Thursday, November 21, 2024

Khotbah Minggu 29 Desember 2013

Khotbah Minggu 29 Desember 2013


Minggu Pertama Setelah Natal


IA MEMBEBASKAN KITA DARI PERHAMBAAN

(Ibr 2:10-18)


Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 63:7-9; Mzm 148; Mat 2:13-23

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)


Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.


Ayat Ibr 2:10-18 selengkapnya:

 

2:10 Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah -- yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan --, yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan. 2:11 Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara, 2:12 kata-Nya: "Aku akan memberitakan nama-Mu kepada saudara-saudara-Ku, dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaat," 2:13 dan lagi: "Aku akan menaruh kepercayaan kepada-Nya," dan lagi: "Sesungguhnya, inilah Aku dan anak-anak yang telah diberikan Allah kepada-Ku." 2:14 Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; 2:15 dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut. 2:16 Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani. 2:17 Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa. 2:18 Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.


---------------------------------------

 

Pendahuluan

Di penghujung minggu tahun 2013 ini bacaan kita masih tentang Allah menjadi manusia dan melalui penderitaan dan persembahan tubuh-Nya sebagai korban tebusan bagi kita, Ia menjadi pemimpin sekaligus Imam Besar kita. Natal selain memberi sukacita juga membawa damai sejahtera sehingga melalui karya Tuhan Yesus kita dibebaskan dari segala ketakutan dan perhambaan. Ia menjadi manusia dengan tujuan Allah melakukan penyelamatan itu dengan cara-cara yang bisa dialami oleh manusia. Melalui nats bacaan minggu ini, kita diberi pelajaran sebagai berikut.


Pertama: kerendahan hati dan penderitaan membawa kemuliaan (ayat 10)

Nats ini merupakan lanjutan dari ayat 1-9 yang menceritakan bagaimana Allah menjadi manusia yakni Yesus untuk datang ke dunia guna menyelamatkan orang-orang yang berdosa. Dari ayat sebelumnya sangat jelas bahwa kedudukan manusia itu di bawah malaikat, sehingga dapat dikatakan, Allah Bapa adalah Roh yang Mahatinggi sebagai penguasa  alam semesta, kemudian ada malaikat-malaikat sebagai roh tanpa tubuh, setelah itu manusia yakni roh dengan tubuh. Oleh karena itu dikatakan bahwa ketika Yesus menjadi manusia, maka kedudukan-Nya lebih rendah dari malaikat (ayat 7). Jadi ada dua hal yang penting dari inkarnasi tersebut: pertama, menjadi manusia jelas bahwa sasaran yang dikasihi-Nya adalah manusia; kedua, yang dicari oleh Yesus ketika menjadi manusia bukanlah kedudukan, kehormatan atau status, sebab manusia adalah roh yang paling rendah (perlu kita fahami bahwa hewan tidak memiliki roh). 


Dengan merendahkan diri itu pula Kristus diberikan jalan untuk kemuliaan. Flp 2:6-8 mengatakan bahwa "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan", mengosongkan dirinya, merendahkan diri-Nya menjadi sama dengan manusia, taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Perjalanan hidup yang dialami-Nya juga bukan mudah. Hidup di keluarga miskin, lahir di kandang domba,  dan dalam pelayanan-Nya hidup tanpa tempat tinggal, serta tidak mampu membayar pajak. Kematian yang harus dijalani-Nya juga penuh dengan siksaan dan penderitaan, yang berakhir dengan dipaku dan disalibkan di atas bukit gersang Golgota. Penyaliban, adalah cara manusia dihukum dengan terkutuk, sehingga dapat kita katakan, penderitaan Yesus sebagai manusia sudah lengkap dan sempurna.


Oleh karena itu ayat dalam nats ini mengatakan bahwa Allah menyempurnakan Yesus dengan menjalani semua rencana Allah tersebut dengan taat, setia dan menyerahkan semua pada kehendak Allah. Yesus disempurnakan untuk menjadi tebusan yang lengkap dan utuh, darah-Nya pengganti korban bakaran dan korban ukupan, dan itu menjadi cara yang pertama (pionir atau perintis) bagi keselamatan kita (Ibr 2:18). Melalui jalan itu pula akhirnya Allah meninggikan Dia, memuliakan Dia dan kini Ia menjadi pemimpin bagi kita (Flp 2:9). Itulah kasih karunia Allah yang demikian besar bagi kita, sehingga kita tidak perlu lagi direpotkan dan terutama ditakutkan dengan kematian. Jalan itu pula menjadi teladan bagi kita untuk memperoleh kemuliaan, sama seperti Yesus yang telah menjadi Pemimpin kita, perlu merendahkan hati dan kesediaan berkorban; bukan dengan mencari kedudukan atau status dan menyombongkan diri.


Kedua: Semua dari yang Satu dan menjadi saudara (ayat 11-14)

Yesus menjadi manusia dan sama dengan kita. Ia berasal dari sorga, dari Allah. Ketika kita pun menerima Dia, maka kita pun diangkat menjadi anak-anak-Nya, yang berhak mendapat bagian atas segala kemuliaan dan kehormatan yang dimiliki-Nya, sepanjang kita taat setia dan berbakti kepada-Nya. Ketika kita menjadi anak-anak Allah, maka kita menjadi saudara, dan kita juga menjadi saudara dari Yesus (Mrk 3:35). Kita dipisahkan untuk melayani Allah, diadopsi sebagai orang percaya menjadi sama yakni sebagai anak-anak Allah, sehingga dengan demikian kita menjadi saudara-saudara, dan Yesus juga memanggil kita sebagai saudara-Nya. Bagian dari ayat ini juga merupakan merupakan kutipann Mazmur yang mesianik dan juga dari kitab Yesaya. 


Yesus menjadi manusia, menjadi darah dan daging, agar Ia bisa mati dan dibangkitkan, sebagai simbol untuk mengalahkan kekuatan iblis atas kematian (Rm 6:5-11). Yesus merasakan hidup sebagai manusia selama 33 tahun dan mengalami sama dengan pengalaman kita: berbagai perjuangan hidup, kesedihan dan penderitaan. Ia menjalani keseluruhan hidup manusia secara wajar, mengalami masa kecil, remaja dan bahkan menjadi dewasa ketika Ia harus hidup tanpa Yusuf ayah-Nya. Semua itu membuat Ia dapat merasakan segala kesulitan dan pergumulan kita. Ia penuh dengan hikmat sehingga mampu melihat kelemahan serta pergumulan yang kita alami. Hanya orang yang pernah mengalami penderitaan bisa dengan mudah berbelas kasihan kepada orang-orang yang menderita. Maka apabila kita dalam situasi penderitaan, bertanyalah pada Tuhan bagaimana dengan penderitaan itu kita justru bisa melayani atau menolong orang lain. 


Ketika kita menjadi anak-anak Allah dan menjadi saudara Yesus, maka kita juga secara otomatis dikuduskan. Proses pengudusan itu terjadi ketika kita sudah menerima Yesus dan mengaku Dia menjadi tebusan atas dosa-dosa kita.  Dengan semua dosa-dosa kita sudah ditebus maka kita pun menjadi kudus. Hal itu makna dari firman Tuhan bahwa "karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus" (Ibr 10:10; 13:12). Ia layak menjadi pemimpin keselamatan kita, layak menjadi Imam Besar kita, karena Ia menyatukan umat-Nya yang kudus, saudara-saudara-Nya, membawa banyak orang kepada kemuliaan yang menjadi bagian-Nya. Kita juga dipanggil untuk melayani Dia, tapi bukan dengan kuk perhambaan, melainkan kemerdekaan penuh untuk melakukan perbuatan baik seiring dengan kasih-Nya yang sudah kita terima. Semua itu terjadi karena kita berasal dari yang Satu yaitu Allah Bapa, dan kita semua telah menjadi warga sorgawi (Yoh 17:21; Ef 2:19; Flp 3:20).


Ketiga: Jangan takut kepada maut (ayat 15-16)

Mengapa orang takut mati? Tentu ada banyak alasan untuk orang takut terhadap maut atau kematian. Sebuah buku menceritakan bahwa ada tiga alasan kuat mengapa orang takut mati. Pertama, ia takut akan orang-orang yang ditinggalkannya, khususnya mereka yang dikasihinya. Terlebih, mereka yang dikasihinya itu masih tergantung padanya. Maka wajar pertanyaannya, kalau ia mati, bagaimana mereka nantinya? Kedua, ia takut bagaimana jalan kematian yang akan dilaluinya. Tidak sedikit mereka yang mati didahului oleh sakit yang berat dan berkepanjangan. Tentu itu sangat menakutkannya, apabila ia harus mati dengan cara yang demikian. Ketiga, ia takut, apakah setelah mati, ia akan masuk neraka karena dosa-dosanya. Dosa-dosanya tentu akan menghantuinya, dengan pemikiran pasti dibawa saat ia mati.


Dosa dan kematian merupakan pasangan setangkup dari buah pekerjaan iblis. Memang kematian fisik tidak bisa dihindari, ditiadakan atau ditunda-tunda. Semua itu kehendak Allah. Bagi manusia semua ada awal dan semua ada akhir, sama seperti alam semesta ini. Namun ketika kita di dalam Kristus, kita tidak perlu terlalu mengkuatirkan apa yang kita tinggalkan, biarlah kita serahkan pada Allah Mahabaik yang memelihara mereka. Penyesalan pun tidak ada gunanya mengapa kita (mungkin) tidak mempersiapkan kemungkinan itu terjadi lebih cepat. Demikian juga dengan jalan menuju kematian, apakah akan melalui sakit berkepanjangan atau hanya melalui proses sekejap saja. Biarlah bagian kita saja yang kita jalankan dengan penuh tanggung jawab, dengan berusaha hidup sehat, berolah raga, menjaga makanan, dan hidup bersyukur yang jauh dari stress. Sementara untuk kehidupan setelah kematian, kita yakin bahwa kita yang sudah di dalam Kristus maka tidak ada lagi penghukuman (Rm 8:1).


Dengan demikian mereka yang hidup dalam ketakutan dan perhambaan takut akan mati, biarlah kita dibebaskan melalui hidup bersama Kristus. Terimalah Dia sepenuhnya. Ketika kita menjadi milik-Nya, yang menjadi anak-anak rohani Abraham, dan diadopsi menjadi anak-anak-Nya, maka kita tidak perlu takut, sebab kita mengetahui bahwa kematian itu hanyalah jalan untuk menuju ke kekekalan (1Kor 15). Kematian Kristus dan kebangkitan-Nya membuat kita bebas dari rasa takut, sebab Tuhan Yesus telah mengalahkannya Rm 8:11). Setiap orang pasti mati, tapi mati bukanlah akhir segalanya, melainkan sebuah pintu menuju kehidupan baru (Why 21-22). Oleh karena itu, siapapun yang takut mati, haruslah memiliki kesempatan untuk mengetahui pengharapan kemenangan Kristus yang dibawakan-Nya. Demikian juga kita, yang sudah menang akan rasa takut, bagaimana kita bisa berbagi dengan orang lain akan kemenangan itu?


Keempat: Ia menjadi Imam Besar (ayat 17-18)

Dengan turunnya Yesus menjadi manusia dan sama dengan kita, dan kebangkitan-Nya dari kematian serta naik ke sorga, maka lengkap sudah pemahaman kita bahwa Ia adalah Pemimpin kita. Ia menjadi Penasehat Ajaib bagi kita, sebab nasehat-nasehat-Nya memang paling super ajaib dari seluruh nabi-nabi yang ada. Ia juga Ia juga menjadi Allah yang Perkasa sebab demikian besar kuasanya atas penyakit, roh-roh jahat dan bahkan kematian dikalahkan-Nya melalui mukjizat yang dilakukan-Nya. Dia adalah Allah yang kekal sebab Ia akan kembali menjemput kita anak-anak yang dikasihi-Nya. Semua itu menjadikan Yesus adalah Raja Damai di sepanjang hidup kita (band. Yes 9:5 - Tema Natal PGI dan KWI tahun 2013). 


Di dalam PL, Imam Besar adalah perantara antara Allah dengan jemaat-Nya. Tugasnya adalah secara rutin mempersembahkan korban hewan sesuai dengan aturan dalam PL dan memohonkan pengampunan dosa-dosa jemaatnya. Namun melalui peristiwa di Golgota, Tuhan Yesus telah menggantikan korban persembahan itu, menjadi Pemimpin dan Imam Besar kita. Ia pernah menjadi manusia sehingga mengerti serta memahami kelemahan kita dan memperlihatkan belas kasihan kepada kita. Sebagai Imam Besar dan saat ini bersemayam di sorga dan di hati kita, itu menjadi jaminan pengampunan yang diberikan. Kuasanya jauh melampaui kuasa Imam Besar orang Yahudi. Ia hanya satu kali dan membayar lunas seluruh dosa-dosa kita dengan tubuh dan kematian-Nya, dan itu adalah jalan pemulihan hubungan kita dengan Allah. Kita dibebaskan dari jerat dan kuasa dosa ketika kita berkomitmen penyerahan diri pada Tuhan Yesus, percaya sepenuhnya akan apa yang terjadi dalam hidup kita. 


Mengetahui Yesus telah menderita dan menghadapi pencobaan yang berat, menolong kita untuk menghadapi masa yang akan datang, menyongsong tahun baru ini. Tuhan Yesus mengetahui pergumulan kita. Ia bersimpati terhadap kita yang lemah dan kesalahan yang kita lakukan. Kita harus percaya Yesus akan menolong kita melewati setiap penderitaan dan mengalahkan pencobaan. Ketika kita menghadapi ujian, datanglah kepada Yesus untuk kekuatan dan ketabahan. Dia selalu memberikan pertolongan. Doa adalah jalan untuk datang kepada Yesus. Kita dapat datang dengan penuh keyakinan, tanpa perlu mempersoalkan sikap tubuh kita dalam menghampiri-Nya, sepanjang itu di dalam nama Yesus. Sebagian orang berdoa dengan tunduk kepala, sebagian menghadap ke atas dengan tangan terangkat, sebagaian orang datang dengan berlutut, semua itu sah kita lakukan sebagai jalan menghadap. Hanya yang utama adalah sikap hormat di atas segalanya, sebab Dia adalah Raja, dengan keyakinan penuh sebab Dia adalah Sahabat dan Penasehat kita. 


Penutup

Nats di minggu terakhir tahun 2013 ini kembali meneguhkan hati kita bahwa Yesus yang merendahkan diri-Nya serta melalui penderitaan yang berat merupakan jaminan bahwa Ia adalah Allah yang menjadi manusia. Ia berhasil disempurnakan oleh Allah menjadi korban tebusan bagi dosa-dosa kita, serta menjadikan kita yang percaya kepada-Nya menjadi sama dengan Dia yakni anak-anak Allah. Dengan demikian kita juga disebut oleh Yesus sebagai Saudara karena kita berasal dari yang Satu yakni Allah Bapa. Semua itu membuat kita tidak takut lagi terhadap maut, sebab Yesus saudara kita itu telah mengalahkan maut dengan bangkit dari kubur dan naik ke sorga. Dengan demikian juga Yesus menjadi Imam Besar kita, menguduskan kita, dan mempersiapkan untuk melakukan kehendak-Nya demi kemuliaan Allah Bapa. Kita tidak hanya menjadi seorang sahabat dan saudara Yesus di mulut, tetapi juga dalam lingkungan kita sehari-hari, di rumah, di kantor, tempat pelayanan dan dimana pun kita dipanggil untuk ditempatkan-Nya.

 

Tuhan memberkati.


(Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min adalah Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode Pusat GKSI. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, akan lebih baik jika pada setiap bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari dan juga diselingi humor yang relevan).

 

Khotbah Hari Natal 25 Desember 2013

Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen Setia Indonesia

Mengucapkan Selamat Hari Natal 25 Desember 2013

dan Selamat Tahun Baru 1 Januari 2014

Kepada seluruh anggota jemaat, hamba Tuhan dan kepada pengunjung situs ini.

Semoga melalui Minggu Adven yang kita lalui dan sukacita kasih karunia Natal membuat kita semakin kuat dan lebih baik berjalan bersama Tuhan mengarungi tahun 2014.

Tuhan Memberkati.

 

------------------------------------------------------------------------

 

Khotbah Hari Natal 25 Desember 2013

 

Hari Raya Natal Tahun 2013


KASIH KARUNIA ALLAH SUDAH NYATA

(Tit 2:11-14)


Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 9:2-7; Mzm 96; Lukas 2:1-14, 15-20

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)


Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.


Ayat Tit 2:11-14 selengkapnya dengan judul: Kasih karunia Allah menyelamatkan semua manusia.

 

2:11 Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. 2:12 Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini 2:13 dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, 2:14 yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.

 

--------------------------------------------

 

Pendahuluan

Nats di hari natal ini mengambil tema kasih karunia yang nyata sebagai wujud telah lahirnya Tuhan Yesus menjadi manusia. Kita mengetahui bahwa Allah menjadi manusia oleh karena kasih-Nya yang demikian besar akan dunia ini, bagi orang yang percaya untuk diselamatkan sehingga mereka memperoleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Sukacita itu mungkin belum semua dapat merasakannya, karena pergumulan dan persoalan yang dihadapi, sama seperti pada masa itu masih banyak terjadi penjajahan, perbudakan dan dampaknya berupa ketidakadilan, kemiskinan dan penderitaan. Nats ini merupakan pengharapan agar semakin dikuatkan. Meski pembebasan fisik itu belum seluruhnya digenapi mengingat hari Tuhan belum tiba, namun pengharapan akan keselamatan harus dijaga. Berita kelahiran Mesias itu adalah momen yang membawa sukacita, sebab menjadi kasih karunia bagi semua orang. Melalui nats di hari natal ini, kita mendapatkan sukacita sebagai berikut.

 

Pertama: Kasih karunia itu menyelamatkan (ayat 11)

Kecenderungan manusia berbuat dosa atau “dosa asal” merupakan hal yang tidak terbantahkan. Adanya godaan dan keinginan tubuh serta naluri kesombongan yang dieksploitir oleh setan membuat manusia terus berbuat dosa dan tidak mudah lepas dari jeratnya. Dari sudut pandang duniawi memang bisa dikatakan, perbuatan dosa dapat memberikan rasa “enak” sesaat, akan tetapi kita tahu bahwa perbuatan itu melanggar perintah Tuhan dan tidak disukai oleh-Nya. Oleh karena itu, Alkitab berkata semua manusia telah berbuat dosa. Dari sudut pandang “keadilan dunia”, perbuatan dosa yang “kecil” mungkin dapat ditebus dengan denda, perbuatan baik yang banyak atau kerja sosial. Akan tetapi ketika dosa yang dilakukan sedemikian besar, misalnya membunuh atau tindakan pemerkosaan, maka tebusan atau denda tidak akan bisa dibayar dengan perbuatan baik. Hukum PL atau agama tertentu mengatakan: mata ganti mata, nyawa ganti nyawa. Kalau itu tidak menyangkut nyawa maka kitab PL mengajarkan tebusan dengan hewan korban bakaran dapat menghapus dosa.

 

Dalam kerangka itu kemudian Allah menetapkan Yesus anak-Nya menjadi manusia dan menjadi tebusan bagi semua orang yang percaya. Menjadi tebusan tidak lagi memperhitungkan jumlah dan berat kesalahan serta dosa yang dimiliki, melainkan mengacu kepada pertobatan yang dilakukan dan ketaatan menjadi murid-Nya. Inilah kasih karunia itu yang datang dari Allah dan menjadi nyata ketika Allah menetapkan Yesus menjadi manusia dan menyatakan kasih-Nya bagi semua orang. Itu adalah penggenapan janji dan rencana Allah. Semua itu adalah belas kasihan dan kebaikan Allah untuk maksud menyelamatkan mereka yang mengasihi-Nya (1Tim 2:4). Oleh karena itu Alkitab berkata bahwa kasih karunia itu menjadi nyata di dalam Tuhan Yesus Kristus dan menyelamatkan (band. 2Tim 1:10).

 

Maksud kasih karunia dan kemurahan Allah itu tentu untuk menuntun kita kepada pertobatan (Rm 2:4) sebagai syarat utama keselamatan. Tanpa ada pertobatan maka tidak ada kasih karunia. Sebab itu Yohanes Pembaptis dan Yesus sendiri sejak awal mengobarkan agar manusia bertobat (dahulu dan segera) karena kerajaan Allah sudah dekat, dan kasih karunia itu telah di depan mata. Namun manusia dengan kesombongannya, bisa menolak kasih karunia itu (Gal 2:21), atau menerima dengan sia-sia dalam arti tidak memanfaatkannya (2Kor 6:1), atau menjauhkan diri (Ibr 12:15) dan hidup di luar kasih karunia itu (Gal 5:14). Namun, alangkah sayangnya, kalau kita melakukan itu. Bukankah Allah telah demikian baiknya menggenapi janji-Nya dan kini menjadi nyata, serta siap menebus dan berkarya dalam diri kita? Maka carilah terus kasih karunia itu dengan penuh ketekunan dan keberanian (Ibr 4:16).

 

Kedua: Kasih karunia itu mendidik dan memberi hikmat (ayat 12)

Dalam ayat 12 ini dikatakan bahwa kasih karunia itu mendidik. Kasih karunia dengan Roh (Kudus) akan mendidik dan memimpin hidup kita agar meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi. Meninggalkan kefasikan berarti berhenti membuat orang lain (sesama) susah; selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang dan jauh dari  pertengkaran, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji, dan saling membenci (Tit 3:2-3). Meninggalkan keinginan duniawi berarti tidak hidup dalam kejahilan, taat, tidak sesat, tidak menjadi hamba berbagai-bagai nafsu dan keinginan, dan tidak angkuh atau sombong (band. 2Tim 2:19-26; 1Yoh 2:16). Kita harus menyadari bahwa kepuasan dan kenikmatan duniawi adalah sesuatu yang tidak dapat kita bawa ke sorga dan tidak dapat kita perlihatkan kepada Allah. Maka mengapa kita harus menghabiskan pikiran dan tenaga untuk sesuatu yang tidak kita bawa ke sorga?

 

Kita yang sudah memperoleh kasih karunia itu juga harus penuh hikmat dengan cara hidup bijaksana, dalam arti melihat semua persoalan hidup dari sudut kacamata rohani, bukan duniawi, serta berusaha mendapatkan pengajaran melalui firman Tuhan. Melalui pengajaran maka kita akan hidup dengan sikap yang adil dan itu adalah ibadah yang baik kepada Tuhan. Sikap adil merupakan kewajiban terhadap sesama dan itu bukti kesetiaan terhadap Allah. Memang orientasi hidup kita adalah saat Tuhan datang nanti kedua kalinya, akan tetapi kita sangat ditekankan bahwa sikap hidup seperti itu harus dimulai dari dunia sekarang ini. Roh Kudus memberi kuasa supaya kita bisa hidup dengan cara yang demikian dan mampu membendung godaan dan manipulasi si jahat untuk berbuah lebih baik.

 

Perubahan yang demikian lebih terfokus pada orientasi tujuan hidup yang bukan lagi untuk kesenangan diri, melainkan menempatkan Tuhan sebagai hal yang utama dan istimewa. Segala hal yang dapat merubah tempat Tuhan dalam pilihan sehari-hari kini menjadi tersingkirkan: apakah itu demi keluarga, kebanggaan berupa penghargaan dan kedudukan, atau kenikmatan tubuh dan harta duniawi. Kasih karunia dan keselamatan itu bukan untuk dinikmati sendiri, akan tetapi ada tanggungjawab untuk membagikannya kepada orang lain. Itu adalah respon syukur dari manusia yang menerimanya, yakni membagikannya kepada orang lain. Pelanggaran prinsip ini membuktikan bahwa kasih karunia yang diberikan itu sebenarnya sudah menjadi sia-sia dan tidak memanfaatkannya sebagai kekuatan untuk menyenangkan hati Allah pemberi kasih karunia itu.

 

Ketiga: Kasih karunia itu penuh pengharapan untuk kemuliaan (ayat 13)

Hidup di dalam kasih karunia dan Roh yang menghasilkan didikan dan hikmat, membuat kita kadang harus mengadapi kesulitan dan penderitaan. Kadang hal itu datangnya tanpa alasan sebab musabab dan penjelasan yang bisa dicerna oleh akal sehat, meski kadang itu datangnya bisa dari sikap atau perbuatan orang lain. Memang seperti dikatakan orang bijak melalui pengalaman, “tidak mudah untuk hidup benar di tengah-tengah orang yang tidak benar.“ Maka pengharapan adalah satu-satunya menjadi sauh yang kuat dan membuat kita menjadi lebih tegar dan kokoh menghadapi segala persoalan. Pengharapan dalam sisi duniawi sering kali terbatas, akan tetapi pengharapan pada sisi sorgawi luar biasa besar dan menguatkan, dan itu akan dipulihkan di dunia melalui datangnya Tuhan Yesus.

 

Pengharapan akan datangnya Tuhan Yesus memberi tiga manfaat yang bisa kita antisipasi. Pertama, kita secara pribadi akan hidup bersama-sama dengan Yesus baik dalam pengertian melalui kematian badani maupun melalui pengangkatan. Kedua, kedatangan Tuhan Yesus menjamin pembebasan kita dari segala dosa-dosa dan penghukuman; dan terakhir, kedatangan Tuhan Yesus akan memberikan dunia baru dan langit baru sebagai pemulihan alam semesta dan kehidupan ini, yang pasti akan berwujud lebih indah dengan tidak ada lagi tangisan dan kesedihan. Dalam kehidupan yang baru itu kita tentu akan mengambil bagian dengan segala kemegahan dan kemuliaan yang layak kita terima.

 

Kasih karunia yang memberi pengharapan kemuliaan melalui datangnya Tuhan Yesus itu merupakan kekuatan hidup yang baru. Hidup kita akan dipenuhi dengan Roh dan antusiasme (enthuastic=en theos= di dalam Tuhan) menjadikan kita ibarat menantikan kedatangan seorang Raja yang besar dan agung, yang membuat semua sisi kehidupan kita harus dipersiapkan bersih, teratur, apik dan cantik, agar Raja yang akan datang itu menjadi gembira sebab menyukakan hati-Nya. Dua kata ini yakni “berharap” dan “hidup” memang berkaitan dan saling mempengaruhi, sebab dikatakan bahwa mereka yang tidak berpengharapan justru ibarat mayat hidup kehilangan gairah dan optimisme, dan mereka itu adalah pecundang orang yang kalah. Akan tetapi mereka yang penuh harap, menjadi lebih hidup dan bersemangat, sehingga mereka layak untuk mendapatkan kemuliaan. Pengharapan itu harus dimiliki oleh semua orang percaya, tanpa mempermasalahkan waktu tepatnya tiba, melainkan dengan pikiran setiap saat bunyi terompet sangkakala bisa menghentak dan Raja Kemuliaan itu menyatukan kita dengan Dia dan semua orang dikasihi-Nya.

 

Keempat: Kasih karunia itu membebaskan dari yang jahat dan menguduskan (ayat 14)

Apabila seseorang menerima kasih karunia yang sudah nyata di dalam Yesus Kristus, maka dirinya harus berubah. Harus ada tampak perubahan dari sikap dan tindakannya sebagai buah dari pertobatan dan respon otomatis dari penerimaan kasih karunia itu. Apabila seseorang sudah menerima kasih karunia itu namun masih terus berbuat dosa, maka sebenarnya ia belum memahami makna pertobatan, penerimaan kasih karunia, dan keselamatan. Kasih karunia itu mendorong seseorang untuk menyenangkan hati Tuhan yang telah berbaik hati memberi keselamatan meski dengan dosa dan kesalahan yang sedemikian besar. Kasih karunia itu bekerja melalui Roh yang menguasai hati dan pikiran penerimanya, dan begitulah cara Roh bekerja melalui kasih karunia. Semua itu adalah buah kuasa inkarnasi Yesus menjadi manusia dalam kehidupan sehari-hari.

 

Kelahiran Yesus sebagai kasih karunia merupakan kuasa inkarnasi yang dapat merubah manusia lama menjadi manusia baru. Kuasa kasih karunia itu menjadi keajaiban yang mampu mengubahkan pribadi dan sikap hidup yang diberikan Tuhan Yesus melalui Roh Kudus. Pembebasan dalam nats ini yang berlatar belakang jerat penjajahan dan perbudakan lebih menekankan pembebasan dari jerat iblis dan godaannya, yang membuat manusia hidup bergelimang dengan dosa dan penderitaan yang menyertainya. Seorang manusia yang dijerat tanpa bisa melakukan sesuai kehendaknya, adalah sasaran kasih karunia itu. Kebebasan dari yang jahat dimaksudkan agar manusia dapat memilih jalan yang lebih baik untuk dapat menyenangkan Tuhannya dan sekaligus bersukacita dalam melakukan hal itu. Tidak mungkin orang bersukacita dalam jerat, dalam perhambaan, akan tetapi sukacita hanya lahir karena kebebasan dan kebebasan itu dipakai untuk perbuatan baik.  

 

Pembebasan dari yang jahat dan tidak benar untuk melakukan perbuatan baik dan inilah yang menjadi ciri yang menerima kasih karunia. Dengan pembebasan itu dan terbitnya semangat untuk berubah dan berbuah membuat penerima kasih karunia perlu dikuduskan sebab Allah adalah kudus. Menjadi kudus berarti kita menjadi istimewa, special, diakui sebagai anak-anak-Nya dan menjadi milik Tuhan (1Pet 2:9). Namun setiap orang yang menerima kasih karunia itu juga harus menyadari bahwa penerimaan kasih karunia itu dan proses pengudusannya, hanyalah dengan syarat bahwa ia hidup di dalam terang dan kekudusan, sebab jikalau ia masih hidup dalam gelimang dosa maka kasih karunia itu menjadi tidak berarti dan pengudusan pun tidak terjadi (1Yoh 1:7). Ini sama seperti kata nabi Yesaya, “berhentilah berbuat jahat; belajarlah berbuat baik (Yes 1:16b-17a). Seseorang yang berbuat jahat, bukanlah milik Tuhan melainkan masih menjadi milik iblis atau hidup untuk dirinya sendiri. Semua proses pemberian kasih karunia, pengudusan dan menjadi milik Tuhan hanya dimaksudkan agar kita dapat hidup di dalam terang dan sekaligus melakukan perbuatan baik (Mat 5:16; Ef 2:10).

 

Penutup

Nats di hari yang istimewa ini mengingatkan kita kembali akan kasih karunia dari Allah yang baik itu melalui Yesus telah menjadi nyata. Allah menjadi manusia dengan lahir di kandang domba adalah Jalan dan Kebenaran yang baru dalam menjalani kehidupan ini. Semua itu tujuannya adalah keselamatan hingga nanti di dalam kekekalan. Jalan itu diberi petunjuk melalui didikan agar kita semakin taat dan bijaksana dan itu adalah ibadah yang baik kepada Tuhan. Memang kadang kala kita harus menderita karena kasih karunia itu, akan tetapi nats ini mengingatkan agar kita terus berpengharapan, berpengharapan akan kedatangan Tuhan Yesus kedua kalinya. Kita akan terus dibekali, dikuduskan dan menjadi milik kepunyaan-Nya. Dalam penantian dan pengharapan itu juga, setiap orang percaya dan penerima kasih karunia itu diminta terus untuk berkarya melalui perbuatan baik.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min adalah Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode Pusat GKSI. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, akan lebih baik jika pada setiap bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari dan juga diselingi humor yang relevan).

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 317 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7387728
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
30843
61324
140494
7204198
422590
1386923
7387728

IP Anda: 162.158.189.237
2024-11-21 13:36

Login Form