Tuesday, December 03, 2024

Khotbah Minggu 6 Juli 2014

Khotbah Minggu 6 Juli 2014

 

Minggu IV Setelah Pentakosta

 

PERJUANGAN MELAWAN DOSA

(Rm 7:15-25a)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari:

 

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

Daftar selengkapnya khotbah untuk tahun 2014 dan tahun berikutnya dapat dilihat di website ini -> Pembinaan -> Teologi

 

Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nas pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nas Rm 7:15-25a selengkapnya dengan judul: Perjuangan hukum Taurat dan dosa

 

7:15 Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. 7:16 Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik. 7:17 Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. 7:18 Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. 7:19 Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. 7:20 Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku. 7:21 Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. 7:22 Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, 7:23 tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku. 7:24 Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? 7:25 Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita

 

------------------------------

 

Pendahuluan

Nas minggu ini kembali mengulas kedudukan hukum Taurat sebagai bagian dari salah atu cara Allah untuk membawa manusia untuk dapat menyenangkan hati-Nya, yang diturunkan saat bangsa Israel dalam perjalanan kembali ke tanah Kanaan melalui nani Musa. Dalam perjalanannya, manusia berusaha berjuang untuk mematuhi hukum tersebut dan dalam kenyataannya sejarah mencatat melalui berbagai pergumulan dalam sejarah Israel, manusia gagal dalam mematuhi hukum Taurat itu. Allah tidak menginginkan manusia ciptaan-Nya menjadi binasa karena tidak seorang pun yang bisa selamat. Melalui nas minggu ini kita diberi pengajaran penting sebagai berikut.

 

Pertama: Kuasa dosa di dalam tubuh (ayat 15-17)

Ayat-ayat ini merupakan jeritan hati seseorang yang putus asa - menggambarkan pengalaman setiap orang percaya yang berjuang melawan dosa atau mencoba berusaha menyenangkan hati Allah dengan memelihara hukum-hukum dan aturan, tanpa bantuan pertolongan Roh Kudus. Hukum Taurat itu sendiri baik dan bersifat kudus, memperlihatkan sifat dan keinginan Allah akan manusia untuk menjadi kudus, yang menggambarkan rupa Allah. Tetapi dosa dan kuasanya telah mengelabui manusia dengan memutar balikkan aturan yang ada. Di dalam Taman Eden, ular menipu Hawa dengan menantang kebebasannya dan menyudutkannya di satu pembatasan yang Allah telah buat. Hawa digoda penipu licik dan berhasil. Bahkan setelah kejadian itupun, manusia terus memberontak terhadap Allah. Dosa memang bisa menjadi sesuatu yang menarik dan menantang sebab Allah mengatakan hal itu adalah salah. Itu bisa kita lihat sebab ada yang berpikir mangga curian lebih enak rasanya dibanding mangga yang dibeli di pasar. Namun perlu waspada, ketika kita digoda untuk berbuat dosa, kita perlu melihat hukum Taurat dan aturannya yang tertulis dengan sudut pandang yang lebih luas, yakni dari cahaya kebaikan dan anugerah Allah. Jika kita melihat pada kasih Allah Bapa yang demikian besar, kita akan mengerti bahwa Allah sebenarnya membatasi tindakan dan sikap kita yang tujuannya membuat kita jauh dari bahaya dan penderitaan.

 

Rasul Paulus berbagi tiga hal yang ia pelajari dalam usahanya untuk mengendalikan keinginan berbuat dosa. Pertama, pengetahuan akan hukum dan aturan bukanlah sebuah jawaban atau jaminan akan ketaatan. Kita tahu, banyak hakim, polisi, jaksa, pengacara, dan bahkan Ketua Mahkamah Konstitusi RI pun akhirnya menjadi tersangka dan dihukum. Oleh karena itu, Rasul Paulus mengatakan ia merasa lebih nyaman apabila ia tidak mengerti apa yang diinginkan oleh hukum. Ia tahu hukum Taurat itu baik tapi ia sendiri tidak mampu melaksanakannya. Ketika kita mengetahui bahwa yang kita lakukan itu sebetulnya bukan yang kita kehendaki, maka seolah-olah kita membenarkan kuasa hukum Taurat itu. Justru sebaliknya, ketika ia belajar tentang kebenaran, ia tahu bahwa dirinya sudah diselamatkan. Kedua, keyakinan diri, berupa perjuangan sesuai kekuatan diri sendiri pasti tidak berhasil. Rasul Paulus menemukan dirinya berdosa dengan jalan yang sebenarnya tidak menarik hatinya, cara-cara yang bahkan tidak menarik baginya, bahkan membenci tindakan-tindakannya yang bertentangan dengan hukum itu.

 

Tetapi dosa tetap dosa kalau itu sudah terjadi. Ketika dosa sudah terjadi maka sebenarnya dosa telah menjadi Penguasa atau Boss dalam kehidupan kita, meski kita tidak suka. Dalam hal inilah terjadi kebingungan dalam diri sama seperti yang dirasakan Rasul Paulus. Ia merasa memiliki pribadi ganda: satu yang asli dengan keinginan baik dan batin yang ingin ketenangan, tetapi di lain pihak ada pribadi lain yakni pribadi palsu yang mengendalikan hidupnya. Ada sebuah kekuatan yang mengendalikan sisi hidupnya yang lain, yang sulit dikalahkan dan selalu membawa dia ke bagian yang tidak menyenangkan batinnya dan secara otomatis juga hati Allah. Dengan demikian ia berkata,  bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. Dalam suratnya yang lain, Rasul Paulus mengkatagorikan hal yang baik dan batin itu adalah kekuatan roh, dan hal yang jahat itu adalah kekuatan daging. "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki" (Gal 5:17).

 

Kedua: Kehendak bebas untuk berbuat jahat (ayat 18-20)

Rasul Paulus merendah dengan mengatakan tidak ada sesuatu yang baik di dalam dirinya. Ia mengulangi kalimat-kalimat dalam ayat sebelumnya (15-17) sebagai penegasan bahwa itu benar merupakan pergumulan yang hebat baginya. Mungkin ia merasa bahwa hal baik yang dilakukannya pun tidak memuaskan dirinya. Ia merasa dirinya tidak berhasil melakukan yang terbaik bagi Tuhan yang memberinya begitu banyak. Ia merasa terlalu sedikit melakukan hal yang baik yang membuat batinnya bergejolak dalam ketidakpuasan. Ia juga merasa bahwa segala hal baik yang ia lakukan itu adalah sikap rasa syukur atas apa yang diperolehnya dari Tuhan, sehingga itu tidak layak untuk dibanggakan. Sementara itu ia merasa terlalu banyak melakukan hal yang jahat dan itu semua disadarinya, ada kuasa didalam dirinya yang beban terbawa-bawa sehingga membuat demikian.

 

Dalam hal kita perlu melihat apa yang disampaikannya pada pasal sebelumnya yakni tentang beban dosa yang diembannya. Beban dosa ini menurutnya merupakan "warisan" dari Adam yang sering disebut sebagai dosa asal atau dosa warisan. Tentang dosa asal ini kaum Palagianisme berpendapat bahwa dosa Adam tidak mempunyai pengaruh terhadap keturunannya. Jadi dosa Adam itu terputus hanya pada Adam saja. Kaum Arminianisme mengatakan bahwa dosa Adam telah mengakibatkan seluruh manusia mewarisi kecenderungan untuk berdosa, yang membuat kita memiliki “natur dosa.” Natur dosa ini terjadi secara alamiah yang menyebabkan kita berdosa sebagaimana halnya natur seekor kucing yang menyebabkannya mengeong. Sama seperti Palagianisme, menurut pandangan ini, kita tidak bertanggung jawab atas dosa Adam, tapi hanya dosa kita sendiri. Memang manusia tidak dapat menghilangkan kecendrungan dan berhenti berdosa dengan kemampuannya sendiri, oleh sebab itu Allah memberi suatu anugerah umum kepada semua orang yang memampukan kita untuk berhenti berdosa atau MENJADI orang yang tidak berdosa. Dalam Arminianisme, anugerah ini disebut anugerah asal. Namun sayangnya pandangan anugerah asal sebenarnya tidak ada dasar alkitabiahnya. Sementara Yohanes Calvin berpendapat lain, bahwa dosa Adam mengakibatkan bukan hanya dalam hal kita memiliki natur dosa, tetapi juga dalam hal kesalahan kita di hadapan Allah yang mana kita patut dihukum. Oleh karena Adam telah ditemukan bersalah dan dia berdosa, maka dosa dan hukumannya (termasuk maut dan kematian) itu menjadi bagian kita juga (Roma 5:12-19). Ada dua alasan menurut Calvin mengapa kesalahan Adam harus dilihat sebagai dosa kita juga. Alasan pertama menyatakan bahwa suku-suku bangsa adalah di dalam Adam dalam bentuk bibit; dengan demikian ketika Adam berdosa, kita berdosa di dalam dia. Alasan lainnya adalah bahwa Adam sebagai wakil kita dan karena itu ketika dia berdosa, kita juga dinyatakan bersalah.

 

Akan tetapi, bagaimana Allah dapat meminta kita bertanggung jawab untuk dosa yang kita tidak lakukan secara pribadi? Untuk ini ada sebuah penjelasan yang dapat diterima yaitu bahwa kita menjadi bertanggung jawab untuk dosa asal ketika kita memilih untuk menerima, dan bertindak menuruti natur kita yang berdosa. Ada satu titik dalam hidup ketika kita menjadi sadar akan keinginan berdosa dari diri kita sendiri. Pada saat itu kita harus menolak natur dosa dan bertobat dari itu. Sebaliknya, apabila kita “menyetujui” natur berdosa, mengikuti dan menikmati keberdosaan kita, maka kita sebenarnya menyatakan persetujuan dengan perbuatan Adam dan Hawa di Taman Eden; oleh karena itu kita bersalah atas dosa itu tanpa benar-benar melakukannya. Bagian atau porsi kita dalam hal ini terjadi ketika kita menerima dosa itu sebagai bagian hidup kita, yakni saat pertama kali kita melakukan hal yang tidak sesuai dengan firman dan kehendak Allah. Inilah yang menjadi "beban" di dalam diri setiap orang, sehingga menurut Paulus,  "bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku" (ayat 19-20)

 

Ketiga: Menjadi tawanan hukum dosa (ayat 21-23)

Menjadi manusia baru bukan sekedar mengambil momen iman sesaat, melainkan menjadi serupa dengan Yesus yang membutuhkan proses panjang dan seumur hidup. Untuk itu Rasul Paulus mencoba membandingkan pertumbuhan kerohanian kristen seperti latihan pertandingan badani (1Kor 9:24-27; 2Tim 4:7). Sebab itu dalam awal suratnya, Rasul Paulus menyatakan tidak satupun di dunia ini yang bebas dari dosa; tidak seorangpun yang layak untuk diselamatkan, baik mereka yang hidup dalam aliran sinkritisme yang tidak mengenal Allah, maupun mereka yang mengetahui hukum dan mencoba memelihara hukum-hukum itu. Memang dalam hal ini Rasul Paulus memberi nilai pada hukum Taurat Paulus dengan menegaskan bahwa sesungguhnya ia suka dan merindukan apa yang baik dari hukum itu, meski mengakui bahwa tetap saja ia melakukan hal yang buruk dan jahat. Dengan kata lain, ia mengakui bahwa dosalah yang membuat seseorang menjadi jahat.

 

Memang sesungguhnya ada tekanan yang besar pada pengalaman kehidupan kekristenan setiap hari. Sering terjadi konflik bathin antara kita setuju dengan perintah Allah akan tetapi kita tidak dapat mengikutinya. Sebagai hasilnya, kita merasakan penderitaan yang besar karena pertentangan itu. Manusia lahiriah kita diperadukan dengan manusia batiniah yang dilengkapi oleh akal budi, sebagai wujud hukum Allah dalam pemahaman Paulus. Ini menjadi sebuah pertentangan batin yang dialami setiap orang. Dalam hal ini Rasul Paulus memberi pelajaran bagaimana kita menyikapi hal tersebut. Apabila kita merasa takluk dalam pertentangan batin itu, maka kembalilah pada dasar kehidupan kerohanian kita, yakni bagaimana dosa-dosa kita telah dibebaskan oleh hukum kasih karunia (band. 2Kor 4:16). Ini yang bisa membebaskan dari rasa bersalah itu. Dalam hal ini kita yang sudah lahir baru, yang sudah menerima kasih karunia pembebasan dosa perlu mengingat firman-Nya, "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya" (Gal 5:24).

 

Oleh karena itu jangan pernah menyepelekan kekuatan dosa. Jangan juga mencoba melawannya dengan kekuatan diri sendiri. Setan itu penggoda yang licik dan sebaliknya kita manusia mempunyai kemampuan yang hebat dalam mencari pembenaran diri sendiri. Kita sangat ahli dalam memberi dalih dan alasan mengapa kita jatuh ke dalam dosa. Padahal, itu sebenarnya tanda-tanda kita telah menjadi tawanan dosa. Menjadi tawanan (hukum) dosa atau hamba dosa berarti ada benih-benih atau racun di dalam anggota-anggota tubuh kita. Ini menjadi sesuatu yang mudah berbiak menjadi dosa, yang memperlihatkan hakekat kesetiaan pada jalan lama yakni menyenangkan dan melayani diri sendiri dibanding dengan menyenangkan Allah. Manusia lama kita yang masih suka dengan dan takluk dengan hukum dosa itulah yang perlu berubah menjadi manusia baru yang menuruti akal budi yakni hukum Allah melalui kuasa Roh Kudus (band. Kol 3:9-10; Gal 5:17; 1Pet 2:11).

 

Keempat: Yesus yang melepas kita dari dosa (ayat 24-25

Inilah yang ingin dijelaskan firman Allah minggu ini melalui Rasul Paulus, yakni menjadi seorang Kristen tidak membuat kita terbebas dari dosa dan juga lepas dari godaan serta ujian di dalam kehidupan pribadi kita. Perjuangan melawan dosa berlangsung terus menerus. Yang utama, daripada mencoba melawan dosa dengan kemampuan diri sendiri, lebih baik kita berpegang pada kuasa yang luar biasa dari Kristus yang tersedia bagi kita. Kuasa ini adalah penyediaan pemeliharaan Allah untuk menjamin kemenangan kita atas dosa, yakni dengan Ia memberi Roh Kudus untuk hidup di dalam diri kita dan memberi kita kekuatan. Dan ketika kita jatuh, kasih-Nya akan menggapai untuk menolong kita bangkit kembali.

 

Maka ketika kita merasakan kebingungan atau ditaklukkan oleh dosa, mari kita mengklaim pembebasan yang diberikan oleh Yesus kepada kita. Kuasa-Nya dapat mengangkat kita pada kemenangan. Kita perlu sadar bahwa tubuh dan kedagingan kita memang menjadi ajang pertempuran oleh hukum dosa dan hukum Allah. Kita menjadi orang celaka dan terbelenggu dan bersalah ketika kita takluk, menjadi tidak berdaya dan melihat kesia-siaan. Akan tetapi, kita akan menjadi pemenang ketika kita berhasil melewati pergumulan itu, saat kita bersama Yesus Kristus, Tuhan kita. Kalaupun kita sesekali kalah, datanglah mengakui kelemahan diri kita dan akan diperdamaikan kembali. Kesadaran akan adanya dua "pribadi" dalam diri setiap orang jangan membuat kita menjadi apatis. Kita tidak perlu berputus asa dengan situasi itu. Kita datang dengan penyesalan berat dan memohon pengampunan, memohon kekuatan baru untuk dapat tegak kembali (Rm 8:11,13).

 

Bagi kita yang utama adalah memahami bahwa pengetahuan akan hukum dosa tidak memiliki makna untuk merubah menjadi pribadi yang baik dan berakal budi. Pengharapan selalu ada yakni di dalam Kristus, yang melepaskan kita dari tubuh maut ini, yakni tubuh yang tidak abadi, dan akan digantikan dengan tubuh kemuliaan di akhir zaman. Itulah merupakan ucapan syukur kita kepada-Nya. Semua kita pada akhirnya tergantung kepada karya Kristus untuk menyelamatkan kita dari kebinasaan maut. Kita tidak mendapatkan itu dari sikap kita yang baik saja, tetapi juga penyerahan diri sepenuhnya dalam hidup baru  (Yoh 3:3; 2Kor 5:17). Sepanjang ada dorongan melaksanakan kehendak Allah maka Allah yang terus berkuasa yang membawa hidup kita di jalan kebenaran, dan sejatinya itu pasti berbuah hal yang sangat disukakan oleh Allah.

 

Penutup

Nas minggu sungguh memberikan gambaran pergumulan hati seseorang tentang bagaimana kuasa dosa itu bekerja di dalam tubuh setiap orang. Ini merupakan pengalaman pribadi Rasul Paulus yang menjadi firman Tuhan. Kuasa itu dapat datang dari dosa asal atau dosa turunan yang merupakan kecendrungan berdosa atau bahkan yang merupakan bagian kita dari dosa kakek-nenek atau orang tua kita. Kecendrungan dosa yang mengikuti keinginan daging dan dunia, juga mendorong setiap orang untuk melakukan hal yang jahat, meski diakui itu bukan kehendaknya. Inilah sebenarnya situasi itu dan kita menjadi tawanan dosa, hamba dosa yang tidak bisa lagi melakukan hal yang (lebih) baik. Kita bersyukur, dengan kasih Allah yang demikian besar dan melalui anak-Nya Tuhan Yesus Kristus, kita mampu lepas dari perhambaan itu dan menjadi pemenang-pemenang dalam perjuangan  melawan dosa. Oleh sebab itu kita bersyukur dan berkata, Terpujilah Tuhan yang Mahabaik.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci dan tambahkan kata humor atau joke).

 

 

-------------------------------------------------

 

 

Full Life: Rm 7:7-25 - OLEH HUKUM TAURAT AKU TELAH MENGENAL DOSA.

Nas : Rom 7:7-25

Bagian ini melukiskan pengalaman Paulus sebelum bertobat atau siapa saja yang berusaha menyenangkan Allah tanpa bergantung pada kasih karunia, kemurahan, dan kekuatan-Nya (lihat cat. --> Rom 8:5).[atau ref. Rom 8:5]

lihat art. IMAN DAN KASIH KARUNIA).

 

1.         1) Dalam ayat Rom 7:7-12, Paulus menerangkan tahap ketidaksalahan hingga mencapai "usia tanggung jawab". Mereka itu "hidup" (ayat Rom 7:9) yaitu, tanpa kesalahan dan tanggung jawab rohani, sehingga mereka atas kehendaknya sendiri melanggar perintah Allah yang tertulis di luar atau di dalam hati mereka (bd. Rom 2:14-15; 7:7,9,11).

2.         2) Dalam ayat Rom 7:13-20, Paulus menggambarkan keadaan perbudakan kepada dosa karena ketika hukum Taurat dikenal, ia menyadarkan manusia akan dosa yang tadi tidak disadarinya, sehingga sekarang manusia betul-betul menjadi pelanggar. Dosa menjadi tuan sekalipun mereka berusaha melawannya.

3.         3) Dalam ayat Rom 7:21-25, Paulus menyingkapkan puncak keputusasaan yang menguasai orang bila pengetahuan dan kuasa dosa makin menyedihkan mereka.

 

Full Life: Rm 7:15 - BUKAN APA YANG AKU KEHENDAKI YANG AKU PERBUAT.

Nas : Rom 7:15

Mereka yang berusaha untuk menaati hukum Allah tanpa kasih karunia Kristus yang menyelamatkan menemukan bahwa mereka tidak sanggup melaksanakan maksud baik hatinya. Mereka bukan penguasa atas diri mereka sendiri; kejahatan dan dosa berkuasa di dalam dirinya. Mereka merupakan hamba kejahatan dan dosa (ayat Rom 7:15-21) dan menjadi "tawanan hukum dosa " (ayat Rom 7:23). Hanya di dalam Kristus, Allah menyediakan "jalan ke luar" dari pencobaan "sehingga kamu dapat menanggungnya" (1Kor 10:13).

 

Jerusalem: Rm 7:14-25

Bagian ini memperbincangkan tentang manusia yang dikuasai oleh dosa sebelum dibenarkan, pada hal bab 8 memperbincangkan tentang manusia yang sudah dibenarkan dan memiliki Roh Kudus. Tetapi juga orang Kristen di dunia ini masih mengalami pertentangan di dalam dirinya, Gal 5:17 dst.

 

Ende: Rm 7:15 - Kukehendaki

disini bertjorak "menggemari", "suka kepada", "menginginkan", jaitu berlawanan dengan "bentji".

 

Ref. Silang FULL: Rm 7:15 - aku perbuat

• aku perbuat: Rom 7:19; Gal 5:17

 

Hagelberg: Rm 7:15

7:15 Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu.428 Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku lakukan.

Pergumulan Paulus pada waktu dia sudah lahir baru tetapi belum hidup menurut Roh Allah digambarkan di sini. Kehendaknya tidak terwujud, karena tubuhnya masih dikuasai oleh sesuatu yang sulit dikalahkan.

 

Wycliffe: Rm 7:7-25

3) Masalah-masalah Sekitar Pergumulan Melawan Dosa (7:7-25).

Di dalam bagian ini Paulus mengungkapkan pergumulan batiniahnya sendiri. Dia tidak menceritakan ini sebagai sepotong otobiografi yang menarik, tetapi karena dia tabu para pembacanya mengalami pergumulan yang sama. Paulus yang dikendalikan oleh dosa melakukan hal-hal yang oleh Paulus yang dikendalikan oleh Allah tidak ingin dilakukan. Paulus yang dikendalikan oleh dosa bukanlah dirinya yang sejati, tetapi dirinya yang palsu. Sekalipun demikian dua-duanya adalah dirinya. Paulus salah ketika ia dikendalikan oleh dosa dan kudus ketika ia dikendalikan oleh Allah. Selaku orang Yahudi dia mengetahui kehendak Allah (Kis. 22:3; 26:4, 5; Flp. 3:6).

 

Sejauh ia melaksanakan kehendak Allah. dia dikuasai oleh Allah. Ini tidak menjadikan dia seorang yang percaya kepada Kristus atau seorang Kristen. Tetapi hal tersebut menyadarkan dia akan pergumulan antara melakukan yang benar dengan melakukan yang salah. Ketika dia menjadi orang Kristen, pergumulan tersebut makin meningkat. Setiap orang percaya yang mengetahui tentang kebenaran yang dicurahkan oleh Allah, dan tentang kebenaran sebagai cara hidup orang Kristen, ketika membaca bagian ini akan dapat berkata, "Inilah pengalaman saya." Paulus juga mewakili bangsa Yahudi - bangsa milik Tuhan - yang telah berpindah dari keadaan puas diri di bawah hukum Taurat kepada suatu keadaan prihatin dengan pergumulan-pergumulan mendalam yang muncul akibat perpindahan tersebut, lalu mencapai ketenangan dan kemenangan di dalam Kristus.

 

Wycliffe: Rm 7:15-25

c) Bagaimana Pergumulan Batin Dapat Diatasi? (7:15-25).

Di dalam bagian ini penulis dengan jelas melukiskan pergumulan di dalam jiwanya sendiri. Dia menggunakan berbagai ungkapan untuk melukiskan diri sebagai egois atau sebagai hamba dosa. Dia memakai ungkapan lain untuk melukiskan dirinya sebagai hamba Allah. Pergumulan muncul karena dia ingin melayani Allah, tetapi ternyata dia justru melayani diri sendiri dan dosa.

 

Wycliffe: Rm 7:15 - Sebab apa yang aku perbuat aku tidak tahu // Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. 16 // hukum Taurat itu ba // k

15. Sebab apa yang aku perbuat aku tidak tahu. Ini adalah pernyataan orang yang bingung. Tetapi dia bukannya tidak mengetahui apa yang Salah. `Persoalannya ialah bagaimana mengatasi hal yang salah tersebut. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat.

 

16. Inilah seorang yang memiliki pengetahuan. Dia menunjukkan persetujuan bahwa hukum Taurat itu baik ketika ia mengatakan bahwa ia membenci tindakan-tindakannya yang bertentangan dengan hukum Taurat. Dengan demikian bukan diri Paulus sesungguhnya 'yang melakukan kejahatan, melainkan dosa yang tinggal di dalam dia (ay. 17). Di sini sang penulis mengidentifikasikan dirinya yang sesungguhnya dengan "aku" (ego). Sewaktu mengatakan bahwa dosa di dalam dirinyalah yang bertanggung jawab, Paulus bukan berusaha untuk mengelak tanggung jawab, tetapi hanya mengakui bahwa dosalah yang membuat dirinya menjadi jahat.

 

Hagelberg: Rm 7:16

7:16 Jadi jika aku lakukan apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik.

Dalam pergumulan ini, dia mengaminkan apa yang sudah ditegaskan dalam pasal 7:14, bahwa hukum Taurat itu baik.

 

Hagelberg: Rm 7:17

7:17 Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi Dosa yang diam di dalam aku.

 

Yang disebut aku dalam ayat ini sudah lahir baru. Dan dia berani berkata bahwa bukan dia yang melakukan apa yang jahat, tetapi Dosa yang mendiami dia. Paulus tidak berdalih, dan dia tidak puas dengan keadaan yang susah ini, tetapi dia mau menjelaskan bahwa bagi orang yang lahir baru, dosa adalah sesuatu yang asing yang dapat menguasai dia.

 

Ref. Silang FULL: Rm 7:18 - sebagai manusia

• sebagai manusia: Rom 7:25; Gal 5:24;

 

Hagelberg: Rm 7:18

7:18 Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam dagingku, yang baik tidak ada. Sebab hal menghendaki memang ada di dalam aku, tetapi hal memperbuat yang baik tidak kutemukan.

 

Dalam ayat ini kita dapat melihat dua macam aku. Ada satu aku yang disamakan dengan dagingku. Aku itu tidak baik sama sekali. Tetapi ada juga aku yang menghendaki hal-hal yang baik.

 

Wycliffe: Rm 7:18 - Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik // di dalam aku // di dalam aku sebagai manusia // Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik

18. Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Frasa di dalam aku dan di dalam aku sebagai manusia melukiskan Paulus sebagai dikendalikan oleh dosa. Tidak ada yang baik di dalam dirinya sebagai manusia merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa minyak dan air tidak dapat bercampur. Di mana daging berkuasa, keinginan untuk melakukan yang baik menjadi tidak berdaya. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Paulus bermaksud mengatakan bahwa dia sudah memiliki kehendak untuk melakukan hal yang baik, tetapi tidak melaksanakannya.

 

Hagelberg: Rm 7:19

7:19 Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku lakukan, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.

Dalam ayat ini Paulus mengulangi apa yang sudah dikatakan dalam 7:15b.

 

Wycliffe: Rm 7:19 - Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat

19. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Waktu melakukan hal yang baik Paulus merasa dirinya tidak berhasil melakukan apa-apa. Tetapi waktu melakukan hal yang jahat dia menyadari apa yang dilakukannya.

 

Jerusalem: Rm 7:20 - tetapi dosa yang diam di dalam aku

Paulus tidak mau mengatakan bahwa manusia pribadi tidak bertanggung jawab atas yang jahat, sebagaimana juga pertanggungan jawab terhadap yang baik tidak disangkal Paulus dalam Gal 2:20.

 

Hagelberg: Rm 7:20

7:20 Jadi jika aku melakukan apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi Dosa yang diam di dalam aku.

Di sini 7:16a dan 7:17 diulangi. Paulus menegaskan bahwa aku yang sesungguhnya adalah aku yang merindukan apa yang baik.

 

Wycliffe: Rm 7:20 - aku // tetapi dosa yang diam di dalam aku

20. Menghadapi kenyataan ini. Paulus kembali berkesimpulan, seperti dalam ayat 17, bahwa bukan lagi aku yang berbuat, tetapi dosa yang diam di dalam aku.

Jerusalem: Rm 7:21 - aku dapati hukum ini

Hukum itu ialah yang dapat diambil dari pengalaman manusia "kedagingan".

 

Hagelberg: Rm 7:21

7:21 Maka aku membuktikan429 hukum430 ini bahwa walaupun aku hendak melakukan apa yang baik, tetapi yang jahat ada padaku.

Ayai ini meringkas apa yang dikatakan dalam pasal 7:15-20. Hukum yang dimaksudkan di sini berlawanan dengan kehendak akal budi Paulus, yang mau melakukan hukum Taurat. Hukum ini diuraikan dalam dua ayat yang berikut, di mana hukum ini disebut "hukum lain".

 

Wycliffe: Rm 7:21 - berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada // hukum lain

21. Karena itu sang penulis berkesimpulan bahwa ketika ingin berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padanya. Keinginannya untuk melakukan hal yang baik memperoleh perlawanan sengit dari apa yang ia namakan hukum lain. Di sini dosa yang disebut sebagai hukum karena keseragaman tindakannya.

 

Full Life: Rm 7:22 - AKU SUKA AKAN HUKUM ALLAH.

Nas : Rom 7:22

Banyak orang di bawah hukum PL mendapati bahwa dalam hati (jiwa dan pikiran) mereka menyukai hukum dan perintah Allah itu (bd. Mazm 119:1-176; Yes 58:2). Akan tetapi, pada saat yang sama, selama pertolongan diharapkan hanya dari hukum, nafsu-nafsu dosa masih berkuasa (ayat Rom 7:23). Demikian juga, saat ini di dalam gereja mungkin ada orang yang mengakui kebenaran, kemurnian, dan kesempurnaan Injil Kristus, namun karena belum mengalami kasih karunia Kristus yang melahirkan kembali, mereka menemukan dirinya masih terbelenggu dosa. Sementara kita berusaha hidup bebas dari perhambaan dosa dan kedursilaan, semua usaha kita akan sia-sia jika kita tidak sungguh-sungguh dilahirkan kembali, diperdamaikan dengan Allah, ditebus dari kuasa Iblis dan dijadikan manusia baru di dalam Kristus, serta hidup baru di dalam Roh (Yoh 3:3; Rom 8:1-39; 2Kor 5:17).

 

Jerusalem: Rm 7:22 - hukum Allah

Var: hukum akal-budi

 

Jerusalem: Rm 7:22 - Sebab di dalam batinku

Harafiah: menurut manusia batiniah. "Manusia batiniah" itu ialah unsur berakal dalam manusia, yang diperlawankan dengan "manusia lahiriah", 2Ko 4:16, yang tidak lain kecuali tubuh yang dapat menderita dan mati. Pemikiran yang berasal dari dunia Yunani ini berbeda dengan pemikiran tentang "manusia lama" dan "manusia baru", Kol 3:9-10+, yang termasuk pemikiran Yahudi tentang akhir zaman. Namun ada kalanya Paulus berkata tentang "manusia batiniah" dengan arti Kristen sehingga sama dengan "manusia baru", 2Ko 4:16; Efe 3:16.

 

Ref. Silang FULL: Rm 7:22 - dalam batinku // hukum Allah

• dalam batinku: Ef 3:16

• hukum Allah: Mazm 1:2; 40:9

 

Hagelberg: Rm 7:22-23

7:22-23 Sebab di dalam manusia batin aku bersukacita dalam hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku.

 

Dalam dua ayat ini Paulus menyebut tempat dari kehendak yang baik, dan juga tempat dari hukum lain itu. Kehendak yang baik berdiam di dalam manusia batin431 orang percaya. Hukum Allah disebut hukum akal budiku, sehingga kita mengerti bahwa kehendak baik berdiam dalam akal budi432 orang percaya. Sampai saat ini Paulus hanya berkata "aku", tetapi dua istilah ini jauh lebih spesifik dan jelas.

 

Sama seperti hukum Allah berlawanan dengan hukum lain itu, demikian juga manusia batin, atau akal budi, berlawanan dengan "daging" (7:18) orang percaya, atau dengan anggota-anggotaku,433 tubuh jasmani kita. Pada titik ini, akal budi Paulus hanya dapat menghendaki, tetapi tidak ada ekspresi lain bagi akal budi itu, karena tubuh jasmani Paulus masih harus tunduk kepada hukum lain itu.

 

Dia yang digambarkan dalam nats ini berada dalam aiwn/aion lama, di mana dia sudah menjadi tawanan dari hukum dosa yang berkuasa di situ. Nats ini menceriterakan keadaan orang percaya yang hanya menghendaki apa yang baik, tetapi tidak melakukannya. Mereka adalah tawanan, dan mereka tidak dapat melepaskan diri mereka. Keadaan mereka buruk, karena mereka mengalami murka Allah atas dosa manusia zaman ini.

 

Wycliffe: Rm 7:22 - di dalam batinku aku suka // akan hukum Allah

22. Pada sisi lain yang lebih menyenangkan, Paulus menyatakan: di dalam batinku aku suka (lih. Arndt, synedomai, hlm. 797) akan hukum Allah. Inilah tanggapan batin Paulus terhadap hukum Allah dan tanggapan ini ia berikan sebagai seorang anak Allah. Frasa "di dalam batinku" hanya dipakai tiga kali di dalam tulisan-tulisan Paulus - Roma 7:22; II Korintus 4:16; Efesus 3:16. Di dalam penggunaannya pada dua ayat terakhir dari yang disebutkan ini, Paulus berbicara tentang pembaharuan dan penguatan manusia batiniah. Di dalam Roma 7:22 kita menemukan suatu tanggapan yang secara rohani sangat sehat terhadap hukum Allah.

 

Ref. Silang FULL: Rm 7:23 - yang berjuang // hukum dosa

• yang berjuang: Gal 5:17; Yak 4:1; 1Pet 2:11

• hukum dosa: Rom 6:16; [Lihat FULL. Rom 6:16]

 

Wycliffe: Rm 7:23 - "Di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain." // berjuang melawan hukum akal budi // menjadi tawanan hukum dosa

23. Pada saat yang bersamaan Paulus melihat dan berkata, "Di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain." Dirinya yang sejati, manusia batiniahnya, dengan hukum Allah. Tetapi ada hukum lain (hukum dosa) yang menawan "aku"-nya, menjadikan dia tawanan.

 

Tetapi sebelum menawan Paulus, hukum dosa terlebih dahulu berjuang melawan hukum akal budi-nya. Yang dimaksudkan dengan hukum akal budi dan manusia batiniah, adalah diri Paulus sesungguhnya yang dikuasai oleh Allah. Paulus mengatakan bahwa dirinya yang sesungguhnya itu menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhnya. Andaikata Paulus berhenti di sini, dia tentu akan bertentangan dengan pernyataannya di dalam 6:14. Tetapi dia tidak berhenti di sini. Dia menegaskan bahwa dosa di dalam anggota-anggota tubuhnya merupakan kekuatan yang besar (dan tidak seorang pun bisa menyangkal hal itu).

 

Full Life: Rm 7:24 - AKU, MANUSIA CELAKA!

Nas : Rom 7:24

Orang yang belum dilahirkan kembali, setelah kalah dalam pergumulan melawan dosa, akhirnya tertawan olehnya (ayat Rom 7:23). Dosa akhirnya menang dan orang itu terjual sebagai budak dosa (ayat Rom 7:14). Keadaannya menyedihkan; siapa yang bisa melepaskannya? Jawabannya adalah "oleh Yesus Kristus, Tuhan kita" (ayat Rom 7:25). Hanya Dia yang mampu membebaskan kita "dari hukum dosa dan hukum maut" (Rom 8:2).

 

Jerusalem: Rm 7:24 - tubuh maut

Tubuh bersama anggota-anggotanya, Rom 12:4; 1Ko 12:12,14 dst, ialah manusia dari segi jasmaniahnya, 1Ko 5:3; 2Ko 10:10, dan segi seksuilnya, Rom 4:19; 1Ko 6:16; 7:4; Efe 5:28. Tubuh itu oleh Paulus diberi perhatian oleh karena bersangkutan dengan kesusilaan dan keagamaan. Tubuh itu oleh "daging", Rom 7:5+, ditaklukkan kepada dosa, Rom 1:24; 6:12 dst; Rom 7:23; 8:13; 1Ko 6:18, dan kepada maut, Rom 6:12; 8:10. Dengan jalan itu tubuh menjadi "tubuh daging" (terj: tubuh yang berdosa), Kol 2:11; bdk Wis 1:4; 9:15, dan "tubuh maut", Rom 7:24.

 

Namun demikian tubuh itu tidak teruntuk bagi kebinasaan, sebagaimana dipikirkan oleh filsafah Yunani; sebaliknya, sesuai dengan tradisi alkitabiah, Yeh 37:10; 2Ma 7:9, tubuh itu dipanggil untuk hidup, Rom 8:13; 2Ko 4:10, melalui kebangkitan, Rom 8:11. Prinsip pembaharuan itu ialah Roh Kudus, Rom 5:5+, yang mengganti "psikhe", 1Ko 15:44+, dan merobah tubuh orang Kristen menjadi serupa dengan tubuh Kristus yang dibangkitkan, Fili 3:21. Sementara menantikan pembebasan tubuh itu di akhir zaman, Rom 8:23, tubuh orang Kristen yang pada pokoknya sudah dibebaskan dari "daging" oleh karena persatuannya dengan kematian Kristus, Rom 6:6; 8:3 dst, sudah didiami Roh Kudus, 1Ko 6:19, yang membentuknya bagi suatu hidup baru dalam kebenaran dan kesucian, Rom 6:13,19; 12:1; 1Ko 7:34, suatu hidup yang berjasa, 2Ko 5:10, dan memuliakan Allah, 1Ko 6:20; Fili 1:20.

 

Ende: Rm 7:24

Disini terang sekali, bahwa Paulus tidak bitjara tentang suatu perdjuangan sesudah bertobat, melainkan jang terdapat dalam diri "aku" jang belum menikmati rahmat penebusan Kristus.

 

Ref. Silang FULL: Rm 7:24 - maut ini

• maut ini: Rom 6:6; 8:2

 

Hagelberg: Rm 7:24

7:24 Aku manusia celaka!434 Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?

Celaka! Dia hanya dapat menghendaki apa yang baik, tetapi dia sama sekali tidak dapat melakukannya. Dia adalah "tawanan" dalam aiwn/aion lama, di mana Dosa dan Maut berkuasa mutlak. Dalam anggota-anggota tubuhnya hanya ada dosa saja. Maka tubuhnya disebut sebagai tubuh maut ini. Dia perlu dilepaskan.

Baik Nygren435 maupun Cranfield436 mencatat bahwa seruan hati ini menyatakan kesusahan yang amat dalam, tetapi tidak menyatakan keadaan orang tanpa harapan. Memang ada harapan. Ada harapan yang mulia dalam Yesus Kristus Tuhan kita.

 

Wycliffe: Rm 7:24 - yang akan melepaskan aku

24. Pengertian bahwa dosa dapat menawan dirinya membuat Paulus berseru: Aku manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Tubuh merupakan gelanggang pertempuran ini. Dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuh mengakibatkan kematian rohani, sehingga manusia menjadi sadar bahwa ia memerlukan pertolongan dari luar. Paulus tidak berseru agar dirinya dibebaskan dari tubuh, tetapi agar dibebaskan dari tubuh yang bercirikan kematian rohani ini - yaitu dari melakukan hal jahat yang berlawanan dengan keinginannya untuk melakukan hal yang baik.

 

Jerusalem: Rm 7:25 - akal-budiku

Kata ini menterjemahkan kata Yunani "nous", ialah akal atau roh manusia. Pengertian Yunani ini berbeda sekali dengan pengertian "pneuma" (roh) dengan arti adikodrati, Rom 5:5+, dan bahkan dengan arti alkitabiah sebagai unsur tertinggi dalam manusia, Rom 1:9+. Akal-budi itu adalah prinsip pemikiran dan pengertian, 1Ko 14:14,15,19; Fili 4:7; 2Te 2:2; bdk Luk 24:45; Wah 13:18; 17:9, prinsip penilaian moril, Rom 14:5; 1Ko 1:10.

 

Biasanya akal-budi itu adalah lurus dan sehat, Rom 7:23,25, namun ada kalanya ia dibengkokkan, Rom 1:28; Efe 4:17; 1Ti 6:5; 2Ti 3:8; Tit 1:15; oleh daging, Kol 2:18; bdk Rom 7:5+, sehingga perlu diperbaharui, Rom 12:2, dalam roh dan oleh roh, Efe 4:23 dst; bdk Kol 3:10. Rom 7:25 ini (terbitan Yunani tidak memberi nomor) kiranya suatu tambahan (yang barangkali ditambahkan oleh Paulus sendiri), yang kiranya lebih pada tempatnya sebelum Rom 7:24.

 

Ende: Rm 7:25

Tjetusan padat-pendek ini dapat disadurkan: Sjukur kepada Allah, Ia telah menjerahkan aku dengan perantara Jesus Kristus Tuhan kita.

 

Ref. Silang FULL: Rm 7:25 - Tuhan kita // hukum Allah // hukum dosa

• Tuhan kita: 2Kor 2:14; [Lihat FULL. 2Kor 2:14]

• hukum Allah: Rom 6:22; [Lihat FULL. Rom 6:22]

• hukum dosa: Rom 6:16; [Lihat FULL. Rom 6:16]

 

Hagelberg: Rm 7:25

7:25 Aku bersyukur437 kepada Allah melalui Yesus Kristus Tuhan kita! Maka aku sendiri, dari segi akal budiku, aku melayani hukum Allah, tetapi dari segi daging, aku melayani hukum dosa.438

 

Apa yang diserukan dalam pasal 7:24 sudah dikabulkan dalam ayat ini, maka kita mengerti bahwa pada saat menulis ini Rasul Paulus sudah mengalami kelepasan yang diperlukan dalam pasal 7:14-23 dan diserukan dalam pasal 7:24.439

Sebagai penutup dari bagian ini Paulus meringkas apa yang dibuktikan di atas. Orang percaya yang belum hidup menurut Roh Allah hanya dapat melayani hukum Allah melalui akal budi mereka, karena daging mereka, atau anggota-anggota tubuh mereka, masih merupakan alat-alat Dosa. Dalam pasal 8 kita akan melihat bagaimana anggota-anggota tubuh dapat menjadi alat-alat kebenaran.

 

Nygren440 menegaskan bahwa pasal 7:14-25 mendukung garis besar kita. Orang yang dibenarkan karena iman akan hidup bebas dari hukum Taurat. Hukum Taurat tidak dapat membenarkan orang. Hukum Taurat hanya dapat menyatakan dan membesarkan dosa, tetapi tidak dapat membenarkan orang dari dosa. Allah membenarkan orang karena iman, dan bukan karena hukum Taurat. Pasal 7:14-25 menyatakan bahwa orang percayapun tidak dapat ditolong oleh hukum Taurat. Kita hanya dapat mengaminkan bahwa hukum Taurat adalah kudus dan baik, tetapi kita tidak dapat melakukannya. Tetapi karena iman maka kita ada di dalam Kristus, di mana kita dibenarkan tanpa hukum Taurat. Dengan demikian kita bebas dari hukum Taurat.

 

Wycliffe: Rm 7:25 - Syukur kepada Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita // akal budi

25. Syukur kepada Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Dipenuhi dengan perasaan bersyukur, sang rasul tidak memberikan jawaban yang lengkap atas pertanyaannya. Dia mengarahkan perhatian kepada Oknum yang kepada-Nya ucapan syukur harus diberikan, sambil menekankan bahwa Dia adalah pembebas itu. Pernyataan yang lengkap pastilah berbunyi sebagai berikut, "Syukur kepada Allah: pembebasan datang melalui Yesus Kristus, Tuhan kita." Di dalam pasal 8 Paulus memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pembebasan ini. Tetapi di sini dia hanya merangkum uraian yang dikemukakan dalam 7:7-25. Dengan akal budi dia terus melayani hukum Allah. Tetapi dengan tubuh dia melayani dosa.

 

Ungkapan-ungkapan berikut melukiskan Paulus di bawah kendali dosa: "dosa yang ada/diam di dalam aku" (ay. 17, 20); "hukum ini" (ay. 21): "hukum lain di dalam anggota-anggota tubuhku" (ay. 23); "di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia atau di dalam daging" (ay. 18); "dengan tubuh insaniku atau daging" (ay. 25). Ungkapan-ungkapan berikut melukiskan Paulus di bawah kendali Allah: "bukan lagi aku " (ay. 17. 20); "batinku" (ay. 22); "hukum akal budiku" (ay. 23); "akal budiku" (ay. 25).

 

SH: Rm 7:13-25 - Baru dan lama (Rabu, 20 Mei 2009)

Baru dan lama

Masalah yang dihadapi orang Kristen adalah bahwa dalam dirinya ada dua natur yang saling bertolak belakang. Pertama, natur berdosa yang disebut Paulus \'manusia lama\' (Rm. 6:6) atau kedagingan (ayat 14). Natur ini bertentangan dan melawan \'manusia baru\' atau \'ciptaan baru di dalam Kristus\', sebagai natur yang kedua (ayat 2Kor. 5:17). Keduanya saling tarik menarik sehingga hidup seorang Kristen bagai sebuah medan perang, tempat bertarung dua kekuatan.

 

Mengapa bisa terjadi demikian? Meskipun orang percaya telah mengalami pengampunan dosa, tetapi di dalam dirinya masih terkandung karakter/natur dosa yang kemudian akan menjadi sumber pencobaan selama dia hidup. Jadi meskipun manusia baru memiliki kerinduan untuk hidup melayani Allah, manusia lama akan selalu berupaya mendominasi agar kepentingan dirilah yang terlaksana. Akibatnya ia tidak dapat melakukan yang dia inginkan, walau ia tahu bahwa ia seharusnya melakukannya. Natur manusia berdosa memang begitu mempengaruhi orang percaya untuk melakukan apa yang, dia tahu, dilarang.

 

Apa yang harus dilakukan untuk menangani konflik di dalam diri tersebut? Paulus menunjukkan bahwa meskipun Taurat baik dan mulia, tetap tidak dapat menyelamatkan manusia. Manusia membutuhkan Tuhan Yesus Kristus dan kelepasan hanya bisa didapat di dalam Dia (ayat 25). Yesus datang ke dunia ini dan mati bukan untuk memberikan peraturan yang lebih banyak dan lebih baik. Yesus ingin orang percaya hidup dalam kemenangan. Dan berita Injil memang berkata bahwa ada kemenangan atas dosa, kebencian, kematian, dan atas segala kejahatan, saat kita menyerahkan hidup kita pada Yesus.

 

Pergumulan melawan kedagingan merupakan tanda pertumbuhan menuju kedewasaan rohani. Mereka yang tidak bergumul berarti tidak bertumbuh, artinya masih tetap manusia lama yang hanyut terbawa arus zaman. Kita tentu tak ingin demikian. Sebab itu mintalah Tuhan menguatkan Anda.

 

SH: Rm 7:13-25 - Perbuatan daging atau Allah? (Minggu, 24 Mei 1998)

Perbuatan daging atau Allah?

Hukum Taurat hanya berguna untuk menunjukkan dosa manusia. Bila kita mengandalkan Taurat, justru sifat dosa di dalam kita akan dirangsangnya. Jadi, apakah Taurat itu jahat? Bukan, kenyataan itu hanya membuktikan dosa telah sedemikian rupa merusak manusia hingga Taurat yang baik itu malah berbalik membuat manusia justru terpancing untuk melakukan yang dilarang Taurat. Jadi yang salah adalah sifat dosa di dalam tiap manusia yang merangsang timbulnya perbuatan-perbuatan daging. Jadi sifat dosa telah membuat dirinya tak tertolong oleh Taurat baik untuk beroleh keselamatan atau pun untuk menjalani hidup yang telah diselamatkan itu dalam kekudusan. Dari awal, seterusnya sampai pada kesempurnaan kelak, kita harus sepenuhnya bergantung pada karya Kristus oleh kuat Roh Kudus.

 

Pengalaman siapa? Pengalaman siapakah yang Paulus tuturkan ini? Paulus memang menggunakan sebutan "aku" dan dalam bentuk waktu sedang berlangsung. Namun itu dipakainya bukan karena ia sedang menyaksikan pengalaman rohaninya, tetapi karena ia sedang menempatkan diri di dalam pengalaman banyak Kristen yang ingin dibimbingnya untuk lepas. Banyak Kristen yang sudah lahir baru (ayat 19: menghendaki yang baik, 22: suka akan hukum Allah) namun masih terus menerus kalah melawan dosa, bahkan "terjual di bawah kuasa dosa" (ayat 15). Artinya Paulus sedang bicara tentang Kristen yang sudah diperbarui Kristus namun kurang menyadari dan bertindak konsisten dengan kebenaran anugerah Injil Yesus Kristus. Maksud Tuhan menebus kita bukan agar kita sekadar diampuni namun jatuh bangun terus dalam dosa. Ia ingin agar kita sepenuhnya menikmati kesukaan hidup Kristen di dalam Yesus Kristus. Bukan seperti Kristen yang masih sebagian berprinsip Taurat dalam kondisi perbudakan tetapi merdeka penuh dalam Kristus.

 

Doa: Aku ingin melayaniMu dan kebenaranMu hanya oleh kuasa kemenanganMu, ya Tuhan Yesus.

 

SH: Rm 7:14-25 - Pergumulan batin kita (Kamis, 8 Juni 2006)

Pergumulan batin kita

Siapakah "aku" dalam bagian terakhir perikop ini? Ada pendapat bagian ini melukiskan pergumulan melawan dosa dari orang yang belum diperbarui Roh Kudus. Alasannya, tidak mungkin ini adalah gambaran yang dialami oleh Paulus seorang rasul yang sedemikian matang dalam Tuhan. Teolog lain berpendapat bagian ini berbicara tentang orang yang sudah diperbarui sebab ia berkeinginan melakukan Taurat dan menyetujui Taurat baik adanya (ayat 15, 16). Siapa dan kondisi kehidupan yang bagaimana yang Paulus maksudkan?

 

Apa saja data tentang orang ini? Pertama, ia sudah diperbarui sebab ia mengasihi Taurat dan ingin melakukan-nya (ayat 15a, 19a). Kedua, agaknya ia bukan seorang Kristen yang dewasa dalam iman, sebab berpikir dirinya "terjual di bawah kuasa dosa" (ayat 14b), padahal seharusnya ia tahu bahwa ia adalah hamba Allah (Rm. 6:17). Ketiga, ia seperti tidak tahu tentang karya Roh dalam kehidupan orang beriman. Seluruh pasal 7 ini tidak berbicara tentang Roh, padahal pasal 6 dan 8 Roh Kudus mendapat sorotan penting. Jadi, kemungkinan besar Paulus sedang memaparkan pergumulan rohani orang Kristen yang sudah diperbarui, namun masih menjalani kehidupan menurut prinsip Perjanjian Lama. Yaitu orang Kristen yang meski sudah diperbarui oleh anugerah Allah dalam Kristus, masih berorientasi pada perjuangan moralnya sendiri untuk hidup kudus.

 

Bukan hanya untuk pembenaran kita harus sepenuhnya bersandar pada anugerah Allah, dalam pergumulan melawan dosa untuk hidup kudus pun kita harus terus mengandalkan Kristus. Teriakan Paulus melukiskan jawaban itu, "Aku manusia celaka, siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?" Ia langsung memberi jawabnya, "Syukur kepada Allah, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita." (ayat 7:24-25).

Renungkan: Jangan surut dari perang melawan dosa. Berperanglah terus. Kita pasti akan menang apabila kita mengikuti Kristus, Pahlawan digdaya itu!

 

Hagelberg: Rm 7:14-25

c. Hukum Taurat Tidak Dapat Membangkitkan Yang Baik 7:14-25

Alinea ini, 7:14-25, sudah menimbulkan perdebatan yang tak putus-putus. Siapakah itu, yang berkata "bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat"? Apa itu Paulus (atau manusia secara umum) sebelum dia percaya kepada Tuhan Yesus, ataukah Paulus sesudah dia percaya (atau orang percaya secara umum)?416

 

Cranfield417 dan Nygren418 meringkaskan perdebatan ini bagi kita. Pada umumnya, bapa-bapa gereja mula-mula mengatakan bahwa nats ini mengenai orang yang belum percaya, tetapi Agustinus, mungkin karena perjuanganya dengan Pelagius, berpendapat bahwa nats ini menguraikan keadaan orang percaya. Pengertian ini, bahwa nats ini mengenai orang percaya, diterima oleh penafsir dan teolog sampai gerakan Pietisme muncul pada abad ke tujuhbelas di negara Jerman. Bagi kelompok Pietisme, tidak mungkin apa yang dikatakan di sini mencerminkan keadaan orang selamat.

 

Kami menolak tafsiran yang dipegang oleh kelompok Pietisme dengan empat alasan berikut: Satu, Present Tense yang tiba-tiba dipakai dalam alinea ini aneh sekali kalau menceriterakan pengalaman Paulus sebelum dia percaya. Dua, seruan dalam pasal 7:24 terlalu gamblang kalau Paulus hanya menceriterakan pengalaman yang dulu-dulu, yang sudah berlalu. Tiga, urutan kalimat dalam pasal 7:24-25 tidak masuk akal. 7:25b419 (7:26 dalam terjemahan LAI) seharusnya dikatakan sebelum 7:25a kalau ini merupakan pengalaman orang yang belum percaya. Empat, jalan pikiran yang diikuti dalam pasal 5-8 tidak bisa dimengerti kalau pasal 7:14-25 menceriterakan pengalaman orang yang belum percaya. Pokok Roma 5-8 adalah kehidupan dia yang benar karena iman. Mereka yang menafsirkan nats ini sebagai diskusi keadaan orang yang belum percaya harus menganggap nats ini sebagai sebuah penyisipan yang aneh, yang tak karuan. Mereka tidak dapat menjelaskan mengapa Paulus, di tengah-tengah diskusi yang panjang mengenai kehidupan Kristen, tiba-tiba berhenti, dan kembali ke masalah manusia yang belum percaya (yang sudah diselesaikan pada Roma 3:20), apa lagi dengan memakai Present Tense!

 

Harus diakui bahwa jika ini dimengerti sebagai suara orang yang sudah percaya, juga ada sesuatu yang sulit dimengerti, yaitu bahwa orang yang digambarkan dalam nats ini begitu lemah, sampai dia sama sekali tidak dapat melakukan yang benar. Dia hanya menghendaki apa yang benar, tetapi dia tidak dapat melakukannya. Sebenarnya hal yang sama juga dikatakan dalam Galatia 5:17, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh, dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging -karena keduanya bertentangan- sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki." Kita akan melihat bahwa nats ini menceritakan keadaan orang percaya, dan pasal 8 menceritakan jalan kemenangan orang percaya dalam Roh Allah. Pengertian ini sudah nyata dalam Roma 8:10 di mana Paulus menjelaskan keadaan orang percaya, "Tetapi jika Kristus ada di dalam kalian, dari satu segi tubuh adalah mati karena dosa (sesuai dengan pasal 7), tetapi dari segi yang lain roh adalah kehidupan karena kebenaran (sesuai dengan pasal 8)."

 

Cranfield420 tidak ragu-ragu bahwa orang yang digambarkan dalam nats ini sudah percaya kepada Tuhan Yesus. Dia menghendaki yang baik, dan membenci yang jahat (7:15, 16, 19, 20) dan dalam batinnya dia suka hukum Taurat (7:22). Paulus tidak menggambarkan orang yang belum selamat dengan kata-kata seperti itu. Sebaiknya 7:25b yang berkata, "Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah" dibandingkan dengan 6:17, 18, dan 20 di mana mereka disebut budak421 dosa sebelum mereka percaya pada Tuhan Yesus, tetapi mereka sudah menjadi budak422 kebenaran. Jadi kita harus mengerti bahwa baik "aku" itu yang mengasihi apa yang baik dan membenci apa yang jahat (dalam 7:15, 16, 19, 20), maupun "akal budiku" (dalam 7:23 dan 25b), dan "manusia batin" (dalam 7:22) menunjuk pada diri orang percaya yang sudah lahir baru. Kata-kata ini tidak dapat dikatakan mengenai orang yang mati secara rohani.

 

Kepada para penafsir yang berkeberatan kalau orang percaya dikatakan "terjual di bawah kuasa dosa" Cranfield423 bertanya, "Apakah kita tidak mau menerima pernyataan ini karena kita tidak menginsafi besarnya tuntutan etis yang dituntut dalam Injil?" Dengan kata lain, mungkin kesombongan kita membutakan kita pada keadaan rohani kita. Mungkinkah sikap kita menjadi seperti orang muda yang berkata, "Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku" (Markus 10:20)? Sebaliknya makin akrab kita dengan Tuhan, makin sadar kita terhadap kekurangan-kekurangan kita.

 

Nygren424 menjelaskan bahwa nats ini tidak mengatakan bahwa kehendak orang percaya dibagi dua, sehingga ada kehendak yang baik, dan ada kehendak yang jahat. Pembagian tersebut keliru. Yang dikehendaki selalu baik, menurut nats ini, tetapi yang dilakukan tidak baik. Dualisme ini, antara kehendak yang baik, dan kelakuan yang tidak baik, berasal dari keadaan orang percaya di mana kita berada dalam aiwn/aion baru, dan juga dalam aiwn/aion lama, selama kita mempunyai tubuh jasmani ini yang belum dibangkitkan. Keberadaan kita dalam dua aiwn/aion mengakibatkan frustrasi ini antara kehendak dan kelakuan. Nanti kalau aiwn/aion baru sudah datang dalam segala kepenuhan, kehendak yang benar akan disertai dengan kelakuan yang benar.

 

Hodges425 menjelaskan bahwa nats ini menggambarkan pengalaman Paulus pada waktu dia sudah percaya tetapi tidak hidup menurut Roh Allah. Dia sudah lahir baru, sehingga manusia batin/akal budinya merindukan apa yang benar, tetapi dia tidak memperoleh kemenangan atas dagingnya karena hubungan atau persekutuannya dengan Roh Allah terganggu. Tanpa persekutuan tersebut dia harus ikut mengalami "murka Allah" yang diceriterakan dalam pasal 1. Ingatlah, murka Allah dalam pasal satu bukan murka yang kekal, tetapi murka itu merupakan sikap Allah terhadap dosa orang zaman ini, dalam hidup ini. Pasal 7:14-25 menggambarkan penderitaan orang percaya yang hidupnya belum dibereskan oleh Roh Allah. Dia meletakkan dirinya dalam kuasa aiwn/aion lama, dan dia belum siap ditolong oleh Roh Allah.

Khotbah Minggu 29 Juni 2014

Khotbah Minggu 29 Juni 2014

 

Minggu III Setelah Pentakosta

 

ALLAH BERKUASA MELAKSANAKAN JANJI-NYA

(Rm 4:13-25)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kej 12:1-9 atau Hos 5:15-6:6; Mzm 33:1-12 atau Mzm 50:7-15; Mat 9:9-13, 18-26

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

Daftar selengkapnya khotbah untuk tahun 2014 dan tahun berikutnya dapat dilihat di website ini -> Pembinaan -> Teologi

 

Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nas pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nas Rm 4:13-25 selengkapnya:

 

4:13 Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman. 4:14 Sebab jika mereka yang mengharapkannya dari hukum Taurat, menerima bagian yang dijanjikan Allah, maka sia-sialah iman dan batallah janji itu. 4:15 Karena hukum Taurat membangkitkan murka, tetapi di mana tidak ada hukum Taurat, di situ tidak ada juga pelanggaran. 4:16 Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa kita semua, -- 4:17 seperti ada tertulis: "Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa" -- di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada. 4:18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." 4:19 Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. 4:20 Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, 4:21 dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. 4:22 Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. 4:23 Kata-kata ini, yaitu "hal ini diperhitungkan kepadanya," tidak ditulis untuk Abraham saja, 4:24 tetapi ditulis juga untuk kita; sebab kepada kita pun Allah memperhitungkannya, karena kita percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati, 4:25 yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.

 

 

------------------------------------------

 

Pendahuluan

Pada nas minggu lalu kita membaca dan merenungkan tentang Abraham dibenarkan oleh karena iman dan orang percaya hidup oleh karena iman. Orang Yahudi tentu berkata karena hukum Taurat, dan ini yang menjadi pegangan agama-agama yakni ketaatan kepada aturan dan hukum. Akan tetapi minggu lalu kita buktikan bahwa ketika Abraham menerima janji tanah Kanaan bagi dia dan keturunannya, hukum Taurat belum ada dan tidak seorangpun yang dapat melakukan hukum Taurat. Sementara bagi mereka yang berdosa maka murka Allah layak turun atas dirinya. Nas minggu ini menekankan kembali kebenaran Allah yakni adanya kasih karunia yang diberikan melalui jalan perdamaian yakni keselamatan melalui Yesus Kristus. Melalui bacaan minggu ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Janji diberikan karena kebenaran (ayat 13-15)

Kita semua tahu bahwa setiap tindakan yang kita ambil membawa konsekuensi. Apa yang kita lakukan dalam rangkaian kegiatan kehidupan ini juga terbawa nanti pada saat pasca kematian. Mungkin kita tidak tahu dampak dari setiap keputusan yang kita ambil. Sayangnya, banyak orang hanya berpikir pendek saat mau mengambil keputusan, yang seringkali salah arah dengan tidak menyadari hidup kita sebenarnya pendek sehingga perlu diisi dengan benar. Oleh karena itu tetaplah berusaha mencari tahu hasil jangka panjang setiap keputusan, dan berpikir cermat dengan mencari petunjuk Tuhan tentang keputusan yang kita ambil saat ini. Abraham memiliki pilihan tatkala Allah memanggilnya. Dia dapat memilih tetap tinggal dan hidup senang serta aman tanpa resiko dengan keluarga besarnya, atau dia harus berjalan dengan ketidakpastian ke arah yang ia sendiri tidak tahu, kecuali dengan keyakinan Allah akan memimpinnya. Ia hanya memiliki pegangan janji bahwa Allah akan menuntunnya dan memberkatinya. Ia mungkin semula berpikir keras apa rencana Allah baginya, namun tidak bisa membayangkan bahwa keputusannya itu sangat penting dan ketaatannya akan merubah jalannya sejarah. Keputusannya untuk mengikuti jalan Allah membuat perkembangan sebuah bangsa dijadikan bangsa pilihan dan tempat Allah turun ke dunia.

 

Allah berkenan dan memberkati bukan karena kepatuhannya pada hukum pada Taurat, sebab hukum Taurat diturunkan pada masa Musa ratusan tahun setelah Abraham diberkati. Hukum Taurat ada hanya untuk mengetahui keberdosaan dan membangkitkan murka saja, sebab di mana ada hukum Taurat, di situ ada juga pelanggaran (Rm 7:7; 1Kor 15:56). Rasul Paulus menjelaskan bahwa Abraham menyenangkan hati Allah sebelum dia mendengar tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ritual dan aturan hukum Taurat yang menjadi hal penting bagi umat Yahudi. Abraham hanya diberi perintah: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu." Perintah ini kemudian diikuti dengan sebuah janji, "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat" (Kej 12:2). Memiliki dunia dalam nas ini sama dengan memiliki keturunan yang besar, sebab dunia mengenalnya yakni sekitar 4,5 milyar manusia atau dua pertiga dari penduduk bumi mengaku diberkati karena Abraham. Itu adalah penggenapan janji Allah yakni keturunannya bagaikan bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut (Kej 22:17). Abraham menerima perintah itu dengan percaya pada janji  dengan iman. Dalam hal ini sesungguhnya Abraham hanya mengandalkan iman dalam melaksanakan perintah itu, dan oleh karena itulah ia berkenan kepada Allah, kemudian menerima bagian yang dijanjikan-Nya.

 

Kita juga diselamatkan oleh iman dan tidak ada hal lainnya; bukan karena sekedar mengasihi Allah atau melakukan perbuatan baik kita diselamatkan; bukan juga karena iman ditambah kasih atau iman ditambah perbuatan baik. Kita diselamatkan hanya karena iman kepada Yesus Kristus, percaya kepada-Nya yang mengampuni semua dosa-dosa kita. Sumber janji adalah iman dan penggenapan janji adalah kasih karunia. Ketika Yesus datang ke dunia, janji Allah tergenapi dan melalui keturunan Abraham seluruh dunia pun diberkati. Oleh karena itu, dikatakan iman akan sia-sia apabila Allah memperhitungkan seseorang itu melakukan hukum Taurat untuk dapat diselamatkan. Dan ternyata iman Abraham tidak sia-sia serta janji yang diberikan Allah itu tidak menjadi batal. Abraham hanya mengandalkan iman percaya kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran (Gal 3:6). Jadi janji diberikan karena kebenaran. Pembenaran ada hanya karena adanya kasih karunia dan itu berlaku sepanjang hidup selama kita dalam persekutuan dengan Yesus Kristus. Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu (Gal 3:9, 18).

 

Kedua: Janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham (ayat 16-17)

Iman dan ketaatan Abraham terhadap panggilan menyenangkan hati Allah dan itu menjadi sebuah janji dan kebenaran. Itulah yang terus dipegang oleh Allah. Maka tatkala bangsa Israel keturunan Yakub menderita di bawah perbudakan bangsa Mesir, Alkitab menuliskan, “Allah mendengar tangisan dan penderitaan umat Israel karena janji-Nya kepada Abraham, Ishak dan Yakub” (Kel 2:24). Allah membebaskan bangsa Israel dan terus memimpin keluar dari tanah Mesir dan mereka menjadi bangsa yang besar di Kanaan. Keturunannya menerima janji itu dan Abraham menjadi bapak bangsa Yahudi.  Dalam kehidupan kesehariannya pun, ia berani melindungi keluarganya dari setiap ancaman. Ia peduli terhadap orang lain dan menjadi seorang yang kaya dalam bidang usaha peternakan.  Kepribadiannya teguh dan selalu berusaha menghindari konflik, namun ketika sudah tak terhindarkan ia akan meminta pihak lawan untuk menentukan penyelesaiannya (ingat pertentangan dengan Lot). Inilah yang membuat Abraham selalu dihormati setiap orang. Kelemahannya memang ada, yakni ia suka memelintir kebenaran kalau dalam keadaan terdesak, namun itu tidak mengurangi kasih Allah kepadanya.

 

Memang orang Yahudi memahami keturunan Abraham hanya dari sisi lahiriah saja. Dalam hal ini Rasul Paulus menyatakan bahwa keturunan Abraham yang menerima berkat bukan hanya mereka dari keturunan daging melalui Ishak dan Yakub, akan tetapi juga keturunan Abraham secara rohani, yakni mereka-mereka yang mengandalkan iman dalam kehidupannya dengan percaya berjalan bersama Allah dalam menuntun kehidupannya. Keturunan Abraham, “bukan anak-anak menurut daging adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang benar” (Rm 9:7-8). Rasul Paulus mengatakan bahwa Abraham adalah bapa dari semua orang percaya bukan Yahudi - "semua orang percaya yang tidak bersunat" (Rm 4:11). Keturunan rohani Abraham melalui iman itu pula digenapkan dan mencapai puncaknya di dalam Tuhan Yesus, sebab Yesus dari garis keturunan Abraham dan sesungguhnya seluruh dunia telah diberkati melalui Dia. Dengan demikian Allah membenarkan mereka yang percaya oleh karena Yesus Kristus.

 

Allah yang memberi janji kepada Abraham menjadi bapa banyak bangsa adalah Allah yang menghidupkan orang mati, dalam pengertian kehidupan Abraham dan Sara yang sudah tidak berpengharapan menjadi hidup penuh sukacita ketika Ishak lahir, sebuah kehidupan baru. Demikian juga tatkala Ishak siap dikorbankan yang dalam iman Abraham anak tersebut telah "mati", menjadi hidup berkat kasih Allah melebihi pikiran manusia (band. Ibr 11:12, 19; Yoh 5:21). Jalan yang dipakai Allah yang dalam pikiran manusia adalah hukuman, sebenarnya hanyalah cara Allah untuk menguji iman dan ketaatan seseorang kepada-Nya. Ini juga yang dialami oleh Ayub dengan segala ujian yang dialaminya. Dalam pemahaman itu pula Allah yang memberkati hidup Abraham adalah Allah yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada. Allah yang hanya bersabda dari tidak ada menjadi ada, yang hanya ada pada Allah sebagai pencipta, yang semuanya dikukuhkan kembali di dalam Yesus Kristus, yang dibangkitkan Allah Bapa dari kematian-Nya. Demikianlah berkat yang diterima oleh Abraham juga tersedia juga bagi kita keturunannya dengan memiliki iman seperti Abraham.

 

Ketiga: Terhadap janji Allah Abraham tidak bimbang (ayat 18-20)

Setiap orang punya pengharapan. Pengharapan itu bisa disandarkan pada kekuatan sendiri saja atau pertolongan dari Allah. Biasanya, bila berpengharapan pada Allah, kita mempunyai tiga respon. Pertama, kita hanya menunggu, tidak berusaha sedikit pun kecuali berdoa; Kedua, kita ikut mengambil bagian dalam persiapan menyongsong rencana Allah tersebut dalam porsi kita. Seseorang yang belum memiliki anak mungkin lebih bertekun berdoa, di samping itu berusaha secara alamiah atau berobat ala kadarnya untuk mendukung upaya memperoleh anak. Tetapi ada juga yang melakukan dengan berdoa sepenuh hati dan bercucur air mata, dan terus berupaya keras berupa latihan fisik, minum herbal, konsultasi dokter, bahkan hingga upaya bayi tabung. Betul, Allah melihat semua itu dan berhasil tidaknya  hanya dari Allah saja. Tetapi yang paling Allah tidak inginkan adalah cara ketiga, yakni manusia mengambil jalan pintas dengan pikirannya sendiri, dan itulah Sarah yang lakukan yakni menawarkan hambanya untuk diperistri Abraham agar memperoleh anak. Memang dalam hal ini Abraham dengan kelemahannya, memelintir keinginan Sarah tersebut dengan ia menyetujuinya yang mungkin pertimbangan kedagingan (kelemahan lain Abraham juga terlihat ketika ia berbohong pada Raja Firaun tentang Sarah istrinya). Sikap ketiga ini sama buruknya dengan sudut pandang Sarah yang tidak percaya lagi pada pengharapan dari Allah tersebut, dengan alasan merasa sudah terlalu tua dan bahkan menertawakan janji Allah tersebut. Meski ketika ditanya, apakah ia menertawakan rencana Allah tersebut, Sarah berbohong tidak mengaku (Kej 18:11-15).

 

Namun sangat jelas bahwa Abraham telah memperlihatkan imannya, yakni iman kepada Tuhan yang membuat ia benar di hadapan Tuhan, bukan perbuatannya. Pelajaran hidup yang dapat diambil dari Abraham adalah bahwa Allah menginginkan ketergantungan, kepercayaan dan iman kepada-Nya, bukan iman kepada kemampuan kita untuk dapat menyenangkan hati-Nya. Kita juga dapat memiliki hubungan yang benar Allah dengan percaya kepada-Nya. Apa yang kita lakukan yang kasat mata, seperti berdoa, pergi ke gereja, memberi persembahan, melakukan perbuatan baik, tidak membuat kita dibenarkan oleh Allah. Dibenarkan karena iman dan bukti iman itu adalah perbuatan. Hubungan yang benar dan baik itu didasarkan pada iman, pada kepercayaan, pada keyakinan hati yang tulus bahwa apa yang katakan tentang diri-Nya adalah benar, dan apa yang dikatakan-Nya akan digenapi. Jadi tindakan kita yang benar sebenarnya merupakan buah dari iman itu, sebab "iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna (Yak 2:22).

 

Allah tidak terikat dengan cara dan peristiwa yang biasa terjadi. Ia dapat melakukan berbagai jalan-Nya dan merentangkan semua hambatan yang ada agar semua menjadi indah. Rencana Allah sejak awal bagi yang dikasihi-Nya adalah hal yang indah. Allah juga merespon iman ketika kita mungkin ditengah-tengah kegagalan. Iman Abraham tidak menjadi lemah meski tubuhnya sudah tua dan lemah dan ia menyetujui cara-cara Sarah, yang sudah melakukan cara-cara manusia karena ketidaksabarannya. Rahim Sarah yang tua pun sudah tertutup untuk bisa mengandung. Akan tetapi terhadap janji Allah Abraham sama sekali tidak bimbang atau goyah meragukan, malah sebaliknya melalui peristiwa itu ia diperkuat dalam imannya dan ia terus memuliakan Allah dalam hidupnya. Memuliakan Allah dalam hal ini berarti ia tetap mengakui bahwa Allah yang mengendalikan hidupnya dan bekerja sesuai dengan rencana-Nya. Sikap demikianlah yang diharapkan ketika kita dalam pergumulan dan pengharapan, jangan kendur atau lemah tetapi terus berpegang pada iman sambil melakukan kegiatan dan hati yang memuliakan Allah. Inilah yang membuat kita terus diberkati, sama seperti Abraham yang membuat hidupnya dikenal sebagai bapak bangsa-bangsa.

 

Keempat: Allah berkuasa melaksanakan yang Ia janjikan (ayat 21-25)

Abraham tidak pernah ragu akan pemenuhan janji Tuhan. Hidup Abraham juga diisi dengan kesalahan, kegagalan, dan dosa, sama halnya hidupnya juga penuh dengan hikmat dan perbuatan baik. Namun yang utama adalah bahwa ia secara konsisten percaya kepada Allah. Iman yang dimilikinya diperkuat melalui hambatan dan kesukaran yang dialaminya, dan hidupnya merupakan contoh dari tindakan iman (faith in action). Sebab kalau hanya melihat dirinya yang tua dan apa yang dimilikinya untuk menduduki tanah Kanaan dan membangun sebuah bangsa yang besar, ia akan sampai kepada keputusasaan saja. Tetapi ia melihat Allah, mematuhi Dia, dan menunggu janji Allah yang pernah diterimanya. Abraham percaya bahwa Allah yang mengikat perjanjian dengannya adalah Allah yang berkuasa untuk memenuhi janji-Nya. Dalam arti lain, Abraham percaya pada janji itu dan percaya juga pada Allah yang berkuasa memenuhi janji itu.

 

Maka ketika kita mengimani bahwa Allah akan dan pasti memenuhi semua janji-janji-Nya sebagaimana apa yang tertulis di dalam Alkitab, yang melekat dan terpahat kuat di dalam hati kita, maka Allah akan memperhitungkan itu sebagai kebenaran. Allah melihat hati kita yang berserah dan percaya kepada-Nya dan Allah membuat itu sebagai kebenaran. Ketika kita percaya, sebuah perubahan pasti terjadi. Dalam hal ini kebenaran Allah diberikan kepada orang yang percaya melalui Yesus Kristus. Kita memberikan dosa-dosa kita kepada Kristus, dan Dia memberi kita kebenaran dan pengampunan (2Kor 5:21). Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan hal ini kecuali iman yang berserah. Hanya melalui Kristus kita dapatkan kebenaran Allah. Semua yang luar biasa dan cuma-cuma ini disediakan bagi kita. Kalau hanya mengandalkan kemampuan diri, kita tidak mampu untuk layak masuk ke hadirat Allah. Tetapi sedihnya, masih banyak orang yang melewatkan kesempatan anugerah ini dan memilih "menikmati" perbuatan dosa-dosa mereka.

 

Pertanyaannya, apa yang menjadi pengharapan kita saat ini pada Allah? Atau, adakah sebuah proses yang "terhenti" atau terganjal dalam kehidupan kita yang membuat pengharapan tentang janji Allah kepada kita belum terwujud? Percayalah, bahwa itu merupakan bagian dari rencana Allah dalam kehidupan kita. Ada banyak cara dan jalan yang berkenan kepada Tuhan untuk kita terus sibuk berkarya sambil menanti janji dan pengharapan itu menjadi nyata dalam hidup kita. Jangan memandang diri kita dengan segala kelemahannya, yang mungkin menjadi penghalang bagi kita untuk berkarya kepada-Nya. Jangan juga berpikir bahwa kita masih terus ditutupi dosa-dosa sebab kita sudah diampuni melalui darah-Nya yang tercurah. Jangan kita berpikir masih dalam kefanaan duniawi, bahwa kita akan dihukum, semua itu adalah fatamorgana yang bisa mengecilkan iman kita akan kasih karunia dari Allah yang Mahabaik. Iman berarti memegang teguh adanya janji Allah dan keyakinan segala sesuatu tiada yang mustahil bagi Allah. Meneguhkan janji dan kebenaran-Nya dalam iman kita merupakan suatu sikap rasa hormat dan memuliakan Allah.

 

Penutup

Melalui nas bacaan kita minggu ini semakin jelas dinyatakan bahwa pembenaran Abraham adalah melalui iman dan bukan karena kesempurnaannya melakukan hukum Taurat. Allah memberikan janji kepada Abraham karena kebenaran, bukan karena adanya kemampuan manusia melakukan Taurat. Abraham diberkati dan digenapi janji-Nya dengan segala kelemahannya, digenapi melalui Ishak, akan tetapi janji itu juga berlaku bagi keturunan Abraham secara rohani, yakni mereka yang beriman kepada Allah melalui Yesus Kristus. Sama halnya terhadap janji Allah Abraham tidak bimbang, demikian jugalah kiranya kita dalam meletakkan iman percaya kita kepada-Nya untuk tidak goyah atau meragukan. Memang kadang pergumulan dan tantangan hadir namun semua itu adalah ujian, sebagaimana Abraham diuji melalui penyerahan Ishak sebagai persembahan. Namun, Allah yang berkuasa menghidupkan orang mati, berkuasa menggenapi janji-Nya kepada Abraham, maka Ia juga adalah Allah yang berkuasa menggenapi yang Ia janjikan kepada kita. Tetaplah berdoa agar kita setia memegang janji-Nya, dan bertekun dalam menunaikan panggilan-Nya dalam menjalani kehidupan ini.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci dan tambahkan kata humor atau joke).

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 698 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8029718
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
1776
80866
181003
7546890
181003
883577
8029718

IP Anda: 172.70.188.15
2024-12-04 00:38

Login Form