Thursday, November 21, 2024

Khotbah Minggu 18 Mei 2014

Khotbah Minggu 18 Mei 2014

 

Minggu Paskah V

 

BANGSA TERPILIH IMAMAT RAJANI

(1Pet 2:2-10)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kis 7:55-60; Mzm 31:1-5, 15-16; Yoh 14:1-14

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

Daftar selengkapnya untuk tahun 2014 dan tahun lainnya dapat dilihat di website ini

 

Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nas pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nas 1Pet 2:2-10 selengkapnya dengan judul: Yesus Kristus batu penjuru

 

2:2 Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan, 2:3 jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan. 2:4 Dan datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah. 2:5 Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah. 2:6 Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: "Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan." 2:7 Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: "Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan." 2:8 Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan. 2:9 Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: 2:10 kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.”

 

----------------------

 

Pendahuluan

Gereja bukanlah sekedar bangunan atau susunan batu-batu. Kata church dalam bahasa Inggris (yang berarti gereja atau jemaat dalam bahasa Indonesia) berasal dari kata kuriakon dari bahasa Yunani yang berarti: milik Allah. Alkitab menggunakan banyak metafora untuk kata gereja atau jemaat, yakni disebut sebagai “Tubuh Kristus” (Ef 1:22-23; Rm 12:5; 1Kor 12:12; 1Pet 4:10). Jemaat juga disebut sebagai “Kawanan” (Mzm 23; Luk 15:3-7; Yoh 10:1-18; 1Pet 5:1-2). Istilah lainnya adalah “Ranting Pohon Anggur” (Mat 13:1-43; Yoh 15:1-17; Rm 11:16-24), “Keluarga Allah” (Luk 1:29-33; Gal 3:28; 2Kor 6:16-18; Ibr 2:10-18; 3:1-6) dan “Mempelai Kristus” (Hos 3:1-3; Mat 9:14-15; 25:1-13; 2Kor 11:2-4; Ef 5:21-33; Why 19:7-9; 22:12-21). Seluruh metafora itu dalam nas minggu ini digambarkan gereja sebagai sebuah persekutuan hidup orang percaya yang akan menjadi bangsa terpilih dan imamat yang rajani. Untuk dapat mewujudkan hal itu, melalui nas minggu kita diberi petunjuk dan pelajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Jadilah seperti bayi yang rindu susu murni (ayat 2-3)

Dalam pasal sebelumnya telah dijelaskan bahwa kita telah dilahirkan kembali di dalam kehidupan yang baru bersama Tuhan Yesus dan Roh Kudus yang diberikan oleh Bapa dalam menyelamatkan dan memelihara umat-Nya (1Pet 1:23; band. 1Kor 6:19; Gal 4:6). Semua hal itu adalah bukti kasih dan kebaikan Allah pada kita manusia sehingga kita tidak menjadi orang sesat dan budak dosa dan masuk ke dalam penghukuman Allah. Semua kebaikan pemberian Allah itu telah kita kecap dan rasakan dalam menjalani kehidupan sehari-hari (band. Mzm 34:9; Ibr 6:5). Sebagai manusia yang diberi akal pikiran dan hikmat, maka kita tentu bertanya: bagaimana agar kelahiran atau hidup baru itu tetap dalam kehidupan pribadi kita dan kita tetap selamat? Keberadaan Roh Kudus memang merupakan meterai dan jaminan yang diberikan bagi kita, tetapi hal itu memerlukan respon positip sebagai bukti komitmen kita akan hidup baru tersebut. Pada ayat 1 sebelum nas ini dikatakan respon positip itu dimulai dengan membuang segala bentuk kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah yang tidak berkenan kepada Tuhan.

 

Setelah itu nas minggu ini menekankan sikap kita lainnya yakni harus seperti bayi yang baru lahir yang selalu dahaga akan susu murni semisal air susu ibu (ASI). Kita tahu bahwa bayi sangat memerlukan ASI dan setiap bayi umumnya memperlihatkan ekspresi “ingin” yang besar dengan minum yang lahap dan tidak sabar. Kelaparan atau kekurangan susu sebentar saja langsung diungkapkan dengan menangis. Kebutuhan akan susu merupakan insting yang alamiah dari bayi, dan itu merupakan tanda yang membawa kepada pertumbuhan yang sehat. Sikap kehausan demikianlah yang diminta dari kita berupa kehausan makanan rohani yang mendukung hal di atas, dalam bentuk kehausan hubungan yang erat dengan Tuhan Yesus, seperti hubungan antara anak bayi dan ibu, anak dengan bapak, yang diwujudkan melalui doa dan ibadah, ketergantungan yang tinggi yang diwujudkan melalui sikap berserah dan bersyukur, hikmat yang semakin besar yang diwujudkan dalam sikap sabar dan bijaksana. Keinginan yang besar akan makanan rohani berupa “susu” juga memperlihatkan sikap kerendahan hati bahwa kita bukan memerlukan makanan yang keras apalagi seolah-olah ingin menguji Tuhan (band. “Doa Bapa Kami” Mat 6:9-13; Luk 11:2-4 ;1Kor 3:2).

 

Kehidupan rohani perlu makanan rohani agar bisa bertumbuh. Pertumbuhan itu sangat penting sebab tantangan hidup semakin banyak dan besar. Pertumbuhan ekonomi dan informasi membuat setiap orang semakin rentan jatuh ke dalam dosa, sebab godaan kedagingan juga semakin besar, yang kemudian dimanfaatkan oleh iblis si jahat. Makanan rohani yang utama dalam nas ini dikatakan adalah firman Allah sebagaimana dinyatakan pada ayat sebelumnya (1Pet 1:23-25), yang dapat memberi kekuatan seperti halnya susu murni. Ketika lahir baru maka kita menjadi bayi yang baru lahir secara rohani. Jika kita cukup sehat maka kita merindukan pertumbuhan. Asupan firman Allah ini akan menghasilkan tanda pertumbuhan rohani yang sehat, seperti tampak dalam buah-buah rohani lainnya. Kehausan dan kerinduan makanan rohani berupa Firman Allah itulah yang diminta, sebab sebagaimana dikatakan nas ini oleh kuasa firman itu kita dapat bertumbuh dan beroleh keselamatan (band. Ef 4:14-17). Sungguh alangkah menyedihkan apabila sesorang tidak bisa bertumbuh, baik badani maupun rohani. Kita harus berjaga-jaga agar kehausan firman Allah itu tidak hilang karena kesibukan dan pergumulan hidup keseharian yang terjadi. Sejatinya, tatkala kita merasakan kebutuhan akan firman Tuhan  dan hubungan dengan Kristus semakin besar, maka nafsu akan makanan rohani kita juga semakin bertambah dan itu bukti kita menjadi dewasa secara rohani. Kini, seberapa kuat keinginan kita akan firman Tuhan sebagai makanan rohani setiap hari?

 

Kedua: Dipergunakan sebagai batu hidup (ayat 4-5)

Penggunaan kata batu dalam nas ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal yang mungkin berbeda tapi berkaitan. Pertama, kata “batu” dari ingatan Rasul Petrus akan perkataan Tuhan Yesus kepadanya bahwa ia adalah batu karang. Tidak ada keraguan bahwa Petrus sering memikirkan kata-kata Yesus kepadanya, ketika dia mengaku bahwa, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Untuk itu Yesus berkata kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya (Mat 16:16-18). Hal kedua, kata “batu” dilatarbelakangi oleh gunung batu tempat Allah bersemayam di dalam perjanjian lama, yakni gunung Sinai tempat umat Israel berdiri berkeliling dengan batas bagi bangsa itu untuk tidak boleh mendaki atau mengenai pada kaki sebab di atas gunung itu Dia bersemayam, dan apabila kena kaki orang pada gunung itu pastilah ia dihukum mati (Kel 19:1-12).

 

Hal ketiga, kata “batu” dalam kalimat itu merupakan kutipan dari Mzm 118:22 yang berkata, “Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru.” Dalam juga Yes 28:16 dikatakan, “sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: "Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh: Siapa yang percaya, tidak akan gelisah!" Memang dari kitab Mazmur dan Yesaya itu, apa yang dimaksudkan dengan batu adalah Israel (Kel 19:6; Ul 7:6), akan tetapi oleh Rasul Petrus kini gambaran “batu” itu sebagai Yesus Kristus. Rasul Petrus mengulangi apa yang dikatakan Yesus sendiri pada Mat 21:42, yakni menarik gambaran batu di perjanjian lama menjadi gereja sebagai bangunan rohani Allah, memotret gereja sebagai batu yang hidup dengan Kristus sebagai dasar dan batu penjuru (1 Kor. 3:11). Dalam hal ini ada kesejajaran dalam penggunaan kata batu bagi Yesus Kristus dan juga batu bagi setiap orang percaya, dan jemaat adalah kumpulan batu-batu yang hidup. Hal yang sama juga digambarkan oleh Rasul Paulus yakni gereja sebagai tubuh dengan Kristus sebagai kepala dan setiap orang percaya adalah anggota-anggota tubuh (Ef 4:15-16; band. Yoh 2:21). Hal yang penting adalah bahwa kedua gambaran itu menekankan umat percaya sebagai komunitas dalam kebersamaan membangun gereja. Kristus dalam hal ini menjadi batu penjuru dasar persekutuan, menjadi pengikat orang percaya menjadi satu. Sebuah batu bukanlah sebuah dinding apalagi sebuah gereja; bagian anggota tubuh jelas tidak berguna tanpa adanya keutuhan bagian tubuh yang lain. Allah Mahatahu susunan batu orang percaya dan semua diletakkan dalam rencana-Nya sesuai dengan tugas dan talenta masing-masing.

 

Kini pertanyaannya: kita sebagai batu-batu yang hidup membangun gereja, apa yang kita tawarkan sebagai "persembahan rohani" kepada Allah? Ketika umat Yahudi mempersembahkan korban hewan sesuai dengan hukum Musa, maka imam akan membunuh dan memotong hewan itu, dan menempatkannya di altar. Persembahan memang perlu, tetapi di dalam perjanjian lama dikatakan sangat jelas ketaatan hati jauh lebih penting (band. 1Sam 15:22; Mzm 40:6; Am 5:21-24). Allah menginginkan kita, menyerahkan diri kita sebagai persembahan batu yang hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus - menjauhkan keinginan nafsu dan kejahatan, setia mengikut Dia, menggunakan seluruh energi dan kemampuan bagi Dia, dan percaya Dia yang membimbing kita setiap hari. Di dalam kehidupan sosial modern yang individualistik saat ini, tidak dapat dipungkiri sangat mudah melupakan ketergantungan kita pada sesama umat Kristen lainnya, seolah semua bisa kita lakukan sendiri. Tetapi jangan dilupakan, ketika Allah memanggil kita untuk sebuah tugas dan dipergunakan sebagai batu hidup, Dia juga memanggil yang lain dalam mendukung tugas kita itu sebagai anggota keluarga Allah (Ef 2:19-22). Bersama pribadi-pribadi yang lain itulah usaha kita akan menjadi sinergi yang berlipat ganda. Oleh karena itu, lihat dan carilah orang-orang seperti ini, dan bergabunglah dengan jemaat untuk memberikan persembahan rohani yang indah bagi Allah.

 

Ketiga: Menjadi batu penjuru yang mahal (ayat 6-8)

Apa kira-kira batu yang diperhitungkan dalam "bangunan" gereja? Tidak lain tidak bukan adalah batu penjuru, yang dipakai sebagai dasar, ukuran, benchmark, paramater dalam menempatkan batu-batu yang lain. Batu penjuru dalam Kristus sendiri menjadi bagian utama dari bangunan Allah yakni gereja atau jemaat-Nya. Yesus Kristus yang telah dibuang oleh umat Yahudi, tukang-tukang bangunan yakni kaum Sanhedrin (Kis. 4:11), telah menjadi batu penjuru yang mahal. Kini pertanyaannya, apa yang menjadi karakteristik sehingga Kristus sebagai batu penjuru yang mahal, dan bukan lagi Israel sebagaimana digambarkan oleh kitab Mazmur dan Yesaya?  Katakteristik Kristus sebagai batu penjuru dapat dilihat dari riwayatnya, yakni: (1) Yesus sebagai Batu Penjuru yang hidup sesungguhnya dapat dipercaya; (2) Yesus sangat berharga bagi orang percaya karena penebusan-Nya. Batu penjuru itu kini telah diletakkan di Sion, tempat bersemayamnya Allah. Dengan demikian tidak salah perintah nas minggu ini agar kita datang kepada batu yang hidup itu, yaitu Yesus Kristus melalui firman-Nya.

 

Penebusan dosa melalui kematian-Nya merupakan pengganti korban penebusan dosa dan penghapus kesalahan dalam imamat Yahudi. Oleh karena itu bagi kita yang percaya karya penebusan-Nya, Ia sangat berharga dan mahal sebab melalui kematian-Nya kita bebas dari segala dosa dan konsekuensi dosa. Kita orang percaya pun tidak akan dipemalukannya, meski kita diejek dan dihina sebagai orang-orang atau batu-batu yang terbuang, atau diejek sebagai orang yang tidak masuk akal dengan percaya Allah menjadi manusia, itu tidak perlu kita kuatirkan atau pikirkan, sebab Yesus Kristus adalah Allah Pembela yang setia (Rm 9:32-33; 10:11). Ia yang tidak dihargai dan dibuang oleh manusia (duniawi), namun kita yakini dipilih dan dihormati oleh Kerajaan Sorga. Sekali kita percaya bahwa Allah adalah Allah Maha  Pengampun, dosa-dosa kita telah kita akui dan ditebus oleh kematian Yesus, dan Dia kita jadikan sebagai Juruselamat hidup kita, dan menerima Roh Kudus sebagai Allah yang memimpin hidup kita sehari-hari, maka kita tidak akan dipermalukan dan kita pasti selamat masuk ke dalam kekekalan hidup.

 

Akan tetapi diingatkan dalam nas ini bahwa batu penjuru itu dapat menjadi batu sandungan, dalam arti menjadi batu yang mengganjal hidup seseorang sehingga terjatuh dan terjerembab. Hal ini juga diingatkan dalam Yes 8:14 yang mengatakan, “Ia akan menjadi tempat kudus, tetapi juga menjadi batu sentuhan dan batu sandungan bagi kedua kaum Israel itu, serta menjadi jerat dan perangkap bagi penduduk Yerusalem." Jelas bagi mereka yang tidak percaya Yesus menjadi suatu batu sandungan sebab mereka menolak Dia dan tidak mau percaya tentang apa yang dikatakan-Nya.  Mereka sesungguhnya melakukan kesalahan besar dalam hidupnya, tersandung oleh Pribadi Agung yang dapat menyelamatkan mereka dan memberi arti dalam hidup mereka, tapi karena pikiran buta dan penolakan akhirnya jatuh tersandung masuk ke dalam tangan penghukuman Allah. Penolakan kasih karunia Allah kini dapat membawa kepada penghukuman yang telah disediakan sesuai nas ini (band. Mat. 21:42-44; Rm 9:22). Akan tetapi diingatkan nas minggu ini bahwa batu sandungan itu juga akan muncul bukan karena penolakan saja, tetapi juga ketika mereka yang percaya tapi tidak taat pada Firman (Yoh 12:48). Percaya saja tidak cukup tetapi juga taat dan setia; kita tidak hanya menjadi pendengar tetapi hendaklah juga pelaku firman (Yak 1:22).

 

Keempat: Bangsa yang terpilih, imamat yang rajani (ayat 9-10)

Orang Kristen perlu memahami tentang keimaman orang percaya. Pada masa perjanjian lama, umat Yahudi memiliki para imam yang berasal dari suku Lewi, salah satu dari dua belas suku keturunan Yakub. Mereka inilah yang ditunjuk sebagai imam yang mengurus Bait Allah, dan tidak bekerja mencari makan melainkan memperoleh persembahan persepuluhan dari umat. Sebagai pihak yang mengurus Bait Allah adalah tugas imam untuk mewakili umat dalam memberi persembahan kepada Allah, dan umat sendiri dilarang langsung menghampiri Allah,  sebab mereka adalah umat yang berdosa  (Kel 28:1; 2Taw 29:11). Ketika Kristus menang di kayu salib, Ia terbukti menang sebagai Raja, pola hubungan ini berubah. Keimaman suku Lewi dibatalkan dengan kemenangan Kristus (Ibr 7:11-17) dan orang percaya menjadi imam yang sebenarnya di hadapan Allah (Yoh 14:6; 16:23-27; Ef 2:18; 1Pet 3:18). Kini kita dapat langsung ke hadirat-Nya tanpa rasa takut (Ibr 4:16), dalam arti posisi setiap orang percaya adalah imam bagi dirinya sendiri dan juga bagi sesama orang percaya (Why 1:6; 5:10; 20:6). Inilah yang dimaksud dalam nas ini bahwa kita melalui Kristus telah menjadi imamat yang rajani, sebab Dia adalah Raja kita.

 

Kedudukan keimaman orang percaya tersebut juga membawa konsekuensi berkewajiban untuk hidup kudus (Tit 2:14; 1Pet 2:5,9; 1:14-17). Sebagai umat yang kudus dalam pengertian dipilih dan dipisahkan dari orang lain yang belum/tidak percaya, hal itu berarti kita menjadi kepunyaan Allah sendiri sepenuhnya (Tit 2:14; band. Kis 20:28), dengan jauh dari segala kehidupan kejahatan, dan kita dipanggil untuk memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia sebagai persembahan rohani kita kepada-Nya. Kita telah dipanggil keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib dan terang itu kita sebarkan melalui pemberitaan firman-Nya (Kis 4:31; 1Kor 14:26; 2Tes 3:1; 1Pet 2:9; 3:15). Kita ditugaskan untuk membawa orang lain kepada-Nya (2Kor 5:18-21), mendoakan agar semua orang saling mendukung dan dapat diselamatkan (Kol 4:12; 1Tim 2:1; Why 8:3). Maka ketika kita menjadi satu dengan Kristus sebagai bagian dari tubuh-Nya, maka kita telah bergabung dengan pekerjaan keimaman-Nya sebagai wujud rekonsiliasi Allah dengan manusia.

 

Manusia sering sekali mendasarkan konsep dirinya sesuai dengan pencapaiannya. Akan tetapi hubungan pribadi kita dengan Kristus jauh lebih penting dari semua keberhasilan kita, pekerjaan, kekayaan, dan bahkan pengetahuan dan kedudukan kita. Kristus telah membuka jalan ke tempat Yang Maha Kudus bagi kita semua orang percaya, dan kita telah dipilih oleh Allah menurut kehendak-Nya, dan kita juga dipanggil untuk menjadi utusan-Nya bagi orang lain. Ingatlah bahwa nilai diri kita datang dari posisi kita sebagai anak-anak Allah, bukan dari hal yang kita capai. Kita berharga oleh karena Allah membuat demikian, bukan karena atas hal yang kita lakukan. Dengan demikian, kita yang dahulu bukan umat Allah, tetapi sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan (band Hos 1:6,9; 2:23). Inilah semua yang membawa kita kepada bangsa yang terpilih, imamat yang rajani.

 

Penutup

Melalui bacaan minggu ini kita diminta membuang segala kejahatan dan bersikap seperti bayi yang rindu akan susu yang murni dan tidak tercemar. Sikap hasrat ingin itu harus diungkapkan dalam kerinduan untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan sebagai makanan/susu rohani kita. Semua itu bertujuan agar hidup kita dikuduskan dan dipergunakan sebagai batu yang hidup oleh Allah, baik sebagai pribadi maupun sebagai persekutuan jemaat, agar semua dapat memberikan persembahan rohani yang berkenan kepada-Nya. Dia telah membuat Yesus sebagai batu penjuru yang mahal dengan menyelamatkan kita dari dosa-dosa dan kematian, tetapi sekaligus Yesus juga dapat menjadi batu sandungan bagi mereka yang menolak dan tidak taat pada firman-Nya. Ketaatan itu penting dalam membangun bangsa yang terpilih, imamat yang rajani yakni kita jemaat-Nya. Pembangunan suatu rumah rohani bagi Allah hanya dapat dibangun oleh jemaat yang kudus secara pribadi maupun sebagai komunitas. Untuk itu kita perlu saling mengingatkan gereja-Nya untuk selalu setia pada tugas panggilan pelayanan yang telah diberikan, sebab gereja adalah pelayanan sekaligus sebagai alat pelayanan.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci dan tambahkan kata humor atau lelucon).

 

Khotbah Minggu 11 Mei 2014

Khotbah Minggu 11 Mei 2014

 

Minggu Paskah IV

 

YESUS GEMBALA PEMELIHARA JIWAMU

(1Pet 2:19-25)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kis 2:42-47; Mzm 23; Yoh 10:1-10

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)


Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nas pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nas 1Pet 2:19-25 selengkapnya:

 

2:19 Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. 2:20 Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah. 2:21 Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. 2:22 Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. 2:23 Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. 2:24 Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh. 2:25 Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu.

 

--------------------------------------

 

Pendahuluan

Surat Rasul Petrus di sekitar tahun 60-an Masehi ini ditujukan kepada umat Yahudi yang telah percaya dan mereka masih banyak hidup sebagai budak-budak yang tidak memperoleh haknya yang layak. Ayat 18 yang mengawali nas ini mengatakan: “Hai kamu, hamba-hamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis.” Pengikut Kristus yang berlatar belakang Yahudi lainnya juga mengalami penindasan dari Nero, yang membuat mereka ketakutan dan menyebar keluar dari Yerusalem untuk menghindari penyiksaan dan pembunuhan karena iman mereka yang tidak disukai oleh Nero. Menghadapi penderitaan itulah yang merupakan tema nas minggu ini yang memberi pengajaran kepada kita sebagai berikut.

 

Pertama: penderitaan yang tidak seharusnya ditanggung (ayat 19-21)

Dunia tempat kita tinggal di Indonesia pasti berbeda satu sama lain dalam kehidupan kekristenannya. Ada beberapa daerah yang umat kristennya sangat bebas dalam menjalankan ibadah dan membangun gedung gereja. Namun, ada beberapa daerah yang sangat sulit khususnya untuk membangun gedung gereja, karena penolakan beberapa kelompok yang bersifat keras.  Ada juga kesulitan lain dalam melakukan ibadah di luar gedung gereja, apalagi bila melakukan kegiatan pekabaran injil,  maka kemungkinan dianiaya terjadi. Atas perlakuan seperti itu, ada yang diam dan menyembunyikan imannya, padahal semestinya panggilan kita justru harus berusaha masuk dalam tantangan untuk mengabarkan Yesus dengan menyebarkan kasih-Nya. Memang dalam hal ini pemerintah daerah seharusnya melindungi dan netral, namun kenyataannya sering tidak membantu dan kadang malah memilih berpihak. Alkitab memang mengatakan bahwa kita perlu taat pada pemerintah dengan tetap mengacu pada akal sehat dan meneguhkan iman (Rm 13:1). Ketaatan itu kita lakukan demi tujuannya yakni "hanya untuk kemuliaan-Nya” (Rm 11:36), sehingga semua melihat Kabar Baik dan Kasih Yesus itu dinyatakan dan orang percaya mendapat respek dan nama Tuhan dimuliakan.

 

Di lain pihak orang percaya memiliki kekebasan di dalam Kristus, meski pengertiannya tidak melebar yang menjurus ke arah penyalahgunaan. Kebebasan dipergunakan sebagai alat atau jalan bagi kehidupan pelayanan yang penuh antuasias, dalam pengertian melalui profesi pekerjaan atau setiap usaha yang dilakukan. Kehendak Allah adalah kita dipanggil berbuat baik dan melayani, yang dilakukan dengan kesadaran ilahi. Dalam pelayanan itulah bisa saja timbul tantangan seperti di atas yang membawa ke dalam penderitaan, atau sebab-sebab lain yang mungkin karena sikap orang lain yang tidak masuk akal. Akibatnya kita merasa tidak perlu menanggung beban itu, tapi kenyataannya demikian, dan kita harus terima dan hadapi. Apabila penderitaan yang tidak kita harus tanggung datang, maka sebenarnya kita mengambil teladan dari Yesus. Adalah merupakan kehormatan apabila orang percaya menderita bagi Kristus dan pemberitaan Injil (2Tim 2:3; 1Pet 3:14; band. Mat 5:10). Kalau penderitaan itu konsekuensi dari pelayanan, maka firman Tuhan minggu ini mengatakan itu adalah kasih karunia (1Pet 4:13). Kasih karunia berarti kita melakukan yang baik dan benar,  menerima kasih karunia dari Allah dalam arti kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk kita melayani-Nya (Luk 12:43; Flp 1:29; 1Pet 4:14).

 

Semua pengikut Kristus memang harus siap sedia masuk dalam penderitaan (Mrk 8:34-35). Rasul Petrus menggambarkan mereka yang menderita sebagai buah dari perbuatan baik, sama seperti Yesus yang tidak berdosa harus menderita dan mati yang kemudian menghasilkan kemerdekaan kita. Kita mungkin menderita dengan berbagai latar belakang. Beberapa penderitaan bisa saja terjadi karena hasil dari dosa-dosa kita; beberapa mungkin terjadi karena kebodohan kita; beberapa hal lainnya karena kita hidup ditengah-tengah dunia yang cenderung rusak ini. Yang penting jangan sampai kita menderita karena tidak mematuhi Allah atau karena pelanggaran hukum moral dan hukum sipil, atau mencari-cari penderitaan itu sendiri, seperti karena keinginan daging, karena kesombongan atau ingin menguji Allah, yang disebutkan sebagai dosa dalam nas ini dan tidak layak mendapat pujian dari Allah (1Pet 3:17).  

 

Kedua: Menderita tapi tidak membalas (ayat 22-23)

Penderitaan Yesus adalah bagian dari rencana Allah (Mat 6:21-23; Luk 24:25-27, 44-47) dengan maksud untuk menyelamatkan kita orang percaya (Mat 20:28; 26:28). Kehidupan pribadi dan perjalanan hidup-Nya memberikan gambaran akan hal itu yang penuh kuasa, penuh kasih, dan hidup-Nya dalam ketergantungan penuh kepada Allah Bapa. Alkitab mencatat Ia selalu mengungkapkan kebenaran Illahi dan tidak ada tipu daya dari mulut-Nya. Ia dipersiapkan dari sorga sebagai korban Anak Domba dan hidup-Nya di dunia yang tetap taat membuat Ia tidak bercacat (Ibr 5:8). Namun fitnah dan kejahatan yang berangkat dari kecemburuan dan ketakutan dari para kaum Farisi dan para imam membawa Dia pada pengadilan dunia. Proses yang dipaksakan demikian cepat dan sepihak menunjukkan proses pengadilan itu tidak benar. Ia dihukum dengan berat dan bahkan dengan cara terkutuk disalibkan dengan para penjahat.

 

Namun Yesus menghadapi semua itu dengan keteguhan yang kuat. Meski awalnya ada penolakan dari-Nya agar cawan penderitaan itu berlalu (Mat 26:39), tetapi kemudian Ia dengan teguh mengatakan bahwa biarlah kehendak Bapa yang jadi. Kemanusiaan (sejati) Yesus membuat ada rasa takut, bahwa Allah Bapa yang mengutus-Nya akan meninggalkan Dia, tetapi kerendahan hati-Nya meneguhkan bahwa Ia harus melalui semua itu. Hal yang sama dikatakan-Nya di atas kayu salib dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Mat 27:46). Memang terbukti dari awal pengadilan dan perjalanan via dolorosa Ia tidak mengeluh, Ia tidak menghujat, melewati semua dengan sabar dan cerdas, bahkan tetap mengasihi mereka-mereka yang menghukum-Nya. Ia melalui dengan sabar, tenang, dan penuh keyakinan bahwa Allah mengendalikan hidup-Nya. Apa yang diajarkan-Nya sebelumnya kepada para murid dibuktikan yakni "Kasihilah musuhmu", "Janganlah membalas orang yang menampar pipi kirimu", membuktikan Roh Allah bekerja penuh pada-Nya. Ia mengatakan, Ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang diperbuatnya. Sungguh sebuah parameter dan cara pandang yang berbeda dan luar biasa.

 

Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk menggapai tujuan hidup sesuai dengan kemampuan yang diberikan. Itu juga keyakinan kita. Allah memberi kebebasan dari aturan-aturan keagamaan dan rasa bersalah yang berekepanjangan, bahwa kita tidak mengikuti kesenangan-kesenangan kita, melainkan mencapai yang terbaik dari Tuhan bagi diri kita. Allah menghendaki kebebasan itu kita pakai untuk meninggikan kuasa, sukacita, dan kasih yang bertanggungjawab kepada Allah dan dipersembahkan kepada sesama. Kalau kita jujur, banyak orang Kristen masih menjadi budak rasa takut. Adalah lebih mudah untuk tunduk kepada tuan yang baik dan adil, tetapi Rasul Petrus meneguhkan kesetian dan ketekunan dalam situasi diperlakukan tidak adil, sebagaimana perlakuan yang diterima para budak. Kita juga harus taat kepada majikan kita, apakah mereka itu penuh perhatian atau bersikap keras (Ef 6:5). Kita jangan sampai menghakimi orang lain sebab itu adalah hak Allah (Rm 12:19; Mzm 9:5). Kita juga jangan hanya mengasihi  orang yang mengasihi kita, sebab kalau demikian itu tidak ada nilainya (Luk 6:32). Dengan melakukan hal itu kita menang melalui keteladanan yang memperlihatkan kasih Kristus dan membawa mereka kepada Dia. Rasul Paulus juga menuliskan hal yang sama pada Ef 6:5-9; Kol 3:22-25, sebagaimana juga Yesus mengatakan-Nya dalam Mat 5:46 dan Luk 6:32-36.

 

Ketiga: Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh (ayat 24)

Perjalanan hidup Tuhan Yesus yang terhenti sejenak setelah mati di kayu salib bukanlah kematian yang sia-sia. Sebagaimana dijelaskan pada minggu lalu bahwa konsep penebusan melalui kematian Yesus sudah ada sebelum dunia diciptakan.  Allah tidak cukup memakai utusan-Nya dan nabi-nabi sesuai dengan apa yang tertulis di perjanjian lama. Manusia tidak mampu lagi dalam menghadapi tekanan penderitaan oleh bangsa-bangsa lain dan pengharapan mereka juga sudah lenyap. Penyataan Allah melalui umat Yahudi perlu divitalisasi agar mereka tidak merasa bahwa Allah telah meninggalkan mereka. Mesias perlu datang ke dunia dengan inkarnasi. Ini sekaligus merombak perubahan konsep penebusan yang semula melalui korban persembahan dan perlu berulang-ulang (Ibr 10:6), kini hanya melalui persembahan korban yang sempurna dan abadi yakni Tubuh Tuhan Yesus. Tubuh Anak-Nyalah yang perlu diberikan dan harus menanggung semua dosa-dosa kita agar dikuduskan melalui iman penebusan itu (Ibr 10:10). Roh Kudus yang diberi di hati kita menjadi kuasa baru yang memampukan proses itu berlangsung terus menerus sehingga kita tetap menjadi anak-anak-Nya.

 

Persembahan korban Tuhan Yesus hanya sekali dan kita diminta untuk untuk tidak lagi hidup di dalam dosa (Ibr 9:28). Bagi mereka yang sudah percaya namun murtad dan hidup kembali di dalam jeratan dosa, maka sebenarnya mereka kembali menyalibkan Yesus dalam hidup-Nya (Ibr 6:6). Inilah yang dimaksud mati terhadap dosa dalam nas minggu ini yang berarti kita menghindari perbuatan-perbuatan dosa yang tidak berkenan kepada Tuhan (Rm 6:2). Mati terhadap dosa berarti ada perasaan tidak suka dan bahkan jijik terhadap dosa. Allah kudus dan kita pun perlu menjaga hidup kudus. Firman Tuhan Yesus mengatakan, "Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran" (Yoh 17:19). Hal ini terkait dengan Alkitab yang berkata, "Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran" (Rm 6:20). Arti kedua mati terhadap dosa adalah kita sudah dipisahkan dari dosa-dosa yang lalu. Kehidupan baru telah dimulai di dalam Yesus. Untuk itu dikatakan bahwa kita hidup untuk kebenaran dalam pengertian kita hidup dalam pedoman dan kuasa Firman serta menjaga anugerah itu dan berbuah. Kita diminta hidup sesuai dengan firman-Nya, seperti dikatakan-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu" (Yoh 8:31-32).

 

Penderitaan Tuhan Yesus tidaklah ringan. Gambaran dalam film "The Passion" dengan pukulan bola berduri ke tubuh-Nya bukan kisah isapan jempol, sebab metoda itu yang dipakai pada zaman itu. Kita bisa membayangkan luka yang terjadi akibat pukulan bola berduri itu: tubuh yang terkoyak, daging yang terkuak penuh darah menjadi bilur-bilur yang mengenaskan. Darah Yesus menjadi terpercik kemana-mana saat bola duri itu dihempaskan ke tubuh-Nya. Percikan darah Anak Domba Allah ini ibarat percikan darah domba di mezbah umat Yahudi. Inilah yang membuat prosesi itu menjadi sempurna: Ada korban yang tidak bercacat dan ada percikan darah melalui bilur-bilur-Nya (Yes 53:3-5). Yesus tidak saja menjadi korban tetapi menjadi pengganti diri kita sebagai penerima hukuman atas dosa-dosa yang kita lakukan, dan sekaligus memisahkan kita dari kuasa dosa yang lama. Melalui semuanya itu kita disembuhkan dari segala penyakit dosa, dipulihkan dari penyakit ketakutan akan penghukuman dan masuk neraka, disembuhkan dari penyakit tubuh atas perkenaan-Nya (Mzm 103:3), terutama sembuh dari penyakit ketakutan akan kematian. Orang yang percaya pada kebangkitan Yesus dan menjadikan Ia sebagai Juruselamatnya, maka ia akan memperoleh kesembuhan semua itu melalui bilur-bilur-Nya.

 

Keempat: Kembali kepada gembala dan pemelihara jiwa (ayat 25)

Perumpamaan domba dalam hal ini mengandung dua arti. Arti pertama domba secara umum bahwa semua umat manusia adalah sama di hadapan Tuhan, dalam pengertian ketika lahir semua ibarat kertas putih bersih. Pengertian kedua adalah kita memang sudah ditetapkan sehingga pada dasarnya kita adalah anak-anak-Nya sejak awal (Ef 1:4). Allah menciptakan manusia pasti dengan maksud tujuan baik. Diskusi dan pembahasan soal (kecendrungan) dosa asal bisa berakibat tidak membangun iman. Jadi dalam nas ini pengertian domba tidak perlu dibedakan dengan istilah kambing dalam Mat 25:31-46, yang bermakna mereka yang terkutuk yang dienyahlah dari hadapan-Nya dan dimasukkan ke dalam api yang kekal. Kedua pengertian itu dapat membawa konsekuensi yang sama bahwa tetap setiap orang bisa sesat sampai ada pertobatan dan anugerah dari Allah bagi mereka yang diselamatkan. Kambing yang “tidak dipilih” bisa tetap sesat namun “domba yang dipilih” pun tetap bisa jatuh dan sesat. Inilah yang terjadi pada umat Yahudi saat itu menjadi sesat ketika mereka mengambil jalan sendiri-sendiri (Yes 53:6) dengan tidak berpengharapan dan bersandar lagi kepada Allah yang memilih mereka.

 

Allah melalui kasih-Nya telah mengirim Kristus untuk memberi pengharapan baru bagi umat-Nya. Allah tidak menginginkan seorang pun sesat melainkan diselamatkan. Ia mengirimkan Anak-Nya untuk menjadi Gembala yang baik bagi umat-Nya. Yesus sendiri sudah mengindikasikan dengan mengatakan, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yoh 10:11). Ia membuktikan hal itu dengan memberikan nyawa-Nya sebagai penebusan pengganti (substitution atonement) dengan mati dan bangkit bagi yang percaya dan menempatkan-Nya sebagai Gembala Agung. Kalau sebelumnya mereka sebagai budak tidak diperlakukan sebagai manusia, yang tidak memiliki jiwa dan hanya dianggap sebagai “barang”, maka dengan kedatangan Gembala Sang Penebus mereka menjadi pribadi-pribadi yang baru, yang berdiri tegak dengan perasaan penuh hak dan harga diri. Tujuan semuanya bukan untuk kesombongan dan membebaskan diri, atau melakukan pemberontakan terhadap majikan, melainkan agar mereka mampu menghadapi segala kemungkinan penderitaan dengan Gembala yang mengendalikan masa depannya.

 

Sebagai budak mereka tetap memperlihatkan sikap sebagai pekerja, tanpa perlu mengurangi kedisiplinan mereka. Yang penting dan utama dari mereka adalah sudah melihat diri mereka sebagai sebuah pribadi, sebuah jiwa dan menempatkan diri dengan benar. Di mata Tuhan setiap jiwa  yang dikasihi-Nya berharga (band. Mzm 116:15; Mat 12:12). Di mata Tuhan tidak ada lagi status budak, pekerja, buruh atau pembantu. Setiap orang perlu memberikan yang terbaik dengan menganggap semua pekerjaan adalah bagi Kristus, sang Gembala yang kini menjadi Pemelihara jiwa kita (Kol 3:17). Tidak masalah bagi Gembala apakah kita dahulunya adalah domba yang sesat, tetapi yang penting menerima dan mau masuk pintu keselamatan itu. Sebagaimana Tuhan Yesus mengatakan, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu (Yoh 10:7).

 

Penutup

Melalui nas minggu ini kita diajarkan tentang bagaimana sikap seorang Kristen dalam menghadapi penderitaan yang tidak seharusnya ditanggungnya, sebagaimana dialami umat Kristen pada masa itu yang kebanyakan adalah para budak. Pada masa kini pun setiap orang bisa saja datang penderitaan yang bukan kehendaknya atau ia merasa tidak layak mendapatkannya, tetapi sikap seorang Kristen adalah menerima dan menghadapi tegar dengan berbekal dan beriman adanya pertolongan Tuhan Yesus. Kita diminta tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, mengurangi komitmen dan tidak terpengaruh situasi, melainkan tetap dalam sikap disiplin dan kasih, dengan memegang prinsip oleh bilur-bilur-Nya kita sudah disembuhkan dan dipulihkan dari segala penyakit dan rasa takut. Kekuatiran kita tidak perlu sebab kita sudah memiliki Gembala Agung yang menjadi  Pemelihara jiwa kita, sehingga dalam situasi apapun kita diharapkan menjadi pemenang.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci dan tambahkan kata humor atau lelucon).

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 418 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7414345
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
57460
61324
167111
7204198
449207
1386923
7414345

IP Anda: 172.70.189.112
2024-11-21 23:41

Login Form