2014
Khotbah Minggu 30 Maret 2014
Khotbah Minggu 30 Maret 2014
Minggu Pra Paskah IV
HIDUP SEBAGAI ANAK-ANAK TERANG
(Ef 5:8-14)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: 1 Sam 16:1-13; Mzm 23; Yoh 9:1-41
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.
Nats Ef 5:8-14 selengkapnya dengan judul: Hidup sebagai Anak-anak Terang
5:8 Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, 5:9 karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, 5:10 dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan. 5:11 Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. 5:12 Sebab menyebutkan saja pun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan. 5:13 Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak, sebab semua yang nampak adalah terang. 5:14 Itulah sebabnya dikatakan: "Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu.
--------------------------------------
Pendahuluan
Firman Tuhan menjelaskan bahwa mereka yang diam di Efesus dahulunya hidup di dalam kegelapan. Berbagai perbuatan mereka lakukan yang membuat murka Allah dan selayaknya mereka akan mendapatkan penghukuman. Semua hal itu terjadi karena sebelumnya mereka tidak mengenal Kristus Yesus yang membawa terang kedalam hidup mereka. Sebagai orang yang sudah menerima terang dan hidup di dalam-Nya, maka mereka dan kita dipanggil untuk memiliki pola hidup yang berbeda dengan mereka yang tidak percaya dan terus dalam kegelapan. Melalui nas minggu ini kita diberikan pelajaran hidup bagaimana kita hidup sebagai anak-anak terang dan apa tanggung jawab kita setelah menerima terang itu.
Pertama: Kamu dahulu adalah kegelapan (ayat 8-9)
Kalau kita membaca ayat-ayat sebelumnya, hidup di dalam kegelapan berarti terlibat percabulan dan rupa-rupa kecemaran, perkataan yang kotor, kosong atau yang sembrono tidak pantas, menjadi orang sundal, cemar atau serakah, penyembah berhala, atau tersesat dengan kata-kata yang hampa. Dalam ayat 15 disebutkan juga hidup seperti orang bebal dan dalam pengaruh anggur yang memabukkan (ayat 18). Seseorang yang berada dalam kegelapan tidak hanya terjebak dalam situasi yang menjerat masa kininya, sebab dalam kegelapan ia kehilangan orientasi situasi keberadaannya, tetapi juga akan kehilangan arah pengharapan ke depan yang benar akan langkah selanjutnya dalam tujuan kehidupannya. Ia hanya bisa meraba-raba tanpa penglihatan, dengan kemungkinan jatuh ke situasi yang lebih buruk. Jalan keluar seolah suram kelam dan oleh karena itu seseorang yang berada dalam kegelapan sangat membutuhkan terang cahaya agar ia bisa keluar dan melangkah ke tempat yang lebih aman. Seseorang yang hidup dalam kegelapan (kejahatan) sangat membutuhkan terang cahaya kebaikan dan kebenaran yang itu bersumber dari Kristus.
Hidup di dalam kegelapan dan terang memberi kontras dan perubahan dari beberapa kondisi sebagai berikut:
Saat di kegelapan Saat di terang
Mati dalam penghukuman Hidup oleh kasih Kristus
Sasaran murka Allah Memperoleh kasih Allah dan keselamatan
Mengikuti jalan dunia Berdiri teguh dalam Kristus dan kebenaran
Musuh Allah Anak-anak Allah
Menjadi budak setan Bebas dalam Kristus mengasihi, melayani dan diam bersama-Nya
Jatuh dalam keinginan jahat Bangkit bersama Kristus dalam kemegahan
Kini sebagai orang yang sudah menerima dan beriman pada Kristus dan menerima terang-Nya, maka seluruh kegiatan hidup kita harus mencerminkan iman tersebut. Dengan menjadi percaya dan dalam terang, kita harus hidup di atas standar moral orang lain yang hidup dalam kegelapan, sehingga dapat memancarkan kebaikan Allah bagi orang lain (band. Khotbah Yesus di bukit Mat 5:15-16). Hidup sebagai anak-anak terang berarti kita menempatkan diri sebagai orang bertobat dengan tingkah laku kepribadian yang diperbaharui sepadan dengan kedudukan kita sebagai anak-anak Allah. Kita yang sudah menerima pengampunan perlu menjaga kekudusan dan kebesaran Allah melalui cermin diri kita, dengan memperlihatkan hadirnya Roh Kudus dalam hati dan menghasilkan buah-buah Roh (Gal 5:22-23; Mat 7:16-20). Bahkan demikian kerasnya peringatan dalam nas ini sehingga mengatakan bahwa kita pun tidak boleh berkawan dengan mereka, dalam arti bergaul secara aktif dalam kehidupan sehari-hari tanpa tujuan mengubah mereka.
Kedua: Ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan (ayat 10)
Dalam ayat 1-7 diberikan perbandingan kontras antara hidup dalam kegelapan dan terang sehingga memudahkan kita melihat perbedaan nyata antara keduanya. Hidup sebagai anak-anak terang adalah berperilaku di dalam kasih sebagaimana Kristus Yesus telah mengasihi kita, jauh dari kecemaran sebagaimana sepatutnya orang-orang kudus, dan terus-menerus mengucapkan syukur. Hidup di dalam terang berarti berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, hidup seperti orang arif dengan mempergunakan waktu yang ada karena menyadari hari-hari sekarang ini adalah jahat, terus berusaha mengerti kehendak Tuhan, serta penuh dengan Roh. Hidup di dalam terang diungkapkan melalui mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani, serta segenap hatinya bernyanyi dan bersorak bagi Tuhan. Dengan demikian, sungguh sangat jelas sebetulnya bagaimana kita hidup di dalam terang tersebut.
Namun kadang batas gelap-terang itu seringkali dibuat samar atau abu-abu seolah-olah tidak bisa membedakan antara hitam dengan putih (perumpamaan kegelapan sebagai hitam dan kebaikan sebagai putih). Mungkin kita berdalih atau mencari alasan-alasan khusus yang mencoba membela diri dengan mencari pembenaran atau pemaafan bahwa kita “harus” atau “terpaksa” melakukan tindakan kegelapan itu, dengan alasan itu hanya sementara. Maka untuk itu firman Tuhan ini mengingatkan bahwa dalam melakukan itu perlu diuji, apakah memang itu tujuan utama kita. Dalam beberapa situasi kisah Robin Hood perampok untuk membagikannya kepada kaum miskin dapat “dibenarkan”. Namun kalau kemudian kita ikut hidup menikmati hasil kejahatan itu maka tujuan mulia itu sudah tercemar. Demikian pula motivasi dalam melakukan perbuatan terang itu, apakah kita untuk mendapatkan pujian dan kemegahan diri sendiri, atau semua itu kita serahkan bagi kemuliaan nama-Nya, dengan prinsip “biarlah Ia menjadi besar dan aku menjadi kecil” (Yoh 3:30).
Demikian pula penonjolan diri sebagai individu atau kelompok. Kita sebagai orang percaya harus memperlihatkan suatu persekutuan orang percaya yang saling mendukung, yakni dalam kesatuan sebagai berikut:
- Satu dalam Allah, Allah Bapa yang memelihara kita hingga kekekalan
- Satu dalam Tuhan, Kristus dan kita adalah milik-Nya
- Satu dalam Roh, Roh Kudus yang menghidupkan dan berbuah
- Satu dalam iman, komitmen tunggal kita pada Kristus
- Satu dalam tubuh, persekutuan orang percaya yakni gereja
- Satu dalam baptisan, tanda dipersatukan dengan Allah melalui gereja-Nya
- Satu dalam pengharapan, kemegahan dalam masa mendatang
Apabila kita menamakan diri sebagai orang percaya dalam kasih Yesus, akan tetapi saling menjelekkan atau meninggikan denominasi gereja tempat kita bersekutu, maka sebenarnya kita melakukan hal yang tidak berkenan kepada Tuhan. Terang yang kita bawa harus mampu membedakan dengan jelas apa yang baik dan apa yang buruk. Ukuran dan pengujian sebenarnya adalah: apakah semuanya untuk menyenangkan hati-Nya dan untuk kemuliaan-Nya?
Ketiga: Telanjangilah perbuatan kegelapan itu (ayat 11-13)
Kitab Efesus secara umum dari awal menekankan setiap anak-anak Allah bukan saja dipanggil sebagai anak-anak kekasih Allah dan penurut, tapi juga harus menjadi prajurit Allah (Ef 6:11-13; band. 2Tim 2:3). Dengan demikian kita dipanggil tidak hanya untuk menikmati hidup di dalam terang tersebut dan bersekutu untuk mendapatkan sukacita semata, akan tetapi kita dipanggil untuk berjuang bagi terang yang lebih besar. Standar norma hidup kristiani yang tinggi itu harus diperlihatkan pada semua orang. Firman Tuhan mengajarkan, “Tidak seorang pun yang menyalakan pelita lalu meletakkannya di kolong rumah atau di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk, dapat melihat cahayanya” (Luk 11:33). Pada bagian lain dikatakan, “Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!” (Flp 4:5). Standar kebaikan, keadilan dan kebenaran merupakan kaidah yang dapat dipegang. Sama seperti yang dikatakan melalui tiga filter penguji dari Socrates sebelum kita mengatakan sesuatu kepada orang lain, perlu kita tahu apa yang kita sampaikan itu: benar, baik, dan membawa manfaat. Bahkan dalam ayat minggu ini dikatakan, menyebutkan atau mengomongkan saja perbuatan-perbuatan jahat itu ditempat-tempat sembunyi, dalam arti gossip atau bisik-bisik itu dilarang.
Rasul Paulus menginstruksikan kita agar membuka atau menelanjangi perbuatan-perbuatan ini, seperti seorang peniup pluit (whistle blower), sebab diamnya kita bisa dianggap setuju dengan perbuatan itu. Allah menginginkan setiap orang berdiri di atas kebenaran dan setiap orang percaya harus berbicara keras tentang apa yang benar dan baik. Kita harus menentang dan mengungkapkan kejahatan sehingga kejahatan itu tidak berkembang seperti virus yang menjalar kepada orang lain bahkan ke seluruh tubuh masyarakat (Mzm 94:16). Sikap memihak kepada Allah harus terlihat benar-benar membenci dosa dan bukan abstain atau netral. Sikap menjauhi mereka juga bukan dalam arti kita tidak peduli terhadap perbuatan mereka, melainkan membenci perbuatannya dan bukan orangnya. Semoga dengan sikap kasih dan siap mengampuni itu mereka dapat melihat terang yang sangat indah sehingga mereka bertobat dan menikmati terang itu. Sikap kita harus optimis seperti kata firman, “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya” (Yoh 1:5; 3:19-21; 1Yoh 1:5-7).
Sikap kita harus tegas dan tidak boleh mendua atau munafik, dalam arti kata tidak samanya kata dengan perbuatan, tidak samanya hakekat dengan tampilan. Adalah terlihat aneh ketika kita hidup sebagai seorang prajurit/perwira, tapi tingkah laku kita bagaikan seorang artis selebritis “murahan”. Kepatuhan menjadi hal yang utama untuk terus menjadi sempurna. Kesalahan dan ketidak sempurnaan sesaat karena kekhilafan harus diperlihatkan dengan sikap penyesalan dalam. Memberi contoh buruk menjadi dosa yang buruk. Kita tidak bisa mengekspresikan diri sebagai seorang dokter atau atlit tapi pola hidup kita tidak terjaga sehat. Bilamana kita melakukan itu bukan saja kita mempermalukan Kristus yang telah menolong kita, tetapi kita juga akan menjadi bahan olok-olok dan tertawaan. Kehadiran kita sebagai terang haruslah merupakan model dan teladan yang merupakan teguran bagi sekitar kita yang hidup dalam kegelapan, meski tampak luar kita dibenci oleh mereka (Yoh 7:7; 15:18).
Keempat: Bangunlah, hai kamu yang tidur (ayat 14)
Mereka yang hidup terus di dalam kegelapan maka akan mendapatkan hukuman dari Allah (1Kor 6:9-10), sementara mereka yang setia dan terus berupaya hidup di dalam terang Kristus akan mendapat kasih Allah hingga kekekalan. Mereka yang tadinya terlelap dalam waktu yang sia-sia diminta menggunakan waktu secara efektip untuk melakukan sesuai dengan kehendak Allah. Mereka yang terlelap dan tertidur diminta bangun melihat terang dan melayani Tuhan. Jadi dalam hal ini mereka tidak tertidur dan memahami bahwa perbuatan-perbuatan kegelapan tidak berbuahkan apa-apa, sehingga harus menghindarinya, dan meninggalkan perbuatan kesenangan yang menghasilkan dosa (1Tes 5:5).
Kalimat “Bangunlah…” ini tampak bukan kutipan langsung dari perjanjian lama, tetapi mungkin dari sajak atau lagu-lagu yang cukup dikenal oleh orang Efesus saat itu. Kalimat itu mungkin dilatar belakangi dari kitab Yesaya (26:19; 51:17; 52:1; 60:1) dan Mal 4:2, yang dipakai saat pembaptisan keluar dari air. Baptisan saat itu dipakai juga bagi mereka yang bertobat dari penyambahan berhala, dan keberadaan mereka dalam kegelapan berhala itu dianggap tertidur dan saat dibaptis menjadi terbangun. Oleh karena itu Rasul Paulus mendorong orang Efesus untuk bangun dan bangkit dan menyadari kondisi yang berbahaya bagi mereka khususnya mereka yang sudah terjatuh tergelincir (band. Rm 13:11). Terang yang dibawa Kristus itu memiliki daya untuk membangkitkan, membersihkan dan memulihkan dan itu siap menjadi berkat bagi semua orang.
Dalam ayat berikutnya disebutkan agar kita yang menerima terang itu bersikap seksama hati-hati ditengah-tengah zaman yang jahat, dengan mempergunakan waktu sisa yang ada dan sangat berharga bertindak sebagai prajurit Kristus, membangunkan orang-orang untuk melihat terang dari Kristus (Yes 60:1). Ada tiga hal katanya di dunia ini yang sekali kejadian tidak pernah kembali, yakni waktu, kesempatan dan ucapan (khususnya yang salah menyakitkan). Waktu dan kesempatan adalah anugerah yang kita miliki namun berlalu sangat cepat dan tidak bisa kembalikan. Oleh karena itu ditengah waktu yang terus berjalan dan kesempatan menabur dan menuai selalu terbuka, kita merapat ke dalam barisan prajurit Kristus sehingga melalui terang dan pelayanan kita nama Tuhan dimuliakan.
Penutup
Sebagai anak-anak terang kita harus jauh hidup dalam kegelapan yang membuat hati Allah bersedih. Kita sebagai umat-Nya hendaklah meneladani Yesus Kristus dengan hidup sesuai dengan panggilan kita. Semua yang kita lakukan pun sebagai perbuatan terang perlu diuji apakah sesuai dengan kehendak-Nya dan dapat menyenangkan hati-Nya, berdasarkan kebaikan, keadilan dan kebenaran. Kita dipanggil bukan saja untuk menjadi teladan dan model sebagai orang yang sudah menerima kasih dan pengampunan, tetapi kita juga dipanggil untuk menelanjangi perbuatan-perbuatan kegelapan orang lain agar itu tidak menjadi virus menular bagi yang lain. Tindakan itu sekaligus juga untuk membuktikan bahwa kita sebagai prajurit Allah yang siap untuk membangunkan orang lain agar tidak terjerat dalam kegelapan, melainkan mereka dapat menikmati terang yang membebaskan dan menikmati kasih Allah yang berkelimpahan sebagai anak-anak terang. Naikkanlah doa kepada Tuhan agar kita dibimbing-Nya ke arah hidup terang sehingga dapat mengerti rencana indah-Nya.
Tuhan Yesus memberkati.
(Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min adalah Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode Pusat GKSI. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, akan lebih baik jika pada setiap bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari dan juga diselingi humor yang relevan).
Khotbah Minggu 23 Maret 2014
Khotbah Minggu 23 Maret 2014
Minggu Pra Paskah III
KETEKUNAN, TAHAN UJI DAN PENGHARAPAN
(Rm 5:1-11)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kel. 17:1-7; Mzm 95; Yoh 4:5-42
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.
Nats Rm 5:1-11 selengkapnya dengan judul: Hasil Pembenaran
5:1 Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. 5:2 Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. 5:3 Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, 5:4 dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. 5:5 Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. 5:6 Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. 5:7 Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar -- tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati --. 5:8 Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. 5:9 Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah. 5:10 Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya! 5:11 Dan bukan hanya itu saja! Kita malah bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu.
-------------------------------------
Pendahuluan
Minggu ini kita kembali diberikan peneguhan bahwa melalui iman kepada Tuhan Yesus kita banyak menerima berkat. Berkat anugerah itu tidak hanya kita dibenarkan dan kebenaran iman itu memimpin kita dalam kehidupan ini, tetapi juga berbagai berkat yang disediakan Allah bagi kita yang setia dan mengasihi-Nya. Selain kita diberi keselamatan, kita juga dibebaskan dari murka Allah masa kini maupun masa mendatang, dan terutama Roh Kudus dicurahkan untuk menolong kita dalam mengarungi kehidupan ini. Melalui nas yang kita baca minggu ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut.
Pertama: Perdamaian sebagai buah pembenaran (ayat 1-2)
Nas ini menegaskan kembali bahwa melalui iman kita dibenarkan dan karena kita dibenarkan ternyata berkat-berkat anugerah tidak berhenti disitu saja; dengan dibenarkan kita juga diperdamaikan dengan Allah dan itu merupakan jalan masuk dan jaminan keselamatan yang diberikan. Dengan dibenarkan dan diperdamaikan maka kita masuk ke dalam kasih karunia Allah yang semakin sempurna dengan kita bisa menikmati damai sejahtera dengan Dia. Kalau selama ini tidak ada yang dapat menghampiri Allah, maka melalui pendamaian manusia tidak lagi memerlukan perantara imam untuk datang kepada Allah, sehingga terjalin persekutuan langsung manusia dengan-Nya (band. Ef 3:12). Dengan dibenarkan dan diperdamaikan, kita juga memiliki penyertaan Roh Kudus, bebas dari hukuman murka Allah, dan pengharapan akan kemuliaan-Nya. Kita berdamai dengan Allah bukan dalam pengertian rasa damai biasa di hati seperti keteduhan dan ketenangan. Damai dengan Allah berarti terjadi rekonsiliasi dengan Pencipta kita, Tuan dan sekaligus Tuhan kita. Tidak ada lagi permusuhandiantara kita dengan Dia, tidak ada lagi dosa yang membentengi hubungan kita dengan-Nya. Damai dengan Allah itu terjadi hanya terjadi karena Yesus telah membayar lunas dan menebus dosa-dosa kita di atas kayu salib.
Pembenaran dan perdamaian dengan Allah ini memuat konsep yang penting dan mengantarkan kita pada dua jenis kehidupan orang Kristen. Di satu sisi kita sepenuhnya di dalam Kristus dalam arti penerimaan kita pada-Nya dijamin; di sisi lain kita juga bertumbuh di dalam Kristus dengan pengertian kita semakin hari harus semakin sama dengan Dia. Kita juga diberikan dua status sekaligus, yakni menjadi anak-anak Raja tetapi juga sebagai hamba kerajaan. Dalam hal itu kita merasakan dua hal yang bersamaan setiap saat, kehadiran Kristus yang memberi rasa damai dan di lain pihak kita juga mendapat tekanan kedagingan dan dari iblis untuk keinginan berbuat dosa. Kita bisa merasakan damai sejahtera dari Allah karena kita sudah diterima-Nya, akan tetapi kita juga masih hidup di dunia ini dengan permasalahan dan pergumulan sehari-hari. Padahal, semestinya permasalahan dan pergumulan itu menjadi cara dan jalan bagi kita untuk bertumbuh menjadi sama dengan Dia, namun ada juga di antara kita yang jatuh menuruti kehendak iblis dan daging sehingga membuat kita jauh dari Tuhan. Apabila kita memahami dua sisi kehidupan orang Kristen ini dalam keseharian kita, maka sebenarnya kita tidak mudah berputus asa dalam setiap pergumulan dan permasalahan yang datang, melainkan kita belajar untuk berserah dan bergantung pada kekuatan yang diberikan oleh Tuhan Yesus, yaitu Roh Kudus yang diam dalam hati kita.
Firman Tuhan juga menyatakan bahwa sebagai orang percaya, kita berdiri di tempat yang tinggi dan diistemewakan. Kita diperdamaikan dan sekaligus mengambil bagian dalam kemuliaan Allah. Itu terjadi bukan hanya karena kita sudah dinyatakan tidak bersalah; tetapi juga karena Tuhan menarik merangkul kita lebih dekat kepada-Nya. Kita tidak lagi menjadi seteru-Nya tetapi menjadi sahabat-Nya dan bahkan menjadi anak-anak-Nya (Yoh 15:15; Gal 4:5). Hubungan yang sudah terputus dan tertutup karena dosa kini dipulihkan melalui jalan yang dibuka Yesus Kristus dengan kematian-Nya di kayu salib. Dia yang betakhta Raja kini membuka diri-Nya, dan kita tadinya sebagai seteru namun kini sebagai sekutu. Inilah jalan masuk ke dalam kasih karunia yang begitu besar sebagai buah kita dibenarkan karena iman dan kebenaran itu menuntun kita kepada iman yang berbuah untuk menjadi berkat bagi orang lain.
Kedua: Kesengsaraan membawa ketekunan dan tahan uji (ayat 3-4)
Bagian terakhir dari berkat-berkat anugerah yang disediakan dari hasil pembenaran itu adalah memampukan kita bermegah dalam kesengsaraan. Ini mungkin sesuatu yang aneh, sesuatu yang dianggap salah; bagaimana kita bisa bermegah dalam kesengsaraan? Rasul Paulus mengatakan bahwa kita bermegah dan bersukacita di dalam penderitaan, bukan karena kita menyukai penderitaan itu atau menolak pandangan bahwa bagaimanapun penderitaan adalah sebuah tragedi. Akan tetapi, kita berani bermegah karena tahu bahwa Allah yang baik itu menggunakan penderitaan yang kita alami (dan/atau setan yang menyerang) bertujuan membangun karakter kita. Permasalahan dan pergumulan yang kita harus hadapi dan menangkan akan membangun ketekunan dan tahan uji kita, yang sekaligus menguatkan karakter kita, mempertebal iman percaya kita kepada Allah dan memberi keyakinan kita akan pengharapan masa depan. Kita pasti dihadapkan dengan persoalan ini setiap hari dalam tingkatan yang kecil sampai besar, untuk itu berterima kasihlah pada Allah untuk kesempatan bertumbuh, dan bekerjasama dengan-Nya dalam mengatasi persoalan itu sampai menang (band. 1Pet 1:6-7).
Dalam abad-abad awal masehi kehidupan kekristenan penuh dengan penderitaan. Semua rasul dibunuh atau mati dengan cara-cara yang kejam dan menyedihkan. Orang-orang percaya harus melarikan diri dari kejaran pembenci pengikut Yesus. Kisah-kisah menyedihkan orang Kristen seperti tubuhnya dibakar untuk dijadikan obor penerang sudah pernah kita dengar. Oleh karena itu, penderitaan bagaikan sebuah hal yang umum dan bukan sebuah pengecualian. Tapi melalui firman Tuhan ini kita diajar bahwa untuk kita "menjadi" berhasil di masa mendatang itu kita harus "jadi" (to become we must overcome). Artinya, kita harus menjalani pengalaman-pengalaman yang sulit untuk kita lebih bertumbuh,.pengalaman penderitaan dan ujian dalam bentuk kesusahan, seperti penyakit tubuh, keuangan, penindasan dan ketidakadilan bahkan kesepian dan kesendirian. Semua ini menantang kita untuk bertekun, bukan berputus asa atau mengeluh, apalagi menghujat pihak lain (Yak 1:2-4, 12). Yang penting dari semua itu adalah bahwa kita mengimani kesengsaraan yang datang adalah sekehendak dan sepengetahuan Allah.
Paulus menyatakan dalam 1Kor 13:13 bahwa iman, pengharapan dan kasih adalah inti dari kehidupan kristiani. Hubungan kita dengan Allah didasari oleh iman, yang menolong menyadarkan kita bahwa hidup kita harus siap dengan segala rencana Tuhan, baik dipakai melalui sukacita dan ujian. Ketekunan di sini melebihi kesabaran, sama dengan semangat tidak mau menyerah dan daya juang yang tinggi, dan melalui ketekunan itulah kita mendapatkan tahan uji, dalam arti kita mampu melewati ujian yang diberikan dengan kemenangan. Tahan uji berarti bebas dari kotoran yang mengganggu dan handal terpercaya dalam setiap situasi, tidak berputus asa, dan hal seperti inilah yang kemudian menimbulkan pengharapan akan hari esok yang lebih baik dan cemerlang. Jadi, dalam hal ini ada hubungan segaris antara penderitaan - ketekunan - tahan uji - dan pengharapan. Pengharapan itu hadir dan bertumbuh sebab melalui penderitaan kita mempelajari semua yang telah direncanakan oleh Tuhan bagi kita; itu memberi kita janji yang penuh keyakinan akan masa depan. Kasih yang Allah berikan mengisi hidup kita itu semua memberi kita kemampuan untuk membagikannya kepada orang lain.
Ketiga: Kasih Allah tercurah di hati kita (ayat 5-8)
Firman Tuhan mengatakan "ketika kita masih orang berdosa" Yesus mati bagi kita, ini jelas sebuah kalimat yang indah dan bukti konkrit akan kasih yang besar. Kalau seseorang berkorban bahkan mati untuk membela orang benar, itu sesuatu yang biasa dan lumrah. Tetapi Yesus mati bagi kita yang durhaka dan orang tidak benar, itu adalah perbuatan yang tidak terkira, karena kita tidak layak menerimanya. Bahkan kematian dan penebusan Yesus itu semua terjadi bukan karena kehebatan perbuatan kita, tetapi hanya karena Allah mengasihi kita. Atau, apakah mungkin kita ragu? Maka apabila kita merasa goyang atau tidak yakin bahwa Allah mengasihi kita sedemikian besar, ingatlah bahwa Allah sebenarnya mengasihi kita sebelum kita bertobat. Jika Allah mengasihi kita pada saat kita masih durhaka, maka kita kini diyakinkan akan kasih-Nya, dan kita cukup hanya membalasnya dengan kasih kepada-Nya.
Kita lemah dan putus asa mungkin karena kita tidak melakukan sesuai dengan apa yang diberikan dan apa yang kita terima untuk menolong diri kita sendiri. Kita mungkin hanya mengeluhkan, menyesali, menyalahkan atau bahkan kemudian tidak percaya ada Allah melalui Roh Kudus yang sedia membantu. "Sesuatu" perlu datang untuk menolong dan menyelamatkan kita yang lemah. Lemah disini dalam pengertian moral dan rohani, meski kadang dalam pengertian tubuh dan jiwa. Kristus terbukti datang memberi pertolongan pada saat yang tepat sesuai sejarah 2000 tahun yang lalu, tetapi Ia juga datang tepat pada saatnya sesuai dengan waktu terbaik dari Tuhan. Memang kadang kita tidak sabar atau ingin lari mencari pertolongan lain, akan tetapi tetaplah sabar dan bertekunlah hingga waktu terbaik dari Tuhan itu dinyatakan. Allah mengendalikan waktu dan sejarah, mengontrol setiap cara, gerak dan metoda yang pas bagi kita untuk keluar dari permasalahan dan persoalan yang ada.
Allah Tritunggal terlibat dalam peristiwa keselamatan. Allah Bapa begitu mengasihi kita sehingga mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal untuk menjembatani hubungan kita yang berdosa dengan Dia (Yoh 3:16). Kasih Allah memang sungguh luar biasa, bahkan kasih itu tidak berhenti sampai disitu. Untuk memperlihatkan kasih-Nya tidak sesaat melainkan selamanya, Allah Bapa dan Allah Anak mengirimkan dan mencurahkan Roh Kudus mengisi hati kita dengan penuh kuasa dan memampukan kita hidup dengan kuasa-Nya (Kis 1:8). Kata dicurahkan dalam nas ini berarti keadaan yang berlangsung terus menerus tanpa henti. Dengan demikian Roh Kudus yang tercurah hadir untuk menghibur kita dalam setiap pencobaan dan mendukung dalam setiap keadaan, sehingga segala persoalan dapat kita tanggung di dalam Dia (Flp 4:13). Dengan semua kasih yang besar tercurah dari Allah itu, bagaimana kita tidak mau melayani Dia dengan sepenuh hati sebagai balasan kasih-Nya?
Keempat: Kasih Allah menyelamatkan kita dari murka-Nya (ayat 9-11)
Kasih yang menyebabkan Yesus harus mati sama dengan kasih yang Allah berikan melalui Roh Kudus yang hidup di dalam hati kita dan siap memimpin dan menyertai kita dalam kehidupan ini. Kuasa yang membangkitkan Kristus dari kematian adalah sama dengan kuasa yang menyelamatkan hidup kita dari dosa-dosa, dan sama dengan kuasa yang memimpin keseharian kita. Oleh karena itu, memulai hidup dengan Kristus kita akan memiliki kuasa dan kasih besar yang siaga setiap saat menghadapi pergumulan hidup setiap hari. Melalui iman kepada penebusan Kristus, kita menjadi dekat dan berkonsiliasi dengan Allah, bukan lagi menjadi musuh atau menjadi orang yang terbuang.
Allah itu kudus dan tidak berinteraksi dengan dosa. Semua manusia telah berdosa dan terpisah dari Allah dan itu membuat kita melanggar kekudusan Allah. Dosa itu juga membawa penghukuman berupa murka Allah bukan saja semestinya saat ini, tapi juga kelak pada masa penghakiman. Dan sebagai orang berdosa sepatutnya kita dihukum dengan kematian dan penderitaan selama-lamanya dengan ditempatkan di neraka. Namun Kristus telah mengambilnya dengan mengalami kematian dan penderitaan di atas kayu salib. Dengan penebusan itu kita diluputkan dari murka-Nya dan bahkan terbebas dari belenggu dosa yang selalu menjerat. Kita dimampukan melalui kekuatan Roh Kudus untuk melawan iblis sehingga kita terbebas dari kuk dosa yang jahat itu. Roh Kudus dicurahkan dalam hati kita agar hidup kita bebas dari kuasa dosa, belenggu hukum Taurat, murka dan dari kuasa maut. Kita juga akan bebas dari “hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan kemuliaan kekuatan-Nya” (2Tes 1:9). Oleh karena itulah kita bersukacita didalam Kristus.
Bagian terakhir dalam nats ini menyatakan bahwa kita diselamatkan oleh hidup-Nya. Ini dimaksudkan bahwa Yesus yang telah mati dan bangkit kembali hidup, itu adalah bukti kekuasaan Allah ada pada-Nya dan kemenangan atas kematian (1Kor 15:55). Dengan hidup-Nya Yesus dari kematian, maka kita menjadi selamat dan hidup selamanya. Dengan dasar itulah kita layak bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Kita bermegah diselamatkan bukan karena kehebatan kita, bukan karena kekuatan atau prestasi dan perbuatan kita, melainkan hanya karena kasih-Nya. Kita juga bermegah karena kita akan memperoleh pengharapan kemuliaan bersama-Nya kelak, ketika Yesus Tuhan kita akan datang kembali untuk menyatakan kuasa-Nya (Kol 3:4). Pengharapan itu tidak akan mengecewakan sebab dasarnya adalah kasih Allah. Ini hal yang paling prinsip dalam memahami keselamatan, bahwa penyelamatan itu menyeluruh. Dengan demikian, sungguh Allah itu kasih, dan kita dipanggil untuk terus beriman dan berdoa agar kuasa dan kasih itu tetap hidup dan merajai hidup kita setiap saat.
Penutup
Melalui nats minggu ini kita diteguhkan bahwa dengan iman kepada Yesus Kristus, manusia ditempatkan istimewa di pintu masuk gerbang anugerah, mulai dari pembenaran, perdamaian dan berkat-berkat lainnya. Tetapi berkat itu jangan dilihat hanya dalam bentuk sukacita dan berkat jasmani, tetapi juga dalam wujud beban kesengsaraan dan kesusahan. Semua yang terjadi itu setelah kita menerima dan mengakui Yesus sebagai penebus kita, harus dilihat dalam rencana Allah untuk mendewasakan karakter kita untuk dapat melewati dengan ketekunan, membuat kita tahan uji dan terakhir berpengharapan ikut serta dalam kemuliaan Allah ketika Yesus kembali nanti. Kita sudah terbebas dari segala murka akibat dosa dan kuk perhambaan, dan kita bermegah karena kasih Allah dan bukan karena kehebatan dan prestasi kita. Selayaknyalah kita membalas kebaikan Allah itu dengan membagikannya kepada orang lain yang belum mengenal dan merasakannya.
Tuhan Yesus memberkati.
(Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min adalah Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode Pusat GKSI. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, akan lebih baik jika pada setiap bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari dan juga diselingi humor yang relevan).
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII Setelah...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 17 November 2024Kabar dari Bukit HUKUM DI DALAM HATI (Ibr. 10:11-25) ”Aku...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 589 guests and no members online