Saturday, November 23, 2024

2023

Kabar dari Bukit Minggu 13 Agustus 2023

Kabar dari Bukit

 

 

MENANG DALAM PERGELUTAN HIDUP (Kej. 32: 22-31)

 

 ”Lalu kata orang itu: ”Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang” (Kej. 32:28)

 

 

Perjalanan kehidupan ada kalanya tidak mudah. Ada yang melaluinya dengan bergelut susah payah, merasakan pahit getir, banyak berkorban demi sebuah cita-cita pengharapan. Berjalan bersama Tuhan Yesus tetap memerlukan upaya dan lolos dari ujian dan rintangan. Keyakinan yang berlebihan justru kadang membawa manusia lupa diri, ternyata egoisme dan godaan yang muncul, seringkali membuat orang menjadi kalah dan akhirnya terpuruk.

 

 

 

Firman Tuhan di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Kej. 32: 22-31. Judul perikopnya: Pergumulan Yakub dengan Allah. Ini kisah perjalanan pulang Yakub dengan memboyong dua istri anak Laban dan 11 anaknya, budak dan ternak yang banyak (ay. 13-15, 22). Semua diperolehnya dengan perjuangan hidup bekerja selama puluhan tahun di kampung mertua.

 

 

 

Yakub ingin pulang, namun masih ketakutan atas tipuannya terhadap abangnya Esau. Menjelang tiba di tujuan, Yakub mengirimkan dahulu istri dan anak-anaknya, serta menghadiahi Esau dengan ratusan ternak. Ia memilih bermalam dahulu sendirian, melihat respon abangnya. Esau yang sukacita bersemangat menyambut adiknya, mengerahkan banyak orang bersiap, justru dikira Yakub ingin membunuhnya.

 

 

 

Yakub pun tertidur, bermimpi, seorang laki-laki bergelut dengannya. Laki-laki itu hampir kalah, namun ia memukul sendi pangkal paha Yakub sehingga sendi itu terpelecok. Yakub mulai sadar, bahwa lawannya bukanlah manusia biasa, melainkan malaikat utusan Allah. Yakub pun tidak mau melepaskan sampai orang tersebut memberkatinya. Menjelang fajar menyingsing, berkat pun diberikan termasuk mengganti nama Yakub menjadi Israel, yang berarti Allah mempertahankan.

 

 

 

Dalam kisah lanjutannya, Yakub menemui Esau abangnya, yang menyambutnya dengan sukacita bersama 400 orang. Yakub yang ketakutan membariskan keluarga dan budaknya, dan ia sendiri sujud sampai ke tanah tujuh kali. Esau berlari menyambut dan mendekapnya, dipeluk leher dan diciuminya, lalu bertangis-tangislah mereka (Kej. 33:1-4). Sebuah keharuan penuh sukacita.

 

 

 

Melalui nas Firman minggu ini dan hidup Yakub, kita diberi pelajaran penting dalam menjalani kehidupan saat ini. Pertama, Yakub telah berubah menjadi manusia baru, melupakan pola hidup lama yang penuh tipu menipu. Kedua, Yakub lebih mengandalkan Tuhan dalam menjalani hidupnya. Ia tahu berkat Tuhan sangat penting yang tercermin dalam sikapnya berulang kali meminta berkat, termasuk dalam mimpi. Ia juga berdoa sebelum menemui Esau abangnya (ay. 9-12). Ia sadar manusia hanyalah berusaha tetapi Tuhan yang menetapkan.

 

 

 

Ketiga, Yakub hidupnya bekerja keras dan cerdas untuk mencapai cita-cita dan harapannya. Berkat Tuhan dan doa sebagai dasar semua usahanya. Untuk membayar mahar kedua istrinya, ia rela bekerja 14 tahun, tanpa dibayar. Terbukti kemudian, ia menjadi kaya diberkati dengan memiliki budak dan ternak yang banyak.

 

 

 

Keempat, Yakub membereskan masalah yang dibuatnya. Ia sadar akan kesalahannya terhadap Esau dan memohon maaf serta menebus kesalahan tersebut dengan memberi hadiah ratusan ternak kepada Esau. Janganlah kita berpikiran cukup membereskan masalah dengan berdoa dan mengadu kepada Tuhan, tetapi membiarkan masalah dengan sesama, apalagi merasa diri sendiri yang benar. Tuhan Mahatahu.

 

 

 

Yakub dalam pergelutan hidupnya seorang pemenang (ay. 28). Kini pertanyaannya, apakah kita juga seorang pemenang dalam menjalani kehidupan ini? Bila belum, belajarlah dari Yakub. Apakah perlu ganti nama? Nah, itu pilihan saja.

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah 1 Minggu Kesepuluh setelah Pentakosta - 6 Agustus 2023

KHOTBAH 1 MINGGU X SETELAH PENTA KOSTA – 6 Agustus 2023

 

 

ALLAH YANG HARUS DIPUJI SELAMA-LAMANYA (Rm. 9:1-5)

 

 Bacaan lainnya: Kej. 32:22-31 atau Yes. 55:1-5; Mzm. 17:1-7, 15 atau Mzm. 145:8-9, 14-21; Mat. 14:13-21

 

 

 

Pendahuluan

 

Menurut banyak penafsir, Rasul Paulus dalam kitab Roma menyelesaikan pokok bahasan pertama dan diuraikan pasal 1 - 8. Sementara pasal 9-11 menguraikan suatu pokok baru, yang tidak berkaitan dengan pasal 1-8. Mereka berkata, Paulus melanjutkan surat ini bukan untuk memperkembangkan pokok sebelumnya, tetapi untuk menyatakan beban hatinya mengenai keadaan rohani bangsa Israel, bangsanya sendiri. Menurut pengertian mereka, pasal 9-11 hanya merupakan sisipan saja, sehingga bisa dianggap Surat Roma tidak memiliki kesatuan. Tetapi kalau kita percaya bahwa Surat Roma merupakan ilham dari Allah dengan bentuk yang sempurna, maka kita menolak pendapat tersebut, dan kita mengamati Surat Roma untuk mengerti susunannya.

 

 

 

Pertama: Kebenaran Kristus dan suara hati (ayat 1)

 

Seringkali orang mengatakan bahwa hal yang dia putuskan berdasarkan hati nuraninya, dengan pengertian sudah menjadi jaminan kebenaran dan ketulusan. Dalam Alkitab bahasa Yunani hati nurani disebut dengan suneidesis (dalam bahasa Inggris conscience), yang Alkitab bahasa Indonesia diterjemahkan dengan berbagai istilah, seperti nas ini memakai istilah “suara hati” yang maksudnya sama dengan hati nurani atau hati yang tulus (band. Kej 20:5-6). Maka pertanyaannya adalah: apa itu hati nurani atau suara hati? Hati nurani dapat diartikan sebagai “alat” yang membedakan antara hal yang secara moral baik dan buruk, mendorong untuk melakukan yang baik dan menghindari yang buruk; memuji yang pertama dan mengutuk yang lain. Dalam pengertian sederhananya “kesadaran akan sesuatu yang diyakininya benar.” Jadi ini merupakan buah proses justifikasi atau penghakiman oleh diri sendiri terhadap kebenaran atau kebaikan sesuatu, berupa standar atau sensitivitas moral atau resistensi (keberatan-keberatan) terhadap sesuatu. Hati nurani sendiri tidak secara otomatis sama dengan keinginan atau kehendak Allah, sebab manusia dengan standar moral yang dimilikinya akan memutuskan hal yang baik atau jahat sesuai dengan pemahaman dan kedekatannya dengan Allah. Jadi, kalau standar moralnya salah, maka keputusan yang diambilnya pasti juga salah, meski kadang keputusannya bisa dipengaruhi oleh faktor atau pengaruh lingkungan sesaat. Ini sama dengan yang dikatakan oleh Amsal Salomo: "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut" (Ams. 14:12; 16:25). Dalam hal ini dapat dikatakan hati nurani merupakan hasil sebuah proses antara kehendak hati mencari yang baik dan benar dengan kemampuan akal pikiran tentang hal yang benar.

 

 

 

Kata nurani sendiri berasal dari bahasa Arab yang akar katanya adalah nur= cahaya, sehingga hati nurani seolah-olah selalu diterangi cahaya. Kesalahan manusia dalam mengerti dan berpikiran kehendak nuraninya sama dengan "kehendak Allah" juga pernah dilakukan oleh Rasul Paulus, ketika ia masih bernama Saulus dengan berpikir bahwa mengejar dan menganiaya orang-orang Kristen adalah sama dengan melayani Allah (Kis. 22:5; 26:9; band. 10:28). Demikian juga bapa-bapa gereja ketika menghukum mati para pemikir-pemikir atau teolog yang saat itu dianggap berbeda dengan aliran pemikiran gereja, jelas merupakan tindakan yang salah, meski mereka mengatakan bahwa itu adalah kehendak Tuhan. Jadi bisa saja seseorang mengatakan bahwa keputusan hati nuraninya sudah hasil doa atau penerangan Roh Kudus, namun sebetulnya yang terjadi adalah keinginan hati atau ambisi-ambisi pribadi yang terselubung yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Untuk mengukur  hati nurani yang di dalam penerangan Roh Kudus, bisa dilihat dari beberapa ukuran kebenaran, seperti adanya kasih, adanya semangat pengampunan, adanya pemberian kesempatan bertobat, bebas dari niat penghukuman khususnya hukuman fisik dengan kekerasan. Tanpa itu maka dapat dikatakan yang terjadi sebenarnya adalah hasil pikiran dan kehendak manusia melalui "hati nurani" yang tidak lagi suci dan murni. Oleh karena itu hati nurani membutuhkan penerangan Ilahi dalam pengujian tersebut. Bagaimanapun juga, proses penilaian seseorang sangat tergantung pada pemahaman dan kesadaran akan fakta, pengetahuan dan akal sehat. Proses hati nurani yang bersih dan baik yang sesuai dengan kehendak Roh Kudus akan terwujud lebih efektif dengan rajin membaca firman Tuhan, rendah hati, dan selalu disertai doa serta pergumulan yang panjang. Dengan proses tersebut hati nurani akan lebih terasah dan lebih sesuai dengan kehendak Allah. Dalam nas ini, Rasul Paulus yang sudah bertobat memahami semua itu dan berani mengatakan bahwa hal yang dikatakannya adalah kebenaran dalam Kristus dan ia tidak berdusta (band. Gal. 1:20; 1Tim. 2:7).

 

 

 

Allah dapat bekerja di dalam suara hati manusia tanpa harus lewat firman yang tertulis, meski kita akui firman yang tertulis dapat mengajar, memperbaiki kelakuan dan mendidik dalam kebenaran (2Tim. 3:16). Sebagaimana dijelaskan dalam Rm. 2:13-15 yang mengatakan, "Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan.” Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka meski mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. Sebab dengan itu mereka menunjukkan bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela." Jadi jelas dari nas itu bahwa Allah tetap bisa bekerja langsung melalui hati nurani seseorang meski yang bersangkutan tidak memahami atau mengenal firman tertulis. Hal ini terjadi sebab Allah mengendalikan seluruh kehidupan manusia tanpa terkecuali dan tidak terbatas. Situasi ini akan berbeda dan khusus, ketika seseorang yang telah mengenal Yesus dan mengetahui firman Allah yang tertulis, maka ia perlu terus mengembangkan, memahami, bertumbuh, sehingga hati nuraninya semakin murni bebas dari kepentingan pribadi (band. 1Pet. 3:16). Apabila tidak melakukannya, dan ia mengikuti lebih keinginan hatinya, maka Tuhan pasti akan menghukumnya.

 

 

 

Kedua: Tanggung jawab bagi sesama saudara (ayat 2-3)

 

Perasaan duka dapat dialami oleh hati seorang anak yang masuk Kristen tetapi kemudian keluarga menolaknya. Pilihan yang menjadi sukacita baginya sebab ia menerima berkat dan anugerah keselamatan, menyisakan hal yang menyedihkan, mengingat keluarganya belum diselamatkan. Perasaan inilah yang dialami Paulus, yang tetap merasa ia adalah keturunan Israel secara daging; hatinya bergolak memperlihatkan keprihatinan atas kerohanian saudara-saudaranya orang Israel sebagai teman sebangsa secara jasmani. Kesedihan hatinya diungkapkan dengan mengatakan ia bersedia dikutuk dan terpisah dari Kristus demi orang Yahudi, agar mereka dapat diselamatkan (band. Rm. 10:1; 11:14; 1Kor. 9:22; lihat juga ratapan Yesus dalam Rm. 3:24-25). Paulus telah mengimani bahwa Yesus Kristus-lah satu-satunya jalan keselamatan. Ia juga mengetahui bahwa Yesus telah memberikan nyawa-Nya untuk berkorban bagi keselamatan orang lain, sehingga ia pun rela berkorban bagi saudara-saudaranya orang Israel. Hal yang sama juga pernah disampaikan oleh Nabi Musa ketika orang Israel membuat anak lembu tuangan melawan Allah: "kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu -- dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kau tulis" (Kel. 32:32).

 

 

 

Rasul Paulus mengungkapkan pada pasal sebelumnya bahwa tidak ada yang dapat memisahkan anak-anak-Nya dari kasih Allah. Pertanyaan di dalam hati Paulus adalah: umat Israel adalah umat yang mendapat tempat khusus di hati Allah dan dipilih sejak awal untuk menjadi anak sulung dan anak kesayangan-Nya, namun ketika Yesus Kristus Anak Allah datang, yang juga keturunan Israel melalui kedagingan Yusuf dan Maria (band. Mat. 1), mengapa mereka harus menolaknya dan bahkan membunuhnya? Bukankah ini menjadi suatu pertanyaan dan dapat menimbulkan keraguan terhadap kasih Allah yang selalu setia? Bahkan dalam ayat berikutnya ia pun bertanya: Apakah Allah tidak adil (ayat 14)? Yang kemudian dijawabnya: Mustahil! Firman Allah tidak mungkin gagal (ayat 6a). Hatinya dihiburkan bahwa bagaimana pun, tidak semua orang Israel menolaknya, bahkan ada yang menjadi murid-murid setia-Nya. Dalam hal ini Paulus mulai memahami bagaimana pilihan atas umat Israel sebagai bangsa sedikit berbeda dengan pilihan sebagai individu-individu. Kepedulian ini yang membuat Paulus mengabdikan hidupnya dalam pekabaran Injil ke seluruh dunia, meski ia tahu bahwa tugasnya lebih kepada orang-orang bukan Israel, namun untuk tetap bisa memanggil bangsa Yahudi berdasarkan kecemburuan (Rm. 11:13-14).

 

 

 

Pertanyaannya: sejauh mana kita peduli dengan keselamatan orang lain? Sejauh mana kita terbeban ketika kita tahu masih banyak yang belum mengenal kasih Kristus? Sejauh mana kita peduli akan keselamatan saudara-saudara kita dalam satu lingkungan, satu daerah, satu suku, satu bangsa, sampai mereka mengenal Kristus dan menerimanya sebagai Juruselamat hidup mereka? Sejauh mana kita juga bersedia berkorban dari sisi waktu, tenaga, pikiran, energi, kesenangan, pundi-pundi, bahkan keamanan diri demi untuk keselamatan saudara-saudara kita tersebut? Apakah kita ikut mendukung penyebaran berita Injil dan keselamatan bagi mereka? Kita tahu banyak warga yang harus meninggalkan Yesus untuk bisa sekolah seperti mereka di Mentawai, atau untuk bisa bekerja di Malaysia seperti yang dialami penduduk NTT. Pemilihan Presiden Indonesia baru saja selesai dan kita melihat hasil yang cukup menggembirakan, namun kita prihatin bahwa isu-isu agama di beberapa wilayah masih “efektif” untuk menjatuhkan seseorang dalam pemilihan tersebut. Ini menjadi tanggungjawab gereja-gereja untuk dapat membuat pembaharuan di wilayah tersebut sehingga masyarakat semakin dewasa dan bersikap lebih inklusif.

 

 

 

Ketiga: Bangsa Israel mendapat keistimewaan (ayat 4)

 

Allah menciptakan dunia ini dengan isinya serta alam semesta dengan maksud baik dan memberikan kepercayaan kepada manusia dengan mandat budaya (Kej. 1:28, 31). Manusia ditempatkan di Firdaus meski akhirnya jatuh ke dalam dosa dan kejahatan manusia semakin besar (Kej. 2; 3: 6). Allah kemudian menghukum manusia dan menyisakan keluarga Nuh dan sebuah kehidupan baru, dan Allah membuat perjanjian dengan Nuh (Kej. 7; 9). Tetapi penyebaran dan perkembangan manusia akhirnya membuat kecongkakan dan ingin menyamai Allah dengan membuat menara Babel dan Allah menghukum dengan membuat saling tidak mengerti sebab tidak satu bahasa (Kej. 10-11), sampai akhirnya Allah memanggil Abraham (Kej. 13). Dari garis keturunan Abraham lahirlah Isak dan Ismael dan dari Isak kemudian lahir Esau dan Yakub. Dari pemilihan Abraham hingga kemudian Allah memilih Isak (dibanding Ismael) dan memilih Yakub (dibanding Esau) sebagai anak kesayangan-Nya. Sangat jelas bahwa pemilihan adalah konsep yang sudah ada sejak awal, bahkan jauh sebelumnyanya sudah terjadi saat Allah lebih menerima persembahan Habel dibanding Kain.

 

 

 

Nama Yakub kemudian berganti menjadi Israel setelah melalui pergumulan dengan Allah dan keturunan Yakub kemudian dinyatakan sebagai bani Israel (Kej. 32:28; 33:20). Pola hidup keagamaan bagi Israel ini sebagian besar adalah menurut hukum Yahudi, sehingga istilah Yahudi lebih tepat dikatakan sebagai agama atau suku bangsa, meski awalnya Yahudi sendiri berasal dari nama bani Yehuda anak Yakub. Namun kemudian istilah Yehuda atau Yahudi menjadi umum bagi seluruh keturunan Yakub, dan kita ketahui keturunan Yakub kemudian ada juga yang beragama Kristen, Islam dan lainnya sesuai dengan berpencarnya umat Israel saat pembuangan dan diaspora pasca keruntuhan penyerbuan Nero. Israel sebagai nama Negara sendiri baru ada setelah zaman modern saat dideklarasikan pada tahun 1848, setelah kerinduan umat diaspora untuk kembali ke tanah asal mereka di “Kanaan”. Memang dalam pemakaian sehari-hari, kadang kala beberapa istilah ini bercampur meski kita tahu intinya adalah berbeda, sebab saat ini yang beragama Yahudi juga sudah ada yang tidak memiliki keturunan darah Yakub, melainkan hanya mengikut hukum-hukum Yahudi berdasar baptisan proselit.

 

 

 

Memang menjadi misteri dan sangat susah dipahami mengapa Allah memilih keturunan Yakub menjadi bangsa/umat pilihan. Kalau melihat Kel. 19:6, Allah memilih Israel untuk menjadi kerajaan imam dan bangsa yang kudus bagi-Nya, meski dengan syarat pada ayat 5 dikatakan mereka harus sungguh-sungguh mendengarkan firman-Nya dan berpegang pada perjanjian yang telah dilakukan dengan Abraham, Isak dan Yakub. Dengan demikian rencana Allah bagi bangsa Israel tetap berdasarkan kasih-Nya kepada umat manusia dengan menjadikan bangsa itu sebagai imam (Yes. 61; Mzm. 98:3), dalam arti sebagai pemimpin, teladan dan panutan bagi bangsa-bangsa lain dengan melayan bangsa-bangsa lain dengan tetap menjaga kekudusan mereka (Ul. 7:6). Tetapi ini telah gagal karena kedegilan hati mereka.

 

 

 

Keempat: Allah harus dipuja selama-lamanya (ayat 5)

 

Keistimewaan bangsa Israel yang dinyatakan dalam pasal 9:4-5 dapat menimbulkan empat kesan bagi kita. Pertama, jemaat Kristen berhutang budi kepada mereka. Kedua, ketidakpercayaan mereka kepada TuhanYesus sangat menyedihkan. Ketiga, status mereka sebagai umat pilihan Allah masih tetap berlangsung sepanjang ada pertobatan dan menerima Yesus sebagai Juruselamat dunia. Keempat, keadaan mereka di luar persekutuan dengan Tuhan Allah sangat sulit dipahami. Kita dipilih dan dibenarkan, bukan karena sesuatu yang baik dalam hati kita. Demikian juga Israel dipilih, dan akan dibenarkan, bukan karena sesuatu yang baik dalam mereka, tetapi karena kemurahan Tuhan Allah semata.

 

 

 

Pada ayat 4 dikatakan, “Sebab mereka adalah orang Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan ....” Menurut Cranfield, pemakaian kata “adalah” bersifat Present Tense dan ini menegaskan ayat ini masih berlak, mereka masih tetap umat pilihan Allah. Dalam ayat 5 dikatakan, mereka keturunan bapa-bapa leluhur (Rm. 11:28), menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia (Mat. 1:1-16; Rm. 1:3), tentu ini merupakan kedudukan istimewa. Sayangnya, segala keistimewaan itu tak membuat Israel percaya dan menyambut Mesias. Sebab itu, mereka harus menanggung hukuman. Mengapa demikian? Bukankah mereka juga percaya kepada Allah, meskipun tidak percaya Yesus sebagai Mesias?

 

 

 

Tuhan Yesus adalah penyataan yang lengkap tentang Allah. Kita tidak dapat sepenuhnya mengenal Allah bila dipisahkan dari Tuhan Yesus. Allah juga telah menunjuk Yesus untuk mendamaikan manusia dengan Allah. Maka tidak ada jalan lain bagi manusia untuk datang kepada Allah, kecuali melalui Yesus. Seperti orang lain, orang Yahudi juga hanya dapat menemukan keselamatan melalui Yesus. Bila mereka menolak Kristus maka mereka akan menemui kebinasaan. Tidak adilkah Allah? Tidak, sebab Ia mengeraskan hati mereka yang memang sudah lebih dulu mengeraskan hati. Dari segi hak, semua manusia hanya berhak untuk menerima hukuman sebab semua telah berdosa. Jadi pemilihan adalah hak dan anugerah Allah yang patut disyukuri dengan takut dan gentar. Oleh karena itu Allah di dalam Yesus Kristus yang harus dipuji sampai selama-lamanya (Rm. 1:25; 2Kor. 11:31).

 

 

 

Penutup

 

Hati nurani adalah sebuah “alat” untuk mengetahui kemurnian dan ketulusan seseorang dalam menetapkan keinginan pribadi atau keinginan Allah. Hati nurani merupakan hasil sebuah proses antara kehendak hati mencari yang baik dan benar dengan kemampuan akal pikiran tentang hal yang benar. Dalam menetapkan sesuatu, pilihan kita adalah kasih dan itu diwujudkan dalam kepedulian kepada sesama. Ada perasaan terbeban melihat orang lain belum selamat sebagaimana Paulus melihat umat Yahudi. Memang menjadi misteri dan sangat susah dipahami mengapa Allah memilih keturunan Yakub menjadi bangsa/umat pilihan. Tetapi itu adalah rencana Allah berdasarkan kasih-Nya kepada umat manusia dengan menjadikan bangsa itu sebagai imam, tetapi gagal karena kedegilan hati mereka. Semua manusia berhak menerima hukuman sebab semua telah berdosa. Jadi pemilihan adalah hak dan anugerah Allah yang patut disyukuri dengan takut dan gentar. Oleh karena itu Allah di dalam Yesus Kristus yang harus dipuji sampai selama-lamanya.

 

 

Selamat beribadah dan melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 30 Juli 2023

Kabar dari Bukit

 

 KARMA DAN TABUR TUAI (Kej. 29:15-28)

 

 ”Apakah yang kauperbuat terhadap aku ini? Bukankah untuk mendapat Rahel aku bekerja padamu? Mengapa engkau menipu aku?" (Kej. 29:25b)

 

 

 

Alam semesta memperlihatkan hukum kausilitas sebab akibat, aksi reaksi, dampak interaksi dan tindakan; bukan hanya kebendaan tetapi juga interaksi sosial psikis manusia. Dan, ada mekanisme yang menjaga keseimbangan, keadilan dan keharmonisan.

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah Kej. 29:15-28. Ini kisah Yakub yang melarikan diri ke rumah pamannya Laban, terkait tipuannya terhadap abang dan ayahnya untuk mendapatkan hak kesulungan. Sebagai paman, Laban memberi kesempatan Yakub tinggal bersamanya.

 

 

 

Laban memiliki dua anak perempuan: Lea dan Rahel. Yakub ternyata tertarik kepada Rahel yang cantik parasnya (ay. 17), dan ingin menikahinya. Sebagai mahar, Yakub sepakat bekerja selama tujuh tahun bagi Laban. Ternyata di malam pernikahan, Laban menipu Yakub dengan menyerahkan Lea (ay. 23). Yakub pun protes. Setelah perundingan, akhirnya Yakub setuju bekerja tujuh tahun lagi. Sebuah usaha panjang mendapatkan Rahel pujaannya (ay. 27).

 

 

 

Apakah Yakub tertipu merupakan hukuman dari Allah? Apakah itu karma? Istilah karma cukup populer. Kata ini berasal dari ajaran agama Hindu dan Buddha yang dalam KBBI disebutkan sebagai (1) perbuatan manusia ketika hidup di dunia; (2) hukum sebab-akibat.

 

 

 

Alkitab tidak mengatakan bahwa Yakub yang menipu kini tertipu sebagai hukuman. Namun PL menjelaskan keadilan Allah untuk menghukum orang yang salah sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya (Ul. 19:15-21). "Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, sebab berlaku: nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki" (ay. 21; bdk. Kel. 21:23-25; Im. 24:19-21).

 

 

 

Namun bila didalami, nas ini dapat diartikan sebagai hukum balas dendam (retributive justice). Kitab PL memang memberi peluang sebagaimana dituliskan, "Hak-Kulah dendam dan pembalasan" (Ul. 32:35a). Hukuman dan pembalasan dapat diberikan di dunia, dengan melibatkan subjektivitas manusia dalam penerapannya.

 

 

 

Dalam PB ada perintah yang serupa, tapi tak sama. "Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan" (Rm. 12:19b; Ibr. 10:30). Itu sebabnya Tuhan Yesus menentang tafsiran lama tentang pembalasan oleh manusia (Mat. 5:38-42). Yesus malah meminta pengikut-Nya mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka (Mat. 5:44). Jadi pembalasan tidak boleh oleh manusia. Soal penerapan hukum positif negara dan kemasyarakatan, itu hal yang lain.

 

 

 

Melalui PB kita juga bisa melihat karma dari hukum tabur tuai yang Tuhan Yesus ajarkan. "Jangan sesat! .... Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya (Gal. 6:7). Meski demikian, baik yang ditabur hal baik dan buruk, tidak spesifik dijelaskan tuaiannya diterima di dunia, atau kelak dalam penghakiman saat pembagian upah dan mahkota. Semua kemutlakan hak Allah, dengan dua pertimbangan: keadilan dan anugerah.

 

 

 

Ada perbedaan lainnya. Karma terkait dengan kehidupan berulang yang mungkin dalam bentuk spesies yang lebih tinggi atau rendah. Ini disebut samsara atau reinkarnasi. Ajaran Alkitab tidak mengenal hal itu, dengan menekankan, "manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi (Ibr. 9:27). Tidak ada kehidupan yang berulang. Justru ada pintu pengampunan melalui pertobatan untuk hidup selamanya melalui anugerah.

 

 

 

Tetapi ada kesamaannya. Sebuah hukuman pada dasarnya tidak hanya demi keadilan, juga memiliki aspek pengajaran. PL menjelaskan, "Maka orang-orang lain akan mendengar dan menjadi takut, sehingga mereka tidak akan melakukan lagi perbuatan jahat seperti itu di tengah-tengahmu" (Ul. 19:20-21).

 

 

 

Melalui nas ini kita lebih belajar. Pertama, perbuatan dosa akan menjadi pintu masuk dosa lainnya. Perbuatan tipu dan kecurangan membuahkan hal jahat lainnya. Kedua, Yakub telah bertobat, tapi ia siap menerima konsekuensi dengan bersedia bekerja tujuh tahun lagi, meski Rahel telah diberikan kepadanya tujuh hari setelah pernikahannya dengan Lea (ay. 20). Tidak ada lagi tipu-menipu. Patuh dan taat, memang itu jalan lurus menuju kehidupan damai sejahtera dan diberkati, sebagaimana Yakub kemudian menjadi bapak bangsa Israel. Semoga kita siap untuk hal tersebut.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah 2 Minggu Kesepuluh setelah Pentakosta - 6 Agustus 2023

KHOTBAH 2 MINGGU X SETELAH PENTA KOSTA – 6 Agustus 2023

 

 

APA YANG ADA PADAMU? (Mat. 14:13-21)

 

 ”Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka...” (Mat. 14:14a).

 

 

 

Puji Tuhan, Amang (Bapak) Pdt. Gomar Gultom, Ketua Umum PGI, bersedia saat saya meminta untuk menyampaikan khotbah pada ibadah pelantikan dan peneguhan Ketua Umum Gaja Toba yang baru, Lae Dr. Ir. Budi Situmorang di hari Sabtu bulan Juli 2020. Tanpa merujuk nas, ayat yang diambil oleh Amang Pdt. Gomar sebagai dasar renungan adalah Mrk. 6:30-44, dan ternyata paralel dengan nas sesuai leksionari hari Minggu ini bagi kita, yakni Mat. 14:13-21. Kedua nas ini (juga Luk. 9:10-17 dan Yoh. 6:1-13) menceritakan tentang Tuhan Yesus memberi makan 5.000 orang. Video khotbah Amang Pdt. Gomar dapat diihat di utube dan sebagian materinya saya sampaikan bagi kita semua.

 

 

 

Amang Pdt. Gomar dalam khotbahnya menceritakan tentang fakta kemiskinan di Kawasan Danau Toba. Para orang tua berusaha agar anak-anaknya dapat bersekolah ke luar wilayah. Prinsip hidup bagus orang Batak, Anakhon hi do hamoraoan di au (Anakku adalah kekayaan bagiku), mendorong orang tua Batak selalu berusaha berbuat yang terbaik untuk menyekolahkan anak-anaknya. Mereka berangkatkan anak-anaknya dengan doa dan air mata, serta terus bekerja keras dari alam yang terbatas, untuk dapat menunjang biaya sekolah yang tidak kecil.

 

 

 

Hal yang dikhawatirkan oleh Amang Pdt. Gomar, dengan alam yang terbatas di Kawasan Danau Toba, orang tua kadang menggadaikan dan bahkan menjual tanah mereka demi mendukung anak-anaknya. Tentu tidak sedikit juga yang berbuat demikian akibat tergoda dengan iming-iming harga yang bagus, konsumerisme, dan pola pikir instan, seketika. Ini tentu sangat berbahaya bagi mereka sendiri termasuk bagi kawasan Danau Toba, jika semakin banyak tanah dijual kepada pihak luar.

 

 

 

Pikiran ini sama dengan murid Tuhan Yesus saat itu. Ketika Ia mengasingkan diri ke tempat sunyi, ternyata terus diikuti oleh orang banyak. Hari telah menjelang malam dan wajar saatnya waktu makan, terlebih mereka datang dari tempat jauh. Para murid langsung berpikir tentang susahnya memberi makan 5.000 orang di tempat sunyi seperti itu. Pikiran praktis murid keluar dengan mengusulkan kepada Tuhan Yesus, agar mereka disuruh pergi saja supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa (ayat 15). Para murid tidak berpikir, jika orang banyak itu diminta pergi setelah jauh mengikuti Tuhan Yesus, situasi chaos pasti terjadi.

 

 

 

Tuhan Yesus tergerak hati-Nya oleh belas kasihan, dan bertanya kepada murid: Apa yang ada padamu? Murid pun menjawab: “Di sini hanya lima roti dan dua ikan” (ayat 17). Kemudian Tuhan Yesus memintanya, dan menengadah ke langit berdoa dan mengucap berkat, memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh (ayat 19-20). Mukjizat telah terjadi.

 

 

 

Bagi kita semua, situasi orang susah berkekurangan pasti ada di sekitar kita. Ada keluarga dekat atau jauh, tetangga, sesama anggota gereja atau perkumpulan, di kampung halaman, wilayah miskin umat Kristiani di Papua, Toba, NTT, dan lainnya. Jika kita sudah merasa diberkati di dalam Kristus, selayaknyalah hati kita juga tergerak oleh belas kasihan. Ada semangat dan keinginan untuk berbagi, membuka hati, tidak hanya berpikir untuk diri sendiri, ego. Apalagi jika ada kerakusan, tidak pernah merasa cukup dan rasa bersyukur.

 

 

 

Firman Tuhan hari ini menegaskan agar kita jangan kehilangan pertanyaan itu: Apa yang ada padaku dan siap kuberbagi? Semangat berbagi teruslah menyala. Seperti disampaikan oleh Amang Pdt. Gomar, ketika orang percaya memiliki semangat berbagi, sekecil apapun itu, mukjizat pasti terjadi. Kita orang percaya harus hidup dengan bersikap sesuai firman-Nya, "Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi" (Rat. 3:22-23a).

 

 

 

Seperti pesan Pdt. Gomar kepada pengurus Gaja Toba, teruskan melakukan sesuatu yang baru dan bersatu teguh. Contoh kebersamaan Credit Union di Jerman yang diinisiasi oleh Walikota Friedrich Wilhelm Raiffeisen, dan pengembangan masyarakat dengan pendekatan Appreciative Inquiry yakni 4D (Discovery, Dream, Design and Destiny) sangat efektip dalam membantu mereka yang berkekurangan secara jangka panjang. Discovery, temukan dengan berbicara dengan mereka tentang topik arah perubahan; Dream, gali potensi yang membuat hal yang mungkin; Design, rancang dan ciptakan usulan yang menarik, provokatif; dan Destiny, ajar, lakukan, kaji ulang, sampai impian bersama dapat diwujudkan.

 

 

 

Setiap orang memiliki martabat, mempunyai gambar dan rupa Allah. Tugas kita yang sudah diberkati untuk menjadi berkat bagi orang lain. Peduli, peka, dan bertindak melakukan dengan sendiri atau bersama-sama dengan orang percaya lainnya. Swadaya, pendidikan dan solidaritas, akan mengubah sesuatu dan menjadi mukjizat. Hati yang tergerak belas kasihan oleh kasih Tuhan Yesus, itulah kunci pertamanya. Ayo melihat apa yang ada padamu dan bersiaplah untuk mulai dibagikan.

 

 

Selamat beribadah dan melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah 1 Minggu Kesembilan setelah Pentakosta - 30 Juli 2023

KHOTBAH 1 MINGGU KE IX SETELAH PENTAKOSTA – 30 Juli 2023

 

 

TAK TERPISAHKAN KITA DARI KASIH ALLAH (Rm. 8: 26-39)

 

 Bacaan lainnya: Kej. 29:15-28; atau 1Raj. 3:5-12; Mzm. 105:1-11, 45b; atau Mzm. 119:129-136 atau Mzm. 128; Mat. 13:31-33, 44-52

 

 

 

 

Pendahuluan

 

Allah ingin bersekutu dengan kita; kita juga ingin semakin dekat dengan Allah. Alkitab memerintahkan kita untuk berdoa sebab melalui doa, kita memelihara hubungan dengan Allah. Namun kadang doa tidak terekspresikan. Meski doa tidak terucapkan, Allah tetap tahu dan bekerja dalam segala sesuatu di hidup kita. Betul, kadang kita lalai dan jatuh ke dalam perbuatan yang tidak berkenan kepada Allah, sehingga kita takut akan dakwaan yang datang. Kita berpikir bahwa sebagai orang yang salah, kita wajar mendapatkan penghukuman kelak dalam pengadilan Allah. Namun melalui nas minggu ini, kita diyakinkan bahwa kasih Allah begitu besar dan bagaimana itu bekerja, dijelaskan melalui pengajaran sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: Roh berdoa untuk kita (ayat 26-27)

 

Doa adalah kesempatan manusia untuk menjangkau Allah, sebagai sikap berbakti roh manusia dalam pendekatannya kepada Allah. Hidup adalah sebuah rahmat dan karunia, maka untuk itu kita layak mengucap syukur. Dalam perjalanan hidup juga selalu ada berkat dan sukacita yang kita dapatkan, dan untuk itu seringkali kita berdoa mengucap syukur dan berterima kasih atas pemberian-Nya itu. Memang dalam kenyataannya, hidup tidak selalu seperti yang kita inginkan. Kadang datang situasi yang membuat kita bergumul, bersedih, dan merasa sakit dan susah.  Keadaan yang menekan ini dapat terjadi pada diri kita dalam lingkup pribadi dan keluarga (penyakit, ekonomi, hubungan keluarga, dsb), atau gereja dan persekutuan lainnya, bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai orang percaya, kita percaya Allah tidak akan membiarkan kita sendirian dengan kekuatan yang terbatas untuk menghadapi persoalan hidup yang kadang komplek. Ketika kita tidak memahami persoalan yang ada, kita ingin memanjatkan doa, namun kadang kita tidak memahami situasi atau tidak tahu bagaimana meminta penyelesaian sebab masalahnya sendiri masih kabur atau tidak terjangkau akal pikiran. Kita hanya ingin berdoa, tidak tahu hal yang terjadi dan kita tidak tahu yang terbaik kita lakukan. Kadang kita juga kebingungan, apakah kita mau meminta kekuatan dalam menghadapinya atau meminta Tuhan melepaskan kita dari masalah itu, akibatnya yang timbul bisa hanya napas panjang atau sesunggukan.

 

 

 

Melalui firman minggu ini kita dikuatkan bahwa menghadapi hal itu tidak perlu risau dan galau, sebab Roh Kudus akan menolong kita dalam menjelaskan kepada Allah Bapa sepanjang kita tetap dalam suasana doa.  Kita tidak perlu khawatir dan takut sebab keluh-kesah kita yang tanpa ucapan, akan diterjemahkan Roh Kudus kepada Allah sebagai doa kita. Sebab itu selalulah datang kepada Allah untuk menyampaikan yang menjadi pergumulan hidup, pengharapan, dan permohonan, meski dengan kata-kata yang terbatas. Roh Kudus berdoa bagi kita sebagaimana Yesus juga selalu berdoa bagi kita anak-anak-Nya dan Allah akan menjawab (Rm. 8:34; 1Yoh. 2:1; Ibr. 7:2). Mintalah Roh Kudus untuk menyampaikan permasalahan kita dan memohon pertolongan dan jawaban agar sesuai dengan jalan dan kehendak-Nya dan bukan kehendak kita. Ketika kita membawa permasalahan tersebut, meski dengan kata-kata yang terbatas, percayalah bahwa Allah akan melakukan yang terbaik bagi kita untuk memberi pertolongan. Dengan iman kita terus bertekun dalam doa dan beribadah kepada Tuhan, agar keadaan yang menekan dapat kita lewati dengan kemenangan. Prinsip kita sebagai anak-anakNya ada tiga hal, yakni: (1) keadaan yang menekan itu tidak lebih besar dari kemampuan kita (1Kor. 10: 13); (2) segala perkara (apapun) dapat kita tanggung di dalam Dia (Fil. 4: 13); serta doa dan Ibadah memiliki kuasa (2Tim. 3; Yak. 5: 15-16).

 

 

 

Sikap iman yang menyerahkan sepenuhnya dalam kendali Allah itu tidak harus dengan kata-kata, sebab sikap berdiam diri dalam ketenangan dan memusatkan pikiran pada Allah adalah sikap berdoa. Yang penting bukan menyerah, mengeluh atau malah menggerutu. Sikap diam dan tenang dalam suasana doa tetap ekspresi penyembahan dan hal itu tidak menyalahi iman kita, dan tidak perlu khawatir dituduh seolah-olah semacam semedi menurut agama lain. Sepanjang dalam pikiran kita bahwa hidup kita ini dipimpin oleh Roh Kudus dan kita telah diselamatkan oleh iman melalui Yesus Kristus, maka sikap diam tenang dengan hati yang terarah kepada-Nya adalah sikap yang dibenarkan. Dalam proses doa ini Allah juga menyelidiki hati nurani dan keseriusan setiap orang yang berdoa (Why. 2:23). Dalam hal ini diperlukan fokus hati dan fikiran yang tertuju pada Yesus sebagai Imam Agung. Salah satu alasan gereja memberikan persetujuan gambar Tuhan Yesus dan lambang salib dalam kehidupan Kekristenan adalah dengan maksud tujuan itu, agar hati kita lebih mudah fokus terhadap jalan yang diberikan melalui Yesus. Kita tahu bahwa gambar Tuhan Yesus yang kita kenal selama ini pada dasarnya adalah imajinasi seorang pelukis, dan bukan berdasarkan "snapshot" atau lukisan/pahatan wajah Yesus pada saat itu. Poin penting dalam iman: ada keyakinan jaminan Roh Kudus akan menolong kita berdoa (Rm. 8: 26); Akan dikabulkan sepanjang dalam nama Yesus (Yoh. 14: 13-14; 16: 23); Memintanya sesuai dengan rencana dan kehendak Allah; Yang diberikan dapat lebih banyak dari yang kita doakan (Ef. 3: 20-21); Alkitab juga mengajarkan, berpuasa akan memperlihatkan ”keseriusan” doa kita dalam meminta (Mat. 17: 21). Di samping kita berdoa bagi diri sendiri, kita juga diminta melalui syafaat berdoa bagi orang percaya lainnya, sebagaimana dinyatakan dalam nas minggu ini orang Roma berdoa bagi orang-orang kudus yakni mereka yang ada di Yerusalem saat itu (band. Ef. 6:18).

 

 

 

Kedua: Allah bekerja dalam segala sesuatu (ayat 28-30)

 

Melalui nas minggu ini kita juga masuk dalam pemahaman teologis tentang konsep “dipilih” atau yang lazim dikenal dengan predestinasi (pre=sebelum dan destiny=takdir, atau ditentukan/ditetapkan sebelumnya). Ada yang menafsirkan Alkitab bahwa sebelum dunia diciptakan, telah ada dan disiapkan orang-orang yang akan dipilih untuk menerima kasih anugerah keselamatan. Pandangan predestinasi ini mengacu kepada ayat dalam Ef. 1:11 yang mengatakan, "... kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya." Dengan demikian, rencana Allah bagi orang pilihan-Nya bukanlah hasil renungan atau dipikirkan sesaat sebelumnya; melainkan sudah ditetapkan sebelum dasar-dasar dunia dan manusia diciptakan. Namun ada pandangan predestinasi lainnya yakni Allah cukup mengetahui sebelumnya (foreknew) mereka-mereka yang menerima-Nya dan bagi mereka ini diberikan tanda dan terpilih. Yang jelas , manusia diciptakan dan/atau dipilih adalah untuk melayani dan memuliakan Allah; itu intinya. Jika kita percaya dalam Kristus, kita bersukacita dengan kenyataan bahwa Allah telah mengenal kita secara pribadi dan menjadikan kita anak-anak pilihan-Nya.

 

 

 

Kasih Allah adalah kekal abadi. Hikmat dan kuasa-Nya adalah tertinggi. Ia akan membimbing dan melindungi kita hingga suatu saat nanti mampu berdiri di hadirat-Nya pada masa penghakiman. Bagi kita yang mengasihi Allah dan menyerahkan seluruh hidup kita kepada-Nya, Allah bekerja dalam segala sesuatu dan dalam nas ini berarti Allah hadir dalam setiap aktivitas kehidupan kita; Dia tidak hadir hanya kadang-kadang atau saat khusus saja. Kitab Roma memberikan gambaran beberapa proses yang dilakukan Allah terhadap mereka yang dipilih menjadi orang percaya. Kalau melihat urutan sesuai dengan rangkaian proses, maka urutannya sebagai berikut.

 

 

 

1.       Pemilihan (Rm. 9:10-13): Allah memilih seseorang atau sebuah suku bangsa untuk maksud tujuan tertentu;

 

2.      Pembenaran/Justifikasi (Rm. 4:25; 5:18): Allah menyatakan seseorang atau bagian dari suku bangsa yang dipilih itu "Tidak Bersalah", dan menyatakan kita "Benar" di dalam Dia;

 

3.      Pendamaian (Rm. 3:25): Peniadaan hukuman dari Allah atas dosa yang dilakukan melalui korban yang sempurna yakni Tuhan Yesus;

 

4.      Penebusan (Rm. 3:24; 8:23): Yesus Kristus telah membayar lunas tebusan kita atas dosa sehingga kita menjadi bebas,

 

5.      Pengudusan (Rm. 5:2; 15:16): Kita diperbaharui terus menerus menjadi serupa dengan  Yesus dengan pertolongan Roh Kudus;

 

6.      Pemuliaan (Rm. 8:18-19, 30): Keadaan akhir orang percaya setelah kematian tubuh dan dibangkitkan menjadi serupa dengan Yesus (1Yoh. 3:2).

 

 

 

Tetapi pilihan dan proses ini tidak terjadi bagi semua orang, melainkan hanya terwujud bagi mereka yang mengasihi Allah dan dipanggil sesuai dengan rencana-Nya. Mereka yang "dipanggil" adalah mereka yang merespon Roh Kudus dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat hidupnya.

 

 

 

Kita perlu sadari juga, meski Allah hadir di dalam kehidupan kita, itu bukan berarti bahwa jalan hidup kita akan penuh dengan hal-hal yang menyenangkan saja. Iblis itu sangat “populer” di dunia yang sudah penuh dosa ini, menjerat manusia; akan tetapi Allah sanggup untuk mengatasi dan memulihkan segala situasi untuk kebaikan kita dalam jangka panjang. Allah tidak hadir dalam hidup kita untuk membuat kita bersenang-senang, melainkan Allah hadir untuk memastikan hal yang kita lakukan sesuai dengan maksud dan rencana-Nya. Perlu juga kita sadari tentang adanya kehendak bebas yang dapat menolak peranan Roh Kudus dalam hidupnya, meski kita perlu ingat sebagaimana dikatakan Martin Luther bahwa kehendak bebas itu tidak ada, sebab Allah memiliki kuasa hak prerogatif untuk memanggil dan menetapkan jalan hidup seseorang. Mereka yang dipanggil jelas akan menerima perspektif baru, sebuah pola pikir yang baru dalam hidupnya. Mereka percaya sepenuhnya pada Allah, bukan pada dunia ini, ilmu pengetahuan atau harta benda; mereka akan mencari dan mengutamakan jaminan harta sorgawi; mereka belajar untuk menerima rasa sakit dan penderitaan, bukan merespon dengan marah atau kecewa, sebab Allah ada bersama mereka. Semua proses dalam rencana Allah memiliki tujuan akhir dalam hidup kita yakni menjadi serupa dengan Kristus (1Yoh. 3:2). Sepanjang kita terus berada dalam pembaharuan untuk menjadi serupa dengan Dia, kita akan menemukan hakekat diri sendiri, mengenal diri pribadi yang diciptakan Allah dengan tujuan khusus. Untuk bisa menjadi serupa dengan Dia, kita perlu rajin membaca dan mengindahkan firman Tuhan, mempelajari hidup Tuhan Yesus di dunia ini melalui kitab-kitab Injil, meneladani, dipenuhi oleh Roh Kudus, dan melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan kehendak-Nya.

 

 

 

Ketiga: Siapa yang mampu menggugat kita? (ayat 31-34)

 

Bagian ketiga dan keempat nas ini mencoba menguak kebenaran posisi kita dengan lima pertanyaan dari Rasul Paulus, yakni:

 

 

 

1.       Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?

 

2.      Ia yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?

 

3.      Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah?

 

4.      Siapakah yang akan menghukum mereka?

 

5.      Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus?

 

 

 

Apabila kita telah ada di dalam Kristus dan seluruh hidup kita telah diserahkan kepada-Nya, dan dalam setiap pergumulan hidup kita ditolong oleh Roh Kudus untuk menyampaikan pengharapan dan langkah yang kita perlukan, maka pertanyaannya: apakah kita masih perlu takut dalam menghadapi hidup sehari-hari dan bahkan hidup setelah kematian dalam pengadilan Allah nanti? Allah jelas telah membebaskan dan menghapus dosa dan kesalahan kita, maka tidak seorang pun dapat mempersalahkan kita. Segala kekuatan dunia ini tidak mampu melawan kita ketika kita berdiri bersama dengan Kristus.

 

 

 

Kitab Roma merupakan penjelasan teologis tentang kasih karunia Allah yang sangat indah untuk meneguhkan dan meyakinkan bagi pembacanya. Kita tidak boleh berpikir bahwa karena kita telah begitu berdosa maka kita tidak layak diselamatkan. Kita juga jangan berpikir bahwa keselamatan itu hanya bagi orang yang tertentu saja, bukan bagi kita dan semua orang. Nas minggu ini diberikan bagi kita untuk meneguhkan bahwa pikiran seperti itu salah! Jika Allah telah menyerahkan Anak-Nya bagi kita, menebus dan membebaskan kita, maka Ia tidak akan menahan kasih anugerah-Nya bagi kita. Jika Kristus telah memberikan nyawa-Nya bagi kita, Ia pasti tidak akan berbalik dan kemudian menghukum kita. Ia tidak akan menahan atau "berpelit" terhadap apa yang kita butuhkan untuk dapat hidup dengan Dia dan membesarkan nama-Nya. Allah terus bekerja dalam setiap orang yang mengasihi-Nya untuk membuat kita jauh dari penghukuman. Kalau kita perhatikan, nas minggu ini jelas merupakan kalimat penting dalam Pengakuan Iman Rasuli kita yang menyatakan: "Ia disalibkan, mati dan dikuburkan; bangkit pada hari yang ketiga, dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa."

 

 

 

Pengakuan Iman Rasuli kita mengatakan, "Dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati." Jadi, jika Kristus yang kita imani mati untuk menebus kita, dan kelak Ia menjadi hakim, apakah masih ada yang menuntut kita? Dengan Dia yang di dunia ini sebagai Penolong kita melalui Roh Kusus, apakah juga akan ada yang menghukum kita? Tak lain tak bukan, seperti dikatakan Rasul Paulus, Yesus adalah Pembela kita. Ia menjadi Penengah (intercede) kita di sorga nanti. Bisa saja ada setan yang akan mendakwa kita, tapi setan tidak memiliki kekuasaan untuk menghukum kita. Bahkan ketika Iblis mendakwa, Yesus yang diberi kuasa dengan duduk di sebelah kanan Allah Bapa, akan bertindak sebagai Pembela dan pertahanan kita, menjelaskan status dan posisi kita. Bisa saja ada yang mendakwa kita karena perbuatan kita yang berdosa di dunia ini, akan tetapi Yesus akan membela bahwa kita sudah menyesal dan bertobat, dan dosa kita telah ditebus. Mereka yang masih merasa "dirugikan" di dunia, ketika melihat kita ada di sorga, tentu juga akan bersukacita, sebab kita sama-sama telah ditebus dan dimerdekakan dari dosa-dosa masa lampau. Sungguh, Yesus, Anak Allah itu, yang telah mati, bahkan lebih lagi yang telah bangkit, yang duduk di sebelah kanan Allah siap menjadi Pembela kita.

 

 

 

Keempat: Tidak ada yang dapat memisahkan kita (ayat 35-39)

 

Bagian terakhir nas ini berisi salah satu hal janji yang menguatkan di dalam Alkitab. Orang percaya harus siap menghadapi segala kesusahan dan penderitaan: keterasingan, penjara, penyiksaan, rasa sakit dan bahkan kematian. Ini bukan membuat kita pesimis dan takut bahwa Allah meninggalkan kita pada saat penderitaan. Pesan Tuhan dalam nas ini kepada gereja yakni mereka akan menghadapi penyiksaan dan penderitaan sebelum Panglima Nero menghancurkan kota Roma. Ternyata nubuatan ini menjadi kenyataan beberapa tahun kemudian, saat Nero menghancurkan kota itu. Penderitaan orang Roma pada saat itu digambarkan dalam ayat 36 mengutip kitab Mazmur “sebagai domba-domba sembelihan” (Mzm. 44:23). Maka pesan nas ini meneguhkan kembali tetang kasih Allah yang besar bagi umat-Nya. Manusia tetap diingatkan. Bahaya bisa mengancam, pedang bisa terhunus menjadi penganiayaan, penderitaan bisa datang, namun semua itu harus kita lihat sebagai proses yang menghasilkan kebaikan yakni kita menjadi semakin dekat dengan Dia dan semakin serupa dengan gambaran Anak-Nya.

 

 

 

Ini yang kita pahami. Penderitaan tidak membuat kita jauh dari Allah, melainkan menjadikan kita lebih dikasihinya dan membuat kasih-Nya bekerja di dalam diri kita untuk memulihkan segala sesuatu. Rasul Paulus meneguhkan bahwa kita tidak mungkin dipisahkan dari Kristus. Ia telah mati bagi kita dengan kasih yang tidak terkalahkan. Tidak ada satupun yang menghentikan kehadiran Kristus di dalam diri kita. Allah telah menyatakan betapa besar kasih-Nya sehingga kita merasa aman penuh bersama Dia. Jika kita percaya terhadap jaminan yang luar biasa ini, maka kita tidak perlu merasa takut. Kuasa jahat adalah sesuatu yang tidak terlihat di dunia ini, seperti kuasa yang dimiliki setan dan malaikat pengikutnya (Ef. 6:12). Namun di dalam Kristus kita lebih dari pemenang dan kasih-Nya melindungi kita dari setiap kuasa jahat yang ada. Seseorang lebih bisa menghargai nilai sebuah kemenangan apabila ia merasakan pergumulan yang telah dialaminya menuju kemenangan itu. Kita, sekalipun harus menderita, semua itu adalah tuntunan menuju kemangan atas dosa dan kematian. Mereka yang berhasil melewati segala pergumulan dan penderitaan dengan tetap tegak dan setia di dalam Kristus, akan memperoleh kemuliaan sehingga dikatakan dalam lagu yang pouler “Kita Lebih daripada Pemenang.”

 

 

 

Tidak masalah sesuatu terjadi pada kita, baik penderitaan atau maut sekalipun, itu tidak akan memisahkan kita dari kasih Allah. Penderitaan adalah jalan untuk kemenangan yang berharga dan maut adalah jalan untuk menuju pemuliaan. "Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan" (Rm. 14:8b). Kuasa jahat atau kuasa apapun termasuk pemerintahan di dunia ini, bahkan malaikat-malaikat sekalipun, tidak akan membuat kita jauh dari Allah.  Tidak masalah kapan dan dimana pun berada, kita tidak akan pernah kehilangan kasih Allah. Tidak ada yang dapat memisahkan kita dengan-Nya. Inilah keyakinan iman kita yang membuat kita semakin teguh dalam berjalan mengarungi kehidupan yang penuh tantangan ini.

 

 

 

Penutup

 

Melalui nas minggu ini kita diyakinkan bahwa doa sangat penting bagi kehidupan orang percaya. Melalui doa kita menyatakan ketergantungan kepada-Nya. Perjalanan dan pergumulan hidup membuat kita perlu memohon pertolongan kekuatan dan petunjuk jalan yang kita tempuh dan sesuai dengan rencana Allah. Doa tidak harus penuh kata-kata diucapkan. Roh Kudus akan menolong kita berdoa menyampaikan keluh kesah yang kita alami. Kita yakin bahwa sepanjang kita menyerahkan hidup kepada-Nya dan mengasihi-Nya, maka Allah bekerja dalam segala sesuatu di hidup kita. Kita adalah orang yang “dipilih dan dipanggil”. Pemilihan dan panggilan selalu terjadi dalam hubungan Bapa dengan anak-anak-Nya. Predestinasi memberitahu kita tentang tujuan dan persiapan bagi yang dipilih-Nya. Dengan status itu maka tidak akan ada yang mampu menggugat kita dan menghukum kita. Kuasa iblis dan kuasa apapun tidak akan melebihi kasih Allah kepada kita, yang telah merelakan Anak-Nya untuk mati bagi kebebasan kita. Tidak akan ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah. Oleh karena itu, karena kasih-Nya itu, kita perlu bersyukur dan berbuat hal-hal yang menyenangkan hatinya dan khususnya bagi kemuliaan nama-Nya.

 

Selamat hari Minggu dan selamat melayani.

 

 

Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 791 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7533734
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
52786
65706
286500
7204198
568596
1386923
7533734

IP Anda: 162.158.163.227
2024-11-23 16:58

Login Form