2014
Khotbah Minggu 16 Maret 2014
Khotbah Minggu 16 Maret 2014
Minggu Pra Paskah II
TUHAN MEMPERHITUNGKAN SEBAGAI KEBENARAN
(Rm 4:1-5, 13-17)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kej 12:1-4a; Mzm 121; Yoh 3:1-17 atau Mat 17:1-9
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.
Nats Rm 4:1-5, 13-17 selengkapnya dengan judul: Abraham dibenarkan karena iman.
4:1 Jadi apakah akan kita katakan tentang Abraham, bapa leluhur jasmani kita? 4:2 Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah. 4:3 Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? "Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." 4:4 Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya. 4:5 Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran. 4:13 Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman. 4:14 Sebab jika mereka yang mengharapkannya dari hukum Taurat, menerima bagian yang dijanjikan Allah, maka sia-sialah iman dan batallah janji itu. 4:15 Karena hukum Taurat membangkitkan murka, tetapi di mana tidak ada hukum Taurat, di situ tidak ada juga pelanggaran. 4:16 Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa kita semua, -- 4:17 seperti ada tertulis: "Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa" -- di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada.
------------------------------------------------
Pendahuluan
Bacaan minggu ini masih menjelaskan tentang iman, namun kali ini kaitannya dengan hukum Taurat dalam bentuk perbuatan-perbuatan. Firman Tuhan melalui Rasul Paulus membuat garis pemisah antara pembenaran berdasarkan perbuatan dan pembenaran berdasarkan iman. Dalam memperkuat pembenaran iman yang dasarnya kasih karunia, Rasul Paulus mengambil Abraham dan Daud sebagai model dan teladan tentang apa yang mereka perbuat dan apa yang diberikan Allah berupa kasih karunia karena iman mereka. Pengambilan Abraham dan Daud bagi umat Yahudi sangat tepat, sebab kedua tokoh ini sangat dikagumi dan dijadikan bagian dari sejarah utama bangsa Israel. Melalui nats minggu ini kita diberikan pengajaran tentang iman dan pembenarannya sebagai berikut.
Pertama: Abraham dibenarkan karena Iman (ayat 1-5)
Orang Yahudi sangat bangga disebut sebagai anak-anak Abraham, bapa leluhur jasmani mereka. Kisah hidup Abraham di mata mereka memperlihatkan berbagai tindakan yang dia lakukan sebagai respons terhadap janji, karya, maupun perintah Allah. Bagi orang-orang Yahudi, Abraham adalah tokoh teladan yang dibenarkan karena perbuatannya. Tradisi Yahudi menempatkan Abraham sebagai lambang pembenaran oleh karena kesetiaannya dan keteguhannya dan perbuatan-perbuatannya yang menyenangkan hati Allah (band. Rm 2:14 dab; Yak 2:22). Dengan dasar itu, bagi orang Yahudi, hanya dengan ketaatan dan perbuatan yang membuat seseorang berkenan kepada Allah, diselamatkan. Dalam pandangan mereka, Allah tidak mungkin membebaskan orang yang bersalah, sebagaimana kitab PL mengatakan, "...Aku tidak akan membenarkan orang yang bersalah...." (Kel 23:7). Dengan demikian bagi orang Yahudi, mengatakan bahwa Allah berkenan hanya karena iman, itu adalah hal yang mustahil dan tidak dapat mereka terima dengan akal, dan bahkan dianggap menghina Allah.
Namun Paulus mengutip Kej 15:6 yang mengatakan, “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Dalam hal ini Paulus menekankan bahwa Abraham dibenarkan bukan karena perbuatan-perbuatannya atau ketaatannya, melainkan hanya karena imannya. Meski Abraham sebagai tokoh yang luar biasa, akan tetapi dia menerima pilihan dan janji Allah (Kej 12:1-2; 13:14-15; 22:17) ketika ia belum disunat, belum menjadi Yahudi, sehingga janji berkat itu diberikan karena imannya semata, bukan karena perbuatannya. Bagi Paulus, apabila Abraham menerima janji berkat karena perbuatannya, maka Abraham akan bermegah dan ia memiliki dasar untuk itu. Apa yang dilakukan oleh Abraham adalah percaya dan meyakini akan janji-janji Allah, mengandalkan Allah dan menyerahkan diri pada-Nya, dan dengan dasar itu juga ia menjaga hubungan yang baik dengan setia dan taat, serta itu menyenangkan hati Allah (band. Ibr 11:8-9). Jadi semua dasarnya adalah iman, sehingga kemudian Abraham dibenarkan dan disebut sebagai bapak orang beriman.
Memang, menerima pandangan itu seolah-olah sulit. Ketika seseorang dikatakan akan diselamatkan oleh iman, maka biasanya dia akan bertanya ragu: "apakah saya memiliki iman yang cukup untuk diselamatkan? Apakah iman saya cukup kuat untuk diselamatkan?" Sebenarnya, orang-orang seperti ini kehilangan poin utama keselamatan, yakni bahwa Yesuslah yang menyelamatkan, bukan perasaan kita atau tindakan kita. Yesus berkuasa dan mampu untuk menyelamatkan kita betapapun kecil dan lemahnya iman kita. Yesus menawarkan keselamatan sebagai anugerah karena Ia mengasihi kita, bukan karena kita memiliki kuasa iman. Jadi, kalau begitu, apa fungsi iman? Iman adalah mempercayai dan meyakini Allah melalui Tuhan Yesus dan bersedia menerima anugerah keselamatan yang tersedia dari-Nya. Sebagaimana Abraham, kita diminta memiliki iman itu dan akan dibenarkan.
Kedua: janji Allah bukan berdasarkan Taurat (ayat 13-14)
Allah memberikan janji yang dahsyat kepada Abraham yakni menjadi berkat bagi banyak bangsa-bangsa. Janji itu adalah warisan yang harus dipertahankan. Umat Yahudi memiliki pandangan, bahwa Abraham atau seseorang dapat menerima dan mempertahankan janji Allah hanya karena menaati hukum Taurat dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan hukum Taurat, dan Allah menganggapnya sebagai ketaatan. Dalam hal ini yang terjadi kemudian adalah perbuatan dan ketaatan itu ada karena kemampuan dan usaha diri sendiri dalam menjalankan hukum Taurat itu. Maka ini lebih mengandalkan kemampuan sendiri dan konsekuensinya akan berpikir akan upah dan penghargaan, serta sekaligus menimbulkan kesombongan dan kemegahan diri. Akan tetapi Abraham tetap taat dan setia serta ia tidak bermegah atas janji dan berkat itu, dengan tetap merendahkan dirinya di hadapan Allah dan manusia (band. Kej 13:1-17).
Nats ini juga menekankan bahwa seseorang yang bekerja pasti mendapatkan upah dan itu adalah haknya. Upah yang didapat sama sekali tidak ada hubungannya dengan suatu anugerah yang sebenarnya tidak layak diterima. Seseorang yang berbuat baik dan benar di hadapan Tuhan dan mendapatkan penghargaan bukanlah anugerah. Akan tetapi Abraham juga melakukan dosa dengan mendistorsi kebenaran (berbohong) dan seseorang yang berbuat dosa pasti dianggap durhaka dan menerima hukuman. Oleh karena itu kalau dasarnya adalah ketaatan sempurna kepada hukum Taurat, maka tidak mungkin ada keselamatan. Maka nats ini kemudian menekankan bahwa Allah membenarkan orang durhaka. Allah tidak membenarkan seseorang yang giat dan saleh, tetapi Dia membenarkan orang berdosa yang durhaka. Maka, pembenaran itu adalah anugerah. Maka sebetulnya, kepercayaan diri manusia itu hanya kesia-siaan. Apa yang bisa kita lakukan hanyalah membenamkan diri kita ke dalam pengasihan dan anugerah Allah melalui iman.
Kita tahu pada setiap tindakan yang kita ambil maka akan ada konsekuensi. Apa yang kita lakukan menjadi sebuah seri tindakan yang berlanjut bahkan setelah kita mati. Kita memang cenderung berpikir pendek saja tanpa memperhitungkan konsekuensi jangka panjangnya, yang kemudian menipu kita karena berpikir hidup ini singkat saja. Abraham berpikir panjang dan Paulus mengambil Abraham sebagai tokoh yang diselamatkan karena iman, bukan berarti bahwa hukum Taurat tidak lagi penting. Iman tidak berarti meniadakan hukum Taurat. Kita tahu bahwa hukum Taurat diberikan pada masa Musa dan jauh setelah Abraham. Paulus dalam hal ini tidak mengambil Musa sebagai teladan, melainkan Abraham. Begitu juga Daud yang hidup jauh sesudah Taurat diturunkan, dengan imannya yang teguh pada Tuhan dibenarkan meski ia banyak melakukan dosa. Demikianlah, janji dan warisan itu tetap diberikan kepada Abraham, dan kepada Daud melalui Yesus Kristus yang menjadikan kerajaan-Nya yang jaya dan maha luas. Janji itu tidak batal dan iman mereka tidak sia-sia.
Ketiga: hukum yang menimbulkan murka (ayat 15)
Dalam kitab ini pasal 12 dituliskan bahwa hukum Taurat membangkitkan murka, baik kepada diri sendiri maupun dari Allah, "Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan" (Rm 2:5). Tuhan Yesus mengatakan kepada para ahli Taurat, bahwa meski mereka mengetahui dan bahkan mengajarkan hukum Taurat yang diberikan Allah melalui Musa, mereka juga melanggarnya. Apa yang mereka ajarkan berlawanan dengan perbuatan-perbuatan mereka bahkan Tuhan Yesus mengatakan bahwa nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa lain oleh karena perbuatan mereka (ayat 24).
Hukum Taurat diberikan Allah kepada bangsa Yahudi sebagai kaidah mereka dalam berperilaku dan untuk menjaga kemurnian bangsa Yahudi serta membuat mereka sebagai contoh atau model sebuah bangsa teladan pilihan Allah, sehingga bangsa-bangsa lain mengikut dan memuliakan Allah. Dalam hal ini Allah menetapkan hukum-hukum standar berikut dengan konsekuensi hukuman yang terjadi apabila ada tindakan pelanggaran. Atau dengan kata lain, melalui hukum Taurat Allah menjelaskan hal yang dituntut dari manusia, dan Allah tidak berkenan dan menjadi murka atas pelanggaran yang terjadi. Akibatnya, seperti dinyatakan oleh Hagelberg, ada rantai yang berkaitan dan tidak terputuskan dari hubungan itu, yakni: hukum Taurat, pelanggaran, dan hukuman akibat memurkakan Allah (band. 1Kor 15:56). Apabila satu dari rantai itu terjadi, maka rantai itu akan berulang muncul kembali. Kenyataannya, manusia gagal mengikuti hukum Taurat sebagaimana ahli-ahli Taurat juga melakukan hal yang sama seperti dinyatakan Tuhan Yesus tadi.
Maka tidak ada alasan untuk bermegah karena hukum Taurat. Hukum Taurat tidak bisa menyelamatkan. Sebagaimana dituliskan dalam surat Galatia 3:10, "Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat." Oleh karena tidak ada satupun yang bisa setia melaksanakannya, maka hukum Taurat hanya menimbulkan murka dan kutukan, sebab manusia memang tidak mampu untuk mengikutinya. Dengan demikian pula, dinyatakan "bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: "Orang yang benar akan hidup oleh iman" (Gal 3:11). Maka yang sebenarnya, Allah yang penuh kasih menghendaki penyerahan diri dan ketergantungan, didasari iman yang penuh kepada-Nya, bukan iman dengan kemampuan diri sendiri untuk dapat menyenangkan hati-Nya. Dalam hal ini, iman kepercayaan dan kebenaran menjadi satu dalam rangkaian, dan bukan hukum Taurat yang menimbulkan murka.
Keempat: janji terhadap keturunan Abraham (ayat 16-17)
Firman Tuhan menjelaskan kepada kita bahwa Abraham berkenan kepada Tuhan hanya karena imannya, sebelum dia mendengar tentang ritual atau prosesi ibadah yang bagi umat Yahudi kemudian menjadi harus dijalani dengan ketaatan dan penuh dengan penafsiran manusia. Kegagalan para pemimpin Farisi dan ahli Taurat dalam menjaga nilai-nilai hakiki Taurat itu yakni kasih, serta kecendrungan mereka memanfaatkan aturan-aturan menjadi lebih lebar dan luas dengan tujuan kepentingan ekonomi dan jabatan mereka sendiri, membuat Taurat kehilangan kasih. Ritual Yahudi yang penuh struktur aturan persembahan termasuk persepuluhan menjadi kehilangan hakekat dalam membawa umat Yahudi sebagai bangsa teladan yang berkenan kepada Allah.
Firman Tuhan dalam Habakuk yang memang sudah menekankan pentingnya iman namun mereka tidak mereka fahami dengan benar. Mereka terus saja berkutat kepada aturan-aturan legalistik. Oleh karena itu firman Tuhan melalui Rasul Paulus kembali meenkankan dan mengingatkan bahwa manusia diselamatkan dengan iman, Abraham diselamatkan karena iman, tanpa ada usaha apapun. Orang yang dipilih-Nya diselamatkan bukan karena perbuatan baik, bukan karena adanya sesuatu plus iman, atau perbuatan baik plus iman; melainkan hanya iman, iman kepada Allah melalui Yesus Kristus yang adalah anak Allah dan mati tersalib untuk menebus dosa-dosa kita dan seluruh manusia. Mengutip kembali pandangan Hagelberg, kalau Taurat membentuk rantai dengan pelanggaran dan hukuman, maka iman membangun rantai dengan kasih karunia dan janji. Peneguhan janji sebagaimana yang diberikan kepada Abraham demikian pula akan diberikan kepada kita yang teguh imannya.
Namun perlu sekali lagi ditekankan bahwa iman itu terputus dan tidak berdiri sendiri. Dalam firman Tuhan lainnya dikatakan, bahwa “Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati (Yak 2:17); "Iman yang bekerja oleh kasih" (Gal 5:6; Ef 2:10). Betul, iman itu dasar dan pondasi, akan tetapi iman perlu dibuktikan melalui pertobatan dengan lepas dari kehidupan lama yang tidak berkenan kepada Tuhan, melakukan perbuatan-perbuatan kasih seturut firman-Nya, baik kepada Allah maupun kepada manusia. Hal yang penting lainnya, objek iman dalam hal ini adalah Kristus yang adalah Anak Allah, yang menjadi Mesias dan Hakim bagi semua orang nanti sesuai dengan penggenapan janji yang diberikan Allah kepada manusia dan para nabi di dalam perjanjian lama. Melalui Yesus, Allah tetap adalah Allah Israel yang perkasa, Allah yang berkuasa, bukan hanya menghidupkan mereka yang mati, melainkan juga membuat ada dari yang tidak ada. Itulah Yesus Anak Allah yang kepada-Nya iman kita dibenarkan dan janji-Nya akan digenapkan.
Penutup
Kembali minggu ini kita diingatkan betapa pentingnya iman dalam berhubungan dengan Allah. Melalui nats yang kita baca hukum Taurat ternyata tidak menyelamatkan bahkan memberi konsekuensi pelanggaran dan hukuman murka Allah. Sebab tidak ada seorang pun yang mampu sempurna melaksanakan hukum Taurat sehingga murka Allah akan tetap ada. Namun sebagaimana Abraham dan Daud, ternyata kasih Allah melebihi hukum Taurat dan terbukti semua dasarnya itu adalah iman, iman yang berkenan kepada Yesus yang telah menebus dosa-dosa manusia. Memang masih banyak orang mengutamakan dan menempatkan perbuatan baik sebagai dasar untuk berkenan kepada Tuhan, dengan melakukan ketaatan pada ritual-ritual ibadah namun ketika menghadapi masalah, iman tidak ditempatkan sebagai hal yang utama. Maka tanpa iman maka semua itu tidak berkenan kepada Allah (Ibr 11:6). Denagn demikian, janji Allah kepada Abraham dan Daud, juga berlaku bagi kita yang percaya kepada Tuhan Yesus, untuk ikut mewarisi berkat-berkat yang disediakan bagi yang berkenan kepada-Nya.
Tuhan Yesus memberkati.
(Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min adalah Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode Pusat GKSI. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, akan lebih baik jika pada setiap bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari dan juga diselingi humor yang relevan).
Khotbah Minggu 9 Maret 2014
Khotbah Minggu 9 Maret 2014
Minggu I Pra Paskah
MANUSIA DIBENARKAN KARENA IMAN
(Rm 1:16-17, 3:22b-28)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Ul 11:18-21, 26-28; Mzm 31:1-5, 19-24; Rm 1: 29-31; Mat 7:21-29
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.
Nats Rm 1:16-17, 3:22b-28 selengkapnya dengan judul: Manusia dibenarkan karena iman
1:16 Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. 1:17 Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman. 3;22b Sebab tidak ada perbedaan. 3:23 Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, 3:24 dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. 3:25 Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya. 3:26 Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus. 3:27 Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! 3:28 Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat
------------------------------------
Pendahuluan
Pada masa surat ini ditulis, orang Yahudi dan orang Kristen di Roma berdiri bersamaan menentang penyembahan berhala yang dilakukan oleh orang Romawi. Orang Romawi sendiri sedikit bingung menghadapi mereka, sebab melihat orang yang tadinya Yahudi sekarang sudah menjadi Kristen, termasuk bangunan yang tadinya sinagoge kini menjadi gereja. Di lain pihak umat Kristen berusaha terus untuk melakukan kebaikan-kebaikan dan mereka suka mengagung-agungkan hal yang telah mereka lalukan itu untuk membuktikan iman mereka, tapi di lain pihak mereka seringkali juga gagal karena tetap melakukan dosa. Perasaan ini membuat kadang mereka frustasi dan kuatir tentang keselamatan yang dijanjikan Allah. Melalui nats minggu ini kita diberikan pengajaran penting tentang hal tersebut sebagai berikut.
Pertama: Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan (Rm 1:16-17)
Injil (atau Alkitab yang dimaksudkan dalam nats ini) adalah buku yang paling laris dan terkenal di dunia. Sampai pada akhir abad ke-20, Alkitab diperkirakan telah diterjemahkan ke dalam 2100 bahasa dan masih terus dilakukan penterjemahannya ke berbagai bahasa lainnya. Jumlah yang tercetak diperkirakan mencapai 2,5 milyar eksemplar, dalam bentuk kitab lengkap maupun dalam bentuk terpisah (PL dan PB), tapi belum termasuk berupa buku kecil surat-surat tersendiri. Jumlah kitab di dalam Alkitab adalah 66 yang terdiri dari 39 kitab dalam Perjanjian Lama dan 27 kitab dalam Perjanjian baru. Jumlah pasal di dalamnya adalah 1189 dan jumlah ayatnya 31.173. Alkitab adalah Firman Allah dan kebenaran (Yoh 17: 17) yang diberikan secara bertahap dan progresif (Ibr 1:1) dengan maksud tujuan yang khusus (2Tim 3: 15 – 17). Firman tersebut telah terdokumentasi sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah kitab yang lengkap, yang dikumpulkan dari teks-teks kuno yang kanonik. Alkitab adalah catatan yang objektif dari wahyu Allah yang inskripturasinya dikerjakan oleh Roh Kudus, yang menggerakkan para penulisnya supaya berita tentang keselamatan Allah melalui Yesus Kristus dapat disampaikan kepada seluruh umat manusia.
Mengapa Injil harus diberikan pertama-tama kepada orang Yahudi? Sebab mereka telah menjadi anak-anak kesayangan Allah selama 2000 tahun lebih, ketika Abraham dipilih sebagai bapak moyang mereka dan menjanjikan berkat bagi keturunannya (Kej 12:1-3). Allah tidak memilih orang Yahudi karena mereka berhak mendapat keistimewaan itu (Ul 7:7-8; 9:4-6), tetapi karena Allah ingin memperlihatkan kasih dan belas kasihan-Nya kepada mereka, mengajar mereka dan mempersiapkan mereka dalam menyambut Mesias yang datang ke dunia. Allah memilih mereka bukan karena favoritisme, melainkan agar mereka dapat menceritakan tentang rencana keselamatan kepada seluruh dunia. Yesus berdarah Yahudi. Roh Kudus mengilhami orang-orang Yahudi tertentu ketika menulis Alkitab dan mencerahkan pikiran orang-orang yang membaca tentang apa yang telah diilhamkan dalam pimpinan-Nya. Siapapun tidak boleh menambah atau mengurangi Alkitab, sebab isinya adalah suara Tuhan dalam tulisan. Alkitab juga memiliki sifat tidak mungkin bersalah, yang mengacu kepada naskah aslinya/autographa.
Melalui Alkitab yang adalah suara Allah yang duduk di atas takhtanya, setiap kata, titik dan huruf diucapkan oleh Allah yang Mahatinggi, membawa serta kewibawaan ilahi Allah, yang mengikat setiap pikiran, kehendak dan hati nurani manusia. Melalui kuasa ilahi ini juga, firman itu mampu merubah hati manusia dan dipelihara oleh Roh Kudus yang diam di dalam hati orang yang percaya. Oleh karena itu Rasul Paulus tidak malu untuk memberitakan kabar baik kepada siapa saja. Ia tahu itu adalah kabar tentang keselamatan dan perdamaian, jalan dan petunjuk yang memiliki kekuatan untuk memberi keselamatan, dan itu berlaku bagi semua orang. Kita pun harus demikian. Mengapa orang kadang tidak mau memberitakan Yesus? Alasannya, sebab ia belum merasakan dalam hatinya kebaikan Yesus dalam hidupnya. Jika kita menyadari kebaikan Yesus dalam hidup kita, melihat dengan mata rohani bahwa Ia telah memberikan begitu banyak dalam hidup kita, maka tidak ada alasan untuk tidak memberitakan Dia kepada orang lain.
Kedua: Semua orang berdosa (Rm 3:22-23)
Allah menciptakan manusia berdasarkan gambar dan citra-Nya. Manusia diciptakan berdasarkan mandat budaya sebagai laki-laki dan perempuan dengan kesetaraan, melampaui batasan-batasan jenis kelamin, suku, status dan agama (Kej. 1:26-27). Lalu Allah berfirman kepada mereka dengan tugas: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.... Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu” (Kej 1:28-29). Untuk itu manusia diperlengkapi Allah dengan akal budi serta hikmat dalam kesatuan tubuh, jiwa dan roh melaksanakan tugas mandat tersebut untuk memelihara kehidupan secara utuh dengan keseimbangan dan mempertanggungjawabkannya kepada Allah (Kej 2:7; 1Kor 3:16; 1Tes 5:23).
Allah lalu menghembuskan napas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu (Kej 2:7-8). Dengan demikian manusia diberi kuasa, hormat dan kemuliaan (Mzm 8:6-7) serta kebebasan untuk menjaga dan mengatur kehidupan bersama dalam wujud keluarga, masyarakat dan lingkungan alam dan berupaya memberi kebaikan kepada semua orang (Kej 2:18). Akan tetapi manusia kemudian menyalahgunakan kebebasannya karena terbujuk oleh iblis dan berkehendak ingin menjadi seperti Allah (Kej 3:5, 22). Karena pemberontakannya, manusia telah jatuh ke dalam dosa. Untuk itu manusia dihukum dan menjadi terasing dari Allah serta hidup dengan bersusah payah (Kej 3:17-19, 24).
Keterasingan dari Allah membuat manusia menjadi hamba iblis dan sekaligus menjadi hamba dosa, dan upahnya adalah maut dan kematian (Rm 6:17-20, 23). Perjalanan sejarah hidup manusia sejak Adam/Hawa hingga hancurnya kerajaan Israel membuktikan manusia tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya, terus berbuat dosa, dan dosa ini terus menghantui mereka. Ini membuat manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari jeratan iblis dan dosa tersebut sehingga manusia tidak mampu lagi melaksanakan tugas mandat budaya tersebut dengan baik dan benar. Kecenderungan hati manusia menjadi ”membuahkan kejahatan semata-mata” (Kej 6:5) sehingga ”Tidak ada yang benar, seorang pun tidak” (Rm 3:10). Oleh karena dosa manusia maka kehidupan menjadi rusak dan penuh kekerasan. Maka manusia dari debu kembali menjadi debu. Oleh karena itu manusia membutuhkan firman Allah dan penerangan dari Roh Kudus supaya ia mampu melihat dan mengertinya. Hal ini disebabkan dalam diri manusia tetap memiliki sisa gambar Allah sekalipun manusia telah jatuh ke dalam dosa. Gambar Allah yang retak dan ”kotor” itu perlu dibersihkan agar manusia dapat berkarya lebih baik lagi dalam melaksanakan mandat budaya dan mandat Injil yang diberikan kemudian (Mat 28:19-20).
Ketiga: Kristus sebagai Penebus dan jalan perdamaian (Rm 3:24-26)
Meski manusia terus menerus memberontak dan berdosa, sejak semula Allah tetap memelihara manusia dengan pengharapan akan pertobatan. Kasih Allah yang besar mengalahkan hukuman yang akan diberikan dan Allah tidak menginginkan kebinasaannya, melainkan keselamatan (Yoh 3;16; Kej. 6:8). Kasih Allah itu nyata dan sempurna ketika Ia memberi anugerah melalui Yesus Kristus sebagai jalan keselamatan untuk kembali kepada rencana Allah (Yoh 3:16; Rm 3:2-26; 5:15-21). Meski selama berabad-abad orang Yahudi telah belajar mengenal Allah melalui ketaatan kepada hukum-hukum-Nya, memelihara upacara-upacara ibadah, dan hidup berdasarkan peinsip-prinsip moral yang tertulis, mereka tidak mengenal Allah yang sejati, Allah yang penuh kasih. Dalam pemderitaan sebagai bangsa akibat penjajahan Romawi, maka penerimaan Yesus sebagai Mesias lebih memudahkan bagi orang Yahudi, khususnya akan pengharapan yang ada dalam iman mereka, namun bagi orang Romawi ini sering tidak masuk akal dan mereka lebih percaya kepada penyembahan berhala.
Di lain pihak janji keselamatan itu sudah ada sejak perjanjian lama. Melalui Yesus dan Injil penyelamatan itu diberikan melalui perdamaian antara manusia dengan Allah. Setelah sedemikian lama Allah tidak berbicara kepada umat-Nya, kasih Allah menjadi nyata dengan Allah menjadi manusia dan berwujud sempurna dalam kematian Yesus di kayu salib. Jadi dalam hal ini langkah pertama penyelamatan manusia adalah melalui penebusan dosa (ayat 24). Penebusan berarti segala hutang dan kuk telah dibayar lunas melalui darah Yesus. Ia yang tersalib menggantikan kita dan mati bagi kita. Manusia yang sudah ditebus tidak lagi menjadi hamba dosa dan iblis yang senang menjeratnya. Dalam PL faktor yang menjadikan seorang menjadi budak bisa saja karena hutang-hutangnya, maka dalam hal ini ketika hutang sudah dibayar lunas oleh Yesus maka orang itu sudah lepas dari ikatan (dosa) tadi. Dengan penebusan maka seluruh hidup kita menjadi bersih, seolah-olah sudah tidak memiliki dosa lagi.
Setelah penebusan dosa maka manusia dibenarkan (band. Rm 4:25; 5:18), yang dalam hal ini berarti dinyatakan sudah tidak bersalah dan tidak perlu dihukum lagi. Allah yang tadinya berhak murka kepada manusia tetapi karena kasih-Nya maka manusia dibenarkan. Apa yang sudah dialami oleh Yesus dengan pengakuan iman kita membuat Yesus berada pada posisi kita dan kita menjadi dibenarkan. Dengan kondisi dibenarkan maka terbuka jalan rekonsiliasi atau jalan perdamaian (ayat 25). Rekonsilisasi itu merupakan perdamaian atas manusia dengan Allah melalui Yesus yang telah menebus dan membenarkan kita sebagai anak-anak-Nya. Langkah ini kemudian diikuti dengan pengudusan yang dijelaskan pada Rm 5:2 (band. 15:16) dan diakhiri dengan pemuliaan oleh Allah (Rm 8:18-19, 30).
Keempat: Manusia dibenarkan karena iman (Rm 3:27-28)
Injil memberi kita tentang kebenaran Allah dan rencana-Nya untuk menyelamatkan orang-orang yang dikasihi-Nya hingga masuk ke dalam kebahagiaan kekekalan. Melalui iman percaya kepada Yesus, hubungan kita dengan Allah terjalin baik. Allah membenarkan kita hanya karena iman dan semata-mata karena iman. Rasul Paulus mengutip beberapa kali Hab 2:4 untuk menunjukkan bahwa ketika kita percaya kepada Allah, kita akan diselamatkan dan kita hidup bersama Dia saat ini hingga kekekalan nanti.
Sebagaimana agama Yahudi, agama-agama lain mewajibkan banyak hal untuk dapat diterima Allah. Pengakuan dosa saja tidak cukup. Manusia diminta melakukan perbuatan baik sebanyak-banyaknya untuk berharap dapat menghapus dosa. Tapi disinilah keunikan kekristenan, sebab doktrin kekristenan menekankan, melalui perbuatan baik saja tidak membuat kita benar di hadapan Allah. Hal yang membuat kita menjadi diterima dan dekat dengan Allah bukan karena prestasi perbuatan baik setiap hari, atau kemampuan kita dalam mencapai kesempurnaan moral Allah. Manusia akan gagal dalam mencapai itu dan sering berujung pada kesombongan dan tujuan kemegahan diri sendiri. Oleh karena itu, usaha manusia tidak cukup alasan untuk memperoleh kehidupan kekal. Namun berkat kasih Allah, semuanya menjadi kasih karunia, pemberian semata yang didasarkan pada iman. Melalui iman percaya kepada Yesus yang telah menebus dosa-dosa kita, maka kita diselamatkan (Ef 2:8-10). Dosa-dosa ini tidak hanya bagi mereka yang hidup saat ini akan tetapi juga dosa-dosa di masa lampau pada masa kesabaran Allah (ayat 25), yang berarti bahwa Allah tidak membiarkan dosa-dosa masa lalu tersebut berkuasa dan tidak terselesaikan.
Mengapa Allah hanya meminta iman saja dari kita untuk diselamatkan? Dalam hal ini ada beberapa alasan kuat, yakni: pertama, iman menggantikan kebanggaan usaha manusia, sebab iman bukanlah hasil usaha kita melainkan kasih karunia. Kedua, iman mengangkat apa yang dilakukan oleh Allah bukan apa yang dilakukan manusia. Dengan demikian maka dalam hal ini manusia tidak dapat bermegah, sebab keselamatan itu hanya anugerah pemberian semata. Ketiga, iman mengakui bahwa kita tidak dapat mengkuti hukum-hukum dan ukuran yang Allah berikan, kita membutuhkan pertolongan. Terakhir, iman mendasarkan hubungan kita dengan Allah bukan karena kehebatan perbuatan dan tindakan kita. Hal ini sama dengan firman Tuhan dalam perjanjian lama yang mengatakan, "Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya... tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena... ia mengenal Aku...." (Yer 9:23-24; band. Ef 2:9).
Penutup
Firman Tuhan minggu ini kembali mengingatkan kita akan peran penting iman dalam keselamatan. Manusia dengan segala pengetahuan dan kemampuannya tidak dapat melawan keinginan daging dan iblis sehingga kecendrungan untuk berdosa itu ada terus menerus. Manusia terus jatuh. Akan tetapi melalui Injil yang memiliki kekuatan dalam memberikan jalan keselamatan melalui Tuhan Yesus, rekonsiliasi/perdamaian dibuka atas dasar kasih Allah, sehingga kita ditebus dan dibenarkan untuk masuk dalam keselamatan dan hidup kekal. Bagaimana dengan tanggungjawab kita? Kita sudah menerima kebaikan melalui Injil, melalui kematian Yesus, melalui penebusan dan perdamaian, mari kita gerakkan hati kita untuk memberitakannya pada orang lain sehingga semakin banyak yang percaya dan diselamatkan.
Tuhan Yesus memberkati.
(Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min adalah Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode Pusat GKSI. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, akan lebih baik jika pada setiap bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari dan juga diselingi humor yang relevan).
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII Setelah...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 17 November 2024Kabar dari Bukit HUKUM DI DALAM HATI (Ibr. 10:11-25) ”Aku...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 681 guests and no members online