Thursday, November 21, 2024

Khotbah Minggu 4 Mei 2014

Khotbah Minggu 4 Mei 2014

 

Minggu Paskah III

 

DILAHIRKAN BUKAN DARI BENIH YANG FANA

(1Pet 1:17-23)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kis 2:14a, 36-41; Mzm 116:1-4, 12-19; Luk 24:13-35

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)


Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nas 1Pet 1:17-23 selengkapnya:

 

1:17 Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini. 1:18 Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, 1:19 melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat. 1:20 Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diri-Nya pada zaman akhir. 1:21 Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah. 1:22 Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu. 1:23 Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal.

 

----------------------------

 

Pendahuluan

Dalam masa minggu pasca kebangkitan Tuhan Yesus ini kembali kita diingatkan bahwa Ia mati untuk penebusan dosa-dosa kita agar kita tidak binasa melainkan memperoleh hidup yang kekal. Penebusan oleh Tuhan Yesus bukanlah penebusan yang murah melainkan dengan darah-Nya yang mahal dan murni tidak bercacat. Firman Tuhan melalui surat Rasul Petrus ini ditujukan kepada orang-orang miskin sehingga penggunaan kata yang berhubungan dengan nilai dan harga sangat penting. Keselamatan juga sebagai karunia dari penebusan itu harus dihargai dengan tak terhingga sehingga hidup orang percaya pada kebangkitan Yesus itu harus tetap menjaga kekudusan. Orang percaya harus menganggap pembebasan dari dosa-dosa itu sebagai warisan sorgawi yang harus dipertahankan. Melalui bacaan nas minggu ini kita diberikan pokok pengajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Sikap takut dan penebusan yang mahal (ayat 17-19)

Sikap takut yang berangkat dari rasa hormat (reverent fear) adalah sikap respek yang sehat dari orang percaya terhadap Allah. Allah adalah pencipta, penguasa, dan hakim bagi seluruh bumi dan isinya (Why 14:7; 15:4), sehingga mau tidak mau kita tidak dapat bersikap acuh terhadap-Nya atau memperlakukan Dia dengan sembarangan. Hukum ketiga Taurat juga menyebutkan jangan menyebut nama Allah dengan sembarangan (Kel 20:7). Alkitab mengatakan jangan takut kepada yang membunuh tubuh, tapi takutlah kepada yang dapat membunuh jiwa (Mat 10:28). Kita tidak boleh beranggapan bahwa status istimewa kita sebagai anak-anak Allah memberi kebebasan bagi untuk melakukan segala sesuatu apa yang kita kehendaki, tanpa tetap menaruh rasa takut dan hormat akan Dia. Tapi kita juga tidak perlu harus merasa tertekan akan sikap takut itu, melainkan hal itu kita lihat sebagai sikap sukacita ketergantungan seorang anak yang memperlihatkan kasih-Nya kepada Allah Bapa di sorga.

 

Perjanjian lama dan sejarah pada umumnya memperlihatkan kekalahan manusia pada dosa dan ketakutan akan kematian. Kematian dilihat semata-mata sebagai sebuah hukuman atas dosa-dosa yang dilakukan yang disertai dengan hukuman berupa penderitaan baik di masa kini dan kelak di masa kekekalan. Adalah betul bahwa Allah akan menjadi hakim atas segala perbuatan manusia baik yang kelihatan maupun tersembunyi, baik ucapan dan tindakan, atau melalui motivasi dan tujuan mereka melakukan itu. Namun ketidaktahuan mereka akan kasih Allah yang demikian besar dan adanya pengajaran-pengajaran yang salah membuat semua orang terus menerus dilanda rasa takut akan pengadilan itu, melihat Allah adalah Hakim yang siap mengganjar setiap orang akibat dosa-dosanya. Pengadilan seolah-olah sebuah proses yang gelap menakutkan. Pengajaran dan ritual penebusan dosa melalui upacara-upacara pemberian korban dan persembahan tidak dapat membangun keyakinan iman bahwa pada dasarnya Allah ingin menyelamatkan manusia secara permanen (band. Ibr 10:4). Manusia terus merasa sendirian tanpa pertolongan dan akhirnya terjebak dalam kesalahan yang sama dalam jeratan yang kuat. Dalam keadaan ini, manusia sudah menjadi budak dari dosa dan rasa takutnya pada penghukuman dan kematian itu (Rm 8:15).

 

Sistim sosial pada masa dahulu menjelaskan bahwa seorang budak boleh ditebus apabila seseorang membayar dengan uang yang cukup untuk membeli kebebasan budak tersebut, atau mengganti dengan orang lain. Pemilik budak tidak mau rugi sebab hakekatnya ia juga membeli budak tersebut termasuk biaya-biaya dalam menanggung hidupnya. Oleh karena itu konsep penebusan menjadi konsep ganti diri. Allah menetapkan bahwa manusia perlu diselamatkan dari semua hal itu. Allah yang Mahakasih menganugerahkan Anak-Nya yang tunggal, yaitu Yesus, menjadi manusia untuk tebusan bagi semua orang (Yoh 3:16). Kita tidak dapat membebaskan diri kita sendiri dari perbudakan karena kita orang berdosa, sebab tebusan haruslah korban yang tidak bercacat (Kel 12:5). Oleh karena itulah Allah menetapkan Yesus sebagai tebusan bagi kita dari tirani dosa-dosa, bukan dengan uang dan materi, melainkan dengan darah yang mahal dari Putra-Nya (Rm 6:6,7; 1Kor 6:20; Kol 2:13,14; Ibr 9:12). Yesus, sebagai Anak Domba Allah, korban yang tidak berdosa dan bercacat, hanya Dia saja yang memungkinkan pembebasan itu (Yoh 1:29; Rm 3:25).

 

Kedua: Dipilih sebelum dunia dijadikan (ayat 20-21)

Pertanyaannya kemudian adalah: Mengapa harus Putra tunggal-Nya yaitu Yesus sebagai tebusan dan harus menjadi manusia? Bahkan, mengapa harus melalui penderitaan dengan cara kematian yang begitu terkutuk? Dalam hal ini firman minggu ini meneguhkan bahwa Yesus telah ada sebelum dunia dijadikan. Allah Bapa bersama-sama dengan Putra dan Roh Kudus dalam Trinitas yang satu hakekat dan Satu Roh telah memahami akan adanya rencana penebusan itu. Allah Pencipta adalah sekaligus Allah Penebus. Melalui Alkitab kita digambarkan bahwa Allah memberikan kepercayaan kepada manusia Adam dan Hawa untuk hidup sesuai dengan rencana dan konsep Allah tetapi akhirnya mereka jatuh. Allah memberikan kepada manusia kepercayaan kemampuan namun akhirnya menyombongkan diri dalam peristiwa menara Babel (Kej 11:1-9). Allah membiarkan manusia bertumbuh melalui fase-fase sejarah dengan adanya Hakim-hakim, Raja-raja, Nabi-nabi, namun semua gagal dalam mewujudkan umat Allah yang kudus. Manusia takluk. Allah kemudian menyesal dalam pengertian mengapa manusia harus kalah?

 

Allah dalam hal ini bukan bereksperimen melakukan semua itu sehingga manusia harus kalah terhadap dirinya sendiri dan kekuatan pengaruh iblis. Allah tetap Allah yang Mahakasih yang ingin umat-Nya tidak binasa. Allah tidak sekedar menyesal melainkan bertindak, dan jalan yang ditempuh Allah adalah jalan yang dapat masuk ke dalam akal pikiran manusia, yang dibentuk berdasarkan tradisi dan kepercayaan yang sudah ada pada manusia pada saat itu. Allah dalam pengertian melalui hikmat-Nya memakai jalan demikan untuk memudahkan dalam penyampaian dan kesuksesan rencana penyelamatan-Nya. Rencana itu adalah rencana terbaik dan bukan rencana darurat: Nubuatan-nubuatan perjanjian lama harus digenapi. Mesias yang dinantikan umat Yahudi harus segera datang. Keturunan Raja Daud harus digenapi. Itulah yang membuat Allah melalui Tuhan Yesus harus menjadi manusia untuk dapat menyelamatkan umat-Nya dari kebinasaan. Tebusan harus diberikan dan untuk itu darah dari Anak Domba yang tidak berdosa harus tercurah sehingga ritual dan ibadah itu menjadi lengkap. Dia adalah Penyelamat yang sempurna yang sesungguhnya telah ada sebelum dunia dijadikan (Ef 1:4; Kol 1:17).

 

Apabila Yesus harus menderita  bagi dosa-dosa kita itu bukanlah sekedar renungan, bukan juga sesuatu yang diberikan Allah ketika dunia ini berjalan tanpa kendali. Sejatinya semua rencana ini diketahui-Nya, membuktikan Yesus adalah Allah yang abadi jauh sebelum dunia diciptakan. Pesan utamanya adalah bahwa umat Yahudi seyogiayanya mengetahui bahwa Kristus datang ke dunia dan karya penyelamatan-Nya adalah rencana Allah jauh sebelum kehidupan dunia ini ada. Ini otomatis memberikan jaminan bahwa Taurat tidak akan dibatalkan karena hukum itu tidak bekerja efektip sebab diperlakukan sesuai dengan kehendak dan kepentingan para Imam dan orang Farisi. Sejatinya Taurat dan Kedatangan Yesus adalah bagian dari rencana kekekalan Allah. Dengan melalui penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya, ketetapan bahwa Yesus menjadi hakim bagi semua orang adalah sesuatu yang mudah diterima, sebab Ia pernah menjadi manusia dan tahu mengenai manusia dan menang dalam kemanusiaan-Nya. Ia menjadi hakim yang lengkap (Yoh 5:22). Namun semua itu akan dinyatakan sempurna pada zaman akhir, dengan tujuan kita tetap percaya, dalam iman dan pengharapan yang selalu tertuju kepada-Nya.

 

Ketiga: Kasih persaudaraan yang tulus ikhlas (ayat 22)

Oleh karena Allah telah menebus dosa-dosa manusia dan menjadikannya kudus, maka manusia harus memelihara dan menjaga kekudusannya itu (1Pet 1:2). Penebusan dimaksudkan untuk kebebasan dan kemerdakaan dari belenggu dan bukan kebebasan untuk kembali berbuat dosa, sehingga kekudusan harus dipertahankan. Kekudusan itu perlu sebagai syarat utama untuk tetap menjadi anak-anak Allah. Namun Allah juga tidak membiarkan manusia bertarung dengan kekuatan sendiri dalam kehidupan ini menghadapi musuh-musuh. Kalau sebelumnya pada masa perjanjian lama manusia menjalani kehidupan ini dengan sendirian (meski kadang Roh Allah datang menolong), maka saatnya kini pasca Tuhan Yesus naik ke sorga Roh Allah diam dan bersemayam di dalam hati orang yang percaya akan kebangkitan-Nya, percaya akan kuasa-Nya, dan menjadikan Yesus sebagai Juruselamatnya. Sikap dan keyakinan iman itu perlu dengan sepenuh hati, dengan hati yang murni dan  bersih yang diwujudkan dalam ketatatan.

 

Kita terus menyucikan diri melalui ketaatan kepada kebenaran dan terus menerus dalam pertobatan yang membuat kita semakin sempurna dan mencapai patokan serupa dengan Yesus (Rm 12:2; Yak 4:8; Flp 3:10). Hidup orang percaya harus tetap dalam sikap hormat dan takut akan Allah. Ia telah lebih dahulu mengasihi kiita sehingga kita pun layak untuk mengasihi-Nya dan mengikuti perintah-perintah melalui firman-Nya. Allah memerintahkan: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yoh 13:34; Rm 12:10; 1Tes 4:9). Tujuan semua itu bukan hanya kita semakin berkenan kepada Allah, melainkan juga kita dapat menjadi teladan, sinar dan cahaya ditengah-tengah kegelapan dunia, dan terutama kita dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas bagi sesama (1Tes 1:7; Mat 5:13-15). Kita diselamatkan untuk menjadi berkat dan berbuah bagi banyak orang. Dengan mengasihi setiap orang, nama Tuhan dimuliakan dan semakin banyak yang percaya dan tidak binasa.

 

Dalam melakukan semua penyucian dan pengamalan kasih persaudaraan itu, firman Tuhan minggu ini mengatakan hendaklah kita bersungguh-sungguh dengan segenap hati. Kita mewujudkan kasih bukan lagi untuk mendapatkan keselamatan sebab keselamatan sudah pasti melalui iman dan kebangkitan Kristus. Hanya kita perlu memperlihatkan dan membuktikan iman dan pertobatan dengan berbuah bagi banyak orang. Iman yang tidak berbuah dan berwujud adalah mati (Yak 2:24-26). Karenanya mengasihi adalah perbuatan nyata iman dari orang-orang yang sudah dilahirkan kembali melalui kehidupan pribadi, keluarga, kehidupan gereja dan sosial kemasyarakatan. Kasih Allah yang telah terwujud dalam penebusan itu harus disebarkan dan mengalir melalui kasih kita kepada mereka, menjadi pengikat dalam pergaulan dan dalam persekutuan sehari-hari. Sama seperti kasih Allah yang tidak pamrih, kasih kita juga harus tulus dan tidak berpura-pura, munafik (Rm 12:9), yang sebenarnya untuk kepentingan atau keuntungan diri sendiri saja.

 

Keempat: Dilahirkan kembali dari benih yang tidak fana (ayat 23)

Semua hal keyakinan, pengharapan dan buah-buah keselamatan dalam kasih persaudaraan itu serta upaya menjaga kekudusan merupakan bukti bahwa kita adalah manusia baru dan hidup baru di dalam Tuhan Yesus. Manusia baru berarti kehidupan kita yang lama sudah berlalu, dan kita dilahirkan kembali dalam hidup baru dengan tabiat dan sifat yang baru. Perubahan itu bukan karena adanya kesadaran psikologis atau kesadaran kontemplasi yang mengandalkan kemampuan manusia merubah dirinya sendiri, melainkan didasari oleh ucapan syukur dan penyerahan diri total kepada Allah. Ada cara pandang atau paradigma bagi yang hidup baru bahwa hidup kita bukan lagi milik kita, bukan lagi tanpa asal muasal, bukan lagi tanpa tujuan dan kesia-siaan, melainkan sudah jelas bahwa keberadaan kita berasal dari rencana Allah dengan maksud dan tujuan Allah juga. Tujuan hidup kita bukan lagi kesenangan di dunia ini yang bersifat sementara, melainkan tujuan kekekalan dalam naungan hadirat Allah dengan sukacita yang berkelimpahan.

 

Seseorang bisa saja berubah menjadi baik karena kesadaran diri sendiri dan menyebut tidak ada pertolongan Allah dalam hal itu. Hasil kontemplasi manusia memang bukanlah tidak berarti atau bisa diabaikan. Manusia memiliki kemampuan untuk itu, yakni melalui meditasi, yoga, semedi, puasa dan penahanan nafsu dan keinginan diri lainnya. Akan tetapi sepanjang itu merupakan pengakuan hasil upaya manusia, meniadakan pertolongan Allah dalam perubahan hidup yang baru itu, maka sebenarnya perubahan itu didasarkan pada  benih yang fana. Bagi mereka Allah adalah sesuatu yang tidak terjangkau dan penuh misteri. Benih yang fana yakni kekuatan pikiran dan penahanan diri berarti benih yang mudah layu dan rusak, benih yang tidak teruji hingga akhir zaman (1Kor 3:12-14), yang tidak tahan terhadap goncangan dan dinamika kehidupan. Benih ini sangat berbahaya bila diunggulkan, sebab dapat menipu. Terujinya benih ini adalah tatkala muncul goncangan kehidupan yang hebat, ketika usaha manusia dirasakan tidak ada harapan, maka mereka menolak perubahan itu dan menjadi putus asa bahkan akhirnya bunuh diri (band. Yudas Mat 27:5).

 

Seseorang yang didasari rasa syukur dan memiliki pandangan dan sikap berserah dan menerima segala tekanan kehidupan tanpa ada penolakan, hanya dimungkinkan apabila dia lahir baru di dalam Kristus. Ia dapat mengatakan bahwa betapa pun beratnya penderitaan yang dia alami, betapa hebatnya sakit yang dia rasakan, ia tetap dapat berkata semua yang terjadi padanya itu merupakan kehendak dan persetujuan Allah. Ia bisa sakit menahun, mengalami hal buruk dalam tubuhnya maupun kehidupannya, tapi ia tetap berkata bahwa ada rencana Tuhan di balik semua itu dan akan indah dan dibukakan pada saatnya. Cara pandang itu terjadi hanya karena ia telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, yang tidak layu dan hancur oleh kekejaman hidup (Yoh 1:13). Benih yang tidak fana itu yakni firman Allah, yang hidup dan kekal, serta menjadi sumber kehidupan bagi mereka yang setia dan berserah kepada-Nya (1Tes 2:13; 1Yoh 3:9).

 

Penutup

Kasih dan kebaikan Tuhan melalui penebusan hidup kita hendaklah dijadikan sebagai dasar untuk bersifat takut dan hormat akan Dia. Penebusan-Nya sudah sempurna melalui penderitaan dan kematian Yesus. Allah melakukan semua itu sudah dalam rencana awal dengan Dia sebagai Sang Penebus sekaligus sebagai Sang Pencipta. Yesus sudah ada sebelum dunia dijadikan dan itu adalah pokok iman Kristen. Penebusan itu pun harus dijaga dengan terus menyucikan diri sehingga hidup kudus bukan pilihan melainkan cara hidup orang-orang Kristen yang telah menerima anugerah-Nya. Perubahan status dari yang terbelenggu dosa menjadi orang merdeka haruslah diteguhkan dalam mempertahankan kekudusan itu dan diwujudkan dalam sikap hidup yang berbuah dengan menyebarkan kasih persaudaraan bagi sesama. Kasih ini diminta tulus ikhlas dengan bersungguh-sungguh, tidak boleh berpura-pura dan untuk mementingkan atau mengambil keuntungan diri sendiri, kerelaan berkorban sama seperti kasih Yesus yang dinyatakan di kayu salib. Dengan demikianlah kita membuktikan bahwa terjadinya kelahiran baru dengan perubahan dan buah-buah itu berasal dari benih yang bukan fana yakni firman Allah yang dikaryakan melalui kuasa Roh Kudus.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci dan tambahkan kata humor atau lelucon).

 

Khotbah Minggu 27 April 2014

Khotbah Minggu 27 April 2014

 

Minggu Paskah II

 

PENGHARAPAN, IMAN DAN KASIH

(1Petrus 1:3-9)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kis2:14a, 22-32; Mzm 16; Yohanes 20:19-31

 

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)


Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nas 1Petrus 1:3-9 selengkapnya dengan judul: Pengharapan, iman dan kasih

 

1:3 Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, 1:4 untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. 1:5 Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir. 1:6 Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. 1:7 Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu -- yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api -- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. 1:8 Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan, 1:9 karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.

 

-------------------------------------

 

Pendahuluan

Surat 1Petrus ini ditulis pada saat orang Kristen di wilayah Roma mendapat perlakuan buruk dari kepemimpinan Nero. Sebagian besar umat Kristen di sana berasal dari agama Yahudi, sehingga perlakuan buruk juga mereka terima dari sesama orang Yahudi dan juga dari keluarga. Mereka cukup menderita karena diperlakukan tidak adil bahkan kadang disiksa hingga mati. Akibatnya banyak pengikut Kristus yang ketakutan oleh perlakuan ini. Oleh karena itu surat Rasul Petrus ini memberikan penghiburan dan kekuatan bagi mereka, agar iman mereka tetap kuat di tengah-tengah penderitaan yang mereka alami. Melalui nas minggu inilah kita diberikan pokok pengajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Lahir baru oleh kebangkitan Kristus (ayat 3)

Kelahiran kembali dalam nas ini lebih mengacu kepada kelahiran rohani sebagaimana dijelaskan Tuhan Yesus kepada Nikodemus tatkala menjelaskan keselamatan (Yoh 3). Dalam buku Pedoman Iman Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) yang ditulis Ketua Sinode GKSI Pdt. Dr. Matheus Mangentang tentang kelahiran baru dijelaskan dalam paragraf-paragraf berikut. Perjanjian Lama mengacu kepada Roh Kudus pada masa yang akan datang ketika Ia akan tinggal di dalam umat Allah dan membawa kehidupan baru sehingga mereka dapat memenuhi kehendak Allah (Yeh. 36: 25-26; band. Yer. 31: 33). Dalam Peranjian Baru Yesus berbicara kepada Nikodemus tentang kelahiran kembali oleh Roh Kudus sebagai satu-satunya jalan masuk ke Kerajaan Allah (Yoh. 3: 1-8). Ada istilah-istilah Alkitab lain yang mirip: Lahir dari Allah (1Yoh. 2: 29; 3: 9; 4: 7; 5: 4, 18; Yoh. 1: 13); “Dilahirkan kembali oleh Firman Allah” (1Pet. 1: 23, band. Yak. 1: 18), “Ciptaan Baru” (2Kor. 5: 17; Gal. 6: 15), “Buatan Allah” (Ef. 2: 10; 4: 24).

 

Kelahiran kembali menandakan saat dan cara kita memasuki kesatuan dengan Kristus, suatu perubahan serempak dari kematian spiritual menuju kehidupan spiritual, suatu kebangkitan spiritual (Ef. 2: 1-5), peristiwa yang terjadi sekali untuk selama-lamanya pada permulaan kehidupan Kristen sejajar dengan kelahiran fisik. Kelahiran kembali berbeda dengan pertobatan yang erat hubungannya dalam hal menitikberatkan dalam perbuatan Allah yang memberi hidup baru. Pertobatan berarti tindakan manusia untuk berbalik dari dosa kepada kebenaran. Melalui kelahiran kembali, orang percaya menerima watak rohani baru yang terungkap dalam perhatian dan minat-minat baru. Orang yang telah mengalami kelahiran baru terutama memperdulikan “hal-hal dari Allah” seperti Firman-Nya, umat-Nya, pelayanan-Nya, kemuliaan-Nya, dan di atas semuanya itu adalah Tuhan Allah sendiri. Mereka juga menerima kuasa baru untuk menolak dosa dan menaati serta melayani Tuhan

 

Belum tentu kelahiran kembali disertai emosi-emosi tertentu tentang kesadaran orang akan perubahan. Keinginan dan sikapnya mungkin bisa timbul secara berangsur-angsur. Seseorang yang dibesarkan dalam keluarga Kristen dan menerima pengajaran sejak kecil, mungkin tertarik pada Kristus dan mencapai kedewasaan dengan keyakinan jelas mengenai Kristus tanpa mengalami krisis tertentu sebagai saat tepat ketika ia dilahirkan kembali. Setiap orang tidak perlu menunjukkan waktu dan tempat tertentu sebagai saat kelahiran kembali. Banyak orang dapat menyatakannya dan memberikan “kesaksian” tentang cara mereka bertobat dan mengalami kelahiran kembali, tetapi tidak harus demikian. Bahkan ada orang yang pernah mengalami krisis emosi dan rohani, yang mungkin disebut atau dianggap “pertobatan”. Yang selanjutnya tidak memberi bukti bahwa ia dilahirkan kembali. Mengenai soal waktu, ketidaktahuan orang akan waktu akan kelahiran barunya tidak membuktikan bahwa ia tidak hidup! Bukti bahwa kelahiran kembali oleh Roh Kudus telah terjadi bila keinsyafan orang itu sendiri bahwa Kristus sesungguhnya adalah Tuhan dan Juruselamatnya, serta bukti-bukti kehidupan Roh Kudus di dalam dan melalui Dia.

 

 

Kedua: Pengharapan yang tersimpan di sorga (ayat 4-5)

Rasul Paulus mencoba menjelaskan pesan dari Tuhan tentang janji yang diberikan kepada umat Yahudi sebelumnya yakni tanah Kanaan (Bil 32:9; Ul 2:12; 19:9). Meskipun mereka telah menerima janji tanah Kanaan itu, akan tetapi oleh karena dosa dan kecemaran mereka yang merupakan pengaruh berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain, maka janji itu diambil kembali. Dosa dan ketidaktaatan membuat janji hanya sebagai suatu kenangan lama yang meredup saja. Akan tetapi orang Kristen memiliki janji yang berbeda, bukan berupa tanah atau tempat di bumi ini, yang bisa hilang atau rusak, melainkan sebuah tempat abadi kota Allah dan tidak dinodai oleh dosa-dosa. Tempat itu abadi dan tidak lekang oleh masa. Bahkan di masa kini orang Kristen sudah bisa merasakannya, pemenuhan janji itu, dalam wujud keyakinan dan sukacita damai sejahtera dalam menghadapi semua perjalanan hidup.

 

Pengharapan dasarnya adalah iman. Kitab Ibrani mendefinisikan "iman  adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" (Ibr 11:1). Sesuatu yang kita harapkan dan (belum/tidak) kita lihat haruslah berdasarkan janji. Janji ini merupakan gambaran yang akan terjadi di masa depan berdasarkan apa yang seseorang sudah alami/ketahui dan mampu untuk memberikannya. Seseorang yang tidak memiliki informasi akurat tentang suatu tempat atau kuasa untuk memberikan jalan kepada orang lain untuk sampai ke tempat itu, jelas pembual. Seseorang, sebut saja Si Umar, yang bukan dari Afrika Selatan dan belum pernah ke Afrika Selatan dan tidak mengenal atau mempunyai kemampuan untuk membawa orang lain ke Afrika Selatan, tapi memberi janji dengan member gambaran Afrika Selatan dan menunjuk jalan ke Afrika Selatan, jelas Umar adalah pembual. Tetapi kalau saya yang dari Samosir Sumut dan tahu jelas tentang Samosir, dan mampu memberi jalan ke Samosir, maka saya bukan pembual dan saya serius dalam memberi janji itu.

 

Tuhan Yesus memberikan janji kepada setiap orang percaya bahwa ada sorga, ada kehidupan setelah kematian. Yesus dapat berkata demikian sebab Ia datang dari sorga dan memperlihatkan kuasa dari sorga, serta telah bangkit dan menang dari kematian. Selama di bumi dalam pelayanan-Nya, Ia telah memperlihatkan hubungan yang demikian dekat dengan Bapa-Nya pemilik sorga, memperlihatkan kuasa-kuasa sorga dalam pelayanan-Nya yakni kasih yang begitu besar dan juga berbagai mukjizat yang dahsyat. Maka Ia jelas datang dari sorga. Dengan dasar itulah Tuhan Yesus mengatakan bahwa tersedia tempat di sorga bagi orang percaya yang setia dan berbuah. Kita akan menerima bagian yang tidak dapat cemar atau rusak, yang tidak dapat punah binasa yang tersimpan di sorga, dan ini berbeda jauh dengan tanah Kanaan yang dijanjikan bagi umat Yanudi. Semua pengharapan kita itu yakni hidup abadi dengan damai sukacita dan kehidupan yang lepas dari beban hidup ada tersimpan di sorga yang disediakan oleh Yesus bagi kita orang yang percaya (Rm 8:17; Kol 1:5).

 

Ketiga: Penderitaan sebagai bukti kemurnian iman (ayat 6-7)

Ada beberapa alasan mengapa orang Kristen pada masa itu menjadi target penganiayaan orang lain. (1) Mereka menolak menyembah kaisar sebagai allah sehingga dianggap sebagai pemberontak atau pengkhianat. (2) Mereka juga menolak untuk beribadah di kuil-kuil pagan. (3) Mereka dianggap tidak mendukung cita-cita kekaisaran Romawi yang penuh dengan kekuasaan dan penaklukan; hal yang membuat orang-orang Roma menghina orang Kristen yang dianggap pengorbanan yang sia-sia. (4) Mereka menolak dan melindungi diri dari budaya-budaya Romawi yang pagan dan amoral dan menakutkan. Dan itu adalah resiko bagi orang Kristen saat itu dan juga pada saat ini, tatkala orang percaya menjadi sinar dalam kegelapan maka harus menerima tantangan dan ujian itu sebagai proses pemurnian iman kita. Semua orang percaya harus memikul salib dan menyangkal diri, yang pada akhitnya membuat kita semakin berkenan kepada Tuhan Yesus.

 

Sebagaimana emas yang dibakar, segala kotoran yang membuat tidak murni menjadi terpisah mengambang ke atas sehingga mudah untuk disaring atau diambil kotorannya. Ini merupakan proses membuang segala hal yang tidak kita inginkan dalam kemurnian termasuk dalam iman kita. Demikian juga kita segala pencobaan, pergumulan dan penganiayaan memurnikan dan memperkuat iman kita, membuat kita semakin berguna bagi Tuhan. Ujian pergumulan itu tidak perlu kita lari dari padanya, atau bertanya-tanya: "Mengapa Aku?". Adalah lebih baik kita merespon penderitaan dengan sikap positip yakni sebagai berikut. (1) Penuh keyakinan, bahwa Allah tahu, merencanakan, dan mengarahkan hidup kita akan sesuatu yang baik (Rm 8:28). Kadang mungkin itu susah masuk akal, akan tetapi Allah  selalu menyediakan kasih dan kuasa-Nya untuk kita dan memimpin kita ke masa depan yang lebih baik. (2) Bertekun dan bersabarlah, ketika menghadapi segala sikap amarah, kesedihan atau rasa sakit (Yak 1:2-3; 1Pet 4:12). Kita dapat mengekspresikan kesedihan kita, tetapi jangan menjadikan itu sebagai kepahitan dan sikap putus asa. (3) Penuh keberanian, sebab Yesus adalah Sahabat dan Penyelamat, maka kita tidak perlu takut. Dia yang sudah menderita bagi kita tidak akan meninggalkan kita, Dia akan membawa kita melewati segalanya dengan penuh kemenangan.

 

Firman Tuhan minggu ini mengatakan bahwa kita perlu bergembira atas semua pergumulan dan penderitaan itu. Iman sejati pasti teruji dan tahu bahwa tujuan Allah bukan untuk menjatuhkan. Apabila kita berhasil melewatinya sebagai pemenang, maka dikatakan, "Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu -- yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api -- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya." Apa yang kita alami dalam penderitaan masa kini dalam pengertian untuk memuliakan Tuhan, bukan karena ketidaktaatan atau kemauan sendiri, maka semua itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang akan kita terima kelak pada masa Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya. Alkitab mengatakan bahwa Tuhan menyediakan sesuatu yang tidak bisa kita bayangkan, "Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia (Rm 8:18; 1Kor 2:9)." Sebuah gambaran yang sungguh menggembirakan dan membangkitkan hati.

 

Keempat: Sukacita yang mulia dalam kasih (ayat 8-9)

Anak-anak Tuhan perlu memperlihatkan kesejatian imannya melalui kemenangan dalam proses pergumulan dan penderitaan dengan tetap setia.  Sikap menyerah, putus asa apalagi sampai murtad menyangkal Tuhan Yesus jelas merupakan suatu kekalahan dan menghilangkan peluang emas yang diberikan oleh Tuhan bagi kita. Kegagalan merasakan penyertaan Tuhan dalam segala sesuatu bukanlah kegagalan Dia dalam melindungi anak-anak-Nya dari segala pencobaan yang dialami. Alkitab berkata bahwa kita tidak akan diberikan pencobaan yang melampaui kemampuan kita (1Kor 10:13). Ini sangat jelas. Akan tetapi kalau kita menyerah, lari dan takluk maka sebetulnya kita yang gagal mengenal Dia, mengenal kasih-Nya, mengenal penyertaan dan kuasa-Nya dalam melewati pergumulan itu. Oleh karena itu, pengenalan Tuhan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tatkala ujian dan pencobaan datang, kita sudah dapat melihat dengan mata rohani bahwa Allah bekerja bersama kita dalam menghadapi hal itu.

 

Orang Kristen di Roma tidak pernah melihat Tuhan Yesus selama hidup-Nya. Mereka tidak melihat-kuasa-kuasa mukjizat yang dilakukan-Nya. Mereka hanya mendengar dan berdasarkan saksi-saksi lantas percaya. Namun kemudian tantangan yang mereka hadapi demikian hebat hingga mengancam jiwa mereka. Dalam hal ini Rasul Petrus mengatakan bersyukurlah dan memuji Tuhan atas semua itu, bahwa meski mereka belum pernah melihat Yesus, tapi mereka mengasihi-Nya. Mereka setia dan tetap teguh dalam penderitaan yang diakibatkan oleh iman mereka, yang membuktikan pengenalan mereka demikian sempurna hingga tetap taat. Dalam hal ini benar apa yang dikatakan oleh beberapa ahli, bahwa pengenalan akan Yesus melalui beberapa tahap, yang diawali dengan adanya hasrat dan kerinduan. Langkah ini kemudian perlu diikuti dengan kesetiaan dan keterbukaan diri dalam melihat keberadaan kita ditengah-tengah dunia dengan segala kehebatan alam semesta serta tawaran nikmat dan godaannya. Kegagalan manusia dalam melawan itu mestinya memberi pandangan bahwa manusia sendirian tidak akan mampu. Ada keinginan duniawi dan roh jahat yang membuat manusia jatuh dan berdosa. Manusia pasti kalah bahkan ada yang sampai terjerat tidak bisa lepas merdeka. Inilah yang membuka kesadaran bahwa manusia perlu diselamatkan oleh kuasa yang lebih tinggi.

 

Firman Tuhan mengatakan bahwa kita perlu bergembira dengan sukacita yang mulia dan tidak terkatakan karena melalui kelahiran baru kita melihat keberadaan Allah. Ada pengharapan dan ada penyertaan. Pengenalan akan Allah dalam hal ini menjadi suatu kekayaan rohani bagi mereka yang percaya dan bergantung kepada-Nya (Kol 1:27). Pengenalan melalui penderitaan yang Tuhan izinkan membuat pemahaman yang lebih mendalam menuju panggilan persekutuan pribadi dengan Kristus. Kita tetap dan terus mengasihi-Nya tanpa perlu melihatnya. Kita tidak perlu seperti Tomas yang harus  melihat bekas paku pada tangan-Nya dan mencucukkan jarinya ke dalam bekas paku itu untuk percaya (Yoh 20:24-30). Kita adalah orang-orang yang berbahagia yang tidak melihat, namun percaya. Meski kita tahu pengenalan kita masih samar-samar, namun kita yakin percaya pada firman Tuhan, jalan pengenalan akan Dia yang mengatakan, “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal” (1Kor 13:12; band. 1Yoh 3:2). Inilah kunci dan penggenapan tujuan hidup kita, yakni “kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.” Itulah inti perlindungan dan jaminan Allah.

 

Penutup

Melalui kelahiran baru kita mendasarkan diri pada penebusan Tuhan di kayu salib dan kebangkitan-Nya dari kematian. Kuasa kebangkitan-Nya juga menghidupkan kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dia bangkit untuk memberikan jaminan bahwa Dia dari sorga dan kembali ke sorga untuk menyediakan sesuatu yang indah yang tidak rusak dan layu bagi kita yang percaya kepada-Nya. Ada pengharapan yang memampukan kita melihat semua janji surgawi itu melalui kebangkitan-Nya. Namun kita hidup di dunia ini yang penuh tantangan. Kadang kita diuji dan dicoba untuk memperlihatkan kemurnian iman kita, sebagai bukti sejati bahwa kita adalah orang-orang setia dan taat. Ujian dan cobaan melalui penderitaan yang kita alami, bukanlah untuk menjatuhkan kita melainkan iman kita semakin dimurnikan. Hal itu semua akan membuktikan bahwa kita berpegang teguh kepada-Nya, percaya penuh tanpa perlu melihat-Nya, sebab dengan demikian iman kita semakin diteguhkan dan jiwa kita diselamatkan. Iman, pengharapan, dan kasih, itulah gambaran yang diberikan kepada kita orang percaya.

 

Tuhan Yesus memberkati.


Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet sebagai sumber).

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 434 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7414035
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
57150
61324
166801
7204198
448897
1386923
7414035

IP Anda: 108.162.226.187
2024-11-21 23:30

Login Form