2025
2025
Khotbah (2) Minggu XVII Setelah Pentakosta - 5 Oktober 2025
Khotbah Minggu 5 Oktober 2025 - Minggu XVII Setelah Pentakosta (Opsi 2)
MENANTI DENGAN DIAM (Rat. 3:19-26; Mzm. 137)
Rivers of Babylon
Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya (Rat. 3:22)
Salam dalam kasih Kristus.
Firman Tuhan sesuai leksionari bagi kita di hari Minggu ini cukup memilukan, Rat. 3:19-26. Nas ini disandingkan juga dengan Mzm. 137, yang ikut dipopulerkan melalui lagu Boney M, Rivers of Babylon.
Kedua nas dan lagu tersebut menceritakan penderitaan pahit bangsa Israel, saat mereka dibuang ke Babel. "Ingatlah akan sengsaraku dan pengembaraanku, akan ipuh dan racun itu. Jiwaku selalu teringat akan hal itu dan tertekan dalam diriku” (ay. 19-20).
“Di tepi sungai Babel, di sanalah kita duduk… Kita menangis, ketika mengingat Sion,” tutur syair lagu Rivers of Babylon di bait pertama.
Bangsa Israel dihukum karena ketidaksetiaan, sebab mereka menyembah allah-allah lain, dan tidak peduli terhadap kaum miskin dan yang membutuhkan pertolongan. Nabi Yeremia dan nabi lain sebenarnya sudah lama mengingatkan, bahkan sejak masa empat raja berkuasa. Tetapi bangsa itu tidak mendengarkan, terus dengan kebebalan mereka. Dan akhirnya, ketidaksabaran Tuhan pun tiba; mereka dibuang, dihukum. Era kejayaan kerajaan Israel runtuh dan punah!
Nas minggu ini mengajak kita menggunakan hati nurani secara murni dan bersih. Perlu melakukan refleksi: Kehidupan dan etika kekristenan yang harus diikuti kita orang percaya itu sederhana; meski memang ada yang tidak mudah. Intinya hukum kasih, kepada Allah dan sesama. Hal itu yang diminta-Nya sebelum kita kelak dihukum oleh Tuhan - bila tidak taat setia seperti bangsa Israel. Janganlah, misalnya, kita mudah mengucapkan Doa Bapa Kami: “Ampunilah kami akan kesalahan kami...." Tetapi, kita tidak mengampuni orang lain! Janganlah serakah dan belajar beryukur serta mencukupkan yang ada.
Beberapa parameter lain dari Alkitab bagi kita pengikut Kristus, seperti:
1. Setiap pagi menyapa Tuhan, pemberi kehidupan (Mat. 22:37; Rm. 11:36; 16:27)
2. Penuh kasih dan tanggung jawab terhadap keluarga (Ef. 5:22-6:4)
3. Hidup damai dengan orang lain (Ibr. 12:14)
4. Terus berbuat baik dan menjadi berkat (Gal. 6:9-10)
6. Memegang janji, tidak lari (Rm. 14:12; Im. 26:15)
7. Menghormati dan mengutamakan kepentingan orang lain (Flp. 2:3-4)
8. Menjauhi yang jahat dan tidak membuat susah orang lain (1Pet. 2:1).
Alkitab mengatakannya sederhana: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Mat. 7:12). Dan hukum tabur tuai yang berprinsip: Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya” (Gal. 6:7).
Tuhan Yesus jelas tidak menyukai umat-Nya menderita. Tetapi jalan itu kadang perlu ditempuh agar manusia kembali ke jalan-Nya, menjadi manusia yang dibarukan lewat penderitaan (ay. 27; band. 1Pet. 1:7).
Kini refleksi bagi kita: Apakah Tuhan sedang marah sehingga kita dirundung duka saat ini? Apakah kita sedang mengalami penderitaan berat? Apakah kita sedang menanti pengharapan yang tidak kunjung tampak titik terangnya? Seberapa taatkah kita?
Namun nas minggu ini meneguhkan, tetaplah dalam iman. "TUHAN adalah bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya. TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia. Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN” (ay. 24-26).
Let the words of our mouth and the meditation of our hearts
Be acceptable in thy sight here tonight
Biarkanlah kata-kata dari mulut kita dan renungan hati kita
Diterima di hadapan-Mu di sini di malam ini
(terjemahan lirik lagu)
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (3) Minggu XVII Setelah Pentakosta - 5 Oktober 2025
Khotbah Minggu 5 Oktober 2025 - Minggu XVII Setelah Pentakosta (Opsi 3)
BERPEGANG TEGUH (2Tim. 1:1-14)
Namun ‘ku tahu yang kupercaya; dan aku yakin ‘kan kuasa-Nya; Ia menjaga yang kutaruhkan, hingga hari-Nya kelak (Reff. KJ. 387)
Firman Tuhan bagi kita pada Minggu XVII setelah Pentakosta ini diambil dari 2Tim. 1:1-14. Nas ini adalah renungan tentang keyakinan teguh yang mesti dimiliki oleh setiap pengikut Kristus. Keyakinan itu akan terpelihara dan tidak tergoyahkan bila kita memahami pondasinya dengan kuat. Pondasi pertama, mengetahui Allah adalah kasih dan kasih karunia diberikan kepada yang mau menerima dan mengikuti-Nya (ayat 1, 9-10). Pondasi kedua, menerima dan meyakini hal yang diberikan-Nya saat ini merupakan panggilan tugas dari Tuhan bagi kita (ayat 11), sepanjang yang kita lakukan dan raih tidak melanggar perintah-Nya. Setiap pekerjaan, apapun, memiliki kadar pelayanan yang sama bila diimani dan dilakukan untuk kemuliaan nama Tuhan.
Keyakinan tersebut diperkuat dengan janji tentang hidup dalam Kristus Yesus, yakni Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban (ayat 7). Pada setiap tempat, waktu dan lintasan kehidupan, tantangan pasti ada; bahkan rasa sakit dan derita dapat muncul seperti yang dialami Rasul Paulus (ayat 12). Tetapi Allah tidak membiarkan kita sendiri. Roh Kudus hidup menguatkan, untuk melampaui semuanya dengan berpegang pada yang telah dikaruniakan kepada kita (ayat 13).
Oleh karena itu firman-Nya mengatakan, tetaplah menjadi saksi, jangan malu atau takut. Ikutlah terus. Kita bahkan perlu merasa bangga tentang kesaksian hidup para rasul dan juga para bapa-bapa gereja. Rasul Paulus menulis surat ini dari penjara, dan dianggap sebagai surat terakhirnya, hingga kematian martirnya. Kekristenan memiliki kekuatan sejarah yang panjang dan terbuka melalui penderitaan ratusan tahun dalam semangat para rasul yang tidak terperikan, dan semua akhirnya berbuah kemenangan.
Hal lain yang ditekankan firman-Nya minggu ini, yakni keyakinan iman juga dapat tumbuh dari benih-benih para orangtua atau kakek nenek kita. Rasul Paulus mengingatkan iman yang tulus dimiliki Timotius, itu datang dari iman yang pertama-tama hidup di dalam neneknya Lois dan di dalam ibunya, Eunike (ayat 5). Oleh karena itu, kita sebagai orang tua perlu menyadari hal ini, dengan menjaga dan menumbuhkan keyakinan iman tersebut dalam diri kita, agar anak cucu kita memiliki iman yang kuat juga kepada Kristus, harta kita yang terindah (ayat 14).
Melalui nas ini kita diajar, Timotius pelayan muda di Efesus, yang sering mencucurkan airmata dalam memimpin jemaat (ayat 4), telah dikuatkan dengan firman-Nya melalui Rasul Paulus (ayat 6-8). Kita pun, yang saat ini sudah menjadi pengikut Kristus, hendaknya dikuatkan dan melihat panggilan Kristus dalam hidup kita di segala bidang kita ditempatkan. Mari tunjukkan kualitas iman kita yang sejati, rela berkorban, dan jangan menjadi hamba yang tidak berguna. "Peliharalah harta yang indah, yang telah dipercayakan-Nya kepada kita, oleh Roh Kudus yang diam di dalam kita" (ayat 14). Alangkah indahnya, karena “ku tahu yang kupercaya; dan aku yakin ‘kan kuasa-Nya.”
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah Minggu XVI Setelah Pentakosta - 28 September 2025
Khotbah Minggu 28 September 2025 - Minggu XVI Setelah Pentakosta
JURANG YANG TAK TERSEBERANGI (Luk. 16:19-31)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yer. 32:1-3a, 6-15 atau Am. 6:1a, 4-7; 1Tim. 6:6-19;
Mzm. 91:1-6, 14-16 atau Mzm. 146
Pendahuluan
Minggu ini kita masih diberikan pengajaran tentang konsekuensi penggunaan harta dan kekayaan yang salah dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Kisah dalam nats ini yakni tentang orang miskin yang penuh iman dan tentang orang kaya yang tidak peduli dan membekukan hatinya terhadap sesama dan tidak memiliki belas kasih. Kisah ini hanyalah perumpamaan yakni tidak sungguh-sungguh terjadi. Lazarus dalam kisah ini berbeda dengan Lazarus yang disebutkan dalam Yoh. 11 yang dibangkitkan Yesus. Akan tetapi yang ditekankan dalam kisah ini adalah bahwa segala hal yang kita lakukan dan perbuat selama kita hidup di dunia ini akan membawa konsekuensi ketika kita nanti dipanggil Tuhan menghadap-Nya. Konsekuensi ini permanen dan tidak ada yang bisa merubahnya. Dari kisah yang kita baca minggu ini diberikan beberapa pengajaran sebagai berikut.
Pertama: adanya yang kaya dan miskin (ayat 19-21)
Kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan miskin memang sudah ada sejak manusia mengenal sistim kepemilikan individu. Tidak dapat dipungkiri manusia diciptakan Allah dengan berbagai kemampuan yang tidak sama khususnya dalam mencari nafkah dan penghasilan. Manusia dengan kemampuan tinggi akan dengan mudah memanfaatkan segala sumber alam dan produksi untuk menjadi miliknya, di bawah penguasaannya, dan juga untuk dinikmatinya. Sistim ini pernah dicoba untuk dihilangkan melalui sistim sosialis komunis, dengan konsep kepemilikan bersama dan komunal, namun dari pengalaman beberapa dekade di berbagai negara sistim ini gagal untuk meningkatkan keadilan dan harkat manusia. Sistim ekonomi tidak bisa menghilangkan individualitas yang dianggap justru meningkatkan kemakmuran bagi semua.
Kecendrungan manusia untuk mencoba meningkatkan harkat dan derajatnya melalui kepemilikan yang banyak dan berlebih dari kebutuhannya bukanlah sesuatu yang tabu. Manusia diberi talenta dan karunia yang berbeda. Berbagi kepemilikan dengan sistim sama rata sosialisme juga tidak efektip sebagaimana disebutkan di atas. Maka yang menjadi masalah adalah ketika yang memiliki banyak kemudian mengeksploitasi mereka yang memiliki sedikit dan kurang berpendidikan, seperti majikan mengeksploitasi buruh, pemilik modal menindas pekerja, tuan tanah menindas buruh tani, pejabat memeras rakyat, yang pintar menipu yang bodoh, dan sebagainya. Hal ini akan jelas terlihat ketika mereka yang kaya kemudian melupakan yang miskin dengan hanya menikmati untuk dirinya sendiri saja.
Itulah gambaran yang diberikan dalam nats ini. Orang kaya yang disebutkan dalam kisah ini selalu ingin menunjukkan kekayaannya dengan memakai jubah ungu mahal, bersukaria setiap hari dengan penuh kemewahan. Ia benar-benar menikmati kekayaannya dan mementingkan dirinya sendiri, bahkan mungkin secara atraktif memperlihatkan kepada banyak orang. Sementara di lain pihak kita membaca bagaimana Lazarus (yang berarti “Allah adalah pertolonganku”) dan hidup benar di hadapan Allah, harus hidup dengan mengais-ngais sisa makanan yang dilemparkan dari rumah orang kaya itu, dan itupun mungkin harus bersaing dengan anjing!!! Bahkan kadang anjing itu datang untuk menjilati borok Lazarus yang papa dan ia tidak mampu untuk mengusirnya. Sungguh gambaran yang tragis sikap orang kaya terhadap orang miskin.
Kedua: semua orang akan mati dan mendapat yang setimpal (ayat 22-25)
Akan tetapi segalanya akan berakhir ketika semua orang dipanggil kembali kepada Tuhan. Umur manusia tidak ada yang bisa memperpanjang dan Allah pemegang mutlak atas itu. Untuk itu tidak ada perbedaan kaya dan miskin, berbaju bagus atau compang-camping, pintar atau bodoh, Allah yang menentukan kapan akan menghadap Dia, meski diakui hikmat dalam pengetahuan bisa membawa dampak pada umur rata-rata orang terkait kesadaran kesehatan. Kalau semasa di dunia orang kaya mendapatkan kenikmatan dengan baju dan makanan yang enak dan melupakan mereka yang miskin, atau mendapatkan kehormatan dengan di tempatkan di tempat-tempat khusus dan utama, maka ketika kematian tiba, semua itu tidak ada artinya. Allah yang menjadi hakim bagi semua orang dengan melihat semua yang dilakukan terlepas dari kondisi kaya miskinnya.
Seperti semua orang Lazarus dan orang kaya itu memang akhirnya mati tanpa perlu dijelaskan penyebabnya. Akan tetapi Lazarus yang miskin itu langsung dibawa malaikat dan duduk di pangkuan Abraham. Di sini Abraham digambarkan sebagai bapak orang beriman sehingga dapat dipastikan bahwa Lazarus penuh dengan iman pada masa hidupnya. Meski ia miskin dan kelaparan, namun melalui imannya ia percaya ada dalam pemeliharaan Allah dan tidak pernah mengeluhkannya. Oleh karena itu ia diangkat ke Firdaus dan tinggal bersama-sama Abraham dan bahkan mendapat tempat yang istimewa di pangkuan Abraham (band. Yoh. 1:18). Pangkuan disini dalam pengertian “berbaring” yakni dalam suasana pesta di Firdaus (zaman dahulu menikmati pesta sering dilakukan dengan berbaring).
Berbeda dengan Lazarus yang menikmati kehidupan setelah kematiannya, orang kaya yang selalu hidup mewah tadi digambarkan menderita di alam maut. Orang kaya itu melihat Lazarus dan mengatakan kepada Abraham agar mengasihaninya. Ia sangat kesakitan dalam nyala api ini di neraka dan meminta Lazarus agar mencelupkan ujung jarinya ke dalam air untuk menyejukkan lidahnya. Sebuah gambaran yang menyedihkan. Ia dihukum bukan karena kaya akan tetapi karena mempergunakan kekayaannya secara tidak benar. Dalam kehidupan dunia, orang kaya ini telah menggunakan miliknya untuk kesenangan, kemewahan dan kepentingan dirinya tanpa memperdulikan mereka yang miskin, maka Allah tidak berkenan akan hal itu dan memberikan hukuman kepadanya dengan berat. Apa yang ia dan kita lakukan di dunia pasti akan mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah.
Ketiga: jurang yang tidak terseberangi (ayat 26-29)
Ada pemahaman Yahudi dalam perjanjian lama bahwa mereka yang meninggal akan dikumpulkan bersama dengan nenek moyang mereka (Kej. 15:15; Hak. 2:10; Mat. 8:11). Oleh karena itu Lazarus digambarkan bersama-sama dengan Abraham. Orang kaya itu juga setelah mati digambarkan berada di alam maut di tengah nyala api. Alam maut (Yun: hades dan Ibr: syeol) memang gambaran dalam kekristenan sebagai tempat berkumpulnya roh orang mati dan sering disebut neraka. Mereka yang tidak berkenan dan mendapat penghukuman karena perbuatannya di dunia tidak sejalan dengan kehendak Allah, maka mereka akan berakhir tragis di tempat ini. Penderitaan orang kaya itu pasti lebih hebat dari penderitaan Lazarus sewaktu hidup dalam kemiskinannya. Apalagi, dari cerita yang kita baca tampak bahwa orang kaya itu sebenarnya mengenal Lazarus pada masa hidupnya. Akan tetapi ia mengeraskan hatinya, matanya menjadi buta dan telinganya menjadi tuli akan penderitaan orang lain dan tidak peduli dengan yang disekelilingnya.
Berbeda dengan gambaran Firdaus yakni tempat damai sejahtera, maka mereka yang berkenan kepada Allah melalui iman dan perbuatannya di dunia akan berada di sini bersama-sama dengan bapak iman kita Abraham. Ini juga sebagai kiasan tempat sorgawi (band. Luk. 23:43 dan Kis. 7:59). Gambaran yang diberikan dalam nats ini yakni kedua tempat ini dipisahkan oleh jurang yang dalam dan tidak terseberangi. Dunia orang yang berkenan kepada Allah kelak akan berada jauh dari dunia tempat mereka yang tidak diselamatkan. Memang ada penafsiran bahwa sesama orang akan dapat melihat bagaimana mereka berkumpul kelak di sorga dan juga dapat melihat mereka yang berada di neraka (band. Yes. 66:24).
Hal yang ingin ditekankan dalam ayat-ayat ini bahwa keberadaan akhir seseorang setelah kematiannya adalah hak Allah yang bersifat final, tidak seorang pun dapat merobah atau menolongnya. Riwayat akhir perjalanan manusia memang hanya ada dalam dua tempat yakni tempat menerima penghukuman kekal dan tempat menikmati kebersamaan dengan mereka yang dikasihi Allah. Jurang adalah perlambang yang membedakan tempat yang maha indah dan maha buruk, seperti penggambaran domba dan kambing. Dalam kekekalan itu semua akan terkondisikan tanpa ada yang bisa berbuat sesuatu. Kita manusia yang hidup saat ini diminta untuk belajar dari situasi ini sehingga kelak tidak mengalami yang sama dengan orang kaya ini.
Keempat: dengarlah pesan nabi dan Tuhan Yesus (ayat 30-31)
Kalau di atas digambarkan adanya jurang di antara surga dan neraka yang bersifat jauh dan tetap, maka dalam ayat-ayat berikutnya ini yang digambarkan adalah adanya jarak yang permanen antara dunia orang mati dan dunia orang hidup. Orang kaya itu dalam penderitaannya masih berpikir agar ada yang mengingatkan mereka yang hidup yakni ayah dan saudara-saudaranya, untuk bertobat dan tidak melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan, terlebih lagi bila pesan itu disampaikan oleh mereka yang sudah mati dan mengalami. Namun, firman yang kita baca menegaskan bahwa hubungan itu sudah terputus sama sekali. Dunia orang mati yakni tempat roh-roh berkumpul sudah terlepas dari dunia orang yang hidup saat ini di dunia.
Firman Tuhan berkata biarlah pesan Tuhan melalui para nabi dan rasul cukup untuk mengajar mereka. Semua pesan dan kesaksian itu sudah tertulis dalam Alkitab baik perjanjian lama (termasuk yang disampaikan dan kesaksian Nabi Musa) dan kesaksian para rasul dalam perjanjian baru. Utusan orang mati tidak lebih hebat dari firman yang tertulis. Kesaksian orang yang pernah melihat surga tidak lebih dahsyat dari gambaran yang ada dalam Alkitab. Maka biarlah (tulisan) Alkitab itu yang mengajar kita, dengan membaca dan mempelajarinya, mendengarkan dan merenungkan uraian para hamba Tuhan agar kita tidak tersesat dan jauh dari kehendak Tuhan. Firman Tuhan mengatakan, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2Tim 3:16). Semua itu diberikan Allah agar kita membaca, mendengar, merenungkan dan menjadi pelaku-pelaku firman Tuhan.
Hal lainnya yakni terputusnya dunia orang yang masih hidup dengan orang yang sudah mati membawa konsekuensi yang sangat besar bagi iman kekristenan, khususnya tentang doa bagi mereka yang sudah meninggal. Sering muncul pertanyaan: apakah orang yang masih hidup dapat mendoakan mereka yang sudah meninggal? Maka sebagaimana dinyatakan dalam ayat tadi, doa orang yang masih hidup tidak mempunyai arti lagi bagi mereka yang sudah meninggal, keduanya sudah terputus dan tidak ada satupun yang bisa merubahnya kecuali melalui pertobatan dan keselamatan di dalam Tuhan Yesus semasa ia hidup. Iman Kristen protestan sangat ketat dalam hal ini dengan melarang mendoakan mereka yang sudah meninggal, meski kita akui saudara kita dari gereja katholik masih memperkenannya dengan mendasarinya dari Kitab Makabe yang merupakan bagian dari kitab Apokrifa (2Mak. 12:41-45) yang tidak diterima oleh umat Protestan.
Kesimpulan
Melalui bacaan kita minggu ini, Tuhan Yesus bukan mengajarkan agar kita membenci atau menghindari kekayaan, akan tetapi bagaimana kita mensikapi dan diajarkan mempergunakan kekayaan itu. Yesus mengajarkan bahwa ketidak-pedulian kita akan orang-orang miskin sementara kita menikmati kekayaan yang ada, akan diperhitungkan oleh Allah dan membawa konsekuensi setelah kita mati nanti dan masuk dalam kekekalan. Orang miskin selalu ada di sekitar kita. Kita tidak dapat berbuat apa-apa lagi ketika kita sudah mati, bahkan semua kekayaan dan keluarga termasuk orang tua dan saudara-saudara tidak dapat merubah ganjaran yang kita harus terima. Mari kita belajar dan mendengar firman Tuhan dan menjadi pelaku-pelaku agar hidup kita kelak jauh dari nyala api yang merindukan setetes air pun tidak akan kesampaian.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Kabar dari Bukit, Minggu 28 September 2025
Kabar dari Bukit
RASA TENTERAM YANG SEMU (Am. 6:1-7)
”Sungguh celaka orang yang merasa aman di Sion, orang yang merasa aman di gunung Samaria” (Am. 6:1a TB2)
Kita baru saja melihat dampak perbuatan beberapa anggota DPR yang berjoget-joget pada rapat resmi; ditambah lagi dengan ucapan-ucapan terbuka mereka yang menyakitkan hati rakyat. Apalagi di tengah kesulitan dan kemandekan ekonomi yang terjadi, anggota DPR malah mendapat tambahan tunjangan Rp. 50 juta per bulan untuk biaya tempat tinggal, memiliki hak istimewa. Masyarakat pun kecewa, marah, turun ke jalan. Adanya casus belli atau pemicu meninggalnya seorang pengojek dilindas kenderaan taktis polisi, amukan massa tidak terhindarkan. Dalam teori, kumpulan massa itu seperti sapi yang mudah diarahkan. Maka terjadilah penjarahan beberapa rumah anggota DPR termasuk Menkeu serta pembakaran fasilitas publik dan kantor pemerintahan. Tragedi berulang kembali dalam perjalanan bangsa kita; kemunduran dan berbiaya mahal.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Amos 6:1-7; yakni peringatan nabi Amos terhadap para penguasa Israel saat itu yang sedang mengalami kemajuan dan kemakmuran ekonomi. Mereka merasa memiliki hak istimewa di atas bangsa-bangsa lain (ay. 2-3). Pejabat hidup berlimpah dan mempertontonkannya dengan kesombongan, sementara di tengah masyarakat terjadi penindasan, kemerosotan moral, ketidakadilan sosial, kemiskinan dan kesulitan hidup. Simbol Sion Yerusalem dan Samaria (Israel Utara) adalah rasa aman tenteram yang palsu (ay. 1).
Semua itu terjadi karena para pejabat telah melupakan Allah sebagai sumber berkat. Mereka lebih fokus kepada dirinya dan keluarga, menikmati kenikmatan duniawi, kesenangan diri. Hidup terlena, berfoya. Allah menegur: “Celakalah kamu yang berbaring di atas ranjang yang mewah-mewah dan berpesta dengan daging sapi dan domba yang muda! Kamu senang menggubah nyanyian..., dan kamu memainkan lagu-lagu itu dengan kecapi. Kamu minum anggur dari gelas yang diisi penuh, dan kamu memakai minyak wangi yang terbaik, tapi kamu tidak bersedih hati atas kehancuran Israel” (ay. 4-6).
Nabi Amos mengingatkan jangan berpikiran “bahwa hari malapetaka masih jauh.... perbuatanmu hanya mempercepat tibanya hari kekejaman itu” (ay. 3). “Karena itu kamulah yang pertama-tama akan diangkut ke pembuangan. Pesta-pesta dan perjamuan-perjamuanmu akan berakhir” (ay. 7).
Ada empat pelajaran penting dari firman-Nya minggu ini. Pertama, berkat-berkat duniawi yang kita terima adalah baik. Timbul rasa aman juga wajar. Namun ketika kita tidak lagi mengakui Allah sebagai sumber berkat dan hidup, maka itu menjadi dosa. Ini sikap congkak yang mengandalkan kehebatan diri dan merasa kuat (ay. 13).
Kedua, tetaplah rendah hati, pengakuan semua berkat adalah dari Tuhan. Itu adalah anugerah-Nya: kita diberi hidup sehat, kemampuan dan kesempatan, keluarga mendukung, lingkungan yang membuat hidup bisa berlimpah. Respon kita justru bersyukur dan tetap sederhana. Tidak ada gunanya pamer, Tuhan bisa mencabutnya sekejap.
Ketiga, hidup bersyukur mesti diisi dengan berbagi dan peduli sesama; sesuai kemampuan. Ada parameter seperti persepuluhan meski tidak mutlak, bisa kurang atau lebih sesuai kerelaan, bukan dengan berat hati. Ingatlah hukum tabur tuai. Hidup orang percaya dasarnya adalah kasih dan menjadi berkat berdampak bagi sesama.
Terakhir, hidup di dunia sangat singkat dibanding dengan kekekalan. Rasa aman dengan berkat duniawi apalagi dengan pamer dan kesombongan hanyalah sementara. Keselamatan kekal dan sejati hanya ada pada Yesus Kristus yang telah menebus dosa kita dan memberi hidup kekal. Tetaplah bergantung dan menjadikan-Nya sebagai pusat hidup.
Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (2) Minggu XVI Setelah Pentakosta - 28 September 2025
Khotbah Minggu 28 September 2025
Minggu XVI Setelah Pentakosta (Opsi 2)
WAHYU KEPADAKU (Yer. 32:1-3a, 6-15)
“Maka tahulah aku, bahwa itu adalah firman TUHAN” (Yer. 32:8b)
Salam dalam kasih Kristus.
Firman Tuhan bagi kita di Minggu berbahagia hari ini adalah Yer. 32:1-3a, 6-15. Ini kisah tentang Nabi Yeremia yang dipenjara oleh karena bernubuat: “Beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku menyerahkan kota ini ke dalam tangan raja Babel, supaya ia mendudukinya; …. Apabila kamu berperang melawan orang Kasdim itu, kamu tidak akan beruntung!" (ay. 3, 5b). Ini tentang kejatuhan Israel.
Nubuatan itu jelas kritik pedas. Sebenarnya nabi Yeremia juga memberi jalan keluar melalui pesan kiasan. Yeremia berkata bahwa ia menerima wahyu agar membeli dari sepupunya sebidang tanah. Tidak masuk akal sebenarnya membeli tanah di tengah situasi memburuk saat itu; perang, kelaparan, penyakit sampar melanda, dan kota Yerusalem akan jatuh (ay. 23-24). Namun ternyata benar, sepupunya datang kepadanya dan berkata: “Belilah ladangku yang di Anatot itu, sebab engkaulah yang mempunyai hak tebus untuk membelinya” (ay. 6-8, 23-24).
Merasa itu adalah nubuatan firman Tuhan yang benar kepadanya (ay. 8), ia pun taat membelinya. Sesuai pesan wahyu, nabi Yeremia membuat surat pembelian bermeterai di depan para saksi yang ikut menandatangani, dan juga di depan semua orang Yehuda yang hadir. Yeremia pun berkata kepada Barukh: “Ambillah surat-surat ini, baik surat pembelian yang dimeteraikan itu maupun salinan yang terbuka ini, taruhlah semuanya itu dalam bejana tanah, supaya dapat tahan lama. Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Rumah, ladang dan kebun anggur akan dibeli pula di negeri ini!” (ay. 10-15).
Pertanyaan kepada kita melalui nas minggu ini adalah: apakah kita merasa masih menerima wahyu pada masa kini? Yohanes Calvin mengatakan bahwa wahyu terus ada, yakni melalui firman Tuhan dan khotbah yang disampaikan oleh para hamba-Nya (bdk. Why. 2:29). Jika firman Tuhan yang kita dengar/baca dan renungkan tepat mengenai diri kita, yakni untuk mengajar, membuka jalan, atau meminta perubahan sikap, bahkan berbalik bertobat, sebenarnya itu adalah wahyu Tuhan kepada kita. Untuk itu kita perlu menyikapinya.
Janganlah kita seperti bangsa Israel. Pesan nabi Yeremia sangat jelas, Allah menghendaki mereka bertobat, kembali ke jalan Allah. Namun raja Zedekia tidak mengindahkan, malah memenjarakan Yeremia. Buruk muka cermin dibelah, itulah pepatahnya. Padahal, nabi Yeremia berkata, meski mereka akan dihukum dan dibuang ke Babel, ada janji bahwa semua akan dipulihkan, TUHAN pasti memimpin umat-Nya kembali (ay. 15).
Firman Tuhan melalui bacaan dan renungan yang disampaikan hamba-Nya, janganlah kita abaikan. Apalagi jika kita merasa sudah sangat benar dan layak, berdalih bahwa firman-Nya untuk orang lain, atau penyampai renungannya dihakimi sok tau, tidak disukai bahkan mencela, yang justru menambah dosa.
Jika seseorang ingin menunjukkan bulan kepada kita, namun yang kita lihat adalah jari penunjuknya, bukan bulannya, itu bukanlah berhikmat.
Orang percaya memerlukan kontrol dalam hidupnya. Jangan sampai salah arah, salah langkah, yang membawa ke jurang kematian yang tidak terseberangi. Ketekunan membaca firman Tuhan atau renungan melalui disiplin, merupakan ekspresi kerinduan, agar hidup diubah diperbarui, sekaligus menjauhkan ego dan nafsu kedagingan dan dunia. Mari terus belajar mendengarkan suara TUHAN. Bila pun jalan yang diminta-Nya susah, percayalah Tuhan tetap berjalan bersama kita. Taatlah, meski sulit diterima akal pikiran. “Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengar” (Mat. 11:15).
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu XVIII Setelah Pentakosta - 12 Oktober 2025Khotbah Minggu 12 Oktober 2025 - Minggu XVIII Setelah Pentakosta...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu XVIII Setelah Pentakosta - 12 Oktober 2025Khotbah Minggu 12 Oktober 2025 - Minggu XVIII Setelah Pentakosta...Read More...
-
Khotbah (3) Minggu XVIII Setelah Pentakosta - 12 Oktober 2025Khotbah Minggu 12 Oktober 2025 - Minggu XVIII Setelah Pentakosta...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 32 guests and no members online