Monday, May 26, 2025

2025

Kabar dari Bukit, Minggu 25 Mei 2025

Kabar dari Bukit

 

 JALAN PANJANG PENDERITAAN (Yoh. 5:1-9)

 

 “Kata Yesus kepadanya: "Bangunlah, angkatlah tikarmu, dan berjalanlah." Pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tikarnya dan berjalan” (Yoh. 5:9 TB2)

 

Mengapa ada penderitaan yang panjang? Ada beberapa kisah perjalanan hidup orang-orang yang lama menderita karena penyakit, penindasan, kemiskinan, perceraian, harapan yang pupus, bahkan dari kepicikan diri, kesombongan dan kecemburuan. Dari semua yang kita baca, tidak sedikit yang kalah, putus asa, menyerah dengan berganti iman bahkan bunuh diri; namun banyak juga yang berhasil melewatinya dengan kemenangan. Kisah Anne Frank yang menuliskan catatan harian tentang situasi mereka harus bersembunyi dari Nazi dan lantas ditangkap Gestapo, dimasukkan ke kamp konsentrasi dan akhirnya meninggal. Catatan hariannya dibukukan oleh ayahnya, Otto Frank dan menjadi buku yang terkenal.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Yoh. 5:1-9. Ini kisah penyembuhan seorang yang lumpuh selama 38 tahun! Ia menanti dapat masuk ke kolam Betesda, berharap sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air untuk kesembuhannya; sayangnya, ia selalu kalah cepat (ay. 4). Namun ia setia dan berharap terus pada Tuhan. Maka ketika Yesus lewat dan melihatnya, Yesus bertanya kepadanya: "Maukah engkau sembuh?" (ay. 6).

 

 

 

Ada beberapa pengajaran yang kita dapatkan dari nas ini. Pertama, Tuhan kadang memerlukan respons kita untuk menerima kebaikan-Nya. Ini dasar mengapa Yesus perlu bertanya: maukah engkau sembuh? Ya, kasih Tuhan ingin diberikan kepada semua orang agar mereka lepas dari penderitaan. Namun tidak semua orang mau menerimanya. Alkitab mencatat ada dua tokoh yakni Raja Saul yang ingin diselamatkan, namun ia menolak dan meminta peramal (1Sam. 28:3-20). Juga orang kaya yang tidak mau mendengar pesan Tuhan melalui Lazarus yang miskin di depan rumahnya, akhirnya dihukum (Luk. 16:19-31).

 

 

 

Kedua, kuasa Tuhan Yesus sungguh tidak terbatas dan pilihan mutlak-Nya untuk menyatakan mukjizat. Penyakit 38 tahun bisa disembuhkan-Nya hanya dengan ucapan semata. Percayalah, mukjizat dapat terjadi.

 

 

 

Ketiga, jangan lupa berterima kasih. Sebuah ucapan singkat yang memberi dampak besar, sama seperti kita tambahkan kata "maaf" bila ada hal yang salah atau kurang berkenan, atau kata "tolong" jika itu memang bukan kewajibannya. Orang lumpuh itu setelah sembuh langsung mengangkat tikarnya, pergi tanpa mengucapkan terima kasih. Bahkan ketika orang-orang Yahudi mencercanya karena disembuhkan pada hari Sabat, ia seolah menjadikan Yesus sebagai kambing hitam (ay. 10-11).

 

 

 

Tuhan Yesus Mahabijak dan Pengampun. Ia tahu orang lumpuh itu kurang bertanggungjawab. Ketika mereka bertemu kembali, Yesus berkata, "Ingat, engkau telah sembuh. Jangan berbuat dosa lagi, supaya jangan terjadi yang lebih buruk lagi padamu" (ay. 14). Mungkin kita juga: berdoa di pagi hari tapi lupa berterima kasih di malam hari. Atau, saat kita mengalami hal buruk, kita memohon ampun dan pertolongan. Ketika Tuhan memberi kebaikan-Nya, kita lupa bersyukur dengan memberi dan hidup yang lebih baik. Ingatlah perkataan Yesus ini, agar tidak terjadi hal yang lebih buruk.

 

 

 

Keempat, bila jalan penderitaan berkepanjangan, baik karena kesalahan kita maupun karena cobaan iblis atas seizin Tuhan sebagaimana pengalaman Ayub, mari kita jadikan sebagai peperangan rohani, jalan kemenangan, sumber inspirasi dan motivasi memperbarui diri. Tuhan ingin kita terus mengembangkan iman, memperbesar pengharapan, menebalkan keteguhan hati, percaya akan waktu terbaik Tuhan bertindak; tetapi jangan lupa, tetaplah rendah hati.

 

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu VI Paskah - 25 Mei 2025

Khotbah Minggu VI Paskah - 25 Mei 2025

 

 KETAATAN PADA FIRMAN DAN DAMAI SUKACITA (Yoh 14:23-29)

 

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kis 16:9-15; Mzm 67; Why 21:10, 22-22:5

 

 Pendahuluan

 

Minggu ke-VI Paskah ini memberikan gambaran Tuhan Yesus akan segera meninggalkan murid-murid-Nya untuk naik ke sorga. Oleh karena itu, Ia banyak memberikan petunjuk bagi para murid tentang bagaimana mereka akan bertindak dan berperilaku dalam mengemban misi yang diberikan-Nya. Para murid belum bisa membayangkan bagaimana sebenarnya Yesus akan meninggalkan mereka, waktu dan caranya, dan belum memahami makna ucapan bahwa Ia akan kembali ke Bapa-Nya. Tuhan Yesus juga menyatakan para murid tidak perlu kuatir, sebab dengan kepergian-Nya maka pengganti-Nya akan datang yakni Penghibur, Penolong, Roh Kebenaran yang sama kuasa-Nya dengan Dia.

 

Pedoman yang diberikan Tuhan Yesus dalam percakapan di ruang atas itu memberikan pelajaran kepada kita minggu ini sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: Mengasihi berarti menuruti firman dari Bapa (ayat 23-24)

 

Bagi orang Kristen, kasih adalah yang hal yang pertama dan sekaligus terutama. Kasih adalah dasar dan sekaligus selubung penutup. Kehadiran Tuhan Yesus telah memperlihatkan Allah mengasihi dunia, sekaligus membuktikan Allah mengasihi Yesus. Yesus juga memperlihatkan Ia mengasihi manusia dan manusia akhirnya mengasihi Yesus, sekaligus mengasihi Allah. Oleh karena  Yesus mengasihi manusia, maka manusia harus mengasihi sesama dan lingkungannya. Pola hubungan kasih inilah menjadi dasar sekaligus terutama.

 

 

 

Manusia memahami kasih bisa dari penglihatan yakni dari contoh keteladanan yang diberikan. Murid-murid melihat dan merasakan bagaimana Yesus mengasihi mereka dan sesama, kemudian keteladanan itu mereka tuliskan (bekerjasama dengan Roh Kudus) dalam kitab-kitab. Tuhan Yesus memberikan pengajaran, hikmat dan kata-kata yang dalam dan indah, kemudian para murid menuliskan sebagian dari yang mereka ingat dan dapatkan (band. Yoh 21:25). Manusia bisa lupa dan lalai, maka tulisan firman Tuhan itu dimaksudkan untuk menyegarkan kita bahwa kasih itu memang nyata dan harus menjadi pola hidup orang percaya. Untuk bisa menjadi pola hidup maka haruslah ada pemahaman dan ketaatan pada firman itu, kepatuhan, serta keinginan untuk menjaga dalam rel perjalanan hidup sehari-hari. Sebagaimana dikatakan-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku” (Yoh 8:31).

 

 

 

Keseluruhan metode itu, baik dari penglihatan, pembacaan dan pendengaran yang berdasarkan indra manusiawi, termasuk perenungannya, menjadikan firman itu merasuk ke dalam pikiran membentuk nilai dasar (basic value), inti (core), budaya (custom), sekaligus menjadi visi dalam diri kita. Nilai dasar dan visi ini kemudian yang harus berubah menjadi aksi konkrit (turning value and vision into action) dalam keseharian kita. Hal itu akan menjadi lebih cepat dan efektip apabila kita menyadari bahwa ketaatan dan kepatuhan itu membawa jalan kepada tujuan hidup, yakni kedamaian dan keselamatan abadi. Ini menambahkan bahwa kita juga digerakkan oleh tujuan disamping oleh nilai dan visi tadi. Proses ini akan menjadi lebih nikmat dan menarik, apabila kita juga menyadari bahwa dalam proses "merasuk dan menjiwai" itu, ada proses belajar dan peningkatan diri, ada keinginan bahwa semakin hari kita semakin berhikmat dan lebih baik.

 

 

 

Semua itu terjadi hanya kalau kita mencintai firman Ilahi itu, yang kata Yesus adalah dari Bapa, dan kita senang dan rajin membaca dan merenungkannya, mendengar khotbah dan renungan, kemudian menjadikan diri kita sebagai pelaku (Yak 1:22). Keinginan Tuhan Yesus dalam nats ini bahwa kita mengasihi karena firman akan menjadi sempurna wujudnya, terlebih adanya janji Tuhan kepada kita sebagaimana dikatakan-Nya, yakni: “Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.” Sungguh indah.

 

 

 

Kedua: Roh Kudus yang mengajar dan mengingatkan (ayat 25-26)

 

Dalam proses melihat, membaca, dan mendengar itu ada keterbatasan indra manusia dalam mencerna. Terlebih kita yang secara alami sudah berdosa dan cenderung melakukan dosa, maka pemahaman firman itu bisa menjadi lebih sulit. Iblis juga bekerja ketika kita membaca dan mendengar firman. Perhatian kita akan dialihkan dan otak kita seolah dibuntukan. Hati kita ditutupi. Oleh karena itu Tuhan Yesus mengatakan, bahwa Penghibur yang akan datang itu, yakni Roh Kudus akan mengajar kita untuk lebih memahami maksud dan tujuan firman itu. Alkitab berkata, bahwa “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2Tim 3:16).

 

 

 

Keterbatasan akal pikiran manusia menjadikan pemahaman firman itu tidak sempurna. Tetapi berkat kuasa Roh Kudus yang kita undang untuk menolong dalam memahami firman, akan memberikan iluminasi (penerangan) yang lebih baik lagi di luar kemampuan akal pikiran kita. Dengan iluminasi, peran Roh Kudus tidak mengambil keberadaan kita sebagai individu yang merdeka, melainkan Roh Kudus menolong membuka tabir kegelapan pemahaman dan menanamkan kebenaran firman itu kedalam hati dan pikiran kita. Selubung mata rohani kita terbuka. Roh Kudus adalah Guru penafsir Alkitab kita yang maha pandai (1Kor 2:10). Bahkan, melalui pemahaman firman secara khusus Roh Kudus menjelaskan apa kehendak Allah dalam hidup kita sehingga tidak menyimpang dari firman yang dituliskan. Dalam hal inilah peran Roh Kudus mengembangkan kemampuan kita untuk memahami maksud firman itu. Ada ciri khas ketika kita belajar firman dan kemudian Roh Kudus bekerja, yakni adanya sukacita dan damai sejahtera saat kita selesai belajar firman itu. Seolah-olah ada kuasa baru, pemahaman baru, dan buahnya kita semakin mengasihi Yesus dan ingin berbuat sesuatu bagi Dia.

 

 

 

Tetapi manusia sering lupa dan lalai. Tubuh kita lemah meski roh kita kadang kuat. Terlebih ketika ada godaan dari si jahat, maka rohani kita akan tertutup dan membuat apa yang sudah kita pelajari dan sukai dari firman sering menjadi hilang. Tetapi Tuhan Yesus mengatakan bahwa Roh Kudus akan mengingatkan apabila kita dalam kesulitan. Meski iblis membuat seolah-olah firman itu tidak bisa maksimal berperan dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi Roh Kudus terus bekerja dan berkata-kata dalam hati kita sepanjang kita berseru memanggil-Nya (1Yoh 2:20).

 

 

 

Dalam kerangka inilah apa yang dimaksudkan Tuhan Yesus, bahwa Penghibur kita yakni Roh Kebenaran itu akan mengajar dan mengingatkan kita. Kesadaran akan peran Roh Kudus membuat justifikasi akan kebenaran firman itu sendiri.

 

 

 

Ketiga: Menerima damai sejahtera dari Yesus (ayat 27)

 

Tuhan Yesus berkata, Ia meninggalkan dan memberikan damai sejahtera kepada kita, dan tidak sama dengan damai sejahtera yang diberikan dunia. Damai sejahtera dari-Nya memiliki ciri yakni memberi ketenangan hati yang permanen, menghasilkan buah kebaikan ke dalam dan keluar. Damai sejahtera yang diberikan Tuhan Yesus adalah kesiapan menerima datangnya masa depan, dalam bentuk apa pun, baik segala sukacita dan penderitaan atau dukacita. Dosa, ketakutan, ketidakpastian, keraguan, dan berbagai kuasa jahat merupakan perang yang terus menerus dalam diri kita. Akan tetapi damai sejahtera dari Allah akan menyingkirkan semua itu dari hati dan pikiran kita, sepanjang kita memberi tempat damai sejahtera itu dalam hati kita, menjadikan ia berkuasa dalam hidup sehari-hari (Flp 4:6-7). Inilah model damai sejahtera dari Allah.

 

 

 

Damai sejahtera yang diberikan Yesus tidak sama dengan yang diberikan oleh dunia, dalam arti damai sejahtera yang diberikan dunia tidak permanen, pasang surut, dan bersyarat (conditional). Damai di dunia adalah rasa aman yang mungkin karena adanya polisi, tentara atau senjata, atau mungkin hanya ditafsirkan sebagai tidak adanya konflik. Damai sejahtera dunia adalah kecukupan makanan dan materi, kesenangan jasmaniah. Seolah-olah semua itu adalah damai sejahtera yang tampak dari luar.

 

 

 

Damai sejahtera dari Tuhan Yesus berbeda karena lebih terlihat di dalam, di hati dan di wajah sebagai jendela hati. Damai sejahtera Yesus memiliki kuasa, yakni mampu mengalahkan godaan dan kejahatan. Damai dari Yesus adalah damai yang mengasihi, damai yang memberi dan siap berkorban,  sebab kita sadar menerima dari Dia yang telah berkorban bagi kita. Sikap pandang ini penting, sebab apabila kita sudah dalam tahap damai sejahtera dengan tahapan seperti itu, maka seyogianya membuat kita dalam ketentraman dan ketenangan bathin tanpa ada ketakutan dan kekuatiran. Inilah yang  disebut bisa mengalahkan itu baik godaan dari siapa pun.

 

 

 

Keempat: Sukacita karena semua digenapi (ayat 28-29)

 

Ada puisi ditulis Ramadhan KH yang sangat bagus, bahwa kebahagiaan yang paling nikmat adalah selesai kerja. Selesai dalam pengertian waktu tugas sudah tiba dan kerja yang dihasilkan juga memuaskan. Apalagi kalau kerja itu benar selesai dalam pengertian tuntas, bukan selesai dari satu bagian, meski itu juga memiliki kebahagiaan tersendiri. Itu bisa kita rasakan setiap sore hari, atau setiap hari Jumat sore. Oleh karena itu ada istilah “TGIF, Thanks God It's Friday”, dalam arti sudah akhir masa kerja mingguan dan masuk dalam akhir pekan yang biasanya diisi dengan santai atau liburan. Memang ada yang bilang, itu tidak baik, lebih bagus kalau “TGIM, Thanks God It's Monday”, artinya itu mulai kerja lagi. Tapi itu boleh juga dalam pengertian karya baru dimulai lagi. Akhir pekan tetap kegembiaraan yang dinantikan.

 

Itulah yang terjadi pada Tuhan Yesus. Misi-Nya selesai dan Ia akan pergi kembali ke Bapa yang mengutus-Nya. Ini juga ciri khas yang lazim dalam kehidupan, yakni selalu adanya sebuah awal dan perhentian, sebuah pola yakni ada awal dan ada akhir. Yesus berbicara kepada para murid tentang tujuan-Nya Ia pergi, yakni membawa pesan dan kesan bahwa murid-murid-Nya mengasihi Dia dan Bapa, serta mereka siap untuk meneruskan misi-Nya.

 

 

 

Tuhan Yesus mengatakan bahwa apa yang dikatakan-Nya pasti akan terjadi. Itu betul, sebab Yesus memang pergi dengan cara yang tidak terbayangkan oleh murid-Nya, yakni terangkat naik ke sorga. Inilah yang dikatakan Yesus, bahwa kalau itu terjadi maka murid-murid-Nya akan percaya. Mereka pun percaya dan karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak percaya. Tetapi apa yang lebih penting adalah, Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia akan kembali. Ini penting sebab kemenangan yang Tuhan Yesus sudah alami dan buktikan melewati penderitaan dan kematian, akan Dia perlihatkan juga kepada kita bagaimana kita melewati kematian itu kelak. Hal ini juga memberi pelajaran kepada kita agar tidak takut pada kematian, sebab kematian adalah pintu berkat kebahagiaan. Rinciannya kebahagiaan itu tidak perlu, tetapi intinya adalah: Kita akan menang dan kita adalah pemenang!! Sebagai orang menang maka kita haruslah bersukacita.

 

 

 

Itulah yang Tuhan Yesus maksudkan, betapa kita bersukacita atas semua kejadian itu. Kita bersukacita Tuhan Yesus kembali ke Bapa dan Ia akan kembali menjemput kita orang percaya dan itu  semua akan digenapi. Selengkapnya puisi Ramadhan KH itu sebagai berikut:

 

 

 

“Mega mega yang disentuh pudar/Karena keagungan kerja/Badai-badai yang ditentang nyisih/Karena keagungan jiwa/Tiadalah kebahagiaan sebesar/Kebahagiaan selesai kerja/Tiadalah kelapangan sebesar/Kelapangan kemenangan jiwa/Dan semua pengabdian/Untukkan bagi keagungan bangsa/Dan semua kelelahan/Diuntukkan bagi kemuliaan manusia.”

 

 

 

Kesimpulan

 

Minggu ini kita diberi firman Tuhan tentang bagaimana pentingnya ketaatan dan patuh pada firman yang dari Allah Bapa itu. Walaupun Yesus telah kembali, tetapi Roh Kudus beserta kita dalam mengajar, memahami, dan mengingatkan kita agar selalu menjadi pelaku firman. Buah dari ketaatan itu adalah menerima pemberian damai sejahtera dari Tuhan Yesus yang bersifat kekal. Damai sejahtera itu berbeda dengan damai sejahtera dunia, sebab damai sejahtera itu juga akan diakhiri dengan penggenapan janji-janji Tuhan kepada kita orang percaya. Karena itu, tetaplah taat dan patuh pada firman, maka sukacita akan menanti.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (3) Minggu VI Paskah - 25 Mei 2025

Khotbah (3) Minggu VI Paskah - 25 Mei 2025

 

 SIAPA YANG KUUTUS? (Kis. 16:9-15)

 

             Firman Tuhan bagi kita pada Minggu VI Paskah ini diambil dari Kis. 16:9-15. Nas ini bercerita tentang perjalanan kedua Rasul Paulus berkeliling dari kota ke kota, menyampaikan keputusan-keputusan yang diambil para rasul dan para penatua di Yerusalem dengan pesan, supaya jemaat-jemaat menurutinya. Hal yang menarik, Paulus ternyata menyeberang menuju Makedonia, ke Barat, setelah ada penglihatan seseorang yang memanggilnya dan meminta tolong.

 

 

 

            Kita tentu bisa berpikir, bagaimana seandainya saat itu penglihatan yang muncul justru memanggil Paulus ke arah timur menuju wilayah Arab dan Asia, sehingga wilayah ini yang menjadi sama seperti Eropa saat ini dengan mayoritas pengikut Kristus?

 

 

 

            Tetapi itu misteri karya Allah. Rencana Tuhan selalu terbaik. Kita imani, Roh Kudus yang menuntun ke arah barat dan Rasul Paulus pun terus bergerak bersama mitra pelayanannya melakukan penginjilan, sehingga semakin banyak yang mengikut Yesus dan jemaat-jemaat juga diteguhkan dalam iman dan makin lama makin bertambah besar jumlahnya (ayat 5). Kekristenan di Eropa pun terus berkembang, meski perlu 300 tahun penderitaan dilalui oleh orang percaya, terutama kaum penginjil. Kekristenan kemudian semakin berjaya setelah Kaisar Romawi Konstantinus Agung memeluk agama Kristen seperti ibunya, dan menjadikannya sebagai agama negara.

 

 

 

            Hal yang kita lihat melalui nas ini, Kekristenan dan kerajaan-Nya semakin diperluas hanyalah dengan cara penginjilan, adanya yang diutus mencari jiwa-jiwa baru. Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Rm. 10:17). Pengalaman Rasul Paulus yang memenangkan Lidia, seorang penjual kain ungu yang mahal, membuktikan penginjilan semakin bergulir efektip di luar Yahudi dan Yunani, dan akhirnya Lidia juga turut mendukung pelayanan Paulus.

 

 

 

            Kita sebagai umat percaya dan yang bersekutu dalam warga gereja kita masing-masing, perlu merenungkan hal tersebut. Adakah gereja kita juga melakukan pengutusan, mengirim hamba Tuhan ke luar gereja? Adakah gereja kita memiliki perhatian dan upaya yang cukup besar untuk memenangkan jiwa-jiwa baru? Benar, meneguhkan iman atau memulihkan jiwa-jiwa yang haus dari warga gereja yang ada juga sangat penting. Tetapi bila perhatian gereja kita atau diri kita yang sudah diberkati sama sekali tidak ada untuk pengutusan, khususnya penginjian, ini perlu direnungkan lebih dalam.

 

 

 

            Kita harus menyadari serigala penangkap yang berkeliaran di sekitar kita dan khususnya di Indonesia Timur. Alkitab mengatakan, "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu... sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas" (Mat. 7:15). Begitu diabaikan atau umat ditinggal, maka serigala ini "... akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu" (Kis. 20:29).

 

 

 

            Suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" (Yes. 6:8). Jika kita tidak bisa menyahut: "Ini aku, utuslah aku!", dengan alasan-alasan tertentu, maka seseorang harus pergi menggantikannya. Aku dalam hal ini bisa pribadi, dan bisa jemaat. Semua perlu ikut dalam misi penginjilan. Mari beri upaya dan sisihkan dana untuk pengutusan. Hanya itulah bukti tanggungjawab kita atas Amanat Agung Tuhan Yesus (Mat. 28:19-20; Mrk. 16:15).

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (2) Minggu VI Paskah - 25 Mei 2025

Khotbah (2) Minggu VI Paskah - 25 Mei 2025

 

 

BERSYUKUR DAN DIBERKATI (Mzm. 67:1-8)

 

 

“Allah memberkati kita; kiranya segala ujung bumi takut akan Dia” (Mzm. 67:8)

 

 

 

 

 

Firman Tuhan di Minggu hari yang indah ini bagi kita dari Mzm. 67:1-8. Judul perikopnya: Nyanyian syukur karena segala berkat Allah; sebuah ungkapan syukur umat Israel mengingat kebaikan Allah atas panen dan juga berkat lainnya. “Tanah telah memberi hasilnya; Allah, Allah kita, memberkati kita” (ay. 7). Nas pilihan pada Minggu VI Paskah hari ini, mengingatkan kepada para murid pada masa itu, sangat bersyukur karena 40 hari mereka bersama Tuhan Yesus setelah kebangkitan-Nya. Sepuluh hari lagi, kita memperingati kenaikan-Nya ke sorga.

 

 

 

Bagaimana dengan hidup kita? Apakah selalu mengucap syukur dan merasa diberkati? Selain kita telah diselamatkan oleh penebusan Tuhan Yesus, kita layak mengucap syukur atas segala kebaikan-Nya. Jika kita belum dapat membuat daftar yang panjang semua kebaikan itu, rasanya ada yang salah dengan mata rohani kita. Mungkin mata jasmani kita berfungsi baik, tetapi mata rohani sangat diperlukan untuk melihat dan mensyukuri semua kebaikanTuhan yang diterima dalam hidup ini.

 

 

 

Melihat dengan hati dan mata rohani perlu dilakukan, agar hari-hari kita tidak diisi dengan mengeluh, kecewa, marah, benci, iri, dan pikiran buruk lainnya. Hal mendasar yang dilakukan adalah: "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu" (1Tes. 5:18). Setiap beban pergumulan hanya dilihat sebagai jalan Tuhan untuk memurnikan dan meneguhkan iman kita. Kedua, cara bersyukur dengan selalu merasa cukup. Hilangkan kecenderungan tidak pernah puas dan ingin lebih. Alkitab mengajarkan, “... cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu” (Ibr. 13:5b).

 

 

 

Contoh mudah, janganlah membuat hutang, apalagi demi memuaskan nafsu. Membeli barang bukan primer dengan kartu kredit atau cicilan, sebenarnya itu jeratan keinginan dan obsesi. Mencukupkan dan menyesuaikan penghasilan dan pengeluaran akan membuat orang merdeka, bukan budak keinginan. Ingatlah kata Amsal Salomo, “…, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi” (Ams. 22:7b). Maka bila saat ini masih ada hutang, bekerja keraslah untuk segera melunasinya. Jangan malah membuat hutang baru.

 

 

 

Ketiga, tetaplah murah hati, terutama bagi yang lebih memerlukan. Yesus berkata, "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati" (Luk. 6:36). Tetapi, murah hati harus bijak memilih dan tepat sasaran. Jangan murah hati hanya kepada orang tertentu, mengikuti perasaaan, tetapi pelit terhadap orang yang membutuhkan. “Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin” (Ams. 22:9). Peganglah prinsip: “adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima” (Kis. 20:35). Sebagaimana Abraham, kita dipanggil diberkati untuk menjadi berkat (Kej. 12:2; 28:14).

 

 

 

Hal terakhir, persiapkan masa depan yang lebih baik terutama untuk anak. Ingatlah, tidak ada yang mudah dan sekejap, lakukan dengan iman dan pengharapan. Ini membuat kita tidak takut gagal. “Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu” (Gal. 3:9). Demikian juga dengan pengharapan, jadikan itu sauh yang kuat dan aman dalam melaksanakan semua rencana (Ibr. 6:19).

 

 

 

Mazmur 67 hari ini mengajarkan semua berkat yang kita terima, tujuannya adalah untuk dipakai bagi kemuliaan Tuhan; bukanlah diri sendiri, kelompok atau bangsanya (ay. 3-6), apalagi menyombongkannya. Untuk itu mari menjalani hidup dengan mengubah mindset, pola pikir, yakni mengerjakan hal yang Tuhan inginkan, dengan rasa syukur, merasa cukup, murah hati, dan mempersiapkan masa depan yang lebih baik dengan keyakinan bahwa Tuhan akan bekerja untuk kebaikan kita (Rm. 8:28). Dan itulah kuncinya; yang diberkati Tuhan adalah mereka yang selalu bersyukur.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 18 Mei 2025

Kabar Dari Bukit

 

 DIBIMBING UNTUK MENGERTI (Kis. 8:26-40)

 

 “Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?” Jawabnya: “Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?” (Kis.  8:30b-31)

 

 

 

Jika kita berbicara tentang umat Yahudi maka akan timbul banyak pertanyaan. Mengapa mereka banyak yang menjadi orang hebat, seperti penemu, pencipta lagu unggul, pemikir ulung, dan bahkan sampai kini menjadi orang-orang menonjol, seperti Albert Einstein, Mark Zuckerberg dan lainnya. Apakah memang mereka bangsa pilihan Allah, atau ada faktor lain, misalnya, penderitaan mereka yang panjang sejak pengungsian ke Mesir hingga holokaus yang membuat mereka menjadi manusia tangguh. Atau, cara mendidik anak sejak kecil? Mungkin semua faktor itu dan lainnya mempengaruhi.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Kis. 8:26-40. Ini kisah Diaken Filipus yang diminta oleh malaikat Allah untuk berangkat ke Selatan Yerusalem arah Gaza (ay. 26). Saat itu ada seorang Yahudi Etiopia, sida-sida, kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang baru pulang beribadah dari Yerusalem. Ia naik kereta pejabatnya dan sedang membaca kitab Yesaya. Atas tuntunan Roh Kudus, mereka pun bertemu dan Filipus diajak naik ke kereta. Dalam perbincangan tersebut, Yahudi Etiopia tersebut diyakinkan bahwa maksud ayat 32-33 (Yes. 53:7) tersebut adalah Yesus Kristus. Pembesar Etiopia tersebut menerimanya dengan iman dan bersedia dibaptis.

 

 

 

Ada beberapa pengajaran yang kita dapatkan dari nas minggu ini. Pertama, perlu ada kesukaan membaca firman Tuhan. Dengan rasa suka tersebut maka Tuhan akan membuka jalan untuk kita lebih memahami firman-Nya; secara otomatis lebih mengenal Dia dan rencana-Nya dalam hidup kita.

 

 

 

Kedua, membaca firman Tuhan perlu pembimbing, sebagaimana dikatakan sida-sida Etiopia tersebut: “Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?” (ay. 31). Oleh karena itu jangan kita cepat-cepat merasa "pintar" tentang firman Tuhan padahal itu memerlukan penafsiran hermeneutika dan konteks ayat. Diperlukan kerendahan hati untuk memahami isi Alkitab dengan baik dan benar. Dengan demikian, hidup kita pun dipakai efektip seperti Filipus.

 

 

 

Kedua, peneguhan iman perlu bahwa kita menerima Kristus sebagai Tuhan, Anak Allah dan Juruselamat. Alkitab menjelaskan baptisan adalah cara paling efektip memperlihatkan hal itu. Tidak perlu mempersoalkan baptis selam atau percik. Alkitab memang banyak menceritakan baptisan selam, namun harus dilihat konteks masa itu. Umumnya yang mengaku percaya saat itu adalah orang dewasa dan juga ada perpindahan iman. Zaman dulu pengertian baptis selam juga dilakukan pada air yang mengalir karena pemahaman ada pembersihan. Maka sepanjang peneguhan iman dilakukan dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, maka itu adalah sah meski untuk bayi dan anak-anak yang diwakilkan oleh orangtuanya dengan membuat janji.

 

 

 

Ketiga, Tuhan punya rencana bagi setiap orang. Dalam hal ini ada keterkaitannya dengan ketaatan. Filipus adalah Diaken namun dia taat mengikuti perintah Roh Kudus untuk berangkat ke suatu tempat. Ia awalnya tidak tahu tujuannya, namun pasti Tuhan akan membukakan rencana-Nya. Demikian juga sida-sida Etiopia tersebut, Tuhan memakai hidupnya untuk menjadi alat kemuliaan-Nya (ay. 40).

 

 

 

Terakhir, mukjizat selalu ada dalam kehidupan. Ayat 39-40 menjelaskan, setelah pembaptisan, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sudah berada di Asdod, tempat lain. Mukjizat adalah sesuatu yang mesti diterima dengan iman, bukan dengan akal pikiran. Kita percaya kuasa Allah bekerja saat diperlukan khususnya bagi orang yang berkenan kepada-Nya dan menjadi alat untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Jangan pernah meragukan kuasa-Nya yang besar dan berdaulat.

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 60 guests and no members online

Statistik Pengunjung

12222397
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
1860
4483
6343
12182297
146506
0
12222397

IP Anda: 172.70.189.75
2025-05-26 07:18

Login Form