2019
KABAR DARI BUKIT (Edisi 4 Agustus 2019)
KABAR DARI BUKIT (Edisi 4 Agustus 2019)
Perkara di Atas
Firman Tuhan hari Minggu ini - Minggu VIII setelah Pentakosta, Kol. 3:1-4, meminta kita untuk berpikir dan fokus tentang perkara-perkara di atas, bukan soal-soal yang di bumi. Kita telah dibangkitkan bersama Kristus, berarti hidup kerohanian kita memasuki hidup baru bersama dengan Kristus. Meski fisik kita belum berubah, yakni masih memiliki tubuh yang sama, tetapi Allah telah memperbarui roh dan jiwa kita dengan Roh Kudus yang tinggal dan berkuasa di dalam hati kita. Betul, hidup dan tinggal di dunia ini kita tidak bisa lepas dari kebutuhan pangan, sandang, biologis, rasa aman, dan lainnya; demikian juga kita tidak bisa menghindar dari penyakit dan kematian tubuh duniawi yang ada. Bangkit bersama Kristus berarti memberi kesempatan kepada Roh Kudus untuk membaharui hidup kita secara terus menerus (lihat pasal 2 sebelumnya), mengakui bahwa hidup kita sudah menjadi milik-Nya, sehingga kita memiliki sifat dan perilaku serupa seperti Kristus (band. Rm. 6:5).
Memikirkan hal-hal di atas berarti berjuang untuk menempatkan prioritas sorgawi dalam kehidupan praktis sehari-hari. Meski cara berpikir dunia akan mempengaruhi tindakan kita, tetapi kita tetap berkonsentrasi pada hal-hal yang abadi dibandingkan dengan hal yang sementara di dunia ini, dan itu memperlihatkan kedewasaan dalam berpikir. Memikirkan tentang hal-hal di atas berarti melihat kehidupan ini dari sudut pandang Allah dan mencari rencana-Nya dalam hidup kita (lihat Kol 3:15 hingga pasal 4 tentang gambaran bagaimana Kristus menguasai hati dan pikiran orang-orang Kristen - band. Flp 4:9). Hal ini juga akan menghasilkan penangkal bagi kecendrungan materialisme, dan kita juga mendapatkan pemahaman yang benar akan materi dan kekayaan ketika kita melihatnya dari sudut pandang sorgawi.
Dalam kitab Filipi dikatakan, “Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya” (Flp 3:20-21). Dengan demikian kita membuat penilaian dan pertimbangan segala aspek kehidupan ini dari sudut pandang sorga. Kita hidup di dunia bukan berarti kita harus membenci dunia dan menjadi terpisah dengannya. Kita hanya memperlakukan dunia di sekitar kita sebagaimana Allah menciptakan dengan maksud tujuan-Nya, maka kita akan hidup secara harmoni di dalamnya. Membenci dunia haruslah dalam pengertian sifat-sifat duniawinya, bukan membenci isi ciptaan-Nya, sebab tugas dan tanggungjawab kita ada juga di dalamnya, yakni sebagai orang-orang yang menerima mandat budaya dari Allah untuk mengelola demi nama kemuliaan-Nya (Kej. 1:28).
Tersembunyi di dalam Kristus pada ayat 3 berarti yang terjadi bukan lagi penonjolan diri. Apa yang kita perbuat dan capai dalam hidup, pekerjaan dan pelayanan, harus kita akui itu adalah kehendak dan pertolongan Allah, sehingga Dia-lah yang ditinggikan, bukan kita. Kita bermegah hanya dalam salib Tuhan (Gal. 6:14; Luk 9:23). Apa yang kita lakukan tersembunyi bagi mata dan pujian manusia, akan tetapi itu semua akan terbuka dan terungkap dalam buku kehidupan. Kita juga jangan terjebak dalam kegiatan-kegiatan yang membawa kita seolah-olah rajin bersekutu, ikut beribadah, membaca firman Tuhan, bahkan melayani, namun kemudian kita merasa tidak bahagia. Pasti ada yang salah dalam hal ini. Jangan sampai dalam melakukan itu kita sebenarnya melupakan hakekat dan tujuan melakukan itu, sehingga kita kecewa dan merasa tidak puas. Jangan sampai ibadah dan pelayanan kita berpusat pada diri sendiri dan bukan pada Kristus. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi atas tujuan dan penyertaan Roh dalam melakukan semua itu, sebelum akhirnya kekecewaan membawa kita kepada dosa. Perlu dilihat dan diperhatikan komunitas kita bergaul, yang sangat menentukan dalam cara berpikir kita, di samping tentu saja kecendrungan bawaan dari bawah sadar yang merupakan hasil pendidikan dan masa kecil.
Saat ini Tuhan Yesus sudah duduk bertakhta di sorga (Mzm 110:1; Ef 1:20). Rumah kediaman orang Kristen adalah tempat dimana Kristus hidup (Yoh 14:2,3). Semangat kita adalah semangat pengabdian dan rasa syukur dan bukan semangat mencari imbal jasa. Upah adalah sesuatu hak yang melekat dan bukan itu tujuannya. Kesempurnaan dalam panggilan dan pilihan Tuhan yang membuat kita sebagai orang yang merdeka adalah supaya kita semakin memberi buah, menjadi serupa dengan gambar Kristus (2 Kor 3:18). Hidup semakin berbuahkan kebenaran (2 Kor. 9:10). Kita perlu memahami itu dan rindu untuk berbakti, melayani Allah dengan segenap hati dan melayani sesama kita. Maka semua itu nanti akan dibukakan dan dinyatakan pada saat Parusia, janji kemuliaan itu akan datang bersama-sama dengan Dia (Yoh 17:24).
Nas minggu ini meminta perubahan cara berpikir yang akan mempengaruhi dan membuat pengakuan: hal yang kita lakukan adalah semua karena pertolongan Tuhan, dan itu membuat kita tidak menonjolkan diri. Diri kita menjadi tersembunyi di dalam Kristus yang sudah hidup di dalam diri kita. Kita tidak perlu kecewa atau kesal meski manusia tidak melihat dan menghargai hal itu. Seperti dikatakan ayat terakhir nas minggu ini, “Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.” Selamat hari Minggu dan selamat beribadah bagi kita semua. Tuhan memberkati, amin.
(Untuk melihat khotbah lainnya untuk hari Minggu ini dan sesuai leksionari: ORANG KAYA YANG BODOH (Luk 12:13-21) silahkan klik web www.kabardaribukit.org).
Pdt. Em. Ramles M Silalahi, Ketua Majelis Pertimbangan Sinode GKSI dan Wakil Ketua Dewan Penasihat Alumni ITB Gaja Toba
Khotbah Minggu 4 Agustus 2019 - Minggu VIII Setelah Pentakosta
Khotbah Minggu 4 Agustus 2019 - Minggu VIII Setelah Pentakosta
ORANG KAYA YANG BODOH
(Khotbah Luk 12:13-21)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Hos 11:1-11 atau Pkh 1:2, 12-14, 2:18-23;
Mzm 107:1-9, 43 atau Mzm 49:1-12; Kol 3:1-11
(http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Pendahuluan
Tuhan Yesus sering sekali menggunakan perumpamaan dalam menjelaskan maksud-Nya. Ia sering tidak langsung menjawab pertanyaan meski tetap konsisten dengan pokok persoalan. Dalam kisah minggu ini, seseorang mengadu kepada-Nya yang mengaku diperlakukan tidak adil tentang pembagian warisan. Yesus tidak langsung membelanya dan juga tidak menghakiminya, melainkan memberikan perumpamaan tentang ketamakan dan sikap orang kaya yang bodoh. Dari bacaan minggu ini kita diberikan pengajaran berharga sebagai berikut.
Pertama: Yesus bukan hakim bagi satu dua orang (ayat 13-14)
Dalam tradisi Yahudi, pembagian warisan sudah ada hukumnya. Anak tertua mendapat dua pertiga dan anak bungsu (dan lainnya) mendapatkan sepertiganya. Secara sekilas memang tampak bahwa pembagian ini bisa dianggap tidak adil sebab tidak merata. Namun budaya Yahudi yang menekankan peran dan kedudukan anak sulung menjadi dasar semua itu. Orang yang mengadu ini tidak mengutarakan alasannya, apakah karena ia tidak mendapatkan warisan sama sekali, atau ia tidak puas terhadap hukum pembagian itu. Ia lantas meminta Tuhan Yesus menjadi hakim bagi mereka.
Yesus menolaknya dengan alasan cukup jelas, yakni Ia tidak bisa menjadi hakim di antara mereka berdua. Sudah ada hukum Yahudi yang tertulis tentang hal itu dan semua orang bisa dengan mudah mengikutinya. Tuhan Yesus tidak melihat ada hal prinsip dan pokok penting dalam hukum itu yang berhubungan dengan pembaharuan jiwa manusia dan keselamatan. Ia lebih mengutamakan hal itu dibandingkan dengan urusan harta duniawi, dan kepentingan itu tidak terkait dengan misi pengutusan-Nya. Ia juga tidak terpikat pada jabatan dan mengambil alih tugas orang lain. Ia tahu bahwa harta (dan uang) akan selalu menjadi masalah dan merupakan alat yang ampuh bagi iblis untuk menjerat manusia ke dalam dosa.
Hukum positip bisa tidak adil karena kepentingan penguasa atau perilaku petugas hukum. Kita bisa jadi tidak puas bahkan bisa putus asa sebab tidak ada tempat untuk mengadu dalam mencari keadilan. Kadang kala kita menjadi emosi dan ingin menjadi hakim sendiri. Tetapi Alkitab mengajarkan agar kita terhindar dari hal ini. Firman Tuhan menekankan bahwa ketidakadilan yang kita terima di dunia ini biarlah Tuhan yang menjadi hakim dan memberikan pembalasan atas hal itu (Rm 12:19). Keinginan atau pendapat bahwa kita adalah pihak yang benar mungkin perlu dipikirkan berulang-ulang, sebab kita bisa juga tidak seluruhnya benar. Akan tetapi Allah adalah yang Maha Adil dan Bijak. Penghakiman dan penghukuman biarlah menjadi milik-Nya.
Kedua: waspadalah terhadap ketamakan (ayat 15-18)
Poin yang disampaikan oleh Tuhan Yesus adalah ketamakan. Ia memberi perumpamaan orang kaya yang memiliki tanah yang luas dan hasil panen yang berlimpah. Saking banyaknya hasil panen, lumbung-lumbungnya menjadi tidak muat menampung, sehingga ia berpikir untuk membangun lumbung yang lebih besar lagi. Padahal, sebagaimana kita ketahui, sistim lumbung pada saat itu adalah tempat penyimpanan untuk setahun, jadi tidak perlu membangun tambahan, sebab tahun berikutnya panen yang baru akan datang. Tetapi orang ini tamak serakah, hasil panennya yang melimpah itu ingin ia sendiri menikmatinya, tidak terpikir untuk berbagi dengan mereka yang kurang beruntung atau kurang mampu. Inilah yang tampak dan lazim bahwa harta benda dan kekayaan mudah menjadi batu sandungan untuk mengikut Tuhan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tamak diartikan “selalu ingin beroleh banyak untuk diri sendiri.” Arti kata sejenis yakni loba; serakah; rakus. Ketamakan berarti keinginan untuk selalu memperoleh (harta dsb) sebanyak-banyaknya bagi diri sendiri. Dengan demikian ketamakan mengandung dua wajah. Wajah pertama adalah berusaha mendapatkan berlebih yang bukan haknya dan bila perlu berlaku curang. Orang seperti ini bisa menghalalkan segala cara demi untuk mendapatkan keinginannya, meski itu merugikan pihak lain. Wajah kedua adalah keinginan memiliki sesuatu yang sebenarnya tidak dia perlukan. Contoh yang terjadi sering kita mendengar banyak orang kaya memiliki banyak rumah, mobil atau motor gede di garasinya. Namun, orang miskin juga dapat bersifat tamak ketika ada kesempatan, ia mempergunakan dengan salah.
Menjadi kaya itu bukan dosa. Berusaha mendapatkan penghasilan yang besar itu bukan sesuatu yang dilarang dalam Alkitab. Allah melalui mandat budaya (Kej 1:28-29) menginstruksikan manusia ciptaan-Nya untuk mengolah alam bumi kita ini untuk kepentingan kesejahteraan manusia itu sendiri. Manusia diberi akal pikiran dan hikmat untuk dipergunakan dalam mengelola alam dan kehidupan sehingga menghasilkan yang lebih baik dan lebih banyak. Kita harus berupaya dengan keras dan cerdas untuk meningkatkan hasil usaha dan apabila dari hasil usaha itu kita mendapatkan berkat, maka wajar menerima dan mensyukurinya. Tetapi berkat adalah konsep berbagi. Diberkati untuk memberkati adalah ajaran kristiani sejak Abraham menerima itu pertama kali dari Allah. Maka, ketamakan, mementingkan diri sendiri, tidak mendapat tempat dalam kehidupan sorgawi. Oleh karena itu Tuhan Yesus mengingatkan, agar kita berjaga-jaga, mengawasi hati agar bersih dan tidak menjadi rakus, loba, tamak atau serakah.
Ketiga: mengandalkan pada harta (ayat 19-20)
Kaya materi itu merupakan berkat, sepanjang diperoleh dengan cara yang berkenan kepada Tuhan dan tidak melanggar hukum yang berlaku. Berusaha menjadi kaya dan mendapatkan penghasilan yang besar dengan cara melanggar hukum atau kesepakatan dengan mitra usaha, menipu, korupsi, KKN, maka itu jelas melanggar firman Tuhan. Banyak contoh orang kaya dan diberkati dalam Alkitab, mulai dari Abraham, Yusuf, Daud dan Salomo, termasuk dalam perjanjian baru yang mereka menggunakan kekayaannya untuk kemuliaan Tuhan. Alkitab juga mengatakan Allah membenci mereka yang malas.
Akan tetapi pikiran bahwa menjadi kaya dan pintar secara otomatis diartikan sebagai orang yang “diberkati”, dan menjadi miskin dan bodoh adalah mereka yang tidak diberkati, harus dijauhkan dari pikiran kita. Memang ada penafsiran dalam perjanjian lama pengertian itu muncul (lih. Ams 10:15; Luk 16:14), tetapi Tuhan Yesus jelas-jelas menolaknya (band. Luk 16:13 dan 18:24-25). Perjanjian Baru dengan jelas mengingatkan agar kita tidak membuat harta benda dan kekayaan sebagai berhala. Alkitab mengatakan bahwa di mana harta kita berada, maka ada kecendrungan hati kita juga ada disana (Mat 6:21; Luk 12:34). Kekayaan tidak mampu memperpanjang umur manusia, meski dengan kekayaan dapat menolong untuk berobat. Umur manusia ada di tangan Tuhan, dan oleh karena itu dalam ayat 15 dikatakan, hidup (manusia) tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.
Kekayaan mungkin dapat menolong untuk menjadikan manusia lebih berbahagia. Iklan produk di media begitu gencarnya sehingga kita merasa barang itu dibutuhkan, membuat kita lebih senang, bahagia dan lainnya, tetapi itu hanya kebahagiaan sekejap dan semu. Kekayaan memang hanya salah satu “alat” saja, meski kalau tidak hati-hati dapat menjadi sumber bencana. Banyak rumah tangga berantakan karena penghasilan yang besar semakin mendorong untuk individualis dan mengabaikan kesetiaan dalam rumah tangga. Sebagaimana dikatakan pada ayat 19, kita tidak bisa mengatakan kepada jiwa kita: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Ini jelas hal yang palsu. Mereka yang menyandarkan kekayaan sebagai sumber kebahagiaan dan jaminan hidup kekal adalah manusia yang bodoh (ayat 20). Marilah kita berkonsentrasi pada hubungan dengan Allah yang baik dan akrab. Good life nothing related with money.
Keempat: kaya di hadapan Allah (ayat 21)
Manusia dianjurkan untuk menabung. Tetapi kita harus bertanya, mengapa kita perlu menyimpan uang, untuk apa? Mempersiapkan untuk anak, pensiun dan masa tua adalah perbuatan baik dan bijak. Tetapi kalau kita menabung atau menyimpan untuk menghilangkan kekuatiran dan menjadikan kekayaan itu sebagai jaminan hidup, maka itu menjadi salah. Simpanan kekayaan di dunia ini jelas tidak cukup. Perlu ditanyakan, bagaimana dengan persiapan kita untuk kehidupan setelah kematian? Perjalanan hidup manusia di dunia belum tanda titik, tetapi masih tanda koma, masih berlanjut hingga nanti ada pertanggungjawaban dan penghakiman.
Sikap hidup yang lebih mengandalkan harta daripada percaya kepada Tuhan sangat berbahaya. Kita harus lebih percaya pada pemeliharaan Allah di dalam Tuhan Yesus. Inilah hakekat iman. Orientasi hidup yang mengandalkan Tuhan haruslah berusaha mencari Kerajaan Allah terlebih dahulu, bukan keamanan duniawi. Tuhan Yesus bahkan menantang secara radikal seorang pemimpin kaya untuk memperoleh hidup yang kekal, yakni dengan menjual seluruh hartanya dan mengikut Dia (Mat 19:16-26; Mrk 10:17-27; Luk 18:22), serta mengatakan betapa susahnya orang kaya masuk sorga. Akan tetapi Alkitab justru menekankan berita sukacita bagi mereka miskin yang dihadapan Allah yang akan empunya Kerajaan Sorga (Mat 5:3).
Oleh karena itu, ketika kita berdoa dalam meminta atau membawa sesuatu persoalan kita kepada-Nya, maka Tuhan akan terlebih dahulu menanyakan sikap kita terhadap permohonan atau persoalan itu sendiri. Doa kita mungkin tidak dijawab secara langsung, akan tetapi petunjuk Tuhan bisa efektip dalam menolong kita menemukan jawaban atas persoalan yang ada. Kekayaan sejati bagi orang Kristen adalah dalam iman, pelayanan dan ketaatan, dan itulah adalah kunci menjadi kaya di hadapan Tuhan. Orang yang benar-benar kaya adalah mereka yang sudah membebaskan diri dari segala ketakutan dan soal duniawi, serta menyerahkan hidupnya sepenuhnya pada pemeliharaan Allah. Yesus menantang kita untuk perbuatan lebih banyak bagi kerajaan-Nya dan kita menjadi orang kaya di hadapan Allah.
Kesimpulan
Dalam minggu ini kita diajarkan tentang orang kaya yang bodoh dengan memperlihatkan ketamakannya. Kita diminta agar waspada berjaga-jaga dan tidak berlaku egois dengan menempatkan Tuhan Yesus bagi kepentingan diri sendiri. Ketamakan, loba, keserakahan dan kerasukan tidak mendapat tempat dalam kerajaan Allah. Mereka yang mengandalkan diri pada harta benda duniawi tidak menyadari bahwa semua itu adalah pepesan kosong dan semu. Justru Allah menghendaki bagaimana setiap orang percaya menjadi kaya di hadapan Allah dengan cara selalu bersikap “miskin” dan memberi lebih banyak bagi perluasan kasih dan kerajaan-Nya.
Tuhan Yesus memberkati.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 1 Desember 2024 - Minggu Adven IKhotbah Minggu 1 Desember 2024 – Minggu Adven I KERAJAAN...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 1 Desember 2024 - Minggu Adven IKhotbah (2) Minggu 1 Desember 2024 – Minggu Adven IRead More...
BERTAMBAH... -
Kabar dari Bukit, Minggu 24 November 2024Kabar dari Bukit ADA, SUDAH ADA DAN AKAN DATANG (Why. 1:4-8) ”Berbahagialah...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 12 guests and no members online