Thursday, November 21, 2024

2024

Khotbah (2) Minggu 29 September 2024 - Minggu XIX Setelah Pentakosta

Khotbah (2) Minggu 29 September 2024 - Minggu XIX Setelah Pentakosta

 

 BERLOMBA MEMBERI (Mrk. 9:38-50)

 

 "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya" (Mrk. 9:41).

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ini Mrk. 9:38-50 menjelaskan beberapa hal penting. Pertama, persaingan murid tidak berhenti pada pertanyaan: siapa yang terbesar diantara mereka? Ternyata soal otoritas pun ingin diklaim yang paling berhak, merekalah merasa yang disebut murid. Yohanes meminta konfirmasi untuk mencegah seorang yang bukan pengikut Yesus mengusir setan demi nama-Nya, tetapi Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita” (ayat 39-40). Ini membuka mata kita, kuasa doa dan mukjizat tidak monopoli pelayanan para hamba Tuhan. Iman yang sebesar biji sesawi, siapa pun yang memiliki dan menggunakannya dengan rendah hati, iman itu dapat memindahkan gunung (Mat. 17:20).

 

 

 

Pesan kedua, hendaklah kita tidak menyesatkan orang lain dengan pemahaman yang tidak benar. Merasa pintar itu tidak baik, tapi pintarlah merasa. Tetap rendah hati, tidak perlu merendahkan pihak lain. Berpikir sempit dan tinggi hati itu tidak baik; kebenaran bisa bersudut banyak. Pelayanan itu multi dimensi. Berbuat kebaikan itu milik semua orang. Yang utama ada niat untuk ikut dalam memperluas kerajaan Allah.

 

 

 

Pesan ketiga, Tuhan Yesus menegaskan tidak ada toleransi pada dosa. Dalam bahasa yang lugas, Yesus berkata, jika sumber penyebab dosa itu adalah mata, tangan dan kaki, maka cungkillah mata itu, atau potonglah tangan dan kaki itu. Lebih baik dengan tubuh yang tidak lengkap tetapi masuk sorga, daripada utuh tapi masuk neraka (band. Mat. 18:6-11). Mungkin sedikit hiperbolis, tetapi itu memperlihatkan seriusnya dosa di hadapan Tuhan.

 

 

 

Poin terakhir nas minggu ini, agar kita orang percaya tetap menjadi garam dunia (ayat 50). Berguna dengan memberi manfaat rasa, garam juga memurnikan dan memelihara mengawetkan yang baik. Memberi dan menjadi berkat bagi sesama. Kecil tidak masalah, tetapi tulus. Memberi minum secangkir air pun, itu tidak akan kehilangan upahnya. Pengorbanan diperlukan. Ujian dan pemurnian dapat terjadi (ayat 49). Bersyukur untuk kesempatan yang diberikan dan pakailah waktu yang ada.

Selamat beribadah dan selamat melayani.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdr. (Em.) Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

Kabar dari Bukit Minggu 22 September 2024

Kabar dari Bukit

 

 HIDUP BIJAK DAN BERBUDI (Yak. 3:13 – 4:3, 7-8a)

 

 ”Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi?" (Yak. 3:13a)

 

Tentunya kita tahu beda kebutuhan dengan keinginan. Kebutuhan sesuatu yang pokok diperlukan, berupa makanan (pangan), pakaian (sandang), rumah (papan), pendidikan, rasa aman dan damai, serta lainnya. Namun ketika kebutuhan dibuat menjadi lebih rumit dengan embel-embel tertentu, demi status, harga diri, gengsi penilaian berlebih orang lain, itu masuk katagori keinginan. Ada batasan wajar dalam ukuran tersebut, dan membuat batasan inilah yang menjadi ciri sejati anak-anak Tuhan.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Yak. 3:13 – 4:3, 7-8a. Judul perikopnya dua, karena lintas pasal: “Hikmat yang dari atas” dan “Hawa nafsu dan persahabatan dengan dunia”, memang masih satu topik. Intinya bagaimana hidup bijak dan berbudi dengan memakai hikmat dari atas menghadapi tantangan dan godaan dalam kehidupan.

 

 

 

Ada tiga hal dalam hidup ini yang tidak disukai Allah: mengikuti keinginan tubuh/daging, keinginan dunia, dan keinginan setan. Dan ada tiga roh juga yang terlibat bekerja dalam situasi tersebut: roh manusia, roh jahat/setan, dan Roh Allah. Nas ini menjelaskan hal tersebut, yang hasil akhir diharapkan adalah agar kita pengikut Kristus hidup bijak dan berbudi.

 

 

 

Pertama yang ditekankan tentang perilaku yang tidak sesuai kehendak Allah, yakni rasa iri, mementingkan diri sendiri, memegahkan diri, dan berdusta melawan kebenaran (ay. 14). Dampak dari semua perilaku ini akan menimbulkan kekacauan dan perbuatan jahat. Dan manusia melakukan hal tersebut karena mengikuti keinginan dunia, nafsu manusia, dan setan-setan (ay. 15).

 

 

 

Pada perikop berikutnya, dijelaskan hawa nafsu manusia terus berjuang sehingga timbul sengketa dan pertengkaran; bahkan bila keinginan tidak terkabul, muncul irihati, lalu bertengkar dan berkelahi, kemudian membunuh. Mungkin kita berdoa, tapi doa yang salah, hanya meminta untuk memuaskan nafsu semata; bukan mencari kehendak Allah.

 

 

 

Semua itu terjadi karena cara hidup yang tidak memakai hikmat dari atas. Hikmat sorgawi mengajar manusia untuk tulus murni, menjadi pendamai, peramah, penurut, tidak memihak dan tidak munafik. Hikmat sorgawi penuh kelemahlembutan, belas kasihan, dan buah-buah baik kebenaran yang ditaburkan dalam damai (ay. 13, 17-18).

 

 

 

Oleh karena itu, keinginan tubuh/daging yang digoda oleh setan dengan roh yang lebih kuat, sebagaimana Hawa dibujuk ular (Kej. 3:1-6), roh manusia yang lemah tidak mungkin dapat melawannya. Manusia memerlukan Roh Allah untuk dapat melawan roh setan agar lari. Kekuatan diri sendiri meski dengan pengetahuan tinggi hikmat dunia, pastilah kalah melawan setan.

 

 

 

Memperoleh hikmat dari Allah, hanya meminta dan mencarinya dalam Alkitab, firman yang hidup (1Raj. 3:9; Ams. 2:6). Takutlah akan Dia (Ams. 1:7). Rasul Yakobus menuliskan, mendekatlah kepada Allah dan Ia akan mendekat kepada kita (4:8). Kedekatan dengan Allah akan membuka mata dan hati, menemukan jalan orang benar (Mzm. 1), dan mau merendahkan diri menjadi yang terbesar di mata Allah (Mrk. 9:27-37).

 

 

 

Ini sebuah proses yang panjang, berulang, terus menerus sepanjang hidup. Syarat mutlaknya, selalu tunduk kepada Allah (ay. 4:7). Bila hati pikiran manusia justru sudah “melekat”, ketagihan, dan karatan terhadap keinginan daging dan dunia tadi, maka diperlukan kemauan untuk taat dan diajar melalui tahapan ujian dan ketekunan yang seringnya disertai penderitaan. Hanya dengan cara itulah manusia dapat menjadi bijak dan berbudi. Namun, tujuan akhirnya, melalui cara hidup kita, nama Tuhan Yesus semakin ditinggikan.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdr. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah (2) Minggu 22 September 2024 - Minggu XVIII Setelah Pentakosta

 Khotbah (2) Minggu 22 September 2024 - Minggu XVIII Setelah Pentakosta

 

 YANG TERBESAR (Mrk. 9:27-37)

 

 "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku" (Mrk. 9:37).

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ini, Mrk. 9:27-37, menuliskan dua bagian yang berkaitan. Pertama, Tuhan Yesus memberitahukan kedua kalinya tentang penderitaan yang akan dialami-Nya: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit" (ayat 31, band. minggu lalu Mrk. 8:31). Nubuatan-Nya terbukti, Ia mati disalibkan di Golgota untuk penebusan dosa-dosa kita. Bagian kedua, para murid mempertengkarkan siapakah yang terbesar di antara mereka dengan karunia berbeda dan pelayanan yang diberikan? (ayat 34).

 

 

 

Pesan pertama dari nas ini yakni menegaskan arti berserah kepada Allah Bapa dan pentingnya pengorbanan dalam pelayanan. Memberi dan melayani yang terbaik bagi Tuhan, itu berarti siap untuk sampai merasakan "derita" sebuah pelayanan. Dalam konteks pemberian, misalnya, kisah janda di Sarfat yang memberi roti dan minyak kepada Elia (1Raj. 17:7-24) serta persembahan seorang janda miskin dua peser yang diberikannya, sangat tepat sebagai teladan. Kedua janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya" (Mrk. 12:44). Jelas yang terbaik diberikan sampai terasa berat, dan itulah yang membuat seseorang besar di hadapan-Nya.

 

 

 

Pesan kedua, agar dalam pelayanan dan kehidupan kita, tidak mencari apalagi mempertahankan posisi, kedudukan dan penghargaan balik yang diterima. Yesus berkata kepada mereka: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya" (ayat 35). Kitab Matius menuliskan lebih rinci dan jelas: ... Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang" (Mat. 20:26-28).

 

 

 

Pesan ketiga nas minggu ini yakni agar kita selalu peduli akan sesama dan mewujudkannya dengan rendah hati. Sambil memeluk seorang anak, Tuhan Yesus berkata: "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku" (ayat 37).

 

 

 

Mari kita sering memberi yang terbaik bahkan hingga terasa berat. Mari kita hindarkan mengutamakan mencari kedudukan, posisi atau penghargaan atas semua pelayanan dan pemberian yang kita lakukan. Mari kita selalu peduli terhadap sesama yang membutuhkan, dengan mewujudkan kasih nyata kepada mereka. 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani bagi hamba-hamba-Nya.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdr. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah Minggu 22 September 2024 - Minggu XVIII Setelah Pentakosta

 

Khotbah Minggu 22 September 2024 - Minggu XVIII Setelah Pentakosta

 

 JALAN ORANG BENAR (Mzm. 1)

 

 “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemoh” (Mzm. 1:1a)

 

 

 

 

Firman Tuhan di hari Minggu ini diambil dari Mzm. 1 yang berisi 6 ayat. Judul perikopnya “Jalan orang benar dan jalan orang fasik”. Mazmur ini dibuka dengan tujuan kehidupan, yaitu berbahagia. Hidup bahagia itu pilihan, mengambil jalan benar atau jalan orang fasik. Sangat jelas dan kontras yang mesti dipilih.

 

 

 

Pilihan muncul dari kebiasaan dan prinsip hidup yang konsisten, serta kedekatan hubungan pribadi kita dengan Tuhan. Tentu, jalan yang benar tidak selalu jalan bahagia, kadang melewati tantangan berbatu. Namun, jika berjalan bersama Tuhan, maka kebahagiaan selalu datang meruak merekah. Oleh karena itu, selalulah pegang prinsip pokok untuk tidak mengambil jalan orang fasik yang penuh kesengsaraan dan ujungnya penghakiman dan kebinasaan (ay. 5-6). Kebahagiaan tidak akan pernah diperoleh dari jalan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.

 

 

 

Mazmur ini mengajarkan untuk dapat berbahagia dan berada di jalan yang benar, perlu menyukai firman Tuhan dan rajin merenungkannya. Hidup memang perlu panduan, penuntun, dan Alkitab sudah sangat lengkap dan sempurna. Rambu-rambunya sungguh jelas. Memang jalannya tidak semua mudah, tetapi tidak perlu dirasakan berat. Belajar dan berlatihlah agar menjadikannya mudah. Ambil sarinya, intinya, seperti tentang kasih: Kasihilah Tuhanmu dan kasihilah sesamamu. Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang lain perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka (Mat. 7:12).

 

 

 

Jadi, sederhananya janganlah hidup dibuat rumit, apalagi merasa berat untuk melakukan firman-Nya. Mulailah dengan selalu berusaha berbuat kebaikan dan tidak berbuat hal yang orang fasik lakukan. Berusaha terus berjalan dalam kebenaran firman Tuhan, menjalankan prinsip mengasihi, dan tidak sesekali ingin menyakiti hati orang lain. Dengan begitu kita akan terus tegak berdiri, tidak tergoyahkan. “Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil” (ayat 3). Haleluya.

 

 

 

Orang yang tidak kita sukai pasti ada; orang yang tidak suka pada kita juga pasti ada. Tetapi tidak perlu menjadikan mereka musuh, apalagi menghukumnya. Ciri orang fasik mudah dikenali, yakni tidak bisa diberi nasihat, maunya mementingkan diri sendiri, suka mencemoh, sombong, penuh dengki dan amarah, tamak, tidak menjadi teladan, dan berjalan tanpa aturan yang berkenan kepada Tuhan. Maka, hindarilah bergaul dengan mereka. Jauhi. "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik" (1Kor. 15:33). Anggap saja sudah tidak ada urusan. Toh orang seperti itu tidak akan bertahan, karena mereka itu kosong, hampa, seperti sekam yang ditiupkan angin (ayat 4-5).

 

 

 

Hidup orang yang mengandalkan Tuhan dan berlandaskan firman-Nya akan selalu disayangi-Nya. Tuhan mengenal anak-anak-Nya yang rindu untuk dituntun dan ingin berbuah menjadi berkat (ayat 6a). Berkat tidak harus berupa materi, bisa dengan banyak senyum sukacita dan selalu rendah hati. Jika pun suatu saat tersandung, berdosa, pintu pengampunan terus terbuka bagi anak-anak-Nya. Tidak dibiarkannya kita binasa seperti orang fasik.

 

 

 

Maka melalui nas minggu ini, mari kita tegaskan pilihan: aku mau hidup di jalan orang benar. Aku mau memegang prinsip, hidup mesti dibuat berbahagia berjalan bersama Tuhan dan terus berbuah.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani bagi hamba-hamba-Nya.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdr. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Kabar dari Bukit Minggu 15 September 2024

Kabar dari Bukit

 

 

MENYELARASKAN MULUT DAN HATI (Yak. 3:1-12)

 

 "Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama?” (Yak. 3:8)

 

 

 

Pendeta dan penulis Inggris terkenal Thomas Watson mengingatkan bahwa Tuhan memberi kita dua telinga, satu lidah, menunjukkan agar kita lebih cepat mendengar, tetapi lambat berbicara (bdk. Yak. 1:19). Tuhan juga telah memasang dua pagar di depan lidah - gigi dan bibir, untuk mengajar kita berhati-hati agar tidak menyakiti perasaan orang lain dengan perkataan kita.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Yak. 3:1-12. Judul perikopnya: Dosa karena lidah. “Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidahpun adalah api; .... yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka” (ay. 5-6).

 

 

 

Sebelumnya, pemazmur telah mengingatkan, “Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu” (Mzm. 34:14). Rasul Petrus mengembangkannya, "Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu” (1Pet. 3:10). Pengulangan menjaga lidah dan bibir tanda pentingnya perintah ini.

 

 

 

Kita tidak perlu pesimis jika pada ayat 8 dituliskan, “Tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan.” Ini hanya mengingatkan bahwa lidah sulit dikendalikan. Kitab Matius menjelaskan, yang diucapkan mulut meluap dari hati dan itulah yang menajiskan orang (Mat. 12:34

 

15:18). Artinya, lidah dan mulut hanyalah saluran, alat, pemeran utamanya adalah hati. Lidah dan mulut adalah pancuran, sumber mata airnya adalah dari hati.

 

 

 

Alkitab mengingatkan, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Ams. 4:23). Oleh karena itu mengendalikan lidah dan bibir kuncinya adalah menjaga hati, agar selalu memancarkan aura positif dalam kehidupan. "Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.... Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat” (Mat. 12:33, 35)

 

 

 

Untuk itu diperlukan perubahan sikap dan cara pandang menyeluruh agar hati menjadi sebagai sumber kehidupan penuh berkat. Pertama, tetaplah dekat dengan Tuhan, melalui doa, pujian atau membaca firman-Nya. Ajaran Kristiani menekankan interaksi penuh Roh Kudus dengan kita. Jangan berpikiran, hidup setiap hari adalah usaha manusia semata. Dekat dengan Tuhan membuat kita penuh kasih.

 

 

 

Kedua, pahami firman Tuhan dan takutlah jika melanggarnya. “Ajaran-Mu kusimpan dalam hatiku, supaya aku jangan berdosa terhadap-Mu” (Mzm. 119:11). Ketiga, penuhi hati dengan sikap bersyukur dan damai sejahtera. Jangan pelihara ketidakpuasan, kepentingan egoistis, pikiran negatif dan prasangka, sebab hati akan mengeluarkan nada yang sumbang. Tetapi juga dijaga, ketika hati sedang euforia, kegembiraan yang berlebihan dan menganggap semua pencapaian adalah kemampuan diri, terlebih didorong pujian dan godaan, maka hati dapat tercemar: muncul nada pongah, menganggap diri hebat. Ini juga yang diingatkan tentang guru yang bisa sesat (ay. 1-2).

 

 

 

Keempat, kenali diri sendiri dan rencana Tuhan untuk kita. Memahami kekurangan dan kelebihan yang kita miliki, sangat menentukan menyesuaikan irama, menyelaraskan hati dan mulut. Kesadaran bahwa kita manusia lemah dan berdosa, yang tidak layak mendapat anugerah-Nya, akan membawa hati yang merendah. Itulah yang paling berkenan kepada-Nya.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 20 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7387418
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
30533
61324
140184
7204198
422280
1386923
7387418

IP Anda: 108.162.227.67
2024-11-21 13:23

Login Form