembah benda mati tersebut. “Ketidakmampuannya untuk membantu dirinya sendiri atau untuk memenuhi kebutuhannya sendiri-lah yang mengantarkan penyembah kepada tuhannya (catatan: berupa benda-benda), yang memiliki daya yang ia sendiri tidak punya." Benda-benda seperti tanah atau bumi dan langit atau matahari, misalnya, memberikan kesuburan tanah dan hasil panen yang baik membuat mereka menyembah benda langit dan bumi.

Padahal, kepercayaan Israel dan kita semua, langit dan bumi adalah ciptaan Allah, sehingga langit dan bumi tidak layak disembah. Bumi dengan pohon yang besar atau gunung yang tinggi, dapat musnah hilang seketika oleh kuasa Allah dengan mematikan pohon itu atau meletuskan gunung sehingga hilang dari muka bumi. Demikianlah kuasa Allah, sehingga segala ciptaan-Nya tidak layak disembah, termasuk manusia dan nabi-nabi.

Pemazmur mengajak kita dengan iman percayanya, bahwa Allah berkuasa atas seluruh bumi dan carkawala dengan segala isinya, dan mengajak seluruh malaikat dan bala tentara sorgawi untuk memuji dan menyembah-Nya. Semua raja-raja di bumi dan segala bangsa, pembesar-pembesar dan semua pemerintah dunia; para teruna dan anak-anak dara, orang tua dan orang muda (ayat 2, 11-12). Lengkap sudah, penghuni sorga, cakrawala dan isi bumi semua diajak, serta kita pun orang percaya, “baiklah semuanya memuji nama TUHAN, sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta” (ayat 5). "Dialah pokok puji-pujianmu dan Dialah Allahmu, yang telah melakukan di antaramu perbuatan-perbuatan yang besar dan dahsyat, yang telah kaulihat dengan matamu sendiri (Ul. 10:21).

Nas mazmur kita minggu ini menekankan bahwa ibadah dan pujian terhadap Allah yang benar dan sejati merupakan sentral kehidupan kita ke depan. Pujian tidak harus dengan mulut atau nyanyian, tetapi juga melalui perbuatan. Semua yang kita lakukan ke depan hendaklah merupakan ibadah kepada Tuhan (Kol. 3:23). Jangan lagi ada kegiatan kita yang sia-sia, apalagi hal yang tidak disukai-Nya (2Kor. 6:1; Ef. 4:17). Allah kita di dalam Tuhan Yesus adalah Roh dan kita pun menyembah Dia di dalam roh dan kebenaran (Yoh. 4:24). Dia telah menjadi daging dan turun ke dunia tetapi kembali naik ke sorga menjadi Roh.

Biarlah semuanya memuji-muji TUHAN, sebab hanya nama-Nya saja yang tinggi luhur, keagungan-Nya mengatasi bumi dan langit (ayat 13). Allah yang benar dan sejati telah berkarya bagi umat Israel dengan meninggikan tanduk umat-Nya, membawa mereka kembali dari pembuangan (ayat 14). Kita pun telah ditinggikan dengan kasih Allah yang begitu besar, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16). Haleluya. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

Khotbah Natal 2020

Renungan Hari Natal

 

DAMAI SEJAHTERA DI HATI (Luk. 2:1-20)

 

"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Luk. 2:11)

 

Firman Tuhan menyambut hari Natal, diambil dari Luk. 2:1-20 yang berisi sukacita sorgawi atas berita sorgawi: “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.” Akhirnya, segala beban dan tekanan yang dialami oleh Maria dan Yusuf, Elisabet dan Zakharia, dan para gembala, lepas dan berujung penuh sukacita.

 

Semua orang tidak akan tahu bagaimana sebuah perjuangan dan beban hidup dapat berubah menjadi sebuah sukacita. Dalam hal ini yang menentukan adalah iman percaya kita kepada janji Allah, selain berusaha seturut firman-Nya. Maria menyadari akan beratnya beban yang dia terima dengan mengandung bayi Yesus, tetapi karena Maria menerima dan percaya, maka Allah kemudian mengubahnya menjadi sukacita. Maria siap menerima baik kehormatan maupun celaan yang akan dialaminya, menjadi ibu lahiriah dari Anak Kudus itu.

 

Demikianlah kiranya bagi kita yang saat ini mengalami pergumulan atau beban hidup. Percaya kepada rencana-Nya, bukan putu asa dan terus terpuruk dengan jalan pikiran sendiri. Kita diajarkan untuk melihat rencana Allah adalah rencana yang indah (Yer. 29:11). Mata manusia kita sangat terbatas untuk melihat akan apa yang terjadi di balik semua beban pergumulan yang terjadi. Janji Tuhan pasti akan digenapi, dan pesan itulah yang bisa kita lihat dari pengalaman Maria dan Elisabet. Keduanya dipakai Tuhan untuk menjadi ibu yang diberkati. "Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana" (Luk. 1:45).

 

Hal yang utama adalah pentingnya kerendahan hati. Maria ibu Yesus memberikan keteladanan. Elisabet dan kaum gembala juga demikian. Allah menggenapi janji-Nya bagi mereka yang bersedia merendahkan hatinya. Hal lainnya, sebagaimana para gembala, perlu respon cepat dan kesediaan menjadi saksi bagi Dia. Para gembala, setelah melihat apa yang dikatakan (dan dirasakan) tentang bayi Yesus, "Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka" (ayat 20).

 

Mari kita sambut kelahiran bayi Yesus di dalam hati kita. Mari kita lebih memuji dan memuliakan Allah dalam kehidupan ini. Tetaplah percaya akan kasih dan pemeliharaan-Nya. Menerima tanggungjawab dari Allah dan kita berbahagia akan janji Tuhan. Kalaupun itu berbentuk beban tantangan dan pergumulan, maka kita harus taat dan setia dalam berjuang dan menanggungnya sampai tiba saat janji dan kebahagiaan itu datang. Kemuliaan Tuhan pun akan bersinar meliputi kehidupan kita. Janji-Nya “ya” dan “amin”.

 

Damai sejahtera di hati, damai di keluarga, damai di sesama, dan damai sejahtera di bumi. Haleluya. Selamat hari Minggu dan beribadah natal sambil berkidung pujian: “Malam Kudus... bintang-bintang gemerlap….” Tuhan memberkati, Amin.

 

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

 

Khotbah Minggu 20 Desember 2020

Khotbah Minggu Advent IV

SUKACITA YANG MENGUBAHKAN (Luk. 1:26-38)

 

“Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah“ (ayat 34-35)

Manusia telah jatuh ke dalam dosa sejak Hawa ditipu oleh iblis yang jahat. Mereka dihukum keluar dari Taman Eden tetapi kasih Allah sebenarnya masih tetap besar pada manusia. Adam dan Hawa tidak bisa berada di taman itu, karena mereka sudah tidak kudus lagi sehingga tidak mungkin tinggal bersama Allah.

Dalam perjalanannya manusia terus berbuat dosa. Keturunan pertama Adam dan Hawa sudah langsung saling membunuh karena perasaaa iri di antara Kain dan Habel. Demikian seterusnya hingga terjadi peristiwa Menara Babel manusia ingin menyamai Allah. Manusia pun semakin tersebar ke seluruh bumi ini (Kej. 11:1-9).

Bangsa Israel sendiri telah ditetapkan oleh Allah sebagai umat pilihan-Nya, dalam arti mereka menjadi umat kesayangan dan diharapkan menjadi teladan bagi bangsa-bangsa lain, sehingga semua umat manusia menempatkan Allah YHWH sebagai Raja yang patut disembah. Allah kemudian mengutus nabi-nabi dan hakim-hakim agar umat Israel tetap setia kepada Allah, berjalan lurus sesuai dengan perintah-Nya. Mereka diberi hukum Taurat sebagai dasar semua hukum yang akan dipakai, dan inti semua hukum itu adalah mengasihi sesama dan mengasihi Allah (Ul. 6:5; Im. 19:18; Mat 22:37-40).

Allah menyesal dalam arti melihat manusia bertindak tidak sesuai kehendak-Nya dan meninggalkan Allah? Nabi besar yang dikirim-Nya, seperti Yesaya, Yeremia, Yehezkiel dan lainnya tidak didengar, hingga kemudian kerajaan Israel punah setelah sebelumnya pecah dua, di Utara dan Selatan. Manusia tidak berubah. Sejarah Israel penuh dengan ketidaktaatan. Allah kemudian ”diam” selama 400 tahun setelah nabi Maleakhi, tidak lagi berbicara melalui nabi untuk menuntun bangsa Israel.

Allah mengirim Anak-Nya ke dunia, menjadi manusia. Ini keputusan Bapa sesuai dengan rencana-Nya untuk menyelamatkan manusia ciptaan-Nya. Perihal menjadi manusia, itu sebuah pertanyaan logis, meski gampang-gampang susah. Versi gampangnya, Allah menjadi manusia, karena Ia hendak berbicara kepada manusia yang dikasihi dan akan diselamatkan-Nya. Contoh paling sederhana, ikan di akuarium, seberapa besar pun kasih kita kepadanya, ketika kita mau kasih makan, atau kita mau bersihkan airnya, ikan akan lari. Makanya, untuk menyatakan kasih kepada ikan, kita harus menjadi ikan, paling tidak bertingkah seperti ikan...dan itu sulit. Jika Allah menjadi makhluk lain, maka mungkin makhluk lain yang selamat, dan manusia masuk neraka. Itu logisnya.

Keputusan Allah Anak-Nya tidak lahir dari benih manusia. Ini penggenapan janji Allah terhadap Hawa, bahwa keturunannya yang akan meremukkan ular yang menggoda manusia (Kej. 3:15). Maka malaikat Gabriel diutus pergi kepada seorang perawan Maria dan menyampaikan berita sukacita: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.... Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.“ Maria yang sedang bertunangan dengan Yusuf dari keluarga Daud, sungguh terkejut. Tetapi ia menyadari berita itu adalah sukacita yang akan mengubah hidupnya dan sejarah manusia. Lalu ia berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu Gabriel malaikat itu meninggalkan dia (Luk. 1:38).

Firman Tuhan Yoh 3: 16, berkata: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.“ Firman Tuhan ini menguatkan kita akan lima hal: Pertama, kasih Allah itu besar, sebab Allah mau menjadi manusia turun dari sorga serta harus menderita untuk menyelematkan kita. Kedua, kasih Allah itu adalah karunia. Allah mengambil inisiatif untuk menyelamatkan dan Allah mengetahui bahwa manusia dengan kekuatan sendiri tidak mungkin untuk diselamatkan. Ketiga, kasih Allah itu kepada setiap orang, tidak terbatas kepada umat Israel saja, sebab sejarah membuktikan umat itu semua adalah kepunyaan Allah. Keempat, kasih Allah itu menyelamatkan, membuat manusia agar tidak binasa dan masuk ke naraka. Dan terakhir kelima, kasih Allah itu kekal, tidak dibatasi oleh waktu dan tempat; Sekarang dan sampai selama-lamanya.

Itulah berita sukacita dalam menyongsong hari Natal. Sukacita yang mengubah kita dari sesuatu yang tidak berharga, menjadi berharga di mata Allah. Sukacita yang mengubah kita dari yang semestinya masuk neraka, tetapi Allah membawa kita ke Taman Eden, tempat manusia yang seharusnya saat diciptakan. Untuk dapat mewujudkan itu, Yesus perlu menebus kita, melalui kematian-Nya demi penebusan dosa. Dia mau diam bersemayam di hati kita, mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya dan menjadikan kita warga sorgawi sesuai dengan harkat manusia sebagai gambar dan rupa Allah di bumi ini. Sukacita itu sungguh layak kita syukuri dalam menyongsong hari Natal. Selamat beribadah hari Minggu, Tuhan memberkati. Amin.

 Pdt. Em. Ramles Manampang Silalahi 

Kabar dari Bukit 20 Desember 2020

Kabar dari Bukit

 

BERJANJI DENGAN ALLAH (Khotbah Mzm. 89:1-4, 19-26)

 

Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit (Mzm. 89:1-2)

 

 

Mengapa datang kemalangan dan derita pada seseorang? Ini pertanyaan yang lazim. Secara garis besar Alkitab khususnya kitab Amsal menjelaskan ada faktor penyebabnya: pertama, mereka kurang berhikmat sorgawi, bodoh atau bebal, misalnya, makan banyak-banyak dan tidak berolah raga maka kemudian kena stroke; atau berkendara ugal-ugalan kemudian bertabrakan hingga menderita luka parah.

 

Kedua, cobaan dari iblis dengan persetujuan Tuhan atau Tuhan sendiri yang ingin menguji seseorang, khususnya tentang kemurnian iman (1Pet. 1:5). Kisah Ayub sangat jelas dan juga Tuhan Yesus dicobai di padang gurun (band. 1Pet. 2:19; 4:13-14). Dalam menghadapi ini, sering kali akal kita tidak mampu memahami ihwal yang terjadi, dan sangatlah bagus jika menganggapnya sebuah misteri Ilahi, bukan menghujat. Dan bagi yang beriman kuat, melaluinya dengan tetap berpegang: “... Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya” (1Kor. 10:13).

 

Tetapi ada juga orang yang hidupnya melimpah mendapatkan berkat, dan terus bertambah-tambah setiap hari. Tentu tidak semua dalam ukuran harta materi. Alkitab mengajarkan hal ini bukan saja karena ia hidup berhikmat dari Allah, dan selalu bersyukur, tetapi Alkitab juga menegaskan bisa ada janji Allah terhadap kakek moyangnya, sehingga hidupnya terus diberkati. Berkat dan kutuk memang dua hal yang jelas dipaparkan dalam Alkitab, sebagaimana dituliskan dalam Ulangan 28, termasuk kepada keturunan ketiga dan keempat dalam Hukum Taurat ketiga (Kel. 20:5).

 

Firman Tuhan di hari Minggu Adven IV ini, dari Mzm. 89:1-4, 19-26, adalah sebuah nyanyian pengajaran tentang janji Allah. Pada ayat 1-4 seolah ada keluhan terhadap janji Allah atas umat Israel yang menderita saat itu. Pemazmur mewakili umat berkata: “Engkau telah berkata: Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun!" (ayat 3-4).

 

Umat Israel sesuai 2Sam. 7:1-17, percaya ada janji Allah kepada Daud melalui nabi Natan mengenai keluarga dan kerajaan Daud. “Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya" (2Sam. 7:15-16). Inilah yang dituntut umat. Dan kita pun dalam situasi susah, kadang menuntut Allah: dimana kasih setia-Nya?

 

Sebagai orang percaya, kita melihat Allah adalah Pribadi, dan Dia Allah yang hidup; maka perjanjian antara kita dengan Allah menjadi sesuatu yang wajar. Alkitab dan sejarah membuktikan janji Allah teguh dan pasti bahkan Allah kadang bersumpah meneguhkan janji-Nya (Kej. 15:13, 18; Kis. 2:20; Ibr. 6:17). Ia adalah Allah yang penuh kasih setia dan tidak pernah gagal dalam janji-Nya. Jadi meski kadang jalan kehidupan yang kita lewati menanjak dan penuh berliku serta ada rasa sakit, semua itu dalam kendali-Nya dan percayalah untuk kebaikan kita. “Penderitaan adalah gada, bukan kapak, atau pedang,” tulis Matthew Henry dalam buku kedua tafsiran Mazmur yang lumayan tebal.

 

Minggu Adven IV ini masa penuh pengharapan, sebelum semua digenapi di malam natal. Bagi kita yang belum membuat janji dengan Allah dalam menjalani kehidupan ini, saatnya untuk melakukannya. Perjanjian dengan Allah kadang inisiatif Allah, dan kadang atas inisiatif manusia. Sebagaimana pemazmur yang kembali imannya terhadap janji Allah di ayat 19-26, memang sungguh dahsyat dan penuh pengharapan, yakni seperti mahkota di atas kepala, urapan minyak kudus, musuh tidak akan menyergap dan menindas tetapi justru sebaliknya lawan serta orang-orang yang membenci akan dihancurkan, membuat tangan menguasai laut, dan tangan kanan menguasai sungai-sungai, serta tanduk kita akan meninggi (ayat 19-23, 25).

 

Saatnya kini kita membangun atau membarui janji dengan Allah. Tuliskan atau katakan dengan gamblang, hal nyata yang akan dilakukan untuk menyenangkan hati Tuhan di hadirat-Nya, dan meteraikan semuanya dengan kuasa Roh Kudus. Agungkan dan utamakan hal itu dalam hidup kita. Itu bukan saja untuk hidup kita, tetapi juga bagi keturunan kita. Kesetiaan dan kasih-Nya selalu menyertai (ayat 2, 24) sehingga ada saatnya kelak, kita pun layak berseru sebagaimana ungkapan pemazmur di ayat 26: “Bapaku Engkau, Allahku dan gunung batu keselamatanku.” Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

Kabar dari Bukit 13 Desember 2020

Kabar dari Bukit

 MENUAI DENGAN SORAK-SORAI (Mzm. 126)

 

TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita. Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb! (Mzm. 126:3-4)

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu Adven III dari Mzm. 126, singkat hanya enam ayat. Untuk membaca lengkap silahkan klik link https://alkitab.app/v/010655dd75df. Mazmur ini berbicara tentang pengharapan, pengalaman umat Israel pemulihan Sion dengan pasang surut (ayat 1). Hal ini sesuai prinsip bacaan di minggu adven, yakni dua minggu pertama mengenang semua dosa dan penderitaan, dan minggu ini serta minggu depan tentang pengharapan dan kemenangan.

 

Dalam kehidupan selalu ada pergumulan dan penderitaan. Skalanya bisa kecil atau besar, dan cara melihat skala tergantung kepada kemampuan dan iman seseorang. Persoalan besar bagi yang lain, bisa dianggap kecil bagi orang lain. Bahkan, bagusnya sebuah tantangan dan kesulitan, dilihat bukan sebagai persoalan tetapi hanya sebuah jalan berliku untuk menuju kemenangan.

 

Betul, ada kalanya oleh karena beratnya, persoalan dihadapi dengan tangisan. Tetapi ada yang menghadapi persoalan berat dengan wajah tanpa ekspresi, bahkan mungkin dengan senyum tipis, menandakan kemampuan dan kematangannya dalam menjalani hidup. Baginya, jatuh bangun adalah gelombang kehidupan yang biasa, terlebih karena imannya kuat. Berbahagialah mereka yang mengandalkan Tuhan dalam hidupnya (Yer. 17:7).

 

Mazmur 126 sebuah pengajaran, bahwa ketika di saat sukses kita wajar tertawa dan lidah bersorak-sorai (ayat 2). Acapkali dengan bangga kita mengatakan, Tuhan itu baik seperti renungan minggu lalu: “Dia telah melakukan perkara besar..." (ayat 3). Kita bersukacita, okelah. Namun, tetaplah dalam hikmat; tidak berlebihan, apalagi bersikap jumawa, merasa hebat. Keadaan dapat berubah, hidup adalah ketidakpastian; mozaik penuh warna-warni. Inilah pengajaran pertama mazmur ini bagi kita.

 

Pengajaran kedua, ketika datang kesusahan dan penderitaan, terlebih karena dosa, tetap berharap dan berseru kepada Tuhan. Ia adalah Allah yang hebat dan dahsyat; tidak hanya menguasai manusia tetapi juga alam semesta. Dalam mazmur ini disebut, “memulihkan batang air kering di Tanah Negeb” (ayat 4). Batang air Negeb di Israel selalu kering, namun ketika hujan tiba akan menjadi sumber kemakmuran bagi sekelilingnya.

 

Saat kita menyerahkan persoalan kepada Allah, jangan lagi takut dan kuatir. Ada penyakit orang percaya, setelah berdoa panjang-panjang, tetapi kemudian kembali kuatir. Padahal kuatirnya tidak menambah solusi, apalagi jika tidak berbuat apa-apa (Mat. 6:27). Perasaan cemas yang terus menguasai, tanpa pikiran sehat dan iman, meski sudah berdoa dan berserah. Pelajaran ketiga dari mazmur ini, agar berserah dan tetap dalam iman, meski tidak harus diam menunggu. Allah turut bekerja dan itu mendatangkan kebaikan (ayat 1; Rm. 8:28).

 

Pengajaran keempat, mari kita lihat petani, yang bekerja keras mengolah tanah dan menabur, dan bila saatnya tiba pasti menuai. “Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya” (ayat 5-6). Begitulah hidup, begitulah iman bekerja, dan selalu demikian. Teruslah menabur, siarkan terang kebaikan dan berkat, bahkan berkorban hingga ada rasa sakit, dan percayalah saatnya akan tiba, kita akan menuai dengan sorak sorai. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 18 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7387421
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
30536
61324
140187
7204198
422283
1386923
7387421

IP Anda: 172.70.188.34
2024-11-21 13:27

Login Form