Thursday, November 21, 2024

Khotbah Minggu 16 Februari 2014

Khotbah Minggu 16 Februari 2014

 

Minggu Efipani VI

 

ALLAH YANG MEMBERI PERTUMBUHAN

(1Kor 3:1-9)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Ul 30:15-20; Mzm 119:1-8; Mat 5:21-37

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)


Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.


Nats 1Kor 3:1-9 selengkapnya: Perselisihan

 

3:1 Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. 3:2 Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarang pun kamu belum dapat menerimanya. 3:3 Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? 3:4 Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku dari golongan Apolos," bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani? 3:5 Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya. 3:6 Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. 3:7 Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. 3:8 Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri. 3:9 Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah.

 

------------------------------------------

 

Pendahuluan

Minggu ini kita masih memperoleh pengajaran tentang jemaat di Korintus dengan berbagai permasalahan yang mereka hadapi yang bersumber dari ketidakdewasaan mereka sebagai pribadi orang percaya maupun sebagai jemaat Tubuh Kristus. Mereka mengutamakan pendirian masing-masing kelompok sehingga tercipta suatu perselisihan dan bahkan perpecahan. Perpecahan ini jelas sangat mempengaruhi pertumbuhan jemaat/gereja, karena sinergi telah hilang, padahal amanat agung Tuhan Yesus sangat jelas dinyatakan bahwa kabar baik itu harus disampaikan kepada segala bangsa dan untuk itu gereja harus bersatu dan bertumbuh. Melalui bacaan kita minggu ini, kita diberi Tuhan pengajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Jemaat pemula yang masih bertumbuh (ayat 1-2)

Seorang pribadi memiliki tubuh. Di lain pihak sebuah jemaat sebagai kumpulan pribadi-pribadi juga adalah sebuah tubuh (baik sebagai Tubuh Kristus atau organisasi). Pertumbuhan jemaat sama seperti pertumbuhan tubuh fisik yang melalui tahapan bayi, anak-anak, remaja, pemuda dan dewasa. Pertumbuhan tubuh itu hanya dimungkinkan apabila menerima asupan makanan yang cukup dan bergizi. Latihan fisik akan membuat tubuh semakin sehat (band. 1Tim 4:8) sebab terbiasa dengan daya tahan. Bagi mereka yang masih bayi dan anak-anak, maka makanan yang baik bagi pertumbuhan tubuhnya adalah susu, dan makanan yang lunak, tidak mungkin diberi makanan yang keras yang dapat merusak pencernaan tubuh mereka. Namun perlu juga kita lihat pada ayat lain pemakaian kata susu (murni) bahwa sikap seorang bayi yang rindu akan susu yang murni juga mencerminkan kehausan akan kebenaran (1Pet 2:2).

 

Demikian juga perkembangan jiwa dan rohani memerlukan tahapan yang sesuai dengan perkembangan tubuhnya, agar setiap tahapan perkembangan jiwanya tidak terjadi ketimpangan (mismatch). Ujian dan pergumulan dalam perjalanan hidup adalah tempaan yang membuat jiwa dan rohani semakin dewasa sepanjang didukung oleh kesadaran dan penerimaan akan hikmat Allah. Ketertutupan dan penolakan bahwa ujian melalui penderitaan dan pergumulan merupakan jalan untuk membuat kedewasaan rohani, merupakan sikap arogansi dan keras kepala. Sebuah jemaat yang belum dewasa secara rohani umumnya masih berpikir duniawi yang dikendalikan oleh keinginan-keinginan sendiri, yang hidup di dalam keinginan daging dan hawa nafsu dosa (Rm 7:5), sementara jemaat yang matang rohani adalah mereka yang seirama dengan kehendak Allah.

 

Paulus sebagai orang yang mengawali penginjilan di Korintus awalnya menyadari bahwa jemaat Korintus adalah jemaat muda dan masih bersikap manusia duniawi. Namun setelah beberapa waktu berlalu yang seharusnya bertambah dewasa, tapi mendengar laporan perkembangan jemaat disana, Paulus melontarkan kekecewaannya dan menyebutnya sebagai jemaat yang belum dewasa rohani dan belum sehat, dan mengatakan mereka belum siap untuk menerima makanan keras. Ini adalah ungkapan yang cukup pedas untuk mendidik. Paulus memberi contoh, seperti mereka suka bertengkar bagaikan anak-anak serta lebih senang terkelompok dan terpecah; seperti anak-anak yang sering berpikiran sederhana dan memperebutkan sesuatu yang tidak jelas, dikendalikan oleh emosinya. Alkitab berkata, “Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil (Ibr 5:13).” Kini pertanyaannya, seberapa besar emosi kita mengendalikan hidup kita? Apakah kita mau menjadi anak-anak secara rohani? Hidup yang dikendalikan oleh keinginan emosi, akan memperlambat pertumbuhan rohani.

 

Kedua: Iri hati dan perselisihan (ayat 3-5)

Berdasarkan Alkitab, ada berbagai tipe manusia dalam hubungannya dengan persekutuan bersama Yesus dan Roh Kudus. Tipe pertama adalah mereka yang belum bertobat, tidak mengakui Yesus adalah Anak Allah dan menolak Ia sebagai Juruselamat hidupnya (1Kor 2:14). Mereka bahkan ada yang menolak keberadaan Allah dengan segala kuasa-Nya mencampuri kehidupan manusia, yang bagi mereka setiap pencapaian dirinya adalah hasil usaha sendiri semata. Mereka berpikir Allah berada di luar sistim kendali hidupnya. Ada juga di antara mereka ini yang berusaha mencari hikmat Allah dengan caranya sendiri, cara-cara duniawi yang tidak berkenan kepada Tuhan. Tipe manusia kedua adalah mereka yang percaya pada Yesus akan tetapi belum sepenuhnya menyerahkan hidupnya bagi Dia. Mereka masih sering dikuasai oleh nafsu dunia dan kedagingan. Mereka ini yang bisa dianggap anak-anak dalam Kristus. Mereka percaya Yesus akan tetapi tabiat kedagingannya masih dominan (Rm 7:19; 24-25). Jemaat Korintus bisa dikatagorikan dalam tipe kedua ini. Tipe ketiga adalah mereka yang rohaninya sudah dewasa dan hidupnya berjalan bersama Roh Allah. Allah menginginkan kita hidup seperti ini untuk dapat menjadi milik-Nya.

 

Bagi mereka yang tipe pertama, adalah tugas kita untuk membawa mereka pada Kristus, terlebih mereka yang terus hidup di dalam kegelapan dan kejahatan. Bagi mereka yang tipe kedua, ini tugas yang lebih sulit, sebab mereka percaya Yesus akan tetapi hidupnya masih jauh dari kebenaran. Sikap hidup inilah yang masih terlihat menonjol pada jemaat Korintus, seperti menyenangi keunggulan akal pikiran (1Kor 1:18-25), kesombongan (1Kor 3:21; 4:7), percabulan (1Kor 5:1), dan lainnya yang dalam nats minggu ini ditekankan soal iri hati dan perselisihan (ayat 3). Terlebih-lebih apabila sikap hidup yang mengutamakan kedagingan itu dibiarkan dipelihara tanpa ada keinginan untuk berubah. Bagi manusia tipe pertama dan kedua, ini dibedakan lagi menurut sikap penerimaan untuk berubah, yang sumbernya adalah tingkat kecongkakan dan mendewakan diri sendiri. Hal itu terjadi bukan karena mereka kurang pintar dalam pikiran melainkan karena sifat kedagingan yang masih berkuasa membuat mereka bodoh (Yak 1:25; 1Pet 2:1-2; 2 Pet 3:18). Mereka inilah yang dikatakan belum sanggup mencerna pengajaran yang diberikan oleh Paulus.

 

Iri hati dapat muncul dari sikap tidak menerima diri sendiri dan berserah, tidak merasa puas dan bersyukur, dan melihat berkat dan karunia pada orang lain lebih hebat sehingga selalu merasa ada persaingan. Ada perasaan kuat ingin atau lebih dari orang lain dengan alasan yang tidak jelas. Perasaan iri dan cemburu yang tidak terkendali ini kadang akan memicu niat dan perbuatan untuk merusak, khususnya terhadap pihak yang dicemburui.  Kalau upaya ini berhasil, misalnya, maka terbitlah sikap kesombongan, kepuasan diri yang palsu; dan kalau tidak berhasil, maka yang muncul sebaliknya yakni kemunafikan, seolah-olah meninggikan diri meski tidak sesuai keadaan; ujung-ujungnya yang terjadi adalah perasaan kebencian atau dendam. Oleh karena itu, nats minggu ini mengingatkan kita bahwa iri hati itu membawa kepada perselisihan dan perpecahan. Apakah kita suka akan hal itu? Apa gunanya? Kita lihat apa yang terjadi akibat sikap iri hati dan kecemburuan Kain terhadap Habel, atau Esau terhadap Yakub. Semua itu menjadi pemicu dan kanker dalam perpecahan tubuh jemaat yang jelas tidak berkenan bagi Tuhan.

 

Ketiga: Allah yang memberi pertumbuhan (ayat 6-8)

Pertumbuhan mengandung tiga dimensi, yakni pertumbuhan kualitas, pertumbuhan kuantitas dan pertumbuhan kelembagaan. Pertumbuhan kualitas jemaat menyangkut kerohanian masing-masing anggota jemaat dan juga jemaat sebagai persekutuan orang percaya.  Kualitas ini dapat diukur yakni pengetahuan Alkitab yang baik – bertambah dan diterapkan dalam kehidupan pribadi, rajin berdoa dan ibadah pribadi, intensitas kebaktian dan persekutuan, kesaksian, persembahan dan memberi, semangat misi, dan pelayanan lainnya. Pertumbuhan kedua yakni kuantitas jemaat berdimensi empat yakni menyangkut pertumbuhan internal berupa penambahan anggota gereja, pertumbuhan ekspansi dalam pengertian ke luar wilayah, pertumbuhan ekstensi (cabang), dan pertumbuhan penjembatanan (lintas budaya). Pertumbuhan ketiga yakni kelembagaan merupakan bangunan organisasi. Pertumbuhan kelembagaan ini memiliki empat pilar sebagaimana dikatakan oleh tokoh pemikir pertumbuhan gereja George W. Peters, yakni: Pilar 1 - Gereja itu sehat sebagai komunitas yang berkualitas (Kis. 1:1 – 5: 42); Pilar 2 - Gereja itu memiliki bentuk/struktur yang melayani (Kis. 6: 1- 7); Pilar 3 - Gereja itu memiliki fungsi evangelisasi di komunitas lokal, inward maupun outward ( Kis. 8: 1 – 12: 25); dan terakhir Pilar 4 - Gereja itu memiliki fokus dalam pelayanan dan evangelisasi global yang agresif (Kis. 13: 1- 28: 31) - (untuk lebih lengkapnya lihat artikel Pertumbuhan Gereja dalam website ini).

 

Dasar kita menempatkan dan memiliki prinsip pertumbuhan penting adalah: membiarkan gereja tidak bertumbuh, berarti mengatakan kepada banyak orang “biarkan mereka pergi ke neraka.” Alkitab menyatakan semua pertumbuhan itu perlu, baik yang menyangkut kualitas, kuantitas, dan kelembagaan tadi. Untuk terjadinya pertumbuhan, setiap rasul termasuk Paulus ibarat menanam benih Injil Allah dalam hati setiap pembaca atau pendengar. Mereka memberitakan sekaligus mengabarkan jalan keselamatan. Dalam nats minggu ini, Apollos, misalnya, disebut berperan menyirami benih itu agar setiap jemaat bertumbuh dengan baik dalam imannya. Dalam perumpamaan lain, Paulus disebutkan ibarat membangun pondasi (bangunan) jemaat Korintus dan Apollos membangun di atas pondasi itu. Akan tetapi baik Paulus, Apolos, maupun para rasul dan nabi, termasuk penginjil dan hamba Tuhan saat ini seperti pendeta, majelis, pastur, gembala dan pengerja gereja lainnya, hanyalah hamba-hamba Tuhan yang melayani Allah, bukan melayani ambisi pribadi dan keinginan hati masing-masing kelompok. Semuanya bekerja untuk Allah dan akan memperoleh upah sesuai dengan apa yang dikerjakan dan buahnya.

 

Akan tetapi ironisnya, banyak anggota jemaat Korintus dan jemaat masa kini masih senang membuat kelompok-kelompok di antara mereka, membuat kelompok denominasi baru, lebih mengikuti pengajar-pengajar mereka (band. 1Kor 1:11-13). Kita memang harus menghormati para pengajar, akan tetapi kita juga jangan mau terjebak terikut membuat atau membangun tembok-tembok pemisah di antara kita sendiri, yang mengakibatkan pelemahan dalam daya pekabaran Injil dan kesaksian. Dengan mengikut para pengajar dan membentuk denominasi baru, kita seolah-olah menempatkan pengajar seperti Tuhan yang baru bagi kita. Kita harus menyadari, bagaimanapun, Allah-lah yang membentuk pengajar dan membuat pertumbuhan bagi iman kita. Yang penting, bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang pemberi pertumbuhan. Oleh karena itu, tebarkanlah damai sejahtera dan bukan malah pertentangan dan perpecahan.

 

Keempat: kita adalah kawan sekerja Allah (ayat 9)

Tanaman yang baik umumnya dikembangkan dari adanya bibit, media, dan pupuk yang baik. Bibit yang baik harus ditanam di media yang baik. Bila medianya tidak baik, bibit yang baik itu akan mati. Tidak cukup hanya bibit dan media yang baik, para pemilik tanaman juga harus memberikan pupuk yang baik untuk mendapatkan hasil panen. Yesus menaburkan ke dalam hati setiap pendengar-Nya bibit yang baik yakni Firman Allah. Sebagaimana seorang petani yang mengharapkan panen yang bagus, Yesus pun berharap demikian. Namun, kita tahu Tuhan Yesus hanya memberi bibit yang baik, sementara penyediaan media dan pupuk dipercayakan sepenuhnya kepada para pendengar-Nya dan hamba-hamba Tuhan. Hati kita adalah medianya. Firman Allah yang ditaburkan dalam hati yang baik setiap pendengar-Nya, akan menjadi media yang subur. Sebaliknya hati yang busuk dan tidak peduli terhadap pentingnya Firman Allah, akan menjadi media yang membuat benih itu mati dan tidak berbuah.

 

Gereja bertumbuh oleh kuasa Allah melalui usaha manusia yang terampil. Terampil dalam menyiram dan terampil dalam memupuk. Dalam nats ini disebutkan kita semua menjadi penyiram dan pemupuk yang menjadi kawan sekerja Allah (1 Kor. 3: 6, 9). Dalam surat-surat lain ada beberapa istilah yang senada dalam kaitannya dengan pertumbuhan ini, yakni: menanam dan mengelola kebun Tuhan (1 Kor. 3: 5-9); membangun bangunan Tuhan (1 Kor. 3: 10-13); memanen ladang Tuhan (Mat. 9: 37-38); mengembangkan tubuh Kristus (Rm. 12: 4-8; Ef. 4: 16). Semua ini dalam memperluas kerajaan Tuhan sebagaimana Rick Warren menekankan pertumbuhan gereja yang berkualitas, yakni: semakin akrab melalui persekutuan; semakin sungguh-sungguh melalui pemuridan; semakin kuat melalui ibadah; semakin besar melalui pelayanan; dan semakin luas melalui penginjilan.

 

Benih telah ditabur dan media dipelihara dengan siraman, maka pupuk juga diberikan agar benih itu tumbuh berbuah. Maka kita lihat pekerjaan dalam perluasan kerajaan Allah melibatkan banyak orang dengan berbagai talenta dan karunia. Tidak ada superstar dalam tugas pelayanan itu, semua adalah anggota yang mempergunakan seluruh kemampuannya untuk kemuliaan pemberi benih, yakni Tuhan Yesus. Kita dapat menjadi anggota tim yang baik dan bermanfaat hanya dengan mengesampingkan keinginan hati dan keinginan duniawi dan menerima kehormatan yang diberikan kepada kita melalui tugas itu. Jangan mencari kebanggaan atau kehormatan yang dicari oleh manusia dunia, semuanya itu tidak berharga, tetapi carilah hal yang menyenangkan hati Tuhan. Inilah seharusnya yang menjadi tujuan hidup kita dengan membiarkan Allah bekerja sesuai dengan keinginan-Nya di dalam diri kita. Jangan kita berkata takut akan Allah, akan tetapi dalam pemahaman itu kehidupan pribadi kita juga terlepas dari pimpinan dan campur tangan Allah.

 

Penutup

Kita semua adalah hamba-hamba-Nya yang karena kasih karunia-Nya kita diselamatkan sehingga hidup kita adalah milik-Nya. Banyak anggota jemaat dan bahkan jemaat lama sekalipun masih belum memiliki kedewasaan rohani. Masih sering timbul kuasa kedagingan yang tidak berkenan bagi Tuhan, termasuk iri hati yang menimbulkan perselisihan dan perpecahan sebagaimana jemaat di Korintus. Dengan kondisi seperti itu, maka pertumbuhan gereja sebagaimana diharapkan oleh Tuhan menjadi terhambat. Nats minggu ini mengingatkan bahwa kita adalah kawan sekerja Allah, yang perlu bekerja sama dalam pelayanan dan bukan malah bersaing mendapatkan kehormatan duniawi. Kita menyadari tugas kita adalah menyiram dan memupuk dan pertumbuhan jemaat hanyalah oleh Allah sendiri. Kita hanya bersyukur telah dipanggil menjadi bagian dari tugas itu untuk membangun tubuh Kristus yang lebih kuat dan besar. Itu hanya bisa terjadi kalau kita taat, rendah hati dan saling mendukung dan mengutamakan kemuliaan Tuhan.

 

Tuhan Yesus memberkati.


(Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min adalah Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode Pusat GKSI. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, akan lebih baik jika pada setiap bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari dan juga diselingi humor yang relevan).

 

Khotbah Minggu 9 Februari 2014

Khotbah Minggu 9 Februari 2014

 

Minggu Efipani V

 

HIKMAT YANG BENAR

(1Kor 2:1-12, 13-16)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 58:1-9a, 9b-12; Mzm 112:1-9,10; Mat 5:13-20

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)


Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.


Nats 1Kor 2:1-12, 13-16 selengkapnya dengan judul: Hikmat yang benar

 

2:1 Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. 2:2 Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan. 2:3 Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar. 2:4 Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, 2:5 supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah. 2:6 Sungguhpun demikian kami memberitakan hikmat di kalangan mereka yang telah matang, yaitu hikmat yang bukan dari dunia ini, dan yang bukan dari penguasa-penguasa dunia ini, yaitu penguasa-penguasa yang akan ditiadakan. 2:7 Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita. 2:8 Tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenalnya, sebab kalau sekiranya mereka mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia. 2:9 Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." 2:10 Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah. 2:11 Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah. 2:12 Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita. 2:13 Dan karena kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh. 2:14 Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani. 2:15 Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain. 2:16 Sebab: "Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasihati Dia?" Tetapi kami memiliki pikiran Kristus.

 

-------------------------------------------------

 

Pendahuluan

Nats minggu ini kembali menekankan hikmat Allah yang sangat berharga dibanding dengan hikmat manusia. Tuhan Yesus memberi perumpamaan tentang hal yang berharga, seperti jangan berikan mutiara kepada babi (Mat. 7:6). Seekor babi jantan tidak akan semakin tertarik kepada babi betina apabila ia berkalungkan mutiara. Babi jantan tidak akan pernah bisa menghargai mutiara itu yang bagi kita sangat berharga. Perumpamaan ini yang terjadi pada jemaat Korintus yang tidak menghargai hikmat Allah.  Namun Paulus mengasihi mereka agar iman mereka semakin bertumbuh dan berhasil sebagai orang-orang yang dipanggil menjadi kudus. Melalui nats minggu ini, kita diberi pengajaran sebai berikut.

 

Pertama: Iman yang tergantung pada kekuatan Allah (ayat 1-5)

Allah mengaruniakan akal pikiran dan intelektualitas di dalam diri manusia untuk dipakai memahami dunia ini beserta isinya, serta dipergunakan untuk mengelola sebagaimana mandat budaya yang telah diberikan oleh Allah kepada kita (Kej 1:28). Akan tetapi kita juga harus menyadari bahwa kemampuan kita dalam memahami dan mengelola ciptaan Allah itu tetap terbatas, seperti misalnya pertanyaan sederhana: mengapa beberapa jenis binatang yang sama-sama hanya makan rumput, tetapi menghasilkan bentuk kotoran yang berbeda? Kekeliruan dalam penggunaan akal pikiran dan keterbatasan manusia dalam memahami makna "dunia" membuat akal pikiran bisa menjadi melenceng dari kehendak Allah, seturut dengan tipu daya dan godaan iblis yang memang berkuasa atas dunia ini.

 

Akal pikiran dan intelektualitas manusia juga sangat terbatas dalam memahami Pribadi Allah dengan segala hikmat dan keberadaan-Nya. Keberadaan Allah dalam penciptaan manusia beserta semua warna dan nuansa mozaik kehidupannya tidaklah mudah dipahami dengan akal pikiran saja. Teori-teori psikologi dan psikologi analisis hanya dapat membantu untuk mencoba memahaminya, dan itupun banyak dengan generalisasi dan pengecualian. Kesaksian Allah atau penyataan Allah inilah yang menjadi titik utama yang Rasul Paulus tekankan, bagaimana jemaat Korintus telah memahaminya dengan salah, yakni dengan akal pikiran mereka saja. Rasul Paulus tidak ingin berdebat dan diskusi intelektual dengan para jemaat yang dikasihinya itu. Ia sadar bila menggunakan filsafat dan perdebatan, akan gagal (Band. Kis 17:32-34). Ia juga tidak mau menonjolkan keintelektualannya atau kepintarannya dalam menulis atau berpidato, tetapi ia lebih menekankan pesan Injil dari Kristus yang disampaikan dan mengatakan: biarlah Roh Kudus yang bekerja dengan pesan firman itu.

 

Ini merupakan teladan yang kita bisa ambil dalam melakukan penginjilan atau memberi kesaksian, yakni sampaikan saja firman dari Kristus secara sederhana, dan biarlah Roh Kudus yang bekerja di dalam hati setiap pendengar. Rasul Paulus lebih menekankan pengalamannya dan pengenalannya bahwa Roh Kudus yang menolong dan membantunya dalam penyampaian firman itu. Ia juga tidak mau memperpanjang perbedaan di antara mereka, tapi fokus pada pesan Kristus. Kesaksian Allah adalah pewartaan Kristus. Ia sangat sadar akan keterbatasan dan kelemahan manusia dan juga  pribadinya, serta adanya rasa takut dan hormat pada Kristus (Ef 6:5; Flp 2:12). Ia tidak bersandar pada dirinya, melainkan pada pimpinan Roh, sebagaimana firman Tuhan berkata, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah. Penting juga dilihat, Paulus bukan berarti menihilkan pentingnya belajar atau studi pendalaman sebagaimana ia juga pernah belajar tentang Injil setelah pertobatannya. Karunia pikiran manusia ada baiknya sepanjang dipakai dengan benar. Semua persiapan dan keindahan pesan penyampaian firman adalah baik dan efektip. Akan tetapi Roh Kudus yang akan memberi pimpinan dan kuasa pada firman itu sehingga bekerja dan bisa merubah diri seseorang dan akhirnya nama Tuhan dimuliakan.

 

Kedua: Hikmat yang benar (ayat 6-9)

Mereka yang merendahkan hatinya dan merasa tidak mampu menghadapi kehidupan ini hanya dengan kekuatan akal pikiran, mereka inilah yang dewasa rohani. Mereka inilah yang dikatakan Rasul Paulus orang-orang yang berpikir matang. Mereka tidak mengambil hikmat dunia sebagai pijakan utama, yang cenderung mendewakan materi, kenikmatan badani dan kekuasaan. Mereka juga tidak seperti penguasa-penguasa dunia, pemerintah yang sudah dikuasai iblis yang melihat kepentingan jangka pendek, merasa bahwa semua hal dan persoalan diselesaikan demi kepentingan dan kelanggengan pribadi, yang oleh Rasul Paulus dikatakan akan binasa dan berakhir. Cara berpikir itulah yang juga membuat Yesus tidak dapat dimengerti oleh mereka yang dianggap orang-orang berhikmat di dunia, seperti ahli Taurat, para Imam, Pilatus, Raja Herod dan lainnya, sehingga mereka menghukum Yesus mati dengan cara disalibkan. Bagi mereka, dengan Yesus mati, maka semua persoalan mereka selesai.

 

Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Rahasia hikmat yang tersembunyi itu seperti misteri, yang sudah sejak lama menjadi ketakutan bagi manusia yang belum matang tadi. Misteri itu adalah bahwa manusia tidak dapat mengalahkan kematian. Manusia seolah-olah takut dan menyerah pada kematian, dan tidak tahu hal di balik kematian, yang bagi mereka bagaikan tembok maut gelap yang menakutkan. Akan tetapi, melalui hikmat Allah, rahasia kematian itu dibuka dan dibuktikan bahwa kematian dapat dikalahkan melalui iman percaya kepada Yesus yang telah bangkit dari kematian-Nya dan kemudian naik ke sorga. Yesus terbukti bangkit mengalahkan kematian dan Ia dapat melakukan itu sebab Ia tidak berdosa, maka kita juga harus tidak berdosa agar memiliki kesempatan yang sama untuk dapat mengalahkan kematian. Oleh karena sementara ini kita berdosa, maka dosa kita harus ditebus, dibayar lunas, dan Yesus bersedia menerima penebusan itu dengan mati di kayu salib. Itulah rahasia yang sudah diungkapkan kepada orang percaya (band. Rm 16:25-27; 1Pet 1:10-12).

 

Kita tidak bisa membayangkan bahwa Yesus yang bangkit itu telah menyediakan sebuah tempat sorga bagi kita, di dunia ini dan di akhirat nanti. Ia akan menciptakan bumi yang baru dan langit baru dan kita akan hidup bersama-Nya selamanya (Yes 65:17; Why 21:1). Inilah yang dikatakan ayat 9 sebagai "hal yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." Selama dalam proses itu Roh Kudus akan terus menyertai dan menguatkan kita dalam menjalani kehidupan ini. Pengharapan yang indah itu memberi kita keberanian dalam menjalani hidup, meski tidak harus diartikan kita dengan sengaja masuk ke dalam pencobaan. Dunia ini bukanlah yang sebenarnya kita harapkan. Yang terbaik akan tiba saatnya bagi kita. Rahasia ini  tetap tersembunyi bagi mereka yang menutup hatinya atau bagi mereka yang belum pernah mendengar kabar baik itu.

 

Ketiga: Mengenal Roh Allah dan roh manusia (ayat 10-12)

Hikmat Allah yang dalam beserta sifat-sifat Allah adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat dan diukur oleh manusia. Demikian juga rencana Allah dalam setiap orang percaya kadang tidak terjangkau akal pikiran kita, meski kita tahu itu adalah rencana yang indah dari-Nya. Semua rencana itu sebenarnya dikerjakan oleh Roh Allah yang bekerja sama dengan roh orang percaya, sehingga tercipta suatu sinergi dalam melaksanakan tujuan Allah, dan nama Allah lebih ditinggikan. Terjadinya sinergi itu hanyalah mungkin apabila manusia itu memahami hikmat Allah yang disebutkan di atas, proses pencerahan oleh Roh yang diberikan terus menerus yang berpusat pada penebusan dan keselamatan bagi setiap orang. Kesatuan Roh Allah dan roh manusia itu sekaligus dapat mengalahkan roh iblis yang berusaha membelokkan rencana Allah dengan memanfaatkan kelemahan manusia.

 

Kematian Yesus, kebangkitan dan kenaikan ke sorga diberikan sebagai jalan keselamatan bagi yang percaya pada penebusan-Nya. Mereka yang percaya akan menerimanya, dan mereka yang tidak percaya akan terus berjuang dengan akal pikiran dan perbuatan baiknya, dengan hikmat manusia, akan tetapi keselamatan kekal itu sulit diperolehnya. Kadang-kadang kita mungkin berpikir biarlah mereka terus berjuang dengan cara itu, dan kita yang sudah diselamatkan melalui percaya kepada Yesus menikmati secara penuh sukacita yang diberikan. Akan tetapi harus tetap ingat bahwa kita diselamatkan karena kita dipanggil untuk menjadi saksi-Nya. Kita dipanggil untuk bersaksi dan memberitakan kabar baik melalui Injil, yang semua itu berasal dari Allah bagi penyelamatan dan perdamaian dengan manusia.

 

Semua orang pada dasarnya harus bijak dan berhikmat. Akan tetapi berhikmat menurut akal pikiran manusia itu tidak akan sebaik dengan berhikmat dengan pimpinan Roh Kudus. Iblis dengan kuasanya yang jahat sangat mudah untuk menggoda dan menipu, sehingga kita mengikut hikmat manusia dan bukan memakai hikmat Allah. Kearipan rohani melalui pimpinan Roh Kudus akan lebih baik membimbing kita dalam mengambil kesimpulan dan jalan yang benar pada pilihan atau situasi yang sulit. Hikmat itu didapatkan dengan memakai firman dan menyerahkan pada pencerahan Roh Kudus, sehingga kita bisa tahu jalan yang terbaik dan kekal. Semakin besar keinginan kita untuk mengetahui hikmat Allah, maka Roh Kudus akan semakin membukakan rahasia hikmat itu (Yoh 16:13; Ef 1:17). Setiap orang percaya teruslah meminta hikmat ini agar dalam setiap langkah yang akan diambil, hikmat-Nya yang bekerja dalam kehidupan sehari-hari.

 

Keempat: Memiliki pikiran Kristus (ayat 13-16)

Pertanyaan yang paling utama, sejauh mana manusia mengenal Allahnya? Sejauh mana kita bisa memahami pikiran Allah? Kesaksian tentang Allah dan penyataan-Nya tetap memiliki keterbatasan. Injil Yohanes mengatakan kalau pikiran Allah yang dikerjakan oleh Yesus semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis (Yoh 21:25). Alkitab mengatakan, tidak seorang pun (orang Yahudi dan yang tidak percaya) mengenal Allah dengan benar (Rm 11:34). Namun mereka yang percaya dan menerima Yesus akan mengenal Allah dengan benar dan menangkap bagaimana Roh Allah sebenarnya diam dan bekerja di dalam hati seseorang. Sebaliknya, mereka yang tidak mengenal Yesus tidak akan mengenal Allah yang utuh dan benar, Allah yang penuh kasih dan bersedia berkorban bagi anak-anak-Nya. Oleh karena itu, sering kita orang percaya tidak dimengerti oleh orang lain dengan kita membuat Yesus sebagai Tuhan. Itu merupakan hal yang bodoh bagi mereka. Tapi pikiran himat dunia itu sama seperti seorang yang tuli nada tidak akan mengerti dan menghayati musik. Seseorang yang menolak Yesus maka ia tidak akan memahami keindahan pesan-pesan-Nya. Dengan komunikasi yang sudah terputus, seseorang tidak akan mungkin mampu mendengar apa kata Tuhan kepada mereka.

 

Dengan pimpinan Roh Kudus, melalui firman yang sudah dinyatakan dalam Alkitab, orang percaya dapat melihat pikiran, rencana dan tindakan Allah, yang semuanya ini adalah pikiran Kristus. Melalui Roh Kudus, kita dapat mulai mengenal pikiran Allah, berbicara dengan Allah, dan berharap mendapatkan jawaban atas doa yang kita panjatkan. Memang untuk itu kita perlu menghabiskan cukup waktu untuk mengenal pikiran Kristus yakni di dalam Injil, sebagaimana Rasul Paulus alami dalam hidupnya. Hubungan yang intim dengan Kristus hanya terjalin bila kita cukup menghabiskan waktu dengan-Nya dan juga dengan firman-Nya. Mereka yang bersedia memberi waktunya inilah disebut sebagai manusia rohani. Manusia rohani tidak mengejar kepuasan duniawi dan tidak membuat ukuran dan nilai keberhasilan berdasarkan ukuran-ukuran duniawi. Akan tetapi ukurannya adalah agar kita dapat menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus (Flp 2:5).

 

Kita juga tidak akan berdiam diri membiarkan kelemahan orang lain sebagai alas an untuk pasif. Kita tetap merupakan saluran komunikasi yang dipilih Allah bagi mereka yang belum mengenal Yesus. Memang kita perlu cerdas dalam menggunakan setiap kesempatan untuk dapat menceritakan dan memberi kesaksian atas rahasia itu, rahasia hikmat yang merupakan pikiran Kristus sebagaimana tertulis dalam Alkitab. Seseorang yang ragu atau bertanya-tanya mungkin adalah tahapan Roh Kudus bekerja di dalam hatinya, untuk mengenal Allah yang benar dan mengambil keputusan untuk mengikut Kristus. Sejatinya, kuncinya terlebih dahulu adalah: bagaimana kita merespon ketika seseorang bertanya tentang imanmu, apakah kira-kira kita dapat menjelaskan dengan benar dan baik?

 

Penutup

Nats minggu ini menginginkan kita orang percaya menjadi manusia rohani yang penuh. Manusia rohani adalah mereka yang memahami rahasia hikmat Allah yakni kematian dan kebangkitan Yesus untuk penebusan dan bersedia mengikuti-Nya. Manusia rohani juga menerapkan hikmat Allah itu dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam perkataan maupun perbuatan yang dasarnya adalah kasih dan pengorbanan. Ia bekerja sama dengan Roh Allah dalam menjalankan hikmat Allah itu. Imannya tergantung pada itu dan bukan pada akal pikirannya. Ia tidak mengikuti manusia duniawi, melainkan memakai ukuran-ukuran rohani yang terdapat dalam pikiran Kristus. Itulah rahasia yang diungkapkan dalam nats minggu ini, sehingga melalui kehidupan kita, kita semakin baik menjalani kehidupan ini dan semakin banyak orang yang mengenal dan mengetahui hilmat itu, dan tidak lagi menjadi misteri bagi mereka.

 

Tuhan Yesus memberkati.


(Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min adalah Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode Pusat GKSI. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, akan lebih baik jika pada setiap bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari dan juga diselingi humor yang relevan).

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 568 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7406232
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
49347
61324
158998
7204198
441094
1386923
7406232

IP Anda: 162.158.170.146
2024-11-21 20:15

Login Form