Friday, November 22, 2024

KABAR DARI BUKIT (Edisi 7 Juli 2019)

KABAR DARI BUKIT (Edisi 7 Juli 2019)

 

Tabur Tuai

 

Firman Tuhan hari Minggu ini Gal 6:[1-6] 7-16 berbicara tentang hukum tabur tuai dan kewajiban membantu mereka yang berkekurangan. "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu. Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus" (ayat 1b-2). Saling menanggung dalam nas ini tidak terbatas pada kebutuhan hidup, tetapi juga dalam berbagai kesulitan lainnya. Ada yang miskin dan ada yang lemah secara rohani, belum kuat dan teguh dalam kepribadian. Maka kita yang lebih mampu dan lebih kuat, baik secara ekonomi atau keteguhan roh, perlu menolong dan mendukungnya. Mereka yang terjatuh dalam dosa, perlu dituntun keluar dari kubangan itu (Yoh. 13:34).

Ini pentingnya ada para pengajar, penunjuk jalan atau hamba-hamba Tuhan. Berangkat dari hukum dan tradisi Israel, adanya suku Lewi dan para imam, mereka menjadi tanggungan jemaat (ayat 6). Tentu tujuannya agar mereka dapat lebih fokus dalam pelayanan. Memang Rasul Paulus juga memberi arahan dan contoh, agar para pengajar ini tidak terlalu tergantung pada pemberian orang, berupaya hidup mandiri. Paulus memberi teladan dengan ia membuat dan menjual tenda, bahkan dengan itu bisa mendukung teman sepelayanannya (Kis 20:34-35).

Nas minggu ini menekankan agar pengikut Kristus tidak menekankan hal-hal fisik, lahiriah, legalisme semu, seperti bersunat, berpantang makan minum, memakai assesoris khusus, menonjolkan diri agar mendapat pujian orang. Rasul Paulus mengatakan itu nonsens, sia-sia (ayat 12, 15). Untuk itu semua orang perlu menguji dirinya sendiri dan bertanggung jawab atas tindakannya; merenung dan berefleksi. Kerendahan hati akan membawa orang pada Kristus; Kesombongan dan mencari pujian akan menghambat pelayanan (ayat 3-5). Tujuan utama, kita menjadi manusia baru dan terus bertumbuh menyenangkan hati Kristus (ayat 15).

Firman minggu ini mengajak kita untuk terus menabur kebaikan. "Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu" (ayat 7b-8). Setiap kesempatan, detik, menit, kita bisa menjadi berkat bagi sesama. Mulai dari ramah menyapa, senyum, memberi kehangatan dan sukacita bagi orang lain, itu menjadi berkat. Mereka yang menanam padi akan panen padi, mereka yang menanam semak, tentu semak yang akan tumbuh. Hukum tabur tuai adalah keniscayaan. Hukum alam dan hukum Kristus selalu hidup.

Firman Tuhan berkata: "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima" Terutama ini membantu orang-orang yang lemah (Kis. 20:35). Mereka yang ditebus harus merasakan hadirnya kerajaan sorga saat ini, bukan hanya nanti kegenapan semua. Untuk itu kebahagiaan memberi itu dapat dirasakan karena dasarnya kasih Tuhan Yesus. Oleh karenanya, ayat penutup nas ini, dikuatkan dalam doa Rasul Paulus (ayat 16): "Dan semua orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah." Damai sejahtera dan rahmat. Itulah segalanya. Haleluya. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati, amin.

(Untuk melihat khotbah lainnya hari Minggu ini dan sesuai leksionari, TUAIAN BANYAK PEKERJA SEDIKIT (Luk 10:1-11, 16-20) silahkan klik web www.kabardaribukit.org).

 

Khotbah Minggu 7 Juli 2019 - Minggu IV Setelah Pentakosta

Khotbah Minggu 7 Juli 2019 - Minggu IV Setelah Pentakosta

 

TUAIAN BANYAK PEKERJA SEDIKIT

(Luk 10:1-11, 16-20)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: 2 Raj 5:1-14;   Mzm 66:1-9; Gal 6:(1-6), 7-16

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

 

Pendahuluan

Dalam nats minggu ini Tuhan Yesus mempersiapkan para murid-Nya untuk melakukan misi pekabaran Injil ke berbagai sasaran. Kalau sebelumnya yang diutus hanya 12 murid dan khusus kepada suku bangsa Israel saja, maka pada kesempatan ini Tuhan Yesus mengutus lebih banyak lagi yakni 70 murid dan tidak hanya kepada suku-suku bangsa Israel, tetapi juga kepada bangsa-bangsa lain sehingga semakin banyak yang percaya dan mengikut Dia. Yesus tidak hanya mempersiapkan mereka dalam hal fisik dan rohani, melainkan juga memberi kuasa agar misi tersebut lebih berhasil. Dari bacaan yang cukup panjang minggu ini, kita menarik beberapa pelajaran hidup sebagai berikut.

 

Pertama: tuaian banyak pekerja sedikit (ayat 1-2)

Umat Yahudi yang terdiri dari 12 suku pada saat itu diam di berbagai wilayah yang cukup luas dan terdapat juga suku-suku lainnya yang terbaur. Oleh karena itu pengutusan 12 murid dirasakan tidak cukup untuk mengabarkan ke semua penduduk yang ada, sehingga Yesus menambah jumlahnya. Pengutusan juga dilakukan tidak sendiri-sendiri melainkan berdua-dua, dengan maksud agar mereka dapat saling mendukung dan menguatkan baik dalam iman, hikmat maupun menghadapi persoalan praktis (band. Pkh 4:9-12; Mat 18:16; Mrk 6:7; Luk 7:9; Kis 9:38). Tuhan Yesus memberi contoh bahwa pemberitaan Injil itu harus mengutus semakin banyak orang di luar kelompok kita, dan penyebarluasan Injil tidak cukup hanya perbuatan baik oleh orang percaya maupun gereja. Hal ini yang harus menjadi perhatian kita saat ini.

Terlebih, permasalahan yang ada di sekitar kita semakin nyata dan berat saat ini. Kita umat Kristen adalah kaum minoritas di tengah-tengah keberadaan agama lain yang mayoritas. Lingkungan kecil di tempat kerja, organisasi, atau kumpulan informal, atau tempat tinggal di lingkup RT, RW, kelurahan hingga provinsi menantang kita harus menganggap semua itu sebagai ladang tuaian. Mungkin sebagian kelompok atau wilayah itu memang masih memerlukan persiapan membajak dan menabur benih, tetapi sebagian lagi pasti sudah ada yang menguning dan siap untuk dipanen. Kita tidak dapat menunggu atau menyalahkan pihak lain jika tidak ada lembaga penginjilan atau gereja yang melakukan misi itu, apalagi secara khusus dan terorganisir, karena banyak hal penyebabnya. Maka inisiatif itu haruslah ada pada diri kita untuk menerima panggilan memberitakan Kristus dan kasih-Nya kepada sesama tadi, dimanapun kita berada. Oleh karena itu, Tuhan Yesus mengatakan, tuaian banyak tetapi pekerja sedikit.

Seandainya kita merasa tidak terpanggil untuk melakukannya secara langsung dengan berbagai alasan dan pertimbangan, maka kita dapat melakukannya secara tidak langsung, yakni dengan memberikan dukungan kepada pihak yang melakukan penginjilan, meski perbuatan baik dan tindakan yang mengherankan umat lain juga harus kita lakukan bagi semua orang. Tantangan kita adalah bagaimana menghadirkan Kristus dan kasih-Nya ke tengah-tengah mereka. Setiap orang Kristen tidak hanya berani menyatakan iman kepada gereja dan sesama orang percaya, melainkan juga harus berani menyebut dirinya sebagai Penginjil meski dalam bentuk dan penampilan yang beragam. Perintisan rohani untuk menghadirkan Kristus dapat dilakukan melalui perbuatan konkrit, obrolan pertemanan hingga percakapan khusus bagaikan konseling. Yang utama adalah kesediaan menyatakan diri di hadapan Allah bahwa kita adalah utusan-Nya, dan bersedia mempersiapkan diri sebagaimana layaknya maju dalam pertempuran rohani. Kita adalah pekerjanya, dan kita adalah penuainya. Hanya mereka yang bersikap demikian merupakan bukti  pengikut sejati Yesus dan yang berkenan kepada Allah.

 

Kedua: diutus ke tengah serigala (ayat 3-4)

Tuhan Yesus mengibaratkan pengutusan para murid bagaikan mengutus ke tengah serigala. Alasannya saat itu cukup sederhana, yakni sikap penerimaan umat Yahudi dan juga suku lainnya pada Yesus dan murid-Nya tidak semuanya bersahabat, bahkan ada yang secara terbuka memusuhi mereka. Sikap permusuhan ini kadang kala dibumbui ancaman kekerasan bagi fisik dan jiwa mereka, sebagaimana serigala yang siap menerkam mangsanya.

Hal kedua adalah masih banyaknya perampokan yang sekaligus mengancam jiwa para murid. Hal inilah yang ditekankan oleh Tuhan Yesus ketika Ia mengatakan agar para murid tidak membawa bekal apapun juga, sebab hal itu dapat mengundang perhatian untuk dirampok. Keberanian berangkat tanpa bekal juga untuk menguji iman dan kesiapan berkorban bahkan menderita apabila kondisi buruk datang yakni tidak mendapatkan makanan dan minuman. Ini sekaligus menguji kemampuan para murid dalam melakukan pendekatan terhadap umat yang dikunjunginya. Hal ini juga akan menjadikan mereka orang yang rendah hati dan secara otomatis membuat mereka lebih mudah diterima orang lain. Kegagalan dalam pendekatan untuk diterima sebagai utusan Tuhan, secara otomatis akan menggagalkan menyampaikan pesan keselamatan yang akan ditawarkan kepada yang mereka kunjungi. Memang menghadapi orang yang tidak bersahabat, kita harus dengan kasih, kelembutan, dan komitmen yang tulus dan kuat.

Saat ini demikian juga yang kita hadapi di negara kita tercinta ini. Ketika kita ingin melakukan pekabaran Injil ke beberapa wilayah, sikap beberapa wilayah sangat tidak bersahabat bahkan kadang ingin berbuat kekerasan. Mereka seolah menjadi masyarakat yang tertutup, meski di lain sisi mereka juga melakukan hal yang sama ke wilayah yang banyak umat Kristennya, dan kita tidak pernah menghalanginya. Pandangan doktrin teologi kita memang harus bersikap seperti itu, tidak memperbolehkan sikap tertutup apalagi mengancam dengan kekerasan. Tetapi kita tidak perlu kecil hati untuk itu atau membuat hati kita ciut. Kita justru harus bangga dan bersyukur pada Tuhan Yesus karena diberi pemikiran dan sikap seperti itu. Motivasi kita harus sama dengan motivasi pengikut Kristus di awal abad pertama hingga abad keempat pada masa zaman kekaisaran Romawi, ketika umat Kristen masih harus bersaksi sembunyi-sembunyi dan seringkali dihukum berat. Namun, Allah sumber segala hikmat dan kuasa memberi kesempatan umat Kristen menjadi pemenang, tatkala Kaisar Konstantinus Agung sepenuhnya melegalisir Kekristenan menjadi agama negara. Puji Tuhan, kita memang harus menjadi pemenang karena Tuhan kita Yesus adalah dahsyat. Itulah yang kita yakini dan sikapi saat ini sehingga kita tetap harus bersemangat dan bertindak.

 

Ketiga: memberi salam dan sikap sukacita (ayat 5-11,16)

Tuhan Yesus memberi nasihat kepada para murid agar mereka jangan memberi salam kepada (sembarang) orang dalam perjalanan. Memang dalam budaya Timur Tengah waktu itu, memberi salam seolah ingin mengundang pembicaraan, padahal itu mungkin tidak perlu dan bahkan dapat menghabiskan waktu. Hal ini juga dilatarbelakangi agar terhindar dari timbulnya kesalahpahaman, sekaligus memperlihatkan agar mereka bersikap hati-hati. Dalam nats ini yang ditekankan sasaran mereka dalam pemberitaan kerajaan Allah adalah penghuni rumah-rumah dan bukan orang di jalanan. Dari penghuni rumah-rumah kemudian mereka beranjak ke kota-kota sebagai sasarannya. Inilah fokus tujuan utama mereka.

Namun, untuk sasaran yang dituju yakni ke rumah-rumah, sebagaimana dikatakan Tuhan Yesus, mereka harus memberi salam damai sejahtera (syalom). Pembuka pembicaraan dengan salam damai tentu lebih menyenangkan bagi tuan rumah, karena hal itu merupakan doa berkat bagi mereka. Kita diminta selalu bersikap bersahabat dan menjadi berkat, agar memudahkan dalam pembicaraan yang akrab dan kekeluargaan. Hal itu harus tampak dari sikap tubuh dan intonasi bahasa yang dipakai, serta dari wajah kita yang mesti mudah tersenyum. Tetapi kita juga harus terhindar dari pembicaraan yang  berpanjang-panjang, basa-basi yang tidak relevan. Demikian juga dalam memasuki kota-kota, sikap yang sama harus diperlihatkan. Sikap orang Kristen haruslah selalu dalam sukacita menerima apapun respon mereka.

Mengingat sikap orang yang mungkin timbul bisa saja tidak bersahabat atau bermusuhan, dalam kitab Matius 10 dinyatakan agar dalam penginjilan kita cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati, serta harus waspada terhadap semua orang (Mat 10:16-17). Kita jangan seperti pengemis yang berpindah dari satu rumah ke rumah orang lain, dan mampu melihat yang terbaik rumah atau kota mana yang layak menerima dengan sukacita. Kalau kita diterima oleh sebuah rumah, maka sebaiknya menetap di rumah itu dan jangan berpindah-pindah rumah yang dapat menimbulkan tanda tanya dan kecurigaan bagi orang lain. Kita harus bersikap sama baik diterima atau ditolak, dan itu adalah hal yang lumrah. Hasil penginjilan adalah pekerjaan Allah, yang utama adalah kita setia menyampaikan keselamatan yang sudah kita terima dan ingin membagikannya dengan orang lain, meski ada baiknya kita juga mengingatkan akan konsekuensi murka Allah apabila mereka menolaknya.

 

Keempat: iblis harus ditaklukkan (ayat 17-19)

Tuhan Yesus berkata Ia melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit. Yesus mungkin sudah melihat lebih awal kemenangan-Nya di kayu salib (band. Yoh. 12:31-32). Tetapi Ia juga sudah membayangkan bahwa apabila para murid bekerja dengan keras dan setia, maka kekalahan setan akan tampak, sebab prinsipnya Yesus memperlengkapi kuasa untuk melawannya. Memang melawan iblis dalam pekerjaan penginjilan adalah tugas yang paling berat. Iblis dapat bekerja melalui diri kita secara langsung dengan melemahkan pikiran kita, tetapi iblis dapat juga bekerja melalui pihak lain yang merupakan sasaran kita.

Meski iblis itu memiliki kuasa, dan kita memiliki kelemahan dan kekurangan, hal itu tidak membuat kita ciut. Pegangan dasar kita dalam melakukan penginjilan bukan didasarkan pada kemampuan kita yang terbatas, melainkan pada kuasa yang dahsyat dari Tuhan Yesus yang tidak terbatas, itulah yang menjadi pegangan kita. Sebagaimana disebutkan dalam nats ini, kuasa itu diberikan kepada mereka dan kita yang bersedia memberitakan injil agar kita dimampukan melawan dan mengalahkan iblis (band. Mrk 16:17-18). Bahkan dalam ayat 2 nats ini juga semua orang percaya diminta, apapun pekerjaan atau profesinya, untuk terus menerus mendoakan para penuai ini, yang secara otomatis memberi kekuatan tambahan bagi mereka.

 

Kuasa iblis yang digambarkan berwujud ular dan kalajengking adalah istilah untuk kekuatan yang paling berbahaya dari musuh rohani. Semua itu merupakan kekuatan lawan yang harus diinjak dan ditaklukkan. Salah satu gambaran yang diberikan adalah penyakit yang bersumber dari iblis harus disembuhkan dengan kuasa dari Tuhan Yesus, sehingga tidak lagi membahayakan pelayanan mereka. Kemampuan untuk menyembuhkan penyakit yang bersumber dari iblis, merupakan kesaksian yang ampuh bagi penginjil untuk lebih meyakinkan mereka akan kuasa Tuhan Yesus. Dengan demikian, mereka lebih efektip memberitakan Kerajaan Allah dan sekaligus menyembuhkan orang sakit.

Hal yang lebih penting lainnya adalah, keberhasilan para murid memberikan antusiasme pada mereka. Mereka melaporkan pada Yesus penuh semangat akan takluknya iblis. Akan tetapi Tuhan Yesus memperingatkan para murid bahwa mereka jangan bersukacita karena keberhasilan mengalahkan kuasa iblis, melainkan karena mereka telah terpilih dan nama mereka ada tercatat di sorga. Demikian juga kepada kita semua, keberhasilan pelayanan bukanlah sebagai sumber pokok sukacita kita, melainkan harus lebih kepada rasa syukur kita telah dibebaskan dari dosa dan nama kita ada terdaftar di sorga (band. Ibr 12:23; Why 22:19). Kehormatan ini jelas melebihi dari segala hasil yang dicapai dan kita tidak tertipu oleh kebanggaan duniawi yang bersifat sementara.

 

Kesimpulan

Dalam minggu ini kita diingatkan kembali tentang pentingnya penginjilan, khususnya pengiriman tenaga-tenaga penginjil ke luar kelompok kita. Penginjilan melalui perbuatan baik memang diperlukan, akan tetapi pekabaran Injil melalui pengutusan merupakan keharusan. Tuaian begitu banyak dan pekerja sedikit. Dalam menuai itu memang kadang kala kita dihadapkan pada serigala, namun Tuhan Yesus melengkapi kita dengan kuasa untuk menaklukkannya. Sikap rendah hati dengan memberi salam serta sukacita haruslah menjadi ciri khas umat percaya, dan sukacita kita yang terbesar adalah kita sudah diselamatkan dan nama kita tercatat di dalam buku kehidupan.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 965 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7459729
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
44487
58357
212495
7204198
494591
1386923
7459729

IP Anda: 162.158.162.70
2024-11-22 15:52

Login Form