Khotbah Minggu VII Paskah 21 Mei 2023
Khotbah Minggu VII Paskah 21 Mei 2023
SERAHKANLAH SEGALA KEKHAWATIRANMU KEPADA-NYA (1Pet. 4:12-14, 5:6-11)
Bacaan lainnya: Kis. 1:6-14; Mzm. 68:1-10, 32-35; Yoh. 17:1-11
Pendahuluan
Nas minggu ini dilatarbelakangi oleh tantangan berat yang dihadapi oleh jemaat di wilayah Asia Kecil oleh pihak kekaisaran Roma, khususnya bagi pemimpin-pemimpin baru seperti penatua dan diaken. Rasul Petrus mengingatkan agar dalam situasi tersebut mereka jangan terkejut apabila ada pelbagai penganiayaan dan penderitaan yang datang, mengingat sikap keras yang diperlihatkan panglimanya Nero dalam menganiaya orang-orang percaya. Penderitaan yang datang bukan merupakan ilusi, tetapi sudah merupakan rencana Allah untuk mereka ikut serta dalam penderitaan dan kesusahan itu. Ini sikap yang perlu dihadapi sebagai jalan untuk mengikut jejak Yesus yang mati demi kebenaran, sehingga mereka tidak perlu malu atau berputus asa dalam menghadapinya. Maka melalui bacaan peristiwa di masa awal gereja ini kita memperoleh pengajaran sebagai berikut.
Pertama: Berbahagialah dalam penderitaan untuk Kristus (1Pet 4:12-14)
Tidak dapat disangkal bahwa kelahiran agama umumnya berangkat dari penderitaan umat di tengah-tengah ketidakadilan. Ada kerinduan manusia agar perubahan dapat terjadi dan wajar saja memiliki pengharapan melalui Mesias atau tokoh nabi-nabi baru. Allah sendiri mungkin menempatkan skenarionya sedemikian rupa sehingga memudahkan pesan Allah sebagai Pencipta dan Yang Mahakuasa bagi mereka untuk berubah. Penderitaan manusia itu sendiri tentu berawal dari kebodohannya di samping akibat ketidaktaatannya. Oleh karena itu, pesan Allah yang pertama adalah: bertobatlah, atau berubahlah (band. Pesan Yohanes Pembaptis dan Tuhan Yesus pada Mat. 3:2; 4:17). Dalam melakukan pertobatan atau perubahan itulah biasanya kita diminta untuk berkorban, menderita bagi diri sendiri dan juga bagi orang lain. Mereka yang percaya terhadap perubahan tentu perlu berjuang untuk itu. Dan itulah yang terjadi pada para murid Tuhan Yesus. Riwayat awal pelayanan-Nya dan sejarah gereja mencatatnya dengan baik. Murid-murid dipilih-Nya untuk mengambil bagian dalam perjuangan perubahan itu dengan ikut menderita. Dengan perjuangan mereka dan penderitaan yang dialami, nama Tuhan Yesus ditinggikan dan semakin banyak yang percaya dan menjadi pengikut Yesus.
Namun dalam hal ini Yesus bukan sekedar nabi atau rasul. Ia juga Allah yang menjadi manusia, sehingga apa yang dikatakan-Nya pasti merupakan kebenaran dan sekaligus menjadi janji pasti-Nya kepada mereka yang percaya dan setia mengikuti firman-Nya. Rasul Petrus mengutip ucapan awal Tuhan Yesus pada Mat. 5:11 yang senada mengatakan, "Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat." Jadi ketika ada penderitaan, kita jangan terkaget-kaget. Apabila itu dalam rencana Allah, Roh Kudus diberikan untuk menguatkan mereka yang diuji imannya. Kita juga tidak perlu takut dan gentar. Lihat saja bagaimana Petrus dan Yohanes dianiaya ketika memberitakan Injil, mereka bersukacita sebab merasakan bahwa penganiayaan itu adalah tanda pembuktian dari Allah akan buah kerja mereka (Kis. 5:41; Kol. 1:24; Ibr. 10:34). Tentu tidak berarti bahwa kita mencari kesusahan, tapi jangan menghindarinya juga. Be ready. Fight for the best, be ready for the worst. Yang penting, tetap lakukan yang terbaik bagi Tuhan, tanpa terlalu mempedulikan risiko penderitaan yang mungkin datang sebagai konsekuensinya.
Dalam situasi sekeliling kita saat ini pun, masih banyak penderitaan dan ketidakadilan, sehingga setiap orang percaya pada hakikatnya dipanggil untuk menghilangkan penderitaan dan ketidakadilan itu. Kita orang percaya tidak bisa berpangku tangan apalagi memanfaatkan situasi untuk kepentingan diri sendiri. Kemauan kita mengambil bagian dalam penderitaan orang lain adalah bukti kesungguhan untuk melayani dan mengabdi pada Kristus (band. Kis. 14:22; Rm. 8:17-18; 1Pet. 1:6-9). Pengalaman mengambil bagian dalam perjuangan yang menimbulkan penderitaan akan memperkaya diri kita secara rohani. Perjuangan membuat kita hidup, dan bukan sekedar hidup adalah perjuangan. Kita harus melihat tugas itu sebagai peperangan melawan kebodohan, kemalasan dan bahkan melawan iblis sebagai sumber segala kejahatan dan keburukan (band. Ef 6:12). Allah memanggil dan membiarkan kita masuk dalam perjuangan itu. Meski tampaknya itu berupa siksaan, dinista, atau kita mungkin kalah secara fisik atau jasmani, tidak perlu takut dan gentar, sebab itu hanya ujian iman dan bukan akhir segalanya. Semua itu bukan sesuatu yang luar biasa. Roh Allah yaitu Roh kemuliaan bekerja dan diam di hati orang percaya dengan cara istimewa menguatkan kita dalam ujian itu. Dan pada akhirnya, kita tetap sebagai pemenang secara rohani, kita bergembira dan bersukacita, sebab ada jaminan yang tersedia bagi kita ketika Ia datang kembali menyatakan kemuliaan-Nya (Rm. 8:17; 2Kor. 4:17; 1Pet. 5:1). Maka, berbahagialah kita untuk itu.
Kedua: Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-Nya (1Pet. 5:6-7)
Ketakutan dan kekhawatiran adalah manusiawi. Ketakutan merupakan bagian dari ketidaktahuan kita tentang apa yang akan terjadi di depan. Puncak ketakutan manusia mungkin kematian dan proses kematian yang menyakitkan. Tetapi sepanjang kita memahami bahwa kematian adalah pintu untuk kemuliaan dan proses kematian yang menyakitkan adalah jalan untuk menuju pintu kemuliaan itu, maka semua tidak perlu dikhawatirkan lagi. Ketakutan manusia terhadap penderitaan daging juga memperlihatkan bahwa ia belum lepas dari keinginan daging. Nas minggu ini juga ditujukan kepada mereka yang dipanggil di dalam pelayanan gereja, sebagai pendeta, penatua, diaken, guru sekolah minggu, dan lainnya. Semua panggilan itu merupakan kesempatan untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan melalui orang-orang percaya. Jadi tidak ada alasan untuk takut dan khawatir. Tujuan panggilan itu bukan untuk mendapatkan kehormatan, memperoleh pujian, apalagi keuntungan diri sendiri. Jabatan diberikan sebagai jalan yang lebih mudah dalam pengabdian dan sekaligus menjadi tantangan penggunaan wewenang sebagai pemimpin, teladan dan gembala. Domba yang diserahkan bukan untuk disesatkan melainkan diasuh dan ditumbuh-kembangkan kerohaniannya sehingga semakin berkenan kepada Tuhan.
Mengambil bagian dalam penderitaan Kristus akan membentuk diri kita sesuai dengan karakter yang diinginkan-Nya (Rm. 5:3-5; 2Kor. 1:3-7; Yak. 1:2-4). Tapi perlu kita sadari bahwa panggilan itu adalah otoritas Allah, namun respon, intensitas dan kualitas pelayanan kita adalah semata-mata dari kesediaan dan kerelaan kita dan bukan karena paksaan. Kita tidak perlu merasa jengkel atas pengalaman penderitaan yang datang, dan juga tidak perlu merasa cemburu atau rendah diri apabila orang lain tidak mengalami hal yang sama atau lebih ringan, apalagi bersikap memberontak atas apa yang kita alami. Memang terkadang kita khawatir akan status dan kedudukan kita, atau berharap akan pengakuan manusia atas apa yang kita lakukan. Akan tetapi Rasul Paulus dalam hal ini menasihati bahwa pengakuan dari Tuhan jauh melebihi hal yang diberikan oleh manusia. Allah sanggup dan mau untuk memberkati kita seturut dengan waktu-Nya. Taatlah dengan sungguh-sungguh, berserah dalam kerendahan hati terhadap Allah. Tunduklah atas rencana-Nya yang penuh misteri tanpa memperhitungkan situasi saat ini, dan pada saatnya nanti – entah di masa hidup kita kini atau di masa kekekalan nanti, Dia pasti mengangkat dan meninggikan kita pada waktunya.
Maka bila kita terus menerus membawa-bawa segala kekhawatiran, tekanan, dan pergumulan hidup setiap hari, maka sebenarnya kita tidak percaya penuh pada Allah dalam hidup kita. Memang diperlukan kerendahan hati, sebab bagaimana pun, dengan mengakui bahwa Allah peduli dan mengakui kita mempunyai kebutuhan, kita membiarkan keluarga Allah lainnya terbuka untuk menolong. Kadang kita berpikir bahwa kesusahan terjadi, yang mungkin disebabkan oleh dosa dan kebodohan kita sendiri, membuat Allah tidak peduli. Itu jalan pikiran yang salah. Ketika kita datang kepada-Nya untuk bertobat, Dia akan mengangkat semua beban yang kita pikul. Ia tidak berencana menghancurkan kita, namun membentuk kita menjadi manusia yang lebih baik. Biarkanlah Allah dengan tangan-Nya yang kuat menyelesaikan kekhawatirandan kecemasan kita, bukan bersikap pasif. Jangan menyerah kepada keadaan, tetapi membiarkan Allah mengendalikan situasi yang ada. Segala ketakutan, kekhawatiran, dan keprihatinan harus diserahkan sepenuhnya kepada-Nya (bd. Mzm. 37:5; 55:23; Mat. 6:25-34). Ia menjaga dan memelihara anak-anak-Nya, berharga di mata Tuhan mereka yang dikasihi-Nya (Mzm. 116:15; 1Kor. 7:32). Mereka yang rendah hati akan lebih tenang dan bijak sehingga lebih mudah dalam menyelesaikan masalah. Orang-orang yang demikian inilah yang sepenuhnya dipelihara Allah dalam hidupnya (Ayb. 5:11; Yak. 4:6, 10).
Ketiga: Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis (1Pet. 5:8-9)
Kewaspadaan adalah sikap hidup. Itu berangkat dari kesadaran terhadap hakekat diri sendiri dan adanya ancaman yang menanti. Orang yang tidak peduli dengan dirinya sangat mudah jatuh, baik secara fisik maupun secara rohani. Tubuh yang tidak sehat dan sigap akan mudah terjatuh dalam setiap gerakan, demikian pula jiwa dan roh yang tidak kuat akan mudah tergoda oleh si jahat. Seekor singa biasanya mengincar dan siap memangsa hewan yang lemah, masih muda, atau suka lepas keluyuran. Mereka memilih menerkam korban yang posisinya lemah, tidak waspada dan dianggap sebagai makanan empuk. Rasul Petrus melalui nas ini mengingatkan kita akan tipu muslihat setan ketika kita lemah dalam penderitaan atau dianiaya. Jika kita merasa sendiri, lemah, tanpa pertolongan, dan terputus dari orang percaya lainnya, atau kita terlalu fokus pada kesulitan diri kita sendiri dengan melupakan bahaya yang mengancam, maka pada saat itulah sebenarnya kita sangat rentan bagi serangan setan.
Ketika kita dalam penderitaan atau pergumulan sehari-hari, kewaspadaan akan melemah. Akibat kita merasa sendiri, terasing, dan tidak mungkin lagi mendapatkan pertolongan Allah maka kita kehilangan persekutuan dengan-Nya. Ini jelas sangat berbahaya. Terlebih lagi, bila kita juga semakin menjauhkan diri dari persekutuan-persekutuan dengan sesama, yang seharusnya berfungsi untuk saling menasihati dan menguatkan (Ef. 4:2; 1Tes. 5:11). Oleh karena itu pada saat terjadi penderitaan, berusahalah mencari teman orang percaya untuk mendapatkan dukungan. Iblis sebagai penguasa dunia dengan pasukan roh jahatnya selalu berjalan berkeliling bagaikan singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya (band. Mzm. 22:14; Yeh. 22:25). Siapa yang lemah maka akan diterkam dan dijerat dalam belenggunya. Melalui persekutuan dengan orang percaya, kita akan dikuatkan dan Roh Allah akan bekerja memulihkan.
Iblis ingin kita meragukan janji Tuhan, menyangkal dan menjauh dari-Nya. Iblis sebagai pendakwa dan pembohong menyembunyikan kebenaran yang asli bahwa Allah sebenarnya tetap mengasihi kita. Tetapi mustahil untuk kita bisa melawan dengan kekuatan diri sendiri. Roh dan jiwa manusia tidak akan mampu melawan tipu daya iblis sebagai penguasa dunia (Yoh. 14:30; 1Yoh. 5:19), sehingga perlu kekuatan dan kuasa lain untuk melawannya. Untuk itulah kita tetap perlu memandang Kristus dalam menolak iblis. Di sini perlunya iman yang teguh, yang tidak mudah goyah oleh godaan dan cobaan seketika. Sebab dengan Roh Kudus "yang ada di dalam kamu lebih besar daripada roh yang ada di dalam dunia" (1Yoh. 4:4), maka Iblis akan dikalahkan. Sesuai dengan firman Tuhan, “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara” (Ef. 6:11-12). Rasul Petrus sendiri membuktikan itu, meski pernah menyangkal Yesus tiga kali saat Yesus hendak diadili, namun akhirnya Petrus menjadi martir yang teguh dengan mati disalibkan posisi terbalik sesuai dengan keyakinan tradisi gereja. Dengan iman seperti itu, maka seperti kata Rasul Petrus, iblis akan lari darimu dan kita akan menjadi pemenang. Tunduk kepada Allah, sadar dan berjaga-jaga, karena iman teguh yang dilengkapi senjata Allah adalah kunci kepada kemenangan (band. Yak. 4:7).
Keempat: Ia melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan (ayat 10-11)
Tidak dapat disangkal bahwa keberadaan Allah itu nyata. Ia adalah Allah yang hidup dan bukan Allah yang diam berpangku tangan apalagi Allah yang sudah mati sesuai pandangan Nietzsche. Allah sebagai Roh Hidup merupakan sumber segala sesuatu. Dalam kitab Roma dikatakan bahwa Allah adalah sumber ketekunan dan penghiburan (Rm. 15:5), sumber pengharapan (Rm. 15:33), dan terutama Allah sebagai "sumber damai sejahtera, dan berkuasa menghancurkan Iblis di bawah kakimu” (Rm. 16:20). Maka, dalam nas ini dinyatakan bahwa Allah adalah sumber kasih karunia sebagai penguatan dari penyataan Rasul Paulus dalam kitab Roma tadi. Kita “yang dipanggil dalam kemuliaan-Nya yang kekal akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya.” Artinya, ketika kita menderita sesaat, maka Allah akan memberikan dukungan kuat dari awal hingga kita menerima kemuliaan itu kelak dari-Nya.
William Barclay menjelaskan dalam bukunya tentang semua istilah itu, sebagai berikut:
• Melengkapi, dalam hal ini dimaksudkan sebagai memperbaiki, dalam arti ketika kita melewati penderitaan, ada perubahan sikap hidup dan paradigma terhadap penderitaan itu sendiri. Ketika penderitaan diterima dengan rendah hati, kepercayaan dan kasih, maka itu dapat memperbaiki kelemahan sifat seseorang dan menambahkan kepadanya suatu kebesaran hati yang tidak ditemui sebelumnya.
• Meneguhkan, yang artinya menjadikan keras seperti granit. Penderitaan tubuh dan kesedihan hati yang diterima terus menerus dengan dasar kepercayaan kepada Kristus, tidak membuatnya putus asa, melainkan seperti baja keras yang ditempa di dalam api.
• Menguatkan, artinya memenuhi dengan kekuatan. Arti iman yang sebenarnya sungguh-sungguh diketahui setelah seseorang mengalami ujian dalam berbagai penderitaan. Angin yang besar dapat memadamkan api yang kecil, tetapi itu akan membesarkan nyala api di dalam kobaran api yang lebih besar.
• Mengokohkan, artinya meletakkan pondasi-pondasi. Setelah kita melalui penderitaan hingga iman yang paling bawah, dari situ kita menemukan hal-hal yang tidak dapat digoyahkan. Ada perubahan drastis menjadi kestabilan dan kematangan jiwa dan rohani.
Memang ketika kita dalam penderitaan, mungkin merasa bahwa penderitaan itu tidak berakhir. Waktu sesaat seolah panjang, lama tidak berujung. Tetapi Rasul Petrus dalam hal ini memberikan kepada orang Kristen yang beriman teguh dalam perspektif yang lebih luas. Dalam perbandingan dengan kekekalan, penderitaan kita di dunia ini hanya sesaat, sebentar saja dibandingkan dengan kekekalan sepanjang masa. Beberapa pembaca surat Petrus akan dikuatkan dan hidup mereka dipakai Tuhan. Sebagian akan dibebaskan dari penderitaan melalui kematian. Tuhan mengetahui dan mengizinkan semuanya dalam perjalanan hidup anak-anak-Nya. “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm. 8:28). Yang pasti, semua pengikut Tuhan Yesus yang setia dijamin memperoleh hidup yang kekal bersama Kristus dengan tidak ada lagi penderitaan (Why. 21:4). Semua itu terjadi sebab Ia yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin.
Penutup
Penderitaan dan kesusahan yang dialami oleh umat percaya tidak seharusnya membuat iman orang Kristen jatuh sampai ke titik nadir dan terperosok ke penyangkalan pertolongan Tuhan. Penderitaan justru dilihat sebagai jalan untuk semakin dekat dan bergantung kepada-Nya, menguatkan komitmen, seperti dikatakan firman minggu ini: berbahagialah dalam penderitaan untuk Kristus. Kita tidak perlu takut dan khawatir perihal yang terjadi dalam kehidupan termasuk dalam pelayanan, justru serahkanlah segala kekhawatiranyang ada kepada-Nya, sebab Ia adalah Allah yang peduli dan setia memelihara anak-anak-Nya. Yang penting, kita tetap melayani dengan penuh kasih dan pengabdian, dan dalam menghadapi tantangan iman kita diminta selalu sadar, waspada dan berjaga-jaga. Iblis si jahat akan selalu berkeliling menggoda, mengaum, dan menipu untuk kita beralih dari Tuhan, yang membuat kita menjadi orang yang kalah dan mudah ditelan. Karena itu, lawanlah si Iblis dengan senjata-senjata rohani yang berdasarkan iman kepada Dia, sebab Ia akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kita dalam setiap langkah kehidupan yang berkenan kepada-Nya.
Tuhan Yesus memberkati kita sekalian, amin.
Pdt. Em. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII Setelah...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 17 November 2024Kabar dari Bukit HUKUM DI DALAM HATI (Ibr. 10:11-25) ”Aku...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 737 guests and no members online