Thursday, November 21, 2024

2023

Kabar dari Bukit Minggu 18 Juni 2023

Kabar dari Bukit

 JANJI, KEBAIKAN DAN MUKJIZAT (Kej. 18:1-15)

 ”Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?” (Kej. 18:14)

 

Firman Tuhan di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Kej. 18:1-15. Judul perikopnya: Allah mengulangi menjanjikan seorang anak laki-laki kepada Abraham. Mengulangi berarti kedua, karena Tuhan telah memberikan sebelumnya di Kej. 13:16: “Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya” (bdk. Kej. 22:17, keturunanmu seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut).

 

Untuk kita, apakah sudah merasa memiliki janji Tuhan? Atau, hanya sebatas janji-Nya akan memberi hidup kekal masuk sorga dengan percaya dan taat kepada-Nya? Bagaimana dengan mukjizat, apakah ada janji Tuhan tentang pengharapan dan pergumulan dalam kehidupan kita sehari-hari? Ya, untuk ini memang perlu iman yang kuat bahwa Tuhan mau dan mampu serta berkuasa memenuhi janji-Nya kepada orang percaya.

 

Kegagalan memiliki janji biasanya karena kita tidak dapat melihat dan merasakan Tuhan itu ADA, Maha Kuasa, Mahahadir, dan IA ingin campur tangan dalam kehidupan semua orang. Jika seseorang tidak percaya Tuhan ada, ya disayangkan; cuek tidak peduli, ya tidak masalah; tetapi IA tetap berkuasa  dalam kehidupan semua, termasuk yang tidak percaya. Namun bagi orang yang berpikir baik dan benar, banyak hal yang kita tidak mampu mengerti jalannya kehidupan ini. Tidak mungkin juga kita mampu memahami semua yang terjadi. Oleh karena itu, benar, Tuhan adalah jawaban untuk hal yang tidak dapat kita pahami.

 

Melalui nas minggu ini, kita diajar bahwa Tuhan berkuasa memberi janji dan mukjizat sebagaimana kepada Abraham. Kita tahu ceritanya, meski Sarah yang sudah tua, ia melahirkan Ishak, anak laki-laki bagi Abraham. Sarah semula tertawa, menyepelekan janji tersebut (ayat 15), tapi Tuhan tetap setia pada janji-Nya.

 

Menurut pengertian umum, janji atau perjanjian itu antara dua pihak, tidak boleh satu pihak. Dalam hal ini Tuhan dapat berinisiatif, tetapi kadang inisiatif dapat dari kita sendiri. Janji itu ada dalam Alkitab. Maka perlu rajin membaca, bersekutu dan berdoa. Interaksi akan berbuahkan janji.

 

Selanjutnya, apa bagian kita? Setia dan teruslah berbuat kebaikan. Dalam nas ini diceritakan, Abraham menjamu tiga orang yang tidak dikenalnya. Abraham berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujud sampai ke tanah. Ia mengambil air, membasuh kaki mereka dan memberikan sepotong roti. Ternyata mereka adalah malaikat (ay. 2-5).

 

Kebaikan Abraham juga diperlihatkan tatkala ia mengalah kepada Lot keponakannya. Ini terjadi tatkala gembala-gembala mereka berkelahi akibat sempitnya lahan. Lot tidak menghargai pamannya Abraham, mengambil kesempatan pertama memilih lahan peternakan Lembah Yordan; dan akhirnya kita tahu, Tuhan kemudian memusnahkannya yang kita kenal dengan peristiwa Sodom dan Gomora (Kej. 13:1-16).

 

Kebaikan ketiga yang diperlihatkan oleh Abraham sekaligus kepercayaannya diuji, tatkala ia menyerahkan anaknya sebagai persembahan korban bakaran. Kita berat membayangkan hati Abraham, ketika Ishak anaknya yang tunggal, dinaikkan ke pelana keledai, kemudian membelah kayu untuk pembakaran, meletakkan Ishak di atasnya. Tetapi dengan iman Abraham melakukan semua itu meski hatinya menangis. Kita tahu Tuhan itu baik dan hanya menguji, dan akhirnya muncul domba jantan sebagai persembahan (Kej. 22:1-18).

 

Oleh karena itu bagi kita yang berharap mukjizat, perlu mengikat perjanjian dengan Tuhan, dan IA pasti berkuasa melakukannya. Kita perlu memperbanyak kebaikan bagi sesama dan bagi-Nya. Teruslah taat, setia dan berbuah. ”Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?” (ay. 14).

 

Pegang dan percayalah, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia” (Rm. 8:28).

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu III Setelah Pentakosta - 18 Juni 2023

Khotbah Minggu III Setelah Pentakosta - 2023

 KETEKUNAN, TAHAN UJI DAN PENGHARAPAN (Rm. 5:1-11)

 Bacaan lainnya: Kel. 17:1-7; Mzm. 95; Yoh. 4:5-42

 

Pendahuluan

Minggu ini kita kembali diberikan peneguhan bahwa melalui iman kepada Tuhan Yesus kita banyak menerima berkat. Berkat anugerah itu tidak hanya kita dibenarkan, tetapi juga berbagai berkat yang disediakan Allah bagi kita yang setia dan mengasihi-Nya. Selain kita diberi keselamatan, kita juga dibebaskan dari murka Allah masa kini maupun masa mendatang, dan terutama Roh Kudus dicurahkan untuk menolong kita dalam mengarungi kehidupan ini. Melalui nas yang kita baca minggu ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Perdamaian sebagai buah pembenaran (ayat 1-2)

Nas ini kembali menegaskan bahwa melalui iman kita dibenarkan dan karena kita dibenarkan ternyata berkat-berkat anugerah tidak berhenti di situ saja; dengan dibenarkan kita juga diperdamaikan dengan Allah dan itu merupakan jalan masuk dan jaminan keselamatan yang diberikan. Dengan dibenarkan dan diperdamaikan, kita akan masuk ke dalam kasih karunia Allah yang semakin sempurna dengan menikmati damai sejahtera dengan Dia. Kalau selama ini tidak ada yang dapat menghampiri Allah, melalui pendamaian manusia tidak lagi memerlukan perantara imam untuk datang kepada Allah, sehingga terjalin persekutuan langsung manusia dengan-Nya (band. Ef. 3:12). Dengan dibenarkan dan diperdamaikan, kita juga memiliki penyertaan Roh Kudus, bebas dari hukuman murka Allah, dan pengharapan akan kemuliaan-Nya. Kita berdamai dengan Allah bukan dalam pengertian rasa damai biasa di hati seperti keteduhan dan ketenangan. Damai dengan Allah berarti terjadi rekonsiliasi dengan Pencipta kita, Tuan dan sekaligus Tuhan kita. Tidak ada lagi permusuhan antara kita dengan Dia, tidak ada lagi dosa yang membentengi hubungan kita dengan-Nya. Damai dengan Allah itu terjadi hanya karena Yesus telah membayar lunas dan menebus dosa-dosa kita di atas kayu salib.

 

Pembenaran dan perdamaian dengan Allah ini memuat konsep yang penting dan mengantarkan kita pada dua jenis kehidupan orang Kristen. Di satu sisi kita sepenuhnya berada di dalam Kristus, yang berarti penerimaan kita pada-Nya dijamin, dan di sisi lain kita juga bertumbuh di dalam Kristus dengan pengertian yang semakin hari harus semakin sama dengan Dia. Kita juga diberikan dua status sekaligus, yakni menjadi anak-anak Raja tetapi juga sebagai hamba kerajaan. Dalam hal ini kita merasakan dua hal yang bersamaan setiap saat: kehadiran Kristus yang memberi rasa damai dan tekanan kedagingan dari iblis untuk keinginan berbuat dosa. Kita bisa merasakan damai sejahtera dari Allah karena kita sudah diterima-Nya, tetapi kita juga masih hidup di dunia ini dengan permasalahan dan pergumulan sehari-hari. Padahal, semestinya permasalahan dan pergumulan itu menjadi cara dan jalan bagi kita untuk bertumbuh menjadi sama dengan Dia, namun ada juga di antara kita yang jatuh menuruti kehendak iblis dan daging sehingga membuat kita semakin jauh dari Tuhan. Apabila kita memahami dua sisi kehidupan orang Kristen ini dalam keseharian kita, maka sebenarnya kita tidak mudah berputus asa dalam setiap pergumulan dan permasalahan yang datang, melainkan kita belajar untuk berserah dan bergantung pada kekuatan yang diberikan oleh Tuhan Yesus, yaitu Roh Kudus yang diam dalam hati kita.

 

Nas firman Tuhan ini juga menyatakan bahwa sebagai orang percaya, kita berdiri di tempat yang tinggi dan diistemewakan. Kita diperdamaikan dan sekaligus mengambil bagian dalam kemuliaan Allah. Ini terjadi bukan hanya karena kita sudah dinyatakan tidak bersalah, tetapi juga karena Tuhan menarik dan merangkul kita lebih dekat kepada-Nya. Kita tidak lagi menjadi seteru-Nya tetapi menjadi sahabat-Nya dan bahkan menjadi anak-anak-Nya (Yoh. 15:15; Gal. 4:5). Hubungan yang sudah terputus dan tertutup karena dosa kini dipulihkan melalui jalan yang dibuka Yesus Kristus dengan kematian-Nya. Dia yang betakhta Raja kini membuka diri-Nya, dan kita tadinya sebagai seteru kini sebagai sekutu. Inilah jalan masuk ke dalam kasih karunia yang begitu besar sebagai buah kita dibenarkan karena iman dan kebenaran itu menuntun kita kepada iman yang berbuah untuk menjadi berkat bagi orang lain.

 

Kedua: Kesengsaraan membawa ketekunan dan tahan uji (ayat 3-4)

Bagian terakhir dari berkat-berkat anugerah yang disediakan dari hasil pembenaran itu memampukan kita bermegah dalam kesengsaraan. Ini mungkin sesuatu yang aneh, sesuatu yang dianggap salah; bagaimana kita bisa bermegah dalam kesengsaraan? Rasul Paulus mengatakan bahwa kita bermegah dan bersukacita di dalam penderitaan, bukan karena kita menyukai penderitaan itu atau menolak pandangan bahwa bagaimanapun penderitaan adalah sebuah tragedi. Akan tetapi, kita berani bermegah karena tahu bahwa Allah yang baik itu menggunakan penderitaan yang kita alami (dan/atau setan yang menyerang) bertujuan membangun karakter kita. Permasalahan dan pergumulan yang kita harus hadapi dan menangkan akan membangun ketekunan dan tahan uji, yang sekaligus menguatkan karakter kita, mempertebal iman percaya kepada Allah dan memberi kita keyakinan akan pengharapan masa depan. Kita pasti dihadapkan dengan persoalan ini setiap hari dalam tingkatan yang kecil sampai besar, maka berterimakasihlah kepada Allah untuk kesempatan bertumbuh, dan bekerjasama dengan-Nya dalam mengatasi persoalan itu sampai menang (band. 1Pet. 1:6-7).

 

Dalam abad-abad awal masehi kehidupan kekristenan penuh dengan penderitaan. Semua rasul dibunuh atau mati dengan cara-cara yang kejam dan menyedihkan. Orang-orang percaya harus melarikan diri dari kejaran pembenci pengikut Yesus. Kisah-kisah menyedihkan orang Kristen seperti tubuhnya dibakar untuk dijadikan obor penerang sudah pernah kita dengar. Oleh karena itu, penderitaan bagaikan sebuah hal yang umum dan bukan sebuah pengecualian. Tapi melalui firman Tuhan ini kita diajar bahwa untuk kita "menjadi" berhasil di masa mendatang itu kita harus "jadi" (to become we must overcome). Artinya, kita harus menjalani pengalaman-pengalaman yang sulit untuk lebih bertumbuh, pengalaman penderitaan dan ujian dalam bentuk kesusahan, seperti penyakit tubuh, keuangan, penindasan dan ketidakadilan bahkan kesepian dan kesendirian. Semua ini menantang kita untuk bertekun, bukan berputus asa atau mengeluh, apalagi menghujat pihak lain (Yak. 1:2-4, 12). Yang penting dari semua itu adalah kita mengimani kalau kesengsaraan yang datang adalah sepengetahuan Allah.

 

Paulus menyatakan dalam 1Kor. 13:13 bahwa iman, pengharapan dan kasih adalah inti dari kehidupan Kristiani. Hubungan kita dengan Allah didasari oleh iman, yang menolong dan menyadarkan kita bahwa hidup kita harus siap dengan segala rencana Tuhan, baik dipakai melalui sukacita dan ujian. Ketekunan di sini melebihi kesabaran, sama dengan semangat tidak mau menyerah dan daya juang yang tinggi, dan melalui ketekunan itulah kita mendapatkan tahan uji, dalam arti kita mampu melewati ujian yang diberikan dengan kemenangan. Tahan uji berarti bebas dari kotoran yang mengganggu dan handal terpercaya dalam setiap situasi, tidak berputus asa, dan hal seperti inilah yang kemudian menimbulkan pengharapan akan hari esok yang lebih baik dan cemerlang. Jadi, dalam hal ini ada hubungan segaris antara penderitaan – ketekunan – tahan uji – dan pengharapan. Pengharapan itu hadir dan bertumbuh sebab melalui penderitaan kita mempelajari semua yang telah direncanakan oleh Tuhan bagi kita; itu memberi kita janji yang penuh keyakinan akan masa depan. Kasih yang Allah berikan untuk mengisi hidup kita akan memberi kita kemampuan untuk membaginya dengan orang lain.

 

Ketiga: Kasih Allah tercurah di hati kita (ayat 5-8)

Firman Tuhan mengatakan "ketika kita masih orang berdosa" Yesus mati bagi kita, ini jelas sebuah kalimat yang indah dan bukti konkret tentang kasih yang besar. Kalau seseorang berkorban bahkan mati untuk membela orang benar, itu sesuatu yang biasa dan lumrah. Tetapi Yesus mati bagi kita yang durhaka dan orang tidak benar, jelas itu perbuatan yang tidak terkira, karena kita tidak layak menerimanya. Bahkan semua kematian dan penebusan Yesus itu terjadi bukan karena kehebatan perbuatan kita, tetapi hanya karena Allah mengasihi kita. Atau, apakah mungkin kita ragu? Maka apabila kita merasa goyang atau tidak yakin bahwa Allah mengasihi kita sedemikian besar, ingatlah bahwa Allah sebenarnya mengasihi kita sebelum kita bertobat. Jika Allah mengasihi kita pada saat kita masih durhaka, maka kita kini diyakinkan akan kasih-Nya, dan kita cukup membalasnya dengan kasih kepada-Nya.

 

Kita mungkin merasa lemah dan putus asa karena kita tidak melakukan sesuai dengan petunjuk yang diberikan dan apa yang kita terima untuk menolong diri kita sendiri. Kita mungkin hanya mengeluh, menyesali, menyalahkan atau bahkan kemudian tidak percaya ada Allah melalui Roh Kudus yang sedia membantu. "Sesuatu" perlu datang untuk menolong dan menyelamatkan kita yang lemah. Pengertian lemah di sini mengacu pada moral dan rohani, meski kadang dalam pengertian tubuh dan jiwa. Kristus terbukti datang memberi pertolongan pada saat yang tepat sesuai sejarah 2000 tahun yang lalu, tetapi Ia juga datang tepat pada saatnya sesuai dengan waktu terbaik dari Tuhan. Memang kadang kita tidak sabar atau ingin lari mencari pertolongan lain, tetapi tetaplah sabar dan bertekunlah hingga waktu terbaik dari Tuhan itu dinyatakan. Allah mengendalikan waktu dan sejarah, mengontrol setiap cara, gerak dan metode yang pas bagi kita untuk keluar dari persoalan yang ada.

 

Allah Tritunggal terlibat dalam peristiwa keselamatan. Allah Bapa begitu mengasihi kita sehingga mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal untuk menjembatani hubungan kita yang berdosa dengan Dia (Yoh. 3:16). Kasih Allah memang sungguh luar biasa, bahkan kasih itu tidak berhenti sampai di situ. Untuk memperlihatkan kasih-Nya tidak sesaat melainkan selamanya, Allah Bapa dan Allah Anak mengirimkan dan mencurahkan Roh Kudus mengisi hati kita dengan penuh kuasa dan memampukan kita hidup dengan kuasa-Nya (Kis. 1:8). Kata dicurahkan dalam nas ini berarti keadaan yang berlangsung terus menerus tanpa henti. Dengan demikian, Roh Kudus yang tercurah hadir untuk menghibur kita dalam setiap pencobaan dan mendukung dalam setiap keadaan, sehingga segala persoalan dapat kita tanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan (Flp. 4:13). Dengan semua kasih yang besar tercurah dari Allah, bagaimana kita tidak mau melayani Dia dengan sepenuh hati sebagai balasan kasih-Nya?

 

Keempat: Kasih Allah menyelamatkan kita dari murka-Nya (ayat 9-11)

Kasih yang menyebabkan kematian Yesus sama dengan kasih yang Allah berikan melalui Roh Kudus yang hidup di dalam hati kita dan siap memimpin dan menyertai kita dalam hidup ini. Kuasa yang membangkitkan Kristus dari kematian adalah sama dengan kuasa yang menyelamatkan hidup kita dari dosa-dosa, dan sama dengan kuasa yang memimpin keseharian kita. Dengan memulai hidup dengan Kristus, kita akan memiliki kuasa dan kasih besar yang siaga saat menghadapi pergumulan hidup setiap hari. Melalui iman kepada penebusan Kristus, kita menjadi dekat dan berkonsiliasi dengan Allah, bukan lagi menjadi musuh atau menjadi orang yang terbuang.

 

Allah itu kudus dan tidak berinteraksi dengan dosa. Semua manusia telah berdosa dan terpisah dari Allah dan ini membuat kita melanggar kekudusan Allah. Dosa juga membawa penghukuman berupa murka Allah, bukan saja saat ini, tapi juga pada masa penghakiman kelak. Dan sebagai orang berdosa, sudah sepatutnya kita dihukum melalui kematian dan penderitaan selama-lamanya dengan ditempatkan di neraka. Namun Kristus telah mengambil semua ini dengan mengalami kematian dan penderitaan di atas kayu salib. Dengan penebusan itu kita diluputkan dari murka-Nya dan bahkan terbebas dari belenggu dosa yang selalu menjerat. Kita dimampukan melalui kekuatan Roh Kudus untuk melawan iblis sehingga kita terbebas dari kuk dosa yang jahat. Roh Kudus dicurahkan dalam hati kita agar hidup kita bebas dari kuasa dosa, belenggu hukum Taurat, murka, dan dari kuasa maut. Kita juga akan bebas dari “hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan kemuliaan kekuatan-Nya” (2Tes. 1:9). Oleh karena itulah kita bersukacita d idalam Kristus.

 

Bagian terakhir dalam nas ini menyatakan bahwa kita diselamatkan oleh hidup-Nya. Yesus yang telah mati dan bangkit kembali hidup, itu adalah bukti kekuasaan Allah ada pada-Nya dan kemenangan atas kematian (1Kor. 15:55). Dengan Yesus hidup bangkit dari kematian, maka kita menjadi selamat dan hidup selamanya. Dengan dasar itulah kita layak bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus. Kita bermegah diselamatkan bukan karena kehebatan kita, bukan karena kekuatan atau prestasi dan perbuatan kita, melainkan hanya karena kasih-Nya. Kita juga bermegah karena kita memperoleh pengharapan kemuliaan bersama-Nya kelak, ketika Yesus Tuhan kita akan datang kembali untuk menyatakan kuasa-Nya (Kol. 3:4). Pengharapan ini tidak mengecewakan sebab dasarnya adalah kasih Allah. Ini hal yang paling prinsip dalam memahami keselamatan, bahwa penyelamatan itu menyeluruh. Dengan demikian, sungguh Allah itu kasih, dan kita dipanggil untuk terus beriman dan berdoa agar kuasa dan kasih itu tetap hidup dan merajai hidup kita setiap saat.

 

Penutup

Melalui nas minggu ini kita diteguhkan bahwa dengan iman kepada Yesus Kristus, manusia ditempatkan secara istimewa di pintu masuk gerbang anugerah, mulai dari pembenaran, perdamaian dan berkat-berkat lainnya. Berkat ini jangan dilihat hanya dalam bentuk sukacita dan berkat jasmani, tetapi juga dalam wujud beban kesengsaraan dan kesusahan. Semua yang terjadi setelah kita menerima dan mengakui Yesus sebagai penebus kita harus dilihat sebagai rencana Allah dalam mendewasakan karakter kita untuk dapat melewati dengan ketekunan, membuat kita tahan uji dan berpengharapan untuk ikut serta dalam kemuliaan Allah ketika nanti Yesus kembali. Kita sudah terbebas dari segala murka akibat dosa dan kuk perhambaan. Kita bermegah karena kasih Allah dan bukan karena kehebatan dan prestasi kita. Selayaknyalah kita membalas kebaikan Allah itu dengan membagikannya kepada orang lain yang belum mengenal dan merasakannya.

Selamat melayani dan beribadah.

Tuhan Yesus memberkati kita, amin.

Khotbah 1 Minggu II Setelah Pentakosta - 11 Juni 2023

Khotbah 1 Minggu II Setelah Pentakosta 2023

 SEPERTI DOMBA DAN MERPATI (Mat. 9:35-10:23)

 “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Mat. 10:16)

 Firman Tuhan di hari Minggu ini Mat. 9:35-10:23, bercerita tentang Tuhan Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit” (Mat. 9:37).

Lalu Tuhan Yesus memanggil kedua belas rasul dan mengutus mereka dan berpesan, “Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma (Mat. 10:6-8).

 

Minggu lalu kita diingatkan tentang Amanat Agung Tuhan Yesus untuk menjadikan segala bangsa menjadi murid-Nya. Dalam pesan minggu ini kita langsung diberi contoh, Tuhan Yesus memanggil duabelas murid. Memang memberitakan kabar baik bagi mereka yang belum mendengar dan menerima Yesus, harus dilakukan oleh para penginjil yang khusus diutus ke luar gereja. Mimbar gereja di hari Minggu, lebih kepada meneguhkan dan menguatkan orang percaya, sekalian mengajak jemaat untuk mengutus.

 

Nas minggu ini menegaskan kembali, maksud Tuhan Yesus datang ke dunia tidak semata-mata menebus dosa manusia dan memberi kehidupan yang kekal. Sebagai yang utama, itu betul. Tetapi kalau dilihat pesan-Nya kepada para murid, Ia juga datang untuk membebaskan orang-orang miskin dan terbeban (ayat 8). Kita lihat juga pesan Tuhan Yesus yang pertama ke dunia adalah: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat” (Mat. 4:17). Pernyataan kedua-Nya: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang" (Luk. 4:18-19).

 

Oleh karena itu selain tahun rahmat pemberitaan kabar baik melalui bentuk marturia, ada tugas pembebasan yakni panggilan sosial diakonia sebagai tanggungjawab kita orang percaya. Seperti minggu lalu, penginjilan dengan pendekatan diakonia (presensi) maupun pendekatan marturia (proklamasi dan persuasi) mutlak dilakukan bersamaan.

 

Melalui nas minggu ini, Tuhan Yesus juga memberi metode yang bagus untuk melakukan hal tersebut, agar pelayanan menjadi efektip. Pertama, janganlah memberitakan kabar baik kepada mereka yang sudah ketahuan keras dan bandal, yang sudah menutup dirinya, seperti orang Samaria (ayat 5). Memberitakan kepada kelompok yang sulit menerima Injil, hanya buang-buang waktu dan energi. Hati kita miris ketika kita baru-baru ini membaca, adanya penolakan Alkitab berbahasa Minang. Maka pilihlah strategi dan sasaran yang tepat, yakni kepada mereka yang mau hatinya lebih terbuka, inklusif.

 

Nasihat kedua nas ini, agar kita memahami peta sasaran. Carilah simpul setempat yang bisa membuat sinergi, koperatif dan tidak menjadi beban. Berilah salam, dan apabila disambut kita bersyukur. “Dan apabila seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar perkataanmu, keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu” (ayat 13, band. Kis. 13:51). Nasihatnya, buatlah sederhana, meski perlu semangat juang yang tinggi dan tidak mudah menyerah. Apalagi, Tuhan Yesus akan menolong (ayat 20, 23).

 

Pesan ketiga, Tuhan Yesus mengingatkan bahwa mengutus para penginjil sama seperti mengutus domba ke tengah-tengah serigala (ayat 16a). Ancaman penolakan mengintai, dan penganiayaan dapat terjadi. Tetap waspada terhadap majelis agama (ayat 17), penguasa dan raja-raja setempat (ayat 18), dan para pembenci (ayat 22). Untuk itu perlu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (ayat 16b).

 

Kita pun marilah cerdik dan tulus dalam memenuhi panggilan itu. Mari kita dukung pekabaran Injil dan pelayanan sosial terhadap saudara-saudara kita yang di Indonesia Timur dan juga di wilayah Kristiani lainnya. Dukunglah dengan doa dan dana, dukunglah dengan berupaya agar gereja-gereja kita ikut melakukannya. "Tuaian memang banyak tetapi pekerja sedikit." Janganlah berdiam saja. Itu bukan keinginan Tuhan sebagaimana dikatakan Alkitab.

Tuhan Yesus memberkati kita sekalian, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 11 Juni 2023

Kabar dari Bukit

 TOPENG BURUK MANUSIA (Hos. 5:15-6:6)

 ”Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi” (Hos. 6:3)

 

Masalah berpura-pura banyak dibahas dalam Alkitab. Oleh karena itu topik ini beberapa kali muncul dalam sistem khotbah leksionari. KBBI menyebutkan berpura-pura artinya berlagak, tidak sesungguhnya, kemunafikan; hakekatnya berbohong dan bersandiwara. Webster Meriam mendefiniskan kemunafikan sebagai seseorang yang mengenakan penampilan palsu ..., bertindak bertentangan dengan keyakinan atau perasaan yang dinyatakan.

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah Hos. 5:15-6:6. Judul perikopnya: Pertobatan yang pura-pura dari pihak orang Israel. Dituliskan, “Apakah yang akan Kulakukan kepadamu, hai Efraim? Apakah yang akan Kulakukan kepadamu, hai Yehuda? Kasih setiamu seperti kabut pagi, dan seperti embun yang hilang pagi-pagi benar” (ay. 4). Jelas, Allah membenci kepura-puraan yang dipertunjukkan oleh umat Israel.

 

Dalam nas ini dan berikutnya, diberikan contoh perbuatan umat yang tidak disukai Tuhan: ibadah aspek lahiriah saja, membawa persembahan yang bagus-enak tetapi hatinya tidak tulus (ay. 4-6). Lebih mengerikan lagi, para imam merampok dan melakukan perbuatan bersundal menjijikkan (ay. 7-10; 7:1-7).

 

Kita pasti pernah jatuh ke dalam dosa. Itu wajar. Tapi bila perbuatan itu diulang-ulang, apalagi dengan sadar dan tidak menyesal, apa artinya pertobatan? Allah sangat tegas dalam hal itu, dikatakan-Nya, Jika matamu yang sering menyesatkan, cungkillah. Jika tanganmu yang menyesatkan, potonglah (Mat. 5:29-30). Artinya, dosa sangat serius di hadapan Allah.

 

Jangan kita hanya menekankan kasih Allah. Betul, Allah kita setia, tidak berkesudahan (Rat. 3:23; Mzm. 89:2; 100:5, dab). Tetapi jangan menyepelekan perbuatan dosa yang dilakukan, apalagi tidak disertai penyesalan yang dalam, rasa bersalah, bertanggungjawab dan siap dihukum, serta janji dan komitmen berhenti melakukan hal yang sama. Pengampunan hanya diberikan bagi mereka yang benar-benar menyadari dampak dosa bagi Allah dan orang lain, serta bukti pertobatan sejati.

 

Alkitab berkata, “Aku mengasihi Allah, dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta” (1Yoh. 4:20); “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (Mat. 7:5); “Tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui” (Luk. 12:2).

 

Allah membuka hati-Nya bagi yang datang untuk pemulihan. Nas minggu ini menggambarkannya. "Mari, kita akan berbalik kepada TUHAN, sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita. Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya (ay. 5:15-6:1-2).

 

Sebuah penelitian menunjukan bahwa berpura-pura lebih banyak buruknya daripada baiknya. Baiknya, bisa saja berbuah sesaat; orang melihat topeng kita yang cantik berseri. Tapi kenyataannya, wajah kita penuh goresan dosa berbentuk rasa benci, tipu, suka menghakimi, beda di bibir dan di hati, ... Maka, buanglah topeng kita. Tidak ada gunanya lagi kita berpura-pura di hadapan Allah dan manusia.

Allah rindu untuk kita kembali, sama seperti Dia yang akan kembali. “Aku akan pergi pulang ke tempat-Ku, sampai mereka mengaku bersalah dan mencari wajah-Ku. Dalam kesesakannya mereka akan merindukan Aku... “Sebab Aku menyukai kasih setia, menyukai pengenalan akan Allah (ay. 1, 6).

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah 2 Minggu II setelah Pentakosta - 11 Juni 2023

Khotbah 2 Minggu II Setelah Pentakosta 2023

 ALLAH BERKUASA MELAKSANAKAN JANJI-NYA (Rm. 4:13-25)

Bacaan lainnya: Kej. 12:1-9 atau Hos. 5:15-6:6; Mzm. 33:1-12 atau Mzm. 50:7-15; Mat. 9:9-13, 18-26

 

Pendahuluan

Pada nas minggu lalu kita membaca dan merenungkan tentang Abraham dibenarkan oleh karena iman dan orang percaya hidup oleh karena iman. Orang Yahudi berkata hukum Taurat yang menjadi pegangan dan ketaatan kepada aturan dan hukum. Akan tetapi minggu lalu kita buktikan bahwa ketika Abraham menerima janji tanah Kanaan bagi dia dan keturunannya, hukum Taurat belum ada dan tidak seorangpun yang dapat melakukan hukum Taurat. Sementara bagi mereka yang berdosa maka murka Allah layak turun atas dirinya. Nas minggu ini menekankan kembali kebenaran Allah yakni adanya kasih karunia yang diberikan melalui jalan perdamaian yakni keselamatan melalui Yesus Kristus. Melalui bacaan minggu ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Janji diberikan karena kebenaran (ayat 13-15)

Kita semua tahu bahwa setiap tindakan pasti membawa konsekuensi. Hal yang kita lakukan dalam mengisi rangkaian kehidupan ini juga terbawa pada saat pasca kematian. Sayangnya, banyak yang tidak menyadari dampak dari setiap keputusan yang diambil, hanya berpikir pendek saat mau mengambil keputusan, yang seringkali salah arah dengan tidak menyadari hidup kita sebenarnya pendek, sehingga perlu diisi dengan benar. Oleh karena itu tetaplah berusaha mencari tahu hasil jangka panjang setiap keputusan, dan berpikir cermat dengan mencari petunjuk Tuhan tentang keputusan yang kita ambil saat ini. Abraham memiliki pilihan tatkala Allah memanggilnya. Dia dapat memilih tetap tinggal dan hidup senang serta aman tanpa risiko dengan keluarga besarnya, atau dia bersedia berjalan dengan ketidakpastian ke arah yang dia sendiri tidak tahu, kecuali dengan keyakinan Allah akan memimpinnya. Ia hanya memiliki pegangan janji bahwa Allah akan menuntunnya dan memberkatinya. Ia mungkin semula berpikir keras tentang rencana Allah baginya, namun tidak bisa membayangkan bahwa keputusannya itu sangat penting dan ketaatannya akan mengubah jalannya sejarah manusia. Keputusannya untuk mengikuti jalan Allah membuat perkembangan sebuah bangsa dijadikan bangsa pilihan dan tempat Allah turun ke dunia menjadi manusia.

 

Allah berkenan dan memberkati manusia bukan karena kepatuhannya pada hukum Taurat, sebab hukum Taurat diturunkan pada masa Musa ratusan tahun setelah Abraham diberkati. Hukum Taurat ada hanya untuk mengetahui keberdosaan dan membangkitkan murka saja, sebab di mana ada hukum Taurat, di situ ada juga pelanggaran (Rm. 7:7; 1Kor. 15:56). Rasul Paulus menjelaskan bahwa Abraham menyenangkan hati Allah sebelum dia mendengar tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ritual dan aturan hukum Taurat, yang menjadi sangat penting bagi umat Yahudi. Abraham hanya diberi perintah: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu." Perintah ini kemudian diikuti dengan sebuah janji, "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat" (Kej. 12:2). Memiliki dunia dalam nas ini sama dengan memiliki keturunan yang besar, sebab dunia mengenalnya yakni sekitar 4,5 milyar manusia atau dua pertiga dari penduduk bumi mengaku diberkati karena Abraham. Itu adalah penggenapan janji Allah yakni keturunannya bagaikan bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut (Kej. 22:17). Abraham menerima perintah itu dengan percaya pada janji dengan iman. Dalam hal ini sesungguhnya Abraham hanya mengandalkan iman dalam melaksanakan perintah itu, dan oleh karena itulah berkenan kepada Allah, kemudian menerima bagian yang dijanjikan-Nya.

 

Kita juga diselamatkan oleh iman dan tidak ada hal lainnya; bukan karena sekedar mengasihi Allah atau melakukan perbuatan baik kita diselamatkan; bukan juga karena iman ditambah kasih atau iman ditambah perbuatan baik. Kita diselamatkan hanya karena iman kepada Yesus Kristus, percaya kepada-Nya yang mengampuni semua dosa-dosa kita. Sumber janji adalah iman dan penggenapan janji adalah kasih karunia. Ketika Yesus datang ke dunia, janji Allah tergenapi dan melalui keturunan Abraham seluruh dunia pun diberkati. Oleh karena itu, dikatakan iman akan sia-sia apabila Allah memperhitungkan seseorang melakukan hukum Taurat untuk dapat diselamatkan. Dan ternyata iman Abraham tidak sia-sia serta janji yang diberikan Allah itu tidak menjadi batal. Abraham hanya mengandalkan iman percaya kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran (Gal. 3:6). Jadi janji diberikan karena kebenaran. Pembenaran ada hanya karena adanya kasih karunia, dan itu berlaku sepanjang hidup selama kita dalam persekutuan dengan Yesus Kristus. Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu (Gal. 3:9, 18).

 

Kedua: Janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham (ayat 16-17)

Iman dan ketaatan Abraham menyenangkan hati Allah dan itu menjadi kebenaran. Maka tatkala bangsa Israel keturunan Yakub menderita di bawah perbudakan bangsa Mesir, Alkitab menuliskan, “Allah mendengar tangisan dan penderitaan umat Israel karena janji-Nya kepada Abraham, Ishak dan Yakub” (Kel. 2:24). Allah membebaskan bangsa Israel dan terus memimpin keluar dari tanah Mesir dan mereka menjadi bangsa yang besar di Kanaan. Keturunannya menerima janji dan Abraham menjadi bapak bangsa Yahudi.  Dalam kehidupan kesehariannya pun, Abraham berani melindungi keluarganya dari setiap ancaman. Ia peduli terhadap orang lain dan menjadi seorang yang kaya dalam bidang usaha peternakan. Kepribadiannya teguh dan selalu berusaha menghindari konflik, namun ketika sudah tak terhindarkan ia akan meminta pihak lawan untuk menentukan penyelesaiannya (ingat pertentangan dengan Lot). Inilah yang membuat Abraham selalu dihormati setiap orang. Kelemahannya memang ada, yakni ia suka memelintir kebenaran kalau dalam keadaan terdesak, dalam kasus memperkenalkan Sarah, namun itu tidak mengurangi kasih Allah kepadanya.

 

Orang Yahudi memahami sebagai keturunan Abraham hanya dari sisi lahiriah saja. Dalam hal ini Rasul Paulus menyatakan bahwa keturunan Abraham yang menerima berkat bukan hanya mereka dari keturunan daging melalui Ishak dan Yakub, akan tetapi juga keturunan Abraham secara rohani, yakni mereka-mereka yang mengandalkan iman dalam kehidupannya dengan percaya berjalan bersama Allah. Keturunan Abraham, “bukan anak-anak menurut daging adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang benar” (Rm. 9:7-8). Rasul Paulus mengatakan bahwa Abraham adalah bapa dari semua orang percaya bukan Yahudi - "semua orang percaya yang tidak bersunat" (Rm. 4:11). Keturunan rohani Abraham melalui iman digenapkan dan mencapai puncaknya di dalam Tuhan Yesus, sebab Yesus dari garis keturunan Abraham dan sesungguhnya seluruh dunia telah diberkati melalui Dia. Dengan demikian Allah membenarkan mereka yang percaya oleh karena Yesus Kristus.

 

Allah yang memberi janji kepada Abraham menjadi bapa banyak bangsa adalah Allah yang menghidupkan orang mati, dalam pengertian kehidupan Abraham dan Sara yang sudah tidak berpengharapan, menjadi hidup penuh sukacita ketika Ishak lahir, sebuah kehidupan baru. Demikian juga tatkala Ishak siap dikorbankan yang dalam iman Abraham anak tersebut telah "mati", menjadi hidup berkat kasih Allah melebihi pikiran manusia (band. Ibr, 11:12, 19; Yoh, 5:21). Jalan yang dipakai Allah dalam pikiran manusia sebagai hukuman, sebenarnya hanyalah cara Allah untuk menguji iman dan ketaatan seseorang kepada-Nya. Ini juga yang dialami oleh Ayub dengan segala ujian yang dialaminya. Dalam pemahaman itu pula Allah yang memberkati hidup Abraham adalah Allah yang menjadikan dengan firman-Nya hal yang tidak ada menjadi ada. Allah yang hanya bersabda dari tidak ada menjadi ada, yang hanya ada pada Allah sebagai pencipta, yang semuanya dikukuhkan kembali di dalam Yesus Kristus, yang dibangkitkan Allah Bapa dari kematian-Nya. Demikianlah berkat yang diterima oleh Abraham juga tersedia juga bagi kita keturunannya sepanjang memiliki iman seperti Abraham.

 

Ketiga: Abraham tidak bimbang terhadap janji Allah (ayat 18-20)

Setiap orang punya pengharapan. Pengharapan itu bisa disandarkan pada kekuatan sendiri saja atau pertolongan dari Allah. Biasanya, bila berpengharapan pada Allah, kita mempunyai tiga respon. Pertama, kita hanya menunggu, tidak berusaha sedikit pun kecuali berdoa; Kedua, kita ikut mengambil bagian dalam persiapan menyongsong rencana Allah tersebut dalam porsi kita. Seseorang yang belum memiliki anak mungkin lebih bertekun berdoa, di samping berusaha secara alamiah atau berobat ala kadarnya untuk mendukung upaya memperoleh anak. Tetapi ada juga yang melakukan dengan berdoa sepenuh hati dan bercucur air mata, dan terus berupaya keras berupa latihan fisik, minum herbal, konsultasi dokter, bahkan hingga upaya bayi tabung. Betul, Allah melihat semua itu dan berhasil tidaknya hanya dari Allah saja. Tetapi hal yang paling Allah tidak inginkan adalah cara ketiga, yakni manusia mengambil jalan pintas dengan pikirannya sendiri, dan itulah Sarah yang lakukan yakni menawarkan hambanya wanita lain untuk diperistri Abraham agar memperoleh anak. Memang dalam hal ini Abraham dengan kelemahannya, memelintir keinginan Sarah tersebut dengan ia menyetujuinya yang mungkin pertimbangan kedagingan (kelemahan lain Abraham juga terlihat ketika ia berbohong pada Raja Firaun tentang Sarah istrinya). Sikap ketiga ini sama buruknya dengan sudut pandang Sarah yang tidak percaya lagi pada pengharapan dari Allah, dengan alasan merasa sudah terlalu tua dan bahkan menertawakan janji Allah tersebut. Meski ketika ditanya, apakah ia menertawakan rencana Allah tersebut, Sarah berbohong tidak mengakuinya (Kej. 18:11-15).

 

Namun sangat jelas bahwa Abraham telah memperlihatkan imannya, yakni iman kepada Tuhan yang membuatnya benar di hadapan Tuhan. Pelajaran hidup yang dapat diambil dari Abraham adalah bahwa Allah menginginkan ketergantungan, kepercayaan, dan iman kepada-Nya, bukan iman kepada kemampuan kita untuk dapat menyenangkan hati-Nya. Kita juga memiliki hubungan yang benar Allah dengan percaya kepada-Nya. Segala yang kita lakukan yang kasat mata, seperti berdoa, pergi ke gereja, memberi persembahan, melakukan perbuatan baik, tidak membuat kita dibenarkan oleh Allah. Dibenarkan karena iman dan bukti iman itu adalah perbuatan. Hubungan yang benar dan baik itu didasarkan pada iman, pada kepercayaan, pada keyakinan hati yang tulus bahwa hal yang dikatakan tentang diri-Nya adalah benar, dan hal yang dikatakan-Nya akan digenapi. Jadi tindakan kita yang benar sebenarnya merupakan buah dari iman, sebab "iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna (Yak. 2:22).

 

Allah tidak terikat dengan cara dan peristiwa yang biasa terjadi. Ia dapat melakukan berbagai jalan-Nya dan merentangkan semua hambatan yang ada agar segalanya menjadi indah. Rencana Allah sejak awal bagi yang dikasihi-Nya adalah hal yang indah. Allah juga merespon iman ketika kita mungkin di tengah-tengah kegagalan. Iman Abraham tidak menjadi lemah meski tubuhnya sudah tua dan lemah, meski ia menyetujui cara-cara Sarah, cara-cara manusia karena ketidaksabarannya. Rahim Sarah yang tua pun sudah tertutup untuk bisa mengandung. Akan tetapi terhadap janji Allah, Abraham sama sekali tidak bimbang atau goyah meragukan, malah sebaliknya melalui peristiwa itu ia diperkuat dalam imannya dan ia terus memuliakan Allah dalam hidupnya. Memuliakan Allah dalam hal ini berarti tetap mengakui bahwa Allah mengendalikan hidupnya dan bekerja sesuai dengan rencana-Nya. Sikap demikianlah yang diharapkan ketika kita dalam pergumulan dan pengharapan, jangan kendur atau lemah tetapi terus berpegang pada iman sambil melakukan kegiatan dan hati yang memuliakan Allah. Inilah yang membuat kita terus diberkati, sama seperti Abraham yang membuat hidupnya dikenal sebagai bapak bangsa-bangsa.

 

Keempat: Allah berkuasa melaksanakan yang Dia janjikan (ayat 21-25)

Abraham tidak pernah ragu terhadap pemenuhan janji Tuhan. Hidup Abraham juga diisi dengan kesalahan, kegagalan, dan dosa, sama halnya hidupnya juga penuh dengan hikmat dan perbuatan baik. Namun yang utama adalah bahwa secara konsisten ia percaya kepada Allah. Iman yang dimilikinya diperkuat melalui hambatan dan kesukaran yang dialaminya, dan hidupnya merupakan contoh dari tindakan iman (faith in action). Sebab kalau hanya melihat dirinya yang tua dan yang dimilikinya untuk menduduki tanah Kanaan dan membangun sebuah bangsa yang besar, ia akan sampai kepada keputusasaan. Tetapi ia melihat Allah, mematuhi Dia, dan menunggu janji Allah yang pernah diterimanya. Abraham percaya bahwa Allah yang mengikat perjanjian dengannya adalah Allah yang berkuasa untuk memenuhi janji-Nya. Dalam arti lain, Abraham percaya pada janji itu dan percaya juga pada Allah yang berkuasa memenuhi janji itu.

 

Maka ketika kita mengimani bahwa Allah akan dan pasti memenuhi semua janji-janji-Nya sebagaimana apa yang tertulis di dalam Alkitab, yang melekat dan terpahat kuat di dalam hati kita, maka Allah akan memperhitungkan itu sebagai kebenaran. Allah melihat hati kita yang berserah dan percaya kepada-Nya dan Allah membuat itu sebagai kebenaran. Ketika kita percaya, sebuah perubahan pasti terjadi. Dalam hal ini kebenaran Allah diberikan kepada orang yang percaya melalui Yesus Kristus. Kita memberikan dosa-dosa kita ditebus Kristus, dan Dia memberi kita kebenaran dan pengampunan (2Kor. 5:21). Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan hal ini kecuali iman yang berserah. Hanya melalui Kristus kita dapatkan kebenaran Allah. Semua yang luar biasa dan cuma-cuma ini disediakan bagi kita. Kalau hanya mengandalkan kemampuan diri, kita tidak mampu untuk layak masuk ke hadirat Allah. Tetapi sedihnya, masih banyak orang yang melewatkan kesempatan anugerah ini dan memilih "menikmati" perbuatan dosa-dosa mereka.

 

Pertanyaannya, apa yang menjadi pengharapan kita saat ini pada Allah? Atau, adakah sebuah proses yang "terhenti" atau terganjal dalam kehidupan kita yang membuat pengharapan tentang janji Allah kepada kita belum terwujud? Percayalah, bahwa itu merupakan bagian dari rencana Allah dalam kehidupan kita. Ada banyak cara dan jalan yang berkenan kepada Tuhan untuk kita terus sibuk berkarya sambil menanti janji dan pengharapan itu menjadi nyata dalam hidup kita. Jangan memandang diri kita dengan segala kelemahannya, yang mungkin menjadi penghalang bagi kita untuk berkarya kepada-Nya. Jangan juga berpikir bahwa kita masih terus ditutupi dosa-dosa, sebab kita sudah diampuni melalui darah-Nya yang tercurah. Jangan kita berpikir masih dalam kefanaan duniawi, bahwa kita akan dihukum, semua itu adalah fatamorgana yang bisa mengecilkan iman kita akan kasih karunia dari Allah yang Mahabaik. Iman berarti memegang teguh adanya janji Allah dan keyakinan segala sesuatu tiada yang mustahil bagi Allah. Meneguhkan janji dan kebenaran-Nya dalam iman kita, merupakan suatu sikap rasa hormat dan memuliakan Allah.

 

Penutup

Melalui nas bacaan kita minggu ini semakin jelas dinyatakan bahwa pembenaran Abraham adalah melalui iman dan bukan karena kesempurnaannya melakukan hukum Taurat. Allah memberikan janji kepada Abraham karena kebenaran, bukan karena adanya kemampuan manusia melakukan Taurat. Abraham diberkati dan digenapi janji-Nya dengan segala kelemahannya, digenapi melalui Ishak, akan tetapi janji itu juga berlaku bagi keturunan Abraham secara rohani, yakni mereka yang beriman kepada Allah melalui Yesus Kristus. Sama halnya terhadap janji Allah yang Abraham tidak bimbang, demikian jugalah kiranya kita dalam meletakkan iman percaya kita kepada Kristus untuk tidak goyah atau meragukan. Memang pergumulan dan tantangan kadang hadir namun semua itu adalah ujian, sebagaimana Abraham diuji melalui penyerahan Ishak sebagai persembahan. Namun, Allah yang berkuasa menghidupkan orang mati, berkuasa menggenapi janji-Nya kepada Abraham; Ia juga adalah Allah yang berkuasa menggenapi yang Ia janjikan kepada kita. Tetaplah berdoa agar kita setia memegang janji-Nya, dan bertekun dalam menunaikan panggilan-Nya dalam menjalani kehidupan ini.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 818 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7422005
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
6763
58357
174771
7204198
456867
1386923
7422005

IP Anda: 162.158.162.246
2024-11-22 02:23

Login Form