2025
2025
Khotbah (3) Minggu IV Paskah - 11 Mei 2025
Khotbah (3) Minggu IV Paskah - 11 Mei 2025
MATI YANG BERKILAU (Why. 7:9-17)
“Mereka tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi, dan matahari atau
panas terik tidak akan menimpa mereka lagi” (Why. 7:16)
Kita mungkin pernah melihat orang sakit yang menangis meraung-raung saat merasakan sakit yang hebat; atau diberitahu dokter bahwa umurnya tidak panjang lagi. Jika ia masih muda, itu hal yang wajar. Kita juga melihat ada orang yang ketakutannya berlebihan, seperti di tempat sepi dan gelap; takut ada bahaya yang dapat membuatnya mati. Padahal semua manusia tentu akan mati. Ada berumur panjang, ada yang pendek; Tuhan memberi yang terbaik sesuai kehendak-Nya. Nah, kita bertanya: mengapa orang takut mati?
Firman Tuhan di hari Minggu ini bagi kita dari Why. 7:9-17. Ini masih kisah lanjutan tentang pesta drama sorgawi minggu lalu, yakni Yesus menjadi Hakim dan disembah semua orang di sorga.
Menurut Neil T. Anderson dalam bukunya Freedom from Fear, empat alasan mengapa orang takut mati, yakni:
1. Takut meninggalkan orang yang dikasihi (suami, anak, orangtua, dll.)
2. Takut yang dikasihi mati (terhadap anak yang terlalu proteksionis)
3. Takut akan proses menuju kematian (lewat sakit berat, berkepanjangan, dll);
4. Takut masuk neraka, dan merasa belum siap;
Hal penting untuk poin 1 dan 2, pakailah waktu yang ada untuk mengasihi mereka. Optimalkan diri mencari nafkah dan menabung. Ajar dan tuntun agar orang-orang yang kita kasihi, semua kuat imannya. Proteksi yang berlebihan, tidaklah mendidik. Latihlah mereka untuk mandiri sejak kecil, itu akan membuat diri mereka kuat. Sama dengan manusia, besi yang ditempa, jelas semakin kuat. Kekhawatiran tidak menolong apapun (Mat. 6:27; 1Kor. 7:32). Dan, jangan tunjukkan iman kita lemah.
Takut mati yang ketiga: proses kematian yang menyakitkan dan lama. Ya, kita tidak tahu bagaimana cara kita akan mati. Untuk itu lebih baik berhati-hati, hidup dengan pola sehat, rajin berolahraga, serta menjaga pikiran dan hati yang bersih. Jika sakit, berdoa dan berobat. Wajar saja jika kita meminta usia panjang dan selalu sehat. Apabila Tuhan memanggil, mohonkan tidak melalui sakit berkepanjangan, tidak menyusahkan keluarga. Itu semua dalam doa dan perilaku, sebatas kapasitas kita manusia; selebihnya ya berserah seturut kehendak Tuhan, dengan tetap meminta pertolongan-Nya.
Takut mati yang keempat: masuk neraka. Nah, ini perlu dilawan dengan iman. Berpeganglah pada firman-Nya: "Barang siapa yang berseru dan percaya akan diselamatkan; tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada dalam Kristus” (Rm. 8:1; 10:13). Kristus akan menjadi Pembela kita. Bila takut mati karena dosa-dosa menghantui, ya bertobat, mohon ampunlah…. Kematian adalah sesuatu yang pasti dan pintu bagi kekekalan, a door way to eternity (Why. 1:18).
Bayangkan saja yang terjadi seperti tertulis pada nas minggu ini, jika kita setia. "Mereka (yang mati) tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi, dan matahari atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi…. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka"(Why. 7:16, 17b). Kita sebagai bagian dari orang-orang menang, kelak berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, Yesus, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem, penuh lantunan nyanyian malaikat (ay. 9-11).
Dan itu masih sebagian, sebab firman-Nya: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia" (1Kor. 2:9). Haleluya. Mari tetap setia kepada Tuhan Yesus, maka saat mati, kita adalah orang mati yang beruntung dan berkilau (Why. 14:13 dan Flp. 1:21).
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan memberkati kita sekalian, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Kabar dari Bukit, Minggu 4 Mei 2025
Kabar dari Bukit
JANGAN BERGUMUL SENDIRIAN (Yoh. 21:1-14)
“Itulah ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang mati” (Yoh 21:14)
Manusia memiliki kemampuan luar biasa, baik fisik, pikiran, maupun jiwanya. Tentunya setelah melewati didikan dan latihan yang panjang; itulah yang membuat manusia semakin siap. Untuk itu boleh saja ada mengkatagorikan manusia berdasar kemampuan: kurang, biasa, tinggi, dan super. Namun ada saatnya tantangan tidak dapat diatasi. Seiring usaha, muncul temuan dan jawabannya sehingga masalah yang dulu berat, kini ada penyelesaiannya. Sayangnya, permasalahan baru muncul lagi; hidup bagaikan putaran spiral tanpa ujung.
Firman Tuhan bagi kita pada hari Minggu yang berbahagia ini adalah Yoh. 21:1-14. Nas ini menceritakan penampakan ketiga Kristus setelah kebangkitan-Nya, di hadapan tujuh murid yang sedang mencari ikan di danau Tiberias. Yesus kembali memperlihatkan mukjizat meneguhkan kuasa-Nya, saat murid-murid sedang menjala tapi tidak mendapat ikan. Namun dengan mengikuti perintah Yesus, mereka mendapatkan banyak ikan, jalanya tidak koyak dan jumlah ikan yang ditangkap tepat (ay. 6-11).
Hal kedua dari nas ini menegaskan bahwa pasca kematian-Nya, Yesus memiliki dua jenis tubuh, yakni tubuh rohani dan kemuliaan, seperti saat pertama bangkit bertemu Maria hingga terakhir Ia naik ke sorga. Tubuh kedua sama seperti kita, daging dengan kebutuhannya termasuk rasa lapar sehingga Yesus meminta ikan hasil tangkapan untuk dipanggang dan dimakan (ay. 5, 12).
Ada pelajaran hidup yang kita dapatkan dari nas ini. Pertama, kerja keras dan cerdas kadang tidak cukup untuk mendapatkan hasil terbaik. Manusia berencana Tuhan yang menetapkan (Ams. 16:9; 19:21; bdk. Luk. 5:5). Penting sekali doa (Ams. 16:1, 3) dan juga ketaatan kepada perintah Allah, sebagaimana Petrus mengikuti perintah untuk menebar jala ke sebelah kanan perahu (ay. 6).
Hal kedua, jangan terjebak pada situasi sulit. Sejak kematian Yesus, para murid mengalami "goncangan" jiwa. Namun mereka tidak mau terjebak dalam kesedihan; mereka kembali bekerja sebagaimana semula. Memang ada faktor ketakutan kepada penguasa Romawi, harapan menipis, dan tidak adanya kepastian. Yesus sendiri baru saat pengangkatan-Nya memberi perintah agar mereka terus mengabarkan Injil setelah Roh Kudus dicurahkan penuh, yang membuat mereka kembali bersemangat. Maka itu, manfaatkan waktu sebaik mungkin, dengan demikian kesedihan hilang sebab badai pasti berlalu.
Ketiga, upayakan selalu bersama-sama orang percaya, seperti murid di nas ini. Perintah Alkitab sangat jelas bahwa kita mesti bersekutu - meski bagi yang tidak sesuai dengan diri kita sebaiknya menjauh (Luk. 9:5; Ams. 13:20). Dalam kebersamaan, akan ada saling peduli, saling menghibur dan membangun (Ibr. 10:25; 1Tes. 5:11).
Keempat, Yesus selalu peduli. Para murid tidak menduga kedatangan-Nya di subuh hari itu. Tapi Yesus tahu permasalahan yang setiap orang percaya hadapi, baik pengharapan maupun pergumulan. Hati Yesus tetap untuk kita, bahkan saat ini di sorga Ia berdoa untuk kita sebagai Pengantara dan Imam Besar (Ibr. 7:25; 9:24), mempersiapkan tempat bagi kita (Yoh. 14:2-3), memerintah sebagai Raja (Ef. 1:20-22), dan menjadi Pembela kita. Oleh karena itu janganlah bergumul sendirian, seolah tidak ada lagi harapan. "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu" (1Pet. 5:7; bdk. Mzm. 37:3). Bahkan, Yesus sering melakukan yang lebih baik dari pada yang kita pikirkan (Ef. 3:20). Ia setia dan penuh kasih.
Selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (2) Minggu III Paskah - 4 Mei 2025
Khotbah (2) Minggu III Paskah - 4 Mei 2025
PENTAS DRAMA SORGAWI (Why. 5:11-14)
“Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!" Dan keempat makhluk itu berkata: "Amin” (Why. 5:13b-14a)
Dalam kitab Wahyu, ada dua kata yang terkait “kitab” yang sangat penting, yakni kitab kehidupan dan gulungan kitab. Kitab kehidupan sudah sering kita dengar, yakni daftar orang percaya yang akan diselamatkan dan masuk dalam kekekalan (Flp. 4:3; Why. 3:5). Gulungan kitab dalam pasal 5 lebih diartikan sebagai rencana Tuhan atas penyelesaian dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia sebagai dasar penghakiman.
Firman Tuhan di hari Minggu ini bagi kita sesuai leksionari adalah Why. 5:11-14. Nas ini merupakan gambaran tentang Kristus dimuliakan saat penghakiman kelak dilaksanakan. Yesus digambarkan sebagai Anak Domba yang telah disembelih. “Lalu datanglah Anak Domba itu dan menerima gulungan kitab itu dari tangan Dia yang duduk di atas takhta” (ay. 7). Ayat ini jelas menggambarkan bahwa Yesus adalah Anak Domba yang telah tercurah darah-Nya, akan menjadi hakim bagi semua orang.
Setiap hari kita sebenarnya menuliskan halaman demi halaman kehidupan yang kita jalani, dan akhirnya menjadi sebuah gulungan kitab. Itulah yang akan dipakai oleh Tuhan Yesus sebagai dasar untuk menghakimi setiap orang. Sebagaimana dituliskan pada ayat 4, Rasul Yohanes menangis ketika melihat kitab bermetarai tersebut akan dibuka, sebab ia tahu akan banyak orang yang tidak terselamatkan; baik karena tidak percaya maupun yang tidak taat.
Yesus sebagai Hakim merupakan inti doktrin kekristenan. Ini ditegaskan dalam Pengakuan Iman Rasuli. “Aku percaya kepada Yesus Kristus…, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa Yang Maha Kuasa. Dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.” Doktrin ini sangat jelas dituliskan dalam Alkitab (Mat. 16:27; 19:28; 25:31; Yoh. 5:27; Flp. 2:10). Bahkan dalam kitab suci saudara kita umat Islam, juga digambarkan dengan jelas Yesus sebagai Hakim, sesuai buku Pdt. Weinata Sairin yang diberi pengantar oleh intelektual Muslim M. Damam Rahardjo: Tempat dan Peran Yesus di Hari Kiamat Menurut Ajaran Islam (Penerbit Pustaka Sinar Harapan, 2000).
Yesus layak menerima gulungan kitab itu saat penghakiman, sebab meski berakhir dengan penebusan di kayu salib, Ia telah menunaikan tugasnya sebagai Singa Yehuda, Pengantara, Mesias, Kristus (Mat. 28:18; Yoh. 5:27; Flp. 2:9-10). Kemuliaan ini pun dirayakan dengan hadirnya para malaikat dan berlaksa-laksa orang kudus untuk membantu Dia (ay. 11; Mat. 13:41-42; 24:31; 25:31).
Gambaran pentas penghakiman itulah yang diberikan dalam nas minggu ini. Anak Domba, Yesus akan menerima gulungan kitab tersebut dari Allah Bapa, yang disambut dengan tersungkurnya keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua yang disertai kumandang nyanyian baru sebagai doa, diiringi satu kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan kemenyan: itulah doa orang-orang kudus (ay. 7-9). Pentas drama sorgawi saat penghakiman ini disertai dengan suara, “semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!” (ay. 13).
Melalui nas minggu ini kita diingatkan kembali prinsip dasar doktrin Kekristenan, yaitu Tuhan Yesus akan datang kembali dan menjadi Hakim untuk kita semua. Penghakiman didasarkan pada kitab kehidupan yang setiap hari kita menorehkan hal baik dan buruk di dalamnya. “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi” (Ibr. 9:27). “Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab (kehidupan) itu” (Why. 20:12-13; Rm. 2:6).
Kini, sudah siapkah mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan kita, bila besok kita dipanggil Tuhan? Sudahkah kita berhenti membenci, menghakimi atau menyakiti sesama? Sudahkah kita menjadikan Tuhan Yesus sebagai Pembela dan berusaha taat kepada firman-Nya (Rm. 8:34; Yoh. 3:36)? Semoga demikian.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah Minggu III Paskah - 4 Mei 2025
Khotbah Minggu III Paskah - 4 Mei 2025
GEMBALAKANLAH DOMBA-DOMBAKU (Yoh 21:15-19)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kis 9:1-6, (7-20); Mzm 30; Why 5:11-14
Pendahuluan
Nats minggu ini merupakan pasal terakhir dari kitab Yohanes yang menceritakan pelayanan Tuhan Yesus sebelum naik ke sorga (band. Mat 28:9). Tuhan Yesus sendiri telah memperlihatkan diri-Nya sebanyak sepuluh kali, mulai dari Maria dan wanita lainnya hingga kepada banyak orang ketika Ia naik ke sorga.
Bacaan kita minggu ini tentang percakapan terakhir Yesus dengan Petrus ketika murid-murid sedang mencari ikan di pantai. Petrus memperlihatkan sikap hormat dan kasihnya kepada Yesus, ketika melihat Yesus datang menemuinya, ia lari tergopoh-gopoh sambil mengenakan bajunya untuk menemui Yesus. Dari bacaan ini, kita diberi hikmat dan pelajaran sebagai berikut.
Pertama: pertanyaan pertama kepada Petrus (ayat 15)
Petrus dan murid-murid lainnya kembali menangkap ikan bukan berarti mereka telah melupakan komitmen untuk mengikuti Dia. Kita harus memahami situasi psikologis para murid pada saat itu, sebab mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah Yesus bangkit, dan Yesus sendiri sering hadir dengan tubuh kemuliaan-Nya. Kemungkinan besar para murid belum mendapat petunjuk langkah lanjut dan karena itulah mereka pergi mencari ikan sebagaimana profesi sebelumnya, mereka kembali harus mencari nafkah untuk diri mereka dan keluarga.
Setelah Petrus menemui-Nya dan sarapan bersama, Yesus bertanya kepadanya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Pengertian "mereka" dalam pertanyaan Yesus ini dapat mengacu kepada dua hal: Pertama, "mereka" dalam arti "perahu dan ikan hasil tangkapan" yang banyak itu. Dalam hal ini Tuhan Yesus ingin menguji, apakah Petrus lebih mengasihi pekerjaan dengan hasilnya dan harta benda perahu tersebut, dibanding kebersamaan dengan Tuhan Yesus selama tiga tahun lebih? Kedua, pengertian "mereka" adalah "murid- murid lainnya", yakni apakah Petrus lebih mengasihi teman-teman murid lainnya dibanding dengan Yesus, karena Petrus sudah langsung pergi bersama mereka untuk mencari ikan, sementara Petrus telah meninggalkan itu semua kala bertemu Tuhan Yesus pertama kalinya.
Kalau disimak inti pertanyaan Tuhan Yesus, maka sebenarnya itu adalah pertanyaan untuk kita semua orang percaya: apakah kita mengasihi-Nya? Bagaimana wujud kasih kita itu kepada-Nya? Tidak dapat disangkal, kita sudah menerima anugerah-Nya berupa kehidupan, berkat dan pengampunan, maka sewajarnya kita mengasihi Yesus, dan kasih itu hanya dapat dilihat dari semangat dan wujud pengabdian kepada-Nya (Yoh 14:15; 16:27; Mat 10:37; 1Kor 16:22; Gal 5:6; Ef 6:24; 1Pet 1:8). Mendengar jawaban Petrus bahwa ia mengasihi Yesus, maka Yesus berkata: gembalakanlah domba-domba-Ku.
Kedua: pertanyaan kedua kepada Petrus (ayat 16)
Tuhan Yesus bertanya kedua kali, apakah Petrus mengasihi Yesus? Tampaknya Yesus tidak sekedar ingin adanya kasih yang dimiliki oleh Petrus kepada-Nya, melainkan kualitas dan kedalaman dari kasih itu sendiri. Pada pertanyaan pertama dan kedua ini kepada Petrus, Tuhan Yesus menggunakan kata kasih dengan agape. Di sini lebih ditekankan mengenai dasar dari kasih, pengabdian dalam pengertian kehendak dan kesediaan untuk berkorban. Dalam pertanyaan kedua ini, Tuhan Yesus bertanya tentang kasih yang bermuara pada diri Petrus, yakni motivasi apakah untuk kepentingan dan penonjolan pada diri sendiri, sebab ada kasih yang mengharapkan imbalan dan rawan terhadap godaan.
Tuhan Yesus mengetahui isi "kepala" rasul Petrus, sebab pengalaman Yesus, Petrus pernah melontarkan kesombongannya dengan mengatakan, "Biarpun mereka (maksudnya murid-murid lain) semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak" (Mat 26:33). Artinya, Petrus ingin menyombongkan diri dan "mencari pujian" dari Yesus bahwa ia adalah yang terhebat (band. Yoh 13:8 dan Yoh 18:10-11). Padahal, kenyataan tidak lama setelah itu, Petrus malah menyangkal bahwa ia mengenal dan pengikut Tuhan Yesus.
Dengan demikian, Yesus tidak ingin motivasi seperti itu ada pada Petrus. Kasih yang dimaksudkan oleh Yesus adalah kasih yang siap berkorban, tidak hanya dalam pengertian "melayani", tetapi pengorbanan yang lebih kuat, serta tidak menyangkal dan lari dari tanggungjawab. Dalam hal ini Yesus menekankan kualitas atau tingkatan dari kasih yang lebih dalam, yakni melayani dan berkorban. Kesiapan untuk berkorban dan menghapus kepentingan diri sendiri, merupakan bukti dari kasih yang dimaksud Tuhan Yesus dalam pertanyaan kedua ini. Tuhan Yesus melalui pertanyaannya ingin mengingatkan Petrus, dalam tugas penggembalaan yang dimaksudkan, Petrus harus menempatkan domba-domba sebagai hal yang utama, dan untuk itu Petrus tidak boleh mengandalkan kemampuan diri sendiri, melainkan kuasa dan perintah dari Dia.
Keutamaan dari pelayanan bukanlah pada diri kita dan kehebatannya, melainkan pada domba-domba atau umat percaya yang harus kita gembalakan. Mereka membutuhkan perhatian, perlindungan, pemeliharaan, dan pemberian makanan rohani untuk kepentingan umat gembalaan tadi. Gembala harus siap berkorban bagi domba-domba gembalaannya, sebagaimana Gembala Agung kita Tuhan Yesus, telah berkorban hingga memberikan nyawa-Nya bagi kita domba-domba-Nya. Inilah yang diminta dari Petrus, sehingga Tuhan Yesus kembali mengatakan, "Gembalakanlah domba-domba-Ku". Puji Tuhan, jawaban Petrus juga meyakinkan, "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau."
Ketiga: pertanyaan ketiga kalinya kepada Petrus (ayat 17)
Ternyata, Tuhan Yesus masih bertanya sekali lagi kepada Petrus dengan pertanyaan yang sama. Kemungkinan besar Tuhan Yesus bertanya tiga kali ada hubungannya dengan penyangkalan Petrus tiga kali, meski hal itu tidak pasti. Hanya kali ini dalam pertanyaannya, Tuhan Yesus mengganti kata mengasihi yang dalam bahasa Yunani lebih "personal", yakni phileo, bukan agape. Phileo lebih berarti kepada kasih sayang dan perhatian dalam persaudaraan. Melalui kata phileo ini Yesus ingin mengetahui bahwa kasih Petrus jangan hanya dari pikiran, kesediaan berkorban, tetapi juga dari hati, kasih yang timbul dari hubungan pribadi. Dalam perkataan lain, pertanyaan Tuhan Yesus sebetulnya menjadi: apakah kamu memang sahabat-Ku?
Tuhan Yesus bertanya tiga kali baik juga kita lihat karena Yesus sudah memiliki misi yang sangat khusus kepada Petrus. Hal ini dimungkinkan karena Tuhan Yesus pernah berkata kepada Petrus, "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya" (Mat 16:18). Ahli teologi sendiri memang belum sepakat tentang pengertian "batu karang" dalam kalimat Yesus, apakah yang dimaksud dengan batu karang atau kekohohan sebagai batu bangunan, atau batu karang dalam pengertian pribadi Petrus? Hal ini membuka penafsiran bahwa kerasulan Petrus lebih ditekankan pada pembangunan jemaat, sementara kerasulan Paulus lebih kepada pemberitaan Injil. Memang kita tidak perlu menekankan siapa mereka yang terbesar, apakah Petrus atau Paulus, atau Yohanes yang sering disebut murid yang (paling) dikasihi-Nya.
Mengasihi Tuhan berarti mengikuti rencana dam kehendak Tuhan dalam hidup kita. Petrus telah mengalami perubahan mendasar dalam dirinya, yakni dari seorang pencari ikan menjadi penginjil, seorang yang tidak sabaran menjadi seorang yang kokoh bagai karang teguh, dan seorang yang berdosa menyangkali Tuhan-Nya ternyata diampuni. Ia semakin menyadari makna kebangkitan Yesus bagi dirinya. Inilah juga yang diharapkan dari kita, bagaimana Tuhan Yesus telah merubah hidup kita dan kebangkitan Kristus itu semakin menyadari bahwa Tuhan telah memberikan yang terbaik bagi hidup kita. Jawaban Petrus yang ketiga mestinya menjadi jawaban kita semua kepada Dia.
Keempat: cara mati yang sudah ditentukan (Yoh 21:18-19)
Ayat 18 ini menunjuk kepada cara Petrus akan menemui ajalnya. Tuhan Yesus mengingatkan bahwa ketika Petrus (dan kita) masih muda, kita memiliki kekuatan dan kebebasan untuk menentukan langkah tujuan kita. Tetapi ketika usia tua sudah menjelang, maka pilihan itu menjadi terbatas bahkan bisa harus mendapat pertolongan orang lain. Tetapi ada juga yang mencoba menafsirkan ayat tersebut, bahwa Tuhan Yesus hendak menyatakan "cara mati" Petrus, yakni melalui diikat dan disiksa yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Tradisi menyatakan bahwa cara mati rasul Petrus adalah disalibkan di Roma atas perintah kaisar, meski atas permintaan Petrus, dia disalibkan terbalik karena menilai dirinya tidak layak untuk disalibkan seperti Tuhan Yesus. Penafsiran inilah yang membuka peluang bahwa cara mati seseorang secara umum telah ditetapkan dari awalnya, apakah melalui sakit yang panjang, tidak melalui sakit, dan sebagainya sebagaimana Petrus telah ditetapkan, tetapi penafsiran ayat itu dapat juga hanya specific untuk Petrus saja dan tidak berlaku umum. Oleh karena itu, penafsiran demikian masih merupakan perdebatan para ahli teologia.
Tetapi apa yang ditekankan oleh Tuhan Yesus kepada Petrus adalah, dia akan mengalami masa yang sulit sebagai konsekuensi dari jawabannya itu. Petrus akan melalui ujian yang berat, kuk salib akan dipasang dipundaknya, tetapi meskipun Yesus mengatakan demikian, Petrus tetap mengikut Dia dan menerima konsekuensi itu. Petrus kehilangan rasa takut sebab ia sudah menyadari Tuhan Yesus yang memberi perintah dan akan mengendalikan hidupnya. Dan memang begitulah, kalau sudah Tuhan yang mengendalikan, maka kita tidak perlu takut untuk mengikuti-Nya. Tetapi godaan iblis akan kemanusiaan kita, juga tetap ada pada Petrus, yang mencoba bertanya tentang bagaimana halnya dengan murid-murid lain? Tetapi Yesus menjawab: "Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku" (Yoh 21:22). Kita cenderung ingin membandingkan diri kita dengan yang lain, pelayanan kita dengan yang lain, mencoba merasionalkan apa yang sudah dan akan lakukan untuk Tuhan, seolah-olah mencari keadilan, tapi Yesus berkata, jangan urus hal itu. Uruslah dirimu, bagaimana dengan kamu saja, mau ikut atau tidak?
Kesimpulan
Pertanyaan Tuhan Yesus kepada rasul Petrus sebanyak tiga kali dengan penekanan yang berbeda, menjadi pertanyaan untuk kita: apakah kita mengasihi Tuhan Yesus? Apakah kita benar-benar sahabat Yesus? Apakah kita siap dengan konsekuensi yang akan diberikan oleh-Nya untuk kemuliaan-Nya? Bagaimana jawaban kita?
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (3) Minggu III Paskah - 4 Mei 2025
Khotbah (3) Minggu III Paskah - 4 Mei 2025
BERTOBAT (Kis. 9:1-6)
Firman Tuhan bagi kita pada Minggu III Paskah ini diambil dari Kis. 9:1-6. Nas ini bercerita tentang pertobatan Paulus dan kemudian dipakai Tuhan demikian dahsyat. Kita tahu ada banyak cara dan jalan yang dialami orang percaya untuk mengikut Kristus, selain karena mengikuti orang tua dan dibaptis di masa kecilnya. Tetapi ada juga, meski sudah percaya sejak kecil, kemudian mengalami pembaruan budi, pertobatan, lalu lahir baru menjadi manusia baru (Yoh. 3:3; 2Kor. 5:17).
Pertobatan adalah meninggalkan kehidupan lama yang penuh kegelapan, masuk ke dalam kehidupan terang di dalam Tuhan Yesus. Dalam ilmu teologi, pertobatan dibahas dalam Teologi Sistimatika. Louis Berkhof dalam bukunya Teologi Sistimatika menuliskan, bahwa pertobatan merupakan tindakan khusus Roh Kudus yang membawa kelahiran kembali dan panggilan efektif kepada pertobatan. Pertobatan bisa bersifat pribadi, tetapi bisa massal seperti pengalaman bangsa Israel di zaman Raja Hizkia, Yosia, dan bangsa Niniwe yang dikisahkan di kitab Yunus. Pertobatan bisa tidak permanen dan bersifat sementara, sebagaimana kisah benih yang ditabur di pinggir jalan atau di atas batu (Mat. 13:1-22).
Henry C. Thiessen dalam bukunya Teologi Sistimatika yang sering menjadi pegangan dalam kuliah tentang keselamatan, mengatakan pertobatan merupakan tindakan berbalik kepada Allah, dan tindakan tersebut merupakan tanggapan manusia terhadap panggilan Allah. Jadi menurut Thiessen, ada peran reaktif dari manusia yang membawanya kepada Allah. Hal ini membuat tidak perlu mempersoalkan proses terjadinya pertobatan dan keselamatan, sebab urutan dan proses terjadinya bisa berbeda pada tiap orang. Demikian juga tentang kapan imannya mulai dibenarkan dan dikuduskan, semuanya tidak terlalu relevan didiskusikan. Kita syukuri saja, pertobatan itu berlangsung terus menerus, semakin hari semakin baik dan seturut firman-Nya, sebagaimana proses pengudusan yang kita terima.
Tetapi yang jelas, baik Berkhof maupun Thiessen, menyatakan ada unsur atau elemen yang menyangkut pikiran (intelektual), perasaan hati (emosional), dan kehendak (keputusan), di dalam terjadinya pertobatan. Kunci semuanya adalah adanya penyesalan karena dosa-dosa, berpaling dan berbalik kepada jalan yang benar sesuai dengan kehendak Allah.
Jika kita melihat peristiwa yang terjadi pada Saulus, unsur Roh Kudus lebih dominan berinisiatif dan memanggilnya untuk bertobat. Saulus begitu bersemangatnya, dengan hati berkobar-kobar mengancam, dan membunuh murid-murid Tuhan Yesus. Ia bahkan menghadap Imam Besar, meminta surat kuasa dari padanya untuk dibawa kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik, supaya, jika ia menemukan laki-laki atau perempuan yang mengikuti Tuhan Yesus, ia menangkap mereka dan membawa mereka ke Yerusalem (ayat 1-2).
Hal yang kita lihat kemudian adalah ketika umat-Nya dianiaya dan disakiti, Tuhan Yesus juga merasakan penderitaan itu. Allah peduli dengan setiap hal yang kita alami dan rasakan sepanjang semua itu karena mengikut Dia. Sama seperti Stafanus dalam pasal 8 yang mati karena dilempari batu, Tuhan Yesus memberi kasih khusus dan menyambut roh Stafanus dengan berdiri (Kis. 7:54-60).
Melalui nas ini kita diajak untuk terus membarui iman dan pertobatan, agar kita semakin sesuai dengan firman dan kehendak-Nya. Melalui karya kesaksian, kita pun akan semakin menyenangkan hati-Nya. Dan itulah tanda pertobatan, yakni berubah dan berbuah.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu Pertama Setelah Pentakosta, Minggu Trinitas - 15 Juni 2025Khotbah Minggu Pertama Setelah Pentakosta, Minggu Trinitas - 15...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu Pertama Setelah Pentakosta, Minggu Trinitas - 15 Juni 2025Khotbah (2) Minggu Pertama Setelah Pentakosta Minggu Trinitas...Read More...
-
Khotbah (3) Minggu Pertama Setelah Pentakosta – Minggu TrinitasKhotbah (3) Minggu Pertama Setelah Pentakosta, Minggu Trinitas -...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 40 guests and no members online