Thursday, November 21, 2024

2023

Khotbah 1 Minggu Keduabelas setelah Pentakosta - 20 Agustus 2023

KHOTBAH 1 MINGGU XII SETELAH PENTA KOSTA – 20 Agustus 2023

 

 SISA DAN PENYELAMATAN ISRAEL (Rm. 11:1-2a, 29-32)

 

 Bacaan lainnya: Kej. 45:1-15 atau Yes. 56:1, 6-8; Mzm. 133 atau Mzm. 67; Mat. 15:10-20, 21-28

 

 

 

 

Pendahuluan

 

Dalam pasal 9 dan 10 kitab Roma, Rasul Paulus mengungkapkan keprihatinannya akan penolakan umat Yahudi terhadap Yesus Kristus. Meski bangsa itu telah diberikan keistimewaan sebagai bangsa pilihan dengan berkat-berkat yang besar, namun kembali kedegilan bangsa itu mencuat dengan menolak jalan baru yang diberikan bagi keselamatan mereka. Mereka tetap berusaha menyenangkan Allah dengan perbuatan meski akhirnya perbuatan itu seringkali gagal. Dalam hal ini Rasul Paulus melihat dilema yang terjadi, antara Israel sebagai bangsa pilihan berikut janji penggenapan dengan penolakan terhadap rencana Allah melalui Yesus Kristus. Jelas ini menjadi pergumulan yang hebat bagi Paulus, sebab dia adalah bagian dari umat pilihan itu. Pertanyaannya adalah: apakah tindakan Allah menjadi sia-sia? Bagaimana kelak rencana Allah terhadap mereka? Apakah Allah akan mengingkari janji-Nya bagi umat tersebut? Di lain pihak, Rasul Paulus percaya bahwa kasih Allah adalah kekal, khususnya kepada mereka yang dipilih-Nya. Melalui nas minggu ini kita diberikan pengajaran tentang hal itu sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: Allah tidak menolak umat-Nya (ayat 1-2a dan 29)

 

Rasul Paulus menekankan bahwa tidak semua orang Yahudi menolak Yesus sebagai Mesias yang dinantikan yang membawa pesan keselamatan bagi mereka. Rasul Paulus mengutip peristiwa senada di Perjanjian Lama saat Elia mengadu kepada Allah tentang ketidaksetiaan umat Israel dengan menyembah Baal, "Tuhan, nabi-nabi-Mu telah mereka bunuh, dan mezbah-mezbah-Mu telah mereka runtuhkan; hanya aku seorang diri yang masih hidup dan mereka mencari jiwaku." Namun Tuhan menjawab: “….masih ada tujuh ribu orang bagi-Ku, yang tidak pernah sujud menyembah Baal (Rm 11:3-4). Kita tahu Elia adalah nabi Allah yang dihormati bangsa Israel, yang menentang raja Ahab dan istrinya Izebel yang kejam. Pada peristiwa itu peran Izebel yang seorang pagan lebih menentukan dengan memaksa semua umat Israel harus menyembah Baal. Raja Ahab sendiri berada pada posisi sulit dan cenderung tidak mau mendengarkan Elia, bahkan melihat Elia sebagai musuh daripada nabi pembawa pesan Allah. Karena Izebel ingin membunuh Elia, akhirnya ia harus lari untuk menyelamatkan dirinya (1Raj. 18).

 

 

 

Peristiwa itu merupakan salah satu bukti dari ketidaksetiaan bangsa Israel. Memang dari sejarah di dalam Alkitab juga kita ketahui bahwa tidak semua orang Israel setia dan layak diselamatkan, yang merupakan syarat untuk menjadi umat pilihan terpenuhi (Ul. 4:1; 6:24; Neh. 9:29; Ams. 19:16; Yes. 55:3; Yeh. 20:11). Sejak peristiwa keluarnya mereka dari negeri Mesir, telah muncul pihak-pihak yang tidak setia, seperti Harun dengan membuat lembu emas, dan bahkan sebagaimana disebutkan dalam peristiwa penyembahan Baal tadi, hanya 7.000 orang yang setia kepada Allah. Demikian juga ketika masa pemerintahan hakim-hakim dan raja-raja, banyak hakim dan raja yang tidak melakukan tugasnya dengan setia melainkan mengikuti keinginan hati sendiri dan menentang Allah.  Allah memilih bangsa Israel sebagai umat pilihan dengan tujuan agar mereka menjadi imam, pemimpin dan teladan, dan melalui kehidupan mereka bangsa-bangsa lain akan diberkati dan masuk ke jalan keselamatan. Oleh karenanya berdasar beberapa peristiwa itu, Rasul Paulus berani mengatakan bahwa tidak semua orang Israel akan diselamatkan, dan dalam ayat 5 dikatakannya: “Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia” (Rm. 11:5; band. Yes. 4:3). Rasul Paulus mengidentifikasi bahwa masih ada yang menerima Dia yang definisikannya sebagai sisa, termasuk seperti dirinya yang datang dari suku Benyamin (band. Flp. 3:5). Demikian juga kita tahu bahwa para Rasul dan pemberita Injil pada masa mula-mula adalah orang Israel pengikut Yesus yang setia, dan mereka inilah yang disebut Rasul Paulus sebagai orang-orang Israel pilihan dan sejati (band. Kej. 12:1-3; 17:19).

 

 

 

Kini timbul pertanyaan: apakah Allah menyesali pilihan-Nya atas umat Israel? Perlu kita pahami bahwa kata "menyesal" dalam konteks ini bukan diartikan menyesali keputusan atau pilihan-Nya terhadap bangsa itu, melainkan menyesal dalam kerangka bangsa Israel tidak menerima jalan keselamatan baru yang diberikan melalui Yesus. Perkataan menyesal juga sama dengan ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, dan Allah menyesal, mengapa Adam dan Hawa harus terbujuk oleh ular/iblis itu (Kej. 6:6)? Memang dalam hal ini Allah adalah Mahatahu sehingga jatuhnya Adam dan bangsa Israel sudah diperhitungkan sejak awal. Allah sebenarnya tetap mengasihi bangsa Israel sebagai umat pilihan dan telah mengikat janji dengan nenek moyang mereka, dan untuk itu Allah terus mengulurkan tangan-Nya memberi kesempatan bertobat dan tidak langsung menghukum memusnahkan bangsa Israel (Rm. 10:19-21; band. Yak. 1:13; Yer. 31:37). Allah jelas tidak akan membuang mereka (Mzm. 94:14; band. 1Sam. 12:22). Namun dalam nas ini Paulus menyampaikan pesan Allah bahwa penolakan bangsa Israel saat itu tidaklah bersifat tetap, melainkan ia percaya bahwa suatu saat mereka akan menerima Kristus dan karena itu mereka tetap akan dibenarkan melalui iman masing-masing (Rm. 3:28; Gal. 2:16).

 

 

 

Kedua: Allah menunjukkan kemurahan-Nya (ayat 30-32)

 

Seperti disebutkan di atas bahwa dalam ketidaktaatan dan kesombongan bangsa Israel, pintu kasih kemurahan Allah tetap tersedia bagi mereka. Dalam bagian nas ini Paulus menunjukkan bagaimana umat Yahudi dan bukan Yahudi dimaksudkan saling menguntungkan satu sama lain. Setiap saat Tuhan menunjukan belas kasihan terhadap salah satunya, maka yang lainnya akan memperoleh berkat juga. Dalam rencana awal Tuhan, sebagaimana dijelaskan di atas, orang Yahudi akan menjadi saluran berkat bagi orang yang bukan Yahudi (Kej. 12:3). Ketika orang Yahudi meninggalkan rencana dan misi tersebut, Tuhan memberkati orang yang bukan Yahudi melalui Mesias Yahudi. Ia tetap mempertahankan cinta-Nya kepada orang Yahudi karena janji-Nya pada Abraham, Ishak dan Yakub, serta keistimewaan dan pilihan Tuhan kepada bangsa Israel ini tidak akan pernah ditarik kembali. Namun rencana saling menerima berkat ini kelak akan terwujud pada suatu hari, ketika orang Yahudi beriman menerima kasih Allah melalui Yesus. Rencana indah Tuhan ini tidak bisa diganggu seperti dikatakan nas minggu ini, Ia akan “menunjukkan kemurahan-Nya atas mereka semua”. Untuk melihat gambaran indah orang Yahudi dan bukan Yahudi menerima berkat bersama, ungkapan yang sangat meyakinkan dalam kitab Yesaya menggambarkannya: “tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu. Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu (Yes. 60:2b-3).

 

 

 

Maka dalam hal ini, apakah kita masih berpikir bahwa lebih mudah bagi Allah mengasihi apabila kita menjadi “orang baik”? Apakah kita berpikir bahwa kita dipilih dan diselamatkan karena kita berhak atas hal itu? Atau, apakah kita berpikir bahwa seseorang terlalu jahat maka tidak mungkin bagi Allah untuk menyelamatkannya? Bila kita masih berpikir demikian, maka kita sebenarnya belum memahami dengan baik dan benar makna dari keselamatan melalui anugerah. Keselamatan melalui anugerah adalah sesuatu pemberian, bukan didapatkan, dan terutama tidak berbentuk sebagian atau sepotong-sepotong. Anugerah diterima dengan utuh bulat sebab dosa kita sudah dibayar lunas melalui pengorbanan Yesus, dan itu hanya bisa diterima dengan rasa berterima kasih dan bersyukur. Sekecil apapun dosa kita tetap menjauhkan kita dari anugerah itu, dan sebesar apapun dosa kita, maka kasih Allah akan sanggup untuk menghapus semua dosa-dosa yang kita lakukan, sepanjang ada sikap penyesalan atas semua perbuatan dosa-dosa itu dan berkomitmen untuk berbalik kepada-Nya. Firman-Nya mengatakan, “... di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah (Rm. 5:20b). Dalam ayat yang lain juga dikatakan, “Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar” (Yes. 59:1).

 

 

 

Allah tidak pernah menahan dan mengurung kasih-Nya bagi orang-orang atau bangsa tertentu. Allah membuka tangan kasih-Nya lebar-lebar untuk menerima siapa saja dan bangsa apa saja untuk kembali kepada kehidupan yang berkenan kepada-Nya melalui iman kepada Kristus. Kedegilan bangsa Israel membuat pintu lebar-lebar terbuka bagi bangsa-bangsa lain untuk menerima berkat secara langsung. Namun kemurahan Allah yang diberikan bagi kita juga bukan karena ketaatan dan kehebatan kita, melainkan karena pilihan-Nya. Pilihan itu juga merupakan jalan untuk membuka kemurahan yang akan diberikan kembali kelak kepada umat Israel. Hati, telinga dan mata bangsa Israel kelak akan terbuka melihat bangsa-bangsa lain hidup dalam damai sejahtera dan memiliki hubungan yang mesra dengan Allah, yang sebenarnya adalah Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Ini yang dimaksudkan dengan, "kamu dahulu tidak taat kepada Allah, tetapi sekarang beroleh kemurahan oleh ketidaktaatan mereka, demikian juga mereka sekarang tidak taat, supaya oleh kemurahan yang telah kamu peroleh, mereka juga akan beroleh kemurahan." Ada kesejajaran dan ada hubungan sebab akibat dalam proses itu. Namun kemurahan keselamatan bagi "Israel baru" ini bukan lagi karena mereka sebagai “bangsa”, tetapi karena iman orang-orang Israel sejati yang menerima dan mengikut Yesus Kristus dalam kehidupan mereka. Hal ini juga berlaku sama, kita diselamatkan bukan karena kita bagian dari sebuah bangsa, suku, atau keluarga, melainkan kita diselamatkan melalui iman pribadi kepada Yesus Kristus. Maka kini pertanyaannya: kepada siapa dan pada apa kita menggantungkan keselamatan hingga kekekalan nanti?

 

 

 

Ketiga: Sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya (ayat 33-34)

 

Bagian ini merupakan simpul dari pernyataan Rasul Paulus di ayat sebelumnya, yakni: "Sebab, saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk" (Rm. 11:25). Memang jika kita kembali melihat apa yang dilakukan Allah terhadap manusia berdosa, maka kita ketahui bahwa secara mendasar Allah mengasihi manusia, namun membenci perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan firman-Nya. Benar, adakalanya Allah "mengurung" ketidaktaatan seseorang atau sebuah bangsa karena kedegilannya. Tapi ini pun harus dilihat bahwa Allah mengurung orang dalam ketidaktaatan, supaya Ia dapat menunjukkan kemurahan-Nya pada mereka. Hal ini dapat dilihat sejak pilihan Hawa mendampingi Adam, hingga keberdosaan masyarakat di sekitar Nuh dan kemudian kedegilan bangsa Israel. Kita dapat melihat sebenarnya Allah terus berupaya memberi dan membuka jalan, agar mereka yang menyimpang melihat yang telah dilakukan Allah untuk mereka yang jahat, agar semua orang kembali kepada jalan-Nya. Namun, ternyata manusia sering “dungu rohani", sombong, tidak sabar, degil, sehingga tetap memilih jalan yang jahat lagi, hingga akhirnya Allah kembali harus menghukum. Allah dalam hal ini tidak memilih menghukum Israel dalam bentuk fisik, melainkan mencerai-beraikan bangsa itu sampai akhirnya mereka kehilangan "tanah Kanaan" dan hidup dalam diaspora. Meski kita ketahui kemudian, penderitaan umat Yahudi kembali berada pada puncaknya saat masa Hitler, ketika ia hampir memusnahkan bangsa itu dan diperkirakan jutaan umat Yahudi dibunuh dalam peristiwa itu.

 

 

 

Kembali kepada bangsa Israel. Memang beberapa berpendapat bahwa kalimat pada ayat sebelumnya, "maka seluruh Israel akan diselamatkan” (ayat 26) memiliki arti yang sulit dipahami dalam kondisi saat itu bahkan hingga saat ini. Ada yang berpendapat bahwa mayoritas dari orang Yahudi generasi terakhir sebelum kedatangan Kristus yang kedua kalinya, nantinya akan berpaling dan menerima Kristus sebagai jalan keselamatan mereka. Sebagian lagi percaya bahwa Paulus menggunakan istilah Israel untuk "umat rohani Israel" yang terdiri dari semua orang (Yahudi dan bukan Yahudi) yang telah menerima keselamatan melalui iman kepada Kristus. Dalam hal ini, pengertian Israel menjadi semua orang percaya dalam arti gereja yang akan menerima berkat keselamatan yang dijanjikan melalui Tuhan Yesus. Sebagian lain mengatakan bahwa seluruh Israel, berarti Israel secara keseluruhan, yang memiliki peran di dalam kerajaan Kristus. Memang dalam hal ini identitas Israel sebagai sebuah bangsa tidak akan dihilangkan. Tuhan memilih bangsa Israel, dan ia tidak pernah menolaknya; Tuhan memilih gereja melalui Yesus Kristus, dan Ia juga tidak akan pernah menolaknya. Tentunya dalam hal ini tidak berarti bahwa seluruh orang Yahudi atau seluruh umat gereja akan diselamatkan. Apabila sebagian orang menolak Kristus, tidak berarti Tuhan akan berhenti bekerja terhadap Israel atau gereja. Ia terus menawarkan keselamatan kepada semua orang. Adalah tetap sebuah kemungkinan bagian dari suatu bangsa atau "kelompok pilihan" tidak terselamatkan, sebab mereka tidak merespon kepada iman dan ketaatan. Seperti dikatakan firman-Nya, “sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih" (Mat. 22:14).

 

 

 

Implikasi dari pertanyaan-pertanyaan dalam nas minggu ini adalah: tidak seorang pun dapat memahami secara penuh pemikiran Tuhan (Mzm. 92:6; Yes. 55:8-9; Kol. 2:3).  Kedaulatan Allah dalam perjalanan sejarah kehidupan manusia adalah mutlak dan tidak mudah untuk dipahami, sebab begitu banyak hal sulit yang dapat dilihat secara integratif dan kasat mata. Melalui semua peristiwa-peristiwa itu kita menyadari betapa dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah. Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya (Ayb. 5:9; 11:7; Mzm. 139:6; Pkh. 8:17). Segala hal yang dapat kita pikirkan sebenarnya hanyalah dugaan yang dangkal tentang maksud dan rencana Tuhan.  Hal yang pasti bahwa kedaulatan Allah mutlak dan menunjukkan betapa Allah tidak bergantung pada manusia (Yes. 40:13; Ayb. 41:11), sementara di lain pihak, kita juga melihat ada bagian peran manusia yang menjadi tanggung jawab kita bersama. Oleh karena itu, tepat dikatakan, tidak ada satupun yang pernah menjadi penasihat-Nya. Yesaya dan Yeremia menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang serupa untuk menunjukkan bahwa manusia tidak dapat memberikan saran kepada Tuhan atau memberikan kritik kepada jalan-Nya (Yes. 40:13: Yer. 23:18; 1Kor. 2:16). Seringkali keputusan Allah melampaui kemampuan manusia untuk memahaminya, bahkan proses keputusan itu menjadi misteri yang tidak terpecahkan, sehebat apapun orangnya. Yang penting, kita hanya mengaku dan mengimani bahwa kasih dan pemeliharaan (providensia) Allah tidak pernah salah dalam perjalanan hidup kita yang dikasihi-Nya; bahkan Ia dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan (Ef. 3:20).

 

 

 

Keempat: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya (ayat 35-36)

 

Dari semua kasih dan kebaikan Allah yang kita terima, manusia memberikan hal yang tidak sebanding kepada pemberian-Nya. Kita sudah menerima segala sesuatu dari Dia dan kita juga menikmati semua berkat dalam hidup sehari-hari. Kalaupun kita melakukan sesuatu, maka sungguh tidak layak kita berpikir bahwa yang kita berikan atau lakukan sudah melebihi kewajiban kita, apalagi berpikir Tuhan telah berhutang kepada kita. Ia adalah pemilik segala sesuatu yang ada, sebab Ia adalah penciptanya dan sekaligus pemelihara dan pengendali prosesnya (Ayb. 41:2). Ini seperti nasihat Elihu kepada Ayub, sahabatnya, menyebutkan: “Jikalau engkau benar, apakah yang kauberikan kepada Dia? Atau apakah yang diterima-Nya dari tanganmu?” (Ayb. 35:7). Memang ada ayat Alkitab yang mengatakan demikian, “Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu” (Ams. 19:17). Akan tetapi ayat Amsal ini tidak selalu dibaca sebagai harafiah (letterlijk) kebenaran, melainkan merupakan sebuah kiasan, bahwa Allah akan memberkati mereka yang peduli dengan mereka yang miskin dan lemah. Kepedulian terhadap mereka yang lemah dan miskin pun sudah menjadi perintah Allah sejak awal yang harus diikuti (Kel. 22-23; Im. 19, 23, 25; Ul. 24, dll; band. Luk. 4:18), sehingga tidak ada alasan Allah menjadi berhutang apalagi harus menggantikannya.

 

 

 

Untuk merayakan cara misterius Allah bekerja di dunia ini Rasul Paulus menyimpulkan nas ini dengan cara yang puitis. Tuhan adalah pemegang kekuasaan dan kebijaksanaan mutlak, dan kita semua secara mutlak bergantung kepada-Nya. Ia adalah sumber dari segalanya, termasuk diri dan kehidupan kita. Ia adalah kekuatan yang mempertahankan dan mengatur dunia yang kita hidupi. Tuhan mengatur segala hal dan semua itu untuk kemuliaan-Nya. Ia merancang, mencipta, memelihara, memberi jalan keluar, meski kita tidak dapat melihat langsung tangan Tuhan bekerja di dalam setiap proses itu. Ia membuat alam semesta begitu indah dan penuh dengan misteri yang sampai ribuan tahun ke depan pun manusia tidak dapat mengeksplorasinya. Allah mencipta tubuh manusia yang demikian komplek dan terintegrasi, termasuk mekanisme seluruh asupan makanan minuman dan hirupan dengan sistem pengeluaran yang terkendali. Ia memberi kita napas hidup dengan gratis dari udara (sementara mungkin banyak orang harus bernapas dngan membayar di rumah sakit), dan darah yang mengalir dengan volume 5,5 liter darah per menit dari jantung dengan kecepatan rata-rata dalam tubuh 28 cm per detik atau 24,192 km dalam sehari! Ia menciptakan berbagai keindahan bunga yang bahkan Raja Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak dapat berpakaian seindah salah satu dari bunga itu (Mat. 6:29). Segala sesuatu itu adalah dari Dia, oleh Dia dan kepada Dia saja semuanya. Oleh karenanya kebesaran Tuhan layak dipuji (Ef. 3:21; 1Tim. 1:17; Why. 7:12).

 

 

 

Oleh karena itu ayat penutup dalam nas minggu ini merupakan doksologi, yakni doa pujian kepada Tuhan atas kebijaksanaan dari rencananya. Sejarah mengajarkan banyak hal kepada manusia melalui hal-hal baik dan indah maupun hal tidak baik dan penderitaan. Ketidakpercayaan pada sejarah dan kuasa Allah akan membuat manusia seperti perahu yang terombang-ambing tanpa pulau tujuan. Allah menyatakan diri sebagai Allah yang memegang kuasa atas seluruh sejarah (1Kor. 8:6; 11:12; Kol. 1:16). Walaupun metode dan maksud Tuhan melampaui akal komprehensif kita, Tuhan sendiri tidaklah menjadi penguasa yang selalu sepihak memutuskan. Ia memerintah alam semesta dan kehidupan kita semua dengan penuh kebijaksanaan, keadilan dan cinta. Ia berfirman kepada Musa: "Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah (Rm. 9:15-16). Pada saat tulisan ini dibuat, Israel sedang dalam keadaan berperang dengan Hamas di Gaza yang merupakan keprihatinan umat manusia khususnya orang percaya, sebab sejak perang 6 hari di tahun 1967 dapat dikatakan Israel terus terlibat dalam peperangan yang belum memperlihatkan tanda-tanda adanya perdamaian kekal. Hal ini menjadi pelajaran bagi orang yang bukan Yahudi atau orang percaya pengikut Yesus, untuk melihat apakah Allah menyerah pada orang-orang Yahudi, dan mengabaikan janji-janji yang dibuat-Nya pada masa Perjanjian Lama? Apakah pengalaman-pengalaman tragis mereka selama 2.000 tahun dalam diaspora dan saat ini menjadi sebuah Negara, akan menjadi manfaat bagi bangsa-bangsa lain? Apakah yang dimaksud sebagai sisa dan penyelamatan Israel itu terjadi di dalam waktu yang dekat, dan bagaimana wujudnya?

 

Penutup

 

Sejak awal kita ketahui bahwa manusia dipilih baik perorangan atau kelompok (bangsa) bukanlah berdasarkan kehendak manusia sendiri melainkan berdasarkan pilihan Allah semata. Pilihan Allah kepada keturunan Yakub atau Israel juga bukan didasari oleh sesuatu yang “baik dan benar” di dalam diri mereka, tetapi oleh karena kasih dan kemurahan Allah bagi seluruh ciptaan-Nya. Kita tahu kemudian bahwa keturunan Yakub ini seringkali tidak setia dan melawan rencana Allah, namun Allah tidak pernah menolak umat-Nya. Allah tetap menunjukkan kemurahan-Nya dan selalu mengulurkan tangan kasih-Nya agar umat-Nya kembali ke jalan yang ditunjukkan-Nya. Rancangan Allah bagi umat-Nya jelas bukanlah supaya manusia menderita, tetapi supaya mereka dapat merasakan kemurahan-Nya yang lebih besar. Memang kita masih susah mengerti akan keseluruhan rencana itu, sebab sungguh tak terselami ketetapan dan jalan-jalan-Nya. Yang bisa kita pastikan adalah firman dan rancangan-Nya tidak mungkin gagal. Hal yang harus kita lakukan adalah tetap bergantung sepenuhnya kepada-Nya dan memberi yang terbaik, meski kita perlu sadari betul bahwa hal itu tidak membuat Tuhan berhutang bagi kita, termasuk kewajiban kita berdoa bagi pertobatan dan keselamatan bangsa Israel. Kita tahu Allah kita itu layak dipuji dengan hati takjub dan sikap bersyukur meyembah, sebab begitu besar kuasa dan kemuliaan-Nya. Puncaknya kita juga mengerti bahwa segala sesuatunya adalah dari Dia, oleh Dia dan bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya.

 

 

Selamat beribadah dan melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah 2 Minggu Keduabelas setelah Pentakosta - 20 Agustus 2023

KHOTBAH 2 MINGGU XII SETELAH PENTA KOSTA – 20 Agustus 2023

 

 ANJING DAN PEMBURU (Mat. 15:21-28)

 

 “Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh” (Mat. 15:31).

 

 

 

Saya baru menyelesaikan membaca buku Why I am a Christian (Mengapa Saya Seorang Kristen) dari John Stott, penulis teologi terkenal dengan buku-bukunya, dan salah satu figur di belakang layar Kongres Penginjilan Sedunia di Lausanne dengan tokoh utama Billy Graham. Bab pertama buku ini berjudul: Anjing Pemburu dari Surga. Dan siapa Anjing Pemburu itu: Tuhan Yesus!!!

 

 

 

Hal ini menarik perhatian ketika membaca nas minggu ini, Mat. 15:21-28, yang menceritakan seorang perempuan Kanaan yang terus berteriak meminta pertolongan kepada Tuhan Yesus. “Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita.” Tetapi Yesus tidak menjawabnya dan sedikit cuek, hingga murid-murid-Nya meminta: “Suruhlah ia pergi...” Yesus malah berkata: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel” (ayat 22-24). Sementara perempuan itu orang Kanaan, tidak disukai orang Israel.

 

 

 

Perempuan itu pun mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: “Tuhan, tolonglah aku.” Yesus menjawab: “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Jawaban Yesus ini sungguh di luar dugaan, dan bahkan bagi kita cukup terasa menyinggung hati, dengan menyamakan orang Kanaan dengan anjing. Perempuan itu berkeras dan menjawab dengan rendah hati: “Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.” Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.” Dan seketika itu juga, anaknya sembuh (ayat 25-28). Drama pun selesai dengan sukacita.

 

 

 

John Stott dalam buku di atas sebaliknya mengumpamakan Tuhan Yesus bagaikan Anjing Pemburu dari Surga. Jika kepada perempuan itu Yesus seolah-olah tidak melihat dengan sebelah mata, menyebut bangsanya sebagai “anjing”, sebaliknya Tuhan Yesus terus memburu orang-orang yang dipilih-Nya untuk diselamatkan. John Stott mengambil empat tokoh selain dirinya yang merasa diburu Tuhan Yesus: Saulus, Agustinus dari Hippo, Malcolm Muggeridge sastrawan dan tokoh televisi yang terkenal, serta C. S. Lewis penyair dan penulis yang karya-karyanya masih dibaca orang hingga saat ini.

 

 

 

Keempat orang ini bersama John Stott merasakan bahwa Tuhan memburu mereka dari surga dengan berbagai cara, agar mereka kembali dari kejahatannya. Kita tahu Saulus pembunuh pengikut Kristus, Agustinus budak nafsu di masa remajanya, Malcolm yang terus lari dari Tuhan, dan C. S. Lewis yang jauh dari Tuhan. Tetapi mereka merasa Tuhan terus memburu, memojokkan pada sudut yang tidak bisa bergerak dan skakmat; bahkan tidak ada lagi jalan keluar bagi mereka dari makhluk buas ilahi pencari mangsa untuk terkaman terakhir. Kita juga tentu bisa tambahkan nama-nama: Musa, Samuel, Yeremia dan lainnya yang Tuhan panggil untuk melayani-Nya.

 

 

 

Kini seolah ada pola. Perempuan Kanaan yang dicuekin dan ada orang yang diburu. Tentu itu semua hak Tuhan dan merupakan hikmat dan misteri surgawi. Ia Mahatahu dan kebenaran. Bagi kita yang sudah merasakan dalam dekapan tangan kasih Tuhan, mari bersyukur dan teruslah berbuat kebaikan. Iman kita telah menyelamatkan kita, dan Tuhan akan menjaga kita dari pandemi ini hingga ke akhir zaman.

 

 

 

Tetapi bagi yang masih dalam kejahatan dan jauh dari Tuhan, belum merasa Tuhan memburu atau bahkan melihat dengan sebelah mata-Nya, teruslah meminta dan meminta. Mungkin ada dosa dan kesalahan yang belum kita ungkapkan, atau dosa dari orang tua dan leluhur yang belum kita lepaskan, atau kita belum sepenuh hati berserah dan masih mengandalkan kekuatan diri. Mintalah seperti perempuan Kanaan itu dengan kerendahan hati. Mungkin iman kita diuji seperti dia. Mintalah, carilah, ketuklah hingga pintu dibukan (Mat. 7:7). Atau, Anda mau coba protes dan berpaling? Kasihan aja, sebab itu tidak akan ada manfaatnya.

 

 

 

Selamat beribadah dan melayani.

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah 1 Minggu Kesebelas setelah Pentakosta - 13 Agustus 2023

Khotbah 1 Minggu XI Setelah Pentakosta – 13 Agustus 2023

 

 

TUHAN, TOLONGLAH SAYA! (Mat. 14:22-33)

 

 “Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” (Mat. 14:31)

 

 Ketika rasa senang membunga di dalam hati, banyak di antara kita yang melihat hidup ini adalah mukjizat. Kita dapat menikmati warna-warni keindahan alam, merasakan makanan yang enak lezat, berolah raga untuk meningkatkan kesehatan dan stamina tubuh, berkumpul senang bersama keluarga, bahkan menghirup udara segar tanpa ada batasan.

 

 

 

Tetapi kehidupan tidak selalu seperti itu. Kadang ada muncul persoalan yang membuat hati terganggu. Pikiran teralihkan, fokus tidak lagi kepada kebaikan dan berkat-berkat Tuhan yang sudah diterima. Kebimbangan dan kekhawatiran yang membersit, membuat ketakutan lebih menguasai hidup.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita dari Mat. 14:22-33, menceritakan Tuhan Yesus berjalan di atas air. Sekilas para murid seolah melihat hantu, terkecoh oleh mitos danau penuh dengan hal jahat. Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” (ayat 27).

 

 

 

Tetapi Petrus ingin memastikan dan ikut merasakan kuasa tersebut, dan meminta: “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.” Kata Yesus: “Datanglah!” Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus (ayat 28-29). Tetapi ketika Petrus merasa ada tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam, lalu berteriak: “Tuhan, tolonglah aku!” (ayat 30).

 

 

 

Ada beberapa pesan nas minggu ini bagi kita: pertama, Tuhan Yesus penuh kuasa dan kuasa-Nya melintasi segala hukum alam. Ia menguasai dan bahkan yang membuatnya. Kedua, bersama Yesus kita akan merasa tenang. Ada kedamaian, sebab Tuhan itu baik dan selalu baik. Ketiga, ketika datang pergumulan akibat terpaan gelombang masalah, Tuhan ingin kita terus fokus dan bergantung kepada-Nya.

 

 

 

Memberi perhatian kepada masalah tetap baik, dalam arti mengurai dan menggambar masalah dalam sebuah peta atau mosaik, serta mencari titik lunak atau bagian solusi termudahnya. Biasanya bila masalah ditulis atau digambarkan, tidak seberat yang ada di pikiran kita. Dan, setiap masalah pasti ada titik lunaknya, titik di mana kita dapat masuk untuk memulai menyelesaikannya.

 

 

 

Optimisme perlu ada. Tetaplah percaya, bersama Yesus segala perkara dapat kita tanggung di dalam Dia (Flp. 4:13). Bila hukum alam atau hukum-hukum di dunia ini sudah mengatakan tidak, tetap percaya ada kuasa mukjizat dari Tuhan. Untuk itu kita perlu semakin mengenal Dia melalui firman-Nya. Billy Graham berkata, "Belajarlah membawa persoalanmu ke dalam Alkitab, di dalamnya kamu akan menemukan jawaban yang tepat."

 

 

 

Teruslah dalam doa dan berkata: Tuhan, tolonglah saya! Kita tahu iman itu kadang bisa mengecil atau menyurut, membuat kurang percaya. Tapi ingatlah kisah seorang ayah yang membawa anaknya yang bisu kepada Tuhan Yesus dan berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!" (Mrk. 9:24). "Tidak ada yang percaya besarnya kuasa doa, dan apa dampak kemampuannya, kecuali mereka yang sudah belajar melalui pengalaman," ucap Martin Luther. Oleh karena itu, latih dan bertekunlah, maka kita akan mengalaminya.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 13 Agustus 2023

Kabar dari Bukit

 

 IRIHATI DAN KENAL DIRI (Kej. 37:1-4, 12-28)

 

 ”Setelah dilihat oleh saudara-saudaranya, bahwa ayahnya lebih mengasihi Yusuf dari semua saudaranya, maka bencilah mereka itu kepadanya....” (Kej. 37:4a)

 

 

 

Salah satu kunci keberhasilan dalam hidup adalah mengenal diri sendiri dengan baik, melalui penilaian jujur dan metode yang benar. Dengan kenal diri, maka seseorang akan lebih siap dalam mengembangkan diri. Dan yang lebih positif lagi, tidak akan muncul rasa iri hati, cemburu dan dengki.

 

 

 

Firman Tuhan di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Kej. 37:1-4, 12-28. Ini kisah hidup Yusuf anak Yakub bersama saudaranya; yang mungkin kita banyak tahu saat ikut Sekolah Minggu dulu. Yusuf anak kesayangan Yakub, suka diberi jubah yang maha indah (ay. 3). Belum lagi Yusuf suka mengadu tentang kejahatan saudara-saudaranya (ay. 2). Puncaknya, Yusuf bercerita tentang dua mimpinya bahwa saudara-saudaranya kelak akan menyembah dia (ay. 5-10). Maka iri hatilah saudara-saudaranya kepadanya (ay. 11). Saudara-saudaranya pun bermufakat mencari daya upaya untuk membunuhnya (ay. 18).

 

 

 

Menurut R. Adinda (www.gramedia.com/best-seller/penyebab-orang-merasa-iri/), ada sebelas penyebab orang iri hati, yakni:

 

 

 

1.         Melihat seseorang dari tampak luarnya saja

 

2.         Merasa tersaingi

 

3.         Ingin menjadi sama, tetapi tidak bisa

 

4.         Merasa orang lain lebih tinggi

 

5.         Tidak suka saat melihat orang lain bahagia

 

6.         Menganggap orang yang diiri adalah musuhnya

 

7.         Tidak suka melihat keberhasilan yang orang lain dapatkan

 

8.         Suka menganggap remeh

 

9.         Tidak mau merasa kalah

 

10.       Orang lain memiliki kelebihan yang tak dimiliki olehnya

 

11.        Memiliki hati yang tidak bersih

 

 

 

Menurut R.B. Sheridan, “tidak ada nafsu yang begitu kuat berakar di hati manusia seperti iri hati.” Alkitab mengingatkan, “Panas hati kejam dan murka melanda, tetapi siapa dapat tahan terhadap cemburu?” (Ams. 27:4); “Iri hati membusukkan tulang” (Ams. 14:30b); “Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat” (Yak. 3:16). Agustinus Hippo bahkan menyebut iri hati sebagai dosa yang kejam.

 

 

 

Oleh karena itu iri hati, rasa cemburu dan dengki perlu dikendalikan. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah pengenalan diri sendiri: siapa kita di hadapan Tuhan. Apa maksud Tuhan dengan keberadaan kita, dan juga orang lain? Kedua, melakukan evaluasi diri untuk mengenal dan mengetahui talenta dan karunia rohani yang Tuhan berikan. Ada banyak metode, seperti analisis SWOT (melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan) atas diri sendiri.

 

 

 

Metoda lain yang populer yakni dengan Jendela Johari. Ini membantu mengetahui diri sendiri, dengan menilik hubungan diri dan orang lain yang lebih baik. Melalui empat kotak jendela yang ada, kita menuliskan hal-hal yang sudah kita ketahui dan tidak ketahui tentang diri sendiri, termasuk wilayah titik buta (blind spot) yang masih harus dikenali.

 

 

 

Langkah ketiga adalah selalu mengucap syukur atas anugerah dan berkat yang Tuhan berikan pada kita. Jika ingin perubahan, mintalah dalam doa dan terus berusaha. Kembangkan potensi yang sudah ada. Tidak ada manfaat mengurus orang lain, dan kita tahu tidak membawa pengaruh pada dirinya. Justru iri hati tidak membawa hal positip dalam diri kita, sebaliknya menjadi sumber ketidakbahagiaan.

 

 

 

Terakhir, jangan terlalu membandingkan diri dengan orang lain. Ojo dibandingke, kata penyanyi cilik Farel Prayoga. Sebagaimana Yusuf, tangan Tuhan terus bekerja pada diri seseorang sesuai rencana-Nya. Melalui Ruben abangnya yang mengusulkan Yusuf dijual saja jangan dibunuh, teman sepenjara Yusuf yang bercerita tentang keahlian Yusuf sebagai penafsir mimpi, kemudian melalui Potifar majikannya. Apa pun penilaian orang lain dan masalah yang diperbuat, tangan Tuhan akan bekerja memberi jalan keluar. Maka sebagai pengikut Kristus, buanglah irihati, cemburu apalagi rasa dengki. Tetaplah bersyukur (1Tes. 5:18) dan lakukan hal baik bagi Tuhan dan sesama (Mat. 22:37-39).

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah 2 Minggu Kesebelas setelah Pentakosta - 13 Agustus 2023

Khotbah 2 Minggu XI Setelah Pentakosta – 13 Agustus 2023

 

 BARANGSIAPA BERSERU KEPADA TUHAN, AKAN DISELAMATKAN (Rm. 10:5-15)

 

 Bacaan lainnya: Kej. 37:1-4, 12-28; atau 1Raj. 19:9-18; Mzm. 105:1-6, 16-22, 45b atau Mzm. 85:8-13; Mat. 14:22-33

 

 

 

Apabila ada yang bertanya: bagaimana kita menjadi seorang Kristen? Jawaban yang indah: "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu" (Ul. 30:14; Rm. 10:8).

 

Firman Tuhan hari Minggu ini Rm. 10:5-15 berbicara tentang pentingnya iman dan upaya pewartaan Yesus bagi semua orang. Kesalahan tafsir terhadap pesan terjadi pada umat Israel seiring perubahan zaman. Pesan Allah melalui Nabi Musa menjadi aturan legalistik, hakekat kasih hilang. Pembaruan dari Tuhan tidak berhenti, seiring kasihNya, namun seringkali manusia sendiri yang "bandel" atau jugul menutup diri. Yesus sebagai pembaruan janji, tetapi umat Israel menolaknya.

 

 

 

Memang pertanyaannya: mengapa Allah memberikan hukum Taurat jika manusia (umat Israel) tidak dapat mengikutinya? Apakah Allah salah atau tidak adil? Rasul Paulus mengatakan alasannya, yakni Allah ingin memperlihatkan betapa berdosanya manusia (Gal 3:19) dan betapa degilnya bangsa itu (Kel. 32:9; 33:5; Yes. 48:4; Yer. 7:26). Maka dalam hal ini wajar bila perlu dilakukan penyelamatan umum dan universal, pendamaian manusia dengan Allah. Ia bertindak sesuai dengan rencana awal, mengutus Anak-Nya.

 

 

 

Melalui pertanyaan logis filosofis, Rasul Paulus membuktikan bahwa kedatangan Yesus dari sorga sebagai manusia dan kembali terangkat ke sorga adalah atas kehendak Allah Bapa. Tidak ada usaha manusia. Tetapi umat Yahudi menolaknya, meski mestinya mereka dapat memahami pekerjaan Allah itu (Ibr. 10:1-4).

 

 

 

Rasul Paulus mengatakan perlu ada kesaksian umum untuk semua orang - tidak umat Yahudi saja, agar banyak yang diselamatkan. Manusia juga tidak hanya mengandalkan tanda lahiriah, seperti sunat sebagai janji atau seremoni baptis atau sidi. Ini diminta, agar kekristenan kita tidak sebatas dalam hati, tetapi sebuah kesaksian kasih nyata kepada orang lain.

 

 

 

Kehidupan Yesus menjadi teladan, melepas keinginan dunia, melepas kepentingan diri dengan melayani, berserah dan taat pada Bapa. Ia datang menjadi Kasih yang nyata dan dekat dengan manusia, Firman yang hidup, firman iman.

 

 

 

Memang, manusia sering berpikir bahwa keselamatan adalah proses yang sulit dan rumit, padahal semestinya tidak demikian. Tidak usah bergumul tentang siapa yang menjadikan inkarnasi dan sebagainya. Itu tidak penting! Kebenaran bagi kita sudah diperoleh! Siapapun yang berseru kepada-Nya, akan diselamatkan. Ia adalah Tuhan yang satu bagi semua orang, Allah yang satu dengan Allah (Yoh. 10:30; Kis. 2:36-40; Flp. 2:10-11). Kita tidak memerlukan sebuah debat yang berkepanjangan: penginjilan mana yang lebih efektif, apakah penginjilan melalui keteladanan dan perbuatan dalam hidup atau penginjilan melalui pemberitaan kabar baik. Kedua cara itu harus dilakukan agar pesan Injil menjadi efektif sampainya. Jangan terjebak dalam teori dan perdebatan, sebab semua itu sering membingungkan dan menjauhkan kita dari tindakan.

 

 

 

Penutup nas ini (ayat 14-15) mengutip kembali Yes 52:7: "Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat dan berkata kepada Sion: "Allahmu itu Raja!" (band. Nah 1:15). Mari kita bekerja dan berkarya sehingga semua mengaku: Barangsiapa Berseru Kepada Tuhan, Akan Diselamatkan. Tuhan memberkati.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 575 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7408418
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
51533
61324
161184
7204198
443280
1386923
7408418

IP Anda: 162.158.163.117
2024-11-21 21:09

Login Form