Thursday, November 21, 2024

2024

Kabar dari Bukit Minggu 6 Oktober 2024

Kabar dari Bukit

 

 NABI, MALAIKAT DAN YESUS (Ibr. 1:1-4, 2:5-12)

 

 ”Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu” (Ibr. 2:11)

 

 

 

Allah menyampaikan pesan-Nya kepada manusia melalui berbagai cara dan media. Pada zaman PL, menurut Alkitab, Allah menyampaikan pesannya melalui mimpi, teofani seperti nyala api di semak duri, urim dan tumim, undi, nabi-nabi, malaikat, dan peristiwa mukjizat.

 

 

 

Para nabi telah menyampaikan pesan Allah sejak zaman nabi Musa, ketika bangsa Israel ke luar dari Mesir di tahun 1445 SM hingga Kitab PL tersusun pada tahun 100 SM dan kemudian dikanonkan menjadi tahun 100 M melalui Sidang sidang Majelis (Akademi) Agama Yahudi. Kemudian pada era PB, Allah langsung berbicara melalui Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus, dan digenapi dengan pengilhaman kepada para rasul yang menuliskannya dan dikanonkan menjadi Kitab PB.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Ibr. 1:1-4, 2:5-12. Perikopnya dari dua pasal, menjelaskan hal tersebut dengan membandingkan Yesus sebagai Pribadi Anak Allah yang lebih tinggi dari para nabi dan malaikat. Allah perlu berbicara langsung mengutus Anak-Nya menjadi manusia turun ke dunia.

 

 

 

John Stott mengutip kitab Yesaya 55 untuk kita mengenal tiga kebenaran tentang wahyu Allah termasuk dalam Pribadi Yesus Kristus, yakni:

 

 

 

1.       Wahyu Ilahi bukan saja masuk akal, tetapi juga mutlak diperlukan. Tanpa penyataan, tidak mungkin kita mengenal Allah;

 

2.      Wahyu Ilahi terjadi lewat kata-kata Allah berbicara melalui kata-kata manusia, dan dengan itu menjelaskan makna perbuatan-perbuatan-Nya;

 

3.      Wahyu Ilahi ditujukan untuk keselamatan. Dia menunjukkan kepada kita, Yesus Kristus sebagai Juruselamat.

 

 

 

Penulis kitab Ibrani menekankan kata “berulang kali dan dalam pelbagai cara” (ay. 1:1), memperlihatkan pesan melalui nabi-nabi dan malaikat tidak cukup lagi untuk mengubah manusia sesuai dengan rencana semula dan kehendak Allah. Allah perlu turun ke dunia sebagai Pribadi yang sempurna, sesuai dengan sifat dan karakter Allah, untuk memperlihatkan bahwa manusia dapat mengubah dirinya dengan Yesus sebagai model dan teladan.

 

 

 

Oleh karena itu, Yesus adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan (ay. 1:3). Yesus telah memperlihatkan kuasa-Nya yang sama dengan Allah melalui berbagai tindakan mukjizat, menaklukkan segala sesuatu kepada-Nya, tidak ada suatupun yang Ia kecualikan, yang tidak takluk kepada-Nya (ay. 2:8).

 

 

 

Allah ingin manusia terus bersekutu dengan-Nya. Allah mengasihi manusia yang berasal dari-Nya dengan menjawab pertanyaan: "Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya, atau anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? (ay. 2:6). Allah adalah kudus dan oleh karena itu Yesus mengalami penderitaan maut bagi semua manusia untuk mengadakan penyucian dosa, memimpin kita kepada keselamatan bagi yang percaya kepada-Nya (ay. 3; 2:10). “Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu” (ay. 2:11).

 

 

 

Namun Yesus pernah menempatkan diri-Nya lebih rendah dari malaikat, menunjukkan bahwa Yesus selain sebagai Allah sejati juga sebagai manusia sejati. Ini sebuah model pengorbanan agar kita dapat menjadi serupa dengan Dia. Dengan pengorbanan-Nya, Yesus ditinggikan dan duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar. Untuk itulah pesan terakhir nas minggu ini, kita diminta bersaksi, "Aku akan memberitakan nama-Mu kepada saudara-saudara-Ku, dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaat" (ay. 12). Sudahkah kita terus berupaya menjadi serupa dengan Dia dan mengambil bagian dari tugas itu?

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah Minggu 6 Oktober 2024 - Minggu XX Setelah Pentakosta

Khotbah Minggu 6 Oktober 2024 - Minggu XX Setelah Pentakosta

 

 UJI DAN BERSERAH (Mzm. 26:1-12)

 

 Berilah keadilan kepadaku, ya TUHAN, sebab aku telah hidup dalam ketulusan; kepada TUHAN aku percaya dengan tidak ragu-ragu (Mzm. 26:1)

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah dari Mzm. 26. Ada dua belas ayat berjudul: “Doa mohon dibenarkan oleh TUHAN”. Ini doa ratapan Daud ketika dikejar-kejar oleh Raja Saul yang bermaksud membunuhnya, karena dianggap saingan sebagai raja. Raja Saul tidak suka kepopuleran Daud, yang dipuja atas kepahlawanannya. Rakyat menyanyikan, “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa” (1Sam. 18:7).

 

 

 

Saul memperlihatkan gambaran dua sifat buruk melalui nas ini. Pertama, iri hati; dan kedua, kecenderungan menyalahkan orang lain dan membenarkan diri sendiri. Buah keduanya bisa lebih jahat, yakni dengan berkata hal buruk dan memfitnah orang lain, bahkan menyakiti. Ini jelas cara berpikir yang salah: Senang membuat orang lain susah, dan susah melihat orang lain senang. Padahal, sering tidak disadari, rasa iri dengki dan benci juga merusak diri sendiri. “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang” (Ams. 14:30).

 

 

 

Ada beberapa penyebab iri hati. Pertama, tidak dapat mengenal dan mengukur diri sendiri. Kedua, melihat secara negatif kelemahan pada dirinya. Padahal, semua orang pasti punya kelemahan. Tetapi Alkitab berkata, melalui kelemahan kita, Tuhan bekerja sempurna (2Kor. 12:9). “Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (2Kor. 12:10b). Ketiga, kurang bersyukur atas pemberian Tuhan dalam hidupnya. Perlu kesadaran, setiap orang diberi talenta dan karunia rohani berbeda, sesuai panggilan yang Tuhan sediakan. Keempat, terlalu mengikuti nafsu keserakahan dan kesombongan, tidak mau kalah. Hal ini pula yang membuat seseorang memiliki kecendrungan menyalahkan orang lain dan membenarkan diri sendiri. Apalagi, adanya medsos dapat memicu persaingan sebagai sumber iri hati.

 

 

 

Minggu lalu, renungan kita tentang Tuhan adalah pertolonganku (Mzm. 124). Kini kita diajak untuk menyadari, Tuhan adalah tempat mengadu, menyampaikan segala keluh-kesah kita. Tetapi ada dua hal yang perlu kita pelajari dari mazmur ratapan Daud ini. Pertama, jangan cepat-cepat bertindak sendiri menghakimi; ujilah diri dan keluh kesah kita. Apakah kita dalam posisi benar, dan dalam “kuasa Roh Tuhan”. Daud berkata, “Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku” (ayat 2).

 

 

 

Ketika menyampaikan keluhan, perlu kita teladani Daud, berefleksi atas hidupnya. “Sebab mataku tertuju pada kasih setia-Mu, dan aku hidup dalam kebenaran-Mu. Aku tidak duduk dengan penipu, dan dengan orang munafik aku tidak bergaul; .... Aku... memperdengarkan nyanyian syukur dengan nyaring, dan menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib. TUHAN, aku cinta pada rumah kediaman-Mu” (ayat 3-8). Daud merasa begitu hormat dan dekat dengan Tuhan-nya, selalu rindu untuk bersama dengan Dia.

 

 

 

Pembelajaran kedua, jika merasa ada ketidakadilan atau dijahati, janganlah berniat membalas menyakiti orang tersebut. Lihatlah Daud: Ia difitnah, dibenci, dikejar-kejar, walaupun merasa tidak ada kesalahan. Ia melakukan semua untuk kebesaran Raja Saul dan kemuliaan Tuhan. Jika rakyat menyukainya, itu bukanlah salahnya. Namun, meski Daud memiliki kesempatan untuk membunuh Saul, dilewatkannya, sebab Tuhan adalah hakim yang memiliki hak tersebut (1Sam. 24:1-13).

 

 

 

Kini, marilah, apapun yang menjadi persoalan kita, jangan ragu untuk mengadukannya kepada Tuhan kita. Ia baik. Ia Mahapendengar. Ia tahu kesulitan kita. Jangan cepat putus asa, ketika keluhan yang kita sampaikan seolah-olah tidak direspon sesuai keinganan kita. Sabar dan bertekunlah dalam iman dan doa. Kadang Tuhan memakai pergumulan kita untuk menguatkan. Tuhan pasti bertindak, terlebih kita memenuhi dua hal diatas: teruji benar, dan berserah kepada Dia bagaikan iman seorang anak kecil. 

 Selamat beribadah dan selamat melayani.

 Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdr. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Kabar dari Bukit Minggu 29 September 2024

Kabar dari Bukit

  DOSA, PENYAKIT DAN DOA (Yak. 5:13-20)

  ”Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh” (Yak. 5:16a)

 

 

Semua orang khususnya yang dewasa pasti pernah sakit, dalam bentuk ringan seperti batuk flu atau yang berat berupa operasi dan bahkan sakit berkepanjangan. Pertanyaan yang terbersit dalam benak orang yang beriman adalah: apakah sakit tersebut berhubungan dengan dosa yang dilakukannya; dan seberapa efektip peran doa dalam penyembuhannya?

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah dari Yak. 5:13-20. Ini petunjuk Tuhan tentang bagaimana kita pengikut Kristus menghadapi datangnya sakit dan penderitaan, terus hubungannya dengan dosa, kuasa doa serta peran hamba Tuhan.

 

 

 

Alkitab menjelaskan bahwa penyakit yang datang kepada seseorang, bisa terjadi karena dosanya, seperti pengakuan Daud atas sakit yang dideritanya (Mzm. 38:4). Tentu ada juga karena kurangnya hikmat tidak melakukan latihan badani (bdk. 1Tim. 4:8), atau tidak menjaga pola makan dan tidur serta dampak kehidupan yang kotor dan penularan seperti lepra sejak masa lalu. Ada juga karena pekerjaan iblis seperti derita Ayub, dan tentu saja faktor lain yang tersembunyi, misalnya genetika (keturunan) yang mungkin tekait dosa asal.

 

 

 

Konteks nas ini 2000 tahun lalu, dan bagi umat Yahudi peran Rabi sangatlah penting. Jika sakit, mereka lebih dahulu datang kepada Rabi daripada ke tabib. Rabi kemudian berdoa, dan biasanya mengoleskan minyak (seringnya zaitun). Oleh karena itu Rasul Yakobus menuliskan, “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan” (ay. 14).

 

 

 

Jadi sangat jelas, doa merupakan dasar atau pondasi terbaik untuk penyembuhan, sebagai pengakuan kita akan pemeliharaan Allah. Peran Penatua (atau pendeta) tentunya mereka memiliki iman yang lebih kuat dan (mendekati) sebagai orang benar sehingga dituliskan, "Doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu.... Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya” (ay. 15-16).

 

 

 

Pengertian dioleskan dengan minyak, lebih baik disesuaikan konteksnya dengan kemajuan ilmu kedokteran saat ini, apalagi internet menyajikan informasi tentang penyakit dan cara pengobatannya. Tentunya, kita tidak mengingkari kuasa dan urapan Tuhan untuk terjadinya mukjizat melalui bahan/cara apapun yang dipakai.

 

 

 

Pertanyaan penting, apakah Tuhan memberikan kesembuhan kepada seseorang yang telah berbuat dosa, meski imannya tidak kuat? Apakah saat penyembuhan, dosanya telah diampuni? (ay. 14-15). Alkitab menegaskan, Allah kita kudus dan selalu dalam hadirat kudus. Jika ada penyembuhan yang dilakukan-Nya - meski kepada orang bebal, Allah terlebih dahulu menguduskan dan otomatis mengampuni dosanya. Dan ini juga pentingnya mengaku dosa dan saling mendoakan (ay. 16b). Harapannya, melalui penyembuhan, orang tersebut berbalik bertobat.

 

 

 

Selanjutnya diingatkan tugas kita semua, agar menjaga tidak seorangpun menjadi sesat melakukan dosa, apalagi sampai menimbulkan penyakit; atau oleh penyakitnya ia malah menjadi sesat. “...., ketahuilah, bahwa barangsiapa membuat orang berdosa berbalik dari jalannya yang sesat, ia akan menyelamatkan jiwa orang itu dari maut dan menutupi banyak dosa” (ay. 19-20).

 

 

 

Nasihat dasar di awal nas, dikatakan, "Kalau ada seorang di antara kamu yang menderita, baiklah ia berdoa! Kalau ada seorang yang bergembira baiklah ia menyanyi!" (ay. 13). Begitulah kehidupan.... Masa susah atau sukacita, sakit atau sehat, hanya kepada Tuhanlah kita mengadu berdoa dan menaikkan syukur dan pujian.

 Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdr. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah (2) Minggu 6 Oktober 2024 - Minggu XX Setelah Pentakosta

Khotbah (2) Minggu 6 Oktober 2024 - Minggu XX Setelah Pentakosta

 

 IMAN ANAK KECIL (Mrk. 10:2-16)

 

 Ia (Yesus) marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah (Mrk. 10:14).

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ini, Mrk. 10:2-16, menjelaskan tentang perceraian dan iman anak-anak. Perceraian merupakan topik yang selalu hangat (termasuk dalam pergunjingan) dan ternyata sejak zaman Musa hal itu telah menjadi trending topic. Kaum Farisi ingin menguji Yesus tentang Musa yang "membenarkan" perceraian. Padahal, Musa melakukan itu dengan dasar pentingnya penghargaan terhadap perempuan. Kita tahu dalam budaya Yahudi, kedudukan perempuan tidak setara dengan laki-laki dan sering haknya terabaikan, terlebih bila ada perzinahan. Status ini penting dinyatakan dengan ada "surat cerai" (Ul. 24:1-4). Dengan adanya kejelasan tersebut, kaum perempuan pun memiliki hak kebebasan dalam menata hidupnya. Tetapi Yesus juga mengingatkan bahwa itu dilakukan Musa karena kedegilan hati mereka.

 

 

 

Yesus kemudian mengembalikan makna pernikahan yang benar seperti yang ditetapkan Allah dari semula. Pernikahan bukan didasarkan kebutuhan daging (dan materi), tetapi merupakan lembaga pertama yang dibentuk Tuhan untuk tugas mulia yakni membangun keluarga Allah. Melalui pernikahan, kehadiran dan pengenalan Allah menjadi nyata dalam ikatan janji suci, dan menjadi perjalanan bahtera yang penuh dinamika suka dan duka, harapan dan pergumulan. Hubungan pernikahan lebih dalam dari hubungan orangtua dengan anak (band. Kej. 2:24). Maka pernikahan harus dilihat sebagai rencana dan kehendak Allah.

 

 

 

Namun kita juga mencoba memahami jika saat ini ada gereja yang melihat dari sisi kasih dan kemanusiaan. Mereka menerima perceraian, jika itu sudah menyangkut bahaya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Namun pesan utama nas minggu ini adalah: Prinsip satu daging seumur hidup harus dipertahankan (ayat 7-9; Ibr. 13:4a). Perlu pengorbanan diri, sejauh mungkin pasangan berusaha mempertahankan pernikahannya. Kita pun, tidak mudah menghakimi terjadinya perceraian. Prinsip yang perlu dipegang, perceraian tidak mendapat tempat di mata Allah. Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (ayat 9).

 

 

 

Bagian kedua ayat 13-16 nas kita berbicara tentang Yesus memberkati anak-anak. Kegagalan anak banyak terjadi karena mereka tidak dibekali tentang kehadiran Tuhan dalam hidup mereka saat anak-anak. Pola pikir anak yang putih polos merupakan kekuatan untuk menerima dasar-dasar kehidupan. Ketergantungan anak-anak dan berserah penuh, merupakan model iman yang sederhana, sehingga Tuhan Yesus mengatakan: "Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya" (ayat 15).

 

 

 

Kedua nas ini tentang perceraian dan anak-anak mengajar kita dalam menempatkan iman. Iman seperti anak kecil dan menomor-duakan peran akal pikiran membuat kita bergantung sepenuhnya kepada Allah Bapa. Iman yang demikian itu yang dapat melihat Allah bekerja, dan kita pun akan merasakan karya kasih-Nya. Percayalah.

Selamat beribadah dan selamat melayani.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdr. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah Minggu 29 September 2024 - Minggu XIX Setelah Pentakosta

Khotbah Minggu 29 September 2024 - Minggu XIX Setelah Pentakosta

 

 PERTOLONGAN TUHAN (Mzm. 124:1-8)

 

 Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi (Mzm. 124:8)

 

 

 

 

Semua kita pasti pernah mendengar ayat di atas, disampaikan oleh Pendeta di awal ibadah hari Minggu, khususnya gereja aliran utama. Itulah kalimat VOTUM. Votum secara harafiah berarti “janji’, tetapi lebih bermakna sebagai deklarasi dan peneguhan bahwa Allah hadir di tengah umat yang beribadah saat itu. Oleh karena itu, beberapa gereja belum memperkenankan pengkhotbah yang bukan pendeta mengarahkan tangan ke depan saat meneguhkan VOTUM.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah dari Mzm. 124. Ada delapan ayat termasuk ayat di atas dengan judul: “Terpujilah Penolong Israel”. Manusia dan bangsa-bangsa memang perlu penolong. Manusia memulai penyembahan kepada Tuhan (atau kuasa yang Mahatinggi lainnya) diawali karena ketakutan dan ketidaktahuan akan hal-hal yang tidak terjangkau pikiran dan kemampuannya. Rasa takut dan misteri tersebut yang mendasari penyembahan, agar terhindar dari mara bahaya yang mengancam. Ini kemudian memunculkan gagasan bahwa Tuhan juga sebagai Penolong mengabulkan pengharapan manusia.

 

 

 

Kebutuhan dan pengharapan membuat manusia berinteraksi dengan sesama, yang berbuah ke arah terjadinya perbedaan dan bahkan konflik; konflik berbagai gradasi, mulai dari rasa tidak suka, membenci, memusuhi hingga berniat menyakiti. Memang tidak mudah memahami orang/pihak lain, tetapi sebaliknya, lebih mudah menghakimi bahwa "orang lain" salah dan "aku" benar.

 

 

 

Bangsa Israel hidup melalui perjalanan panjang dan dikelilingi oleh berbagai suku-suku lain. Upaya mempertahankan diri dan semangat ekspansif membuat mereka banyak musuh, yang dalam Mazmur ini digambarkan dengan amarah yang menyala-nyala, siap menelan hidup-hidup, bagaikan air mengalir meluap-luap melingkupi dan menghanyutkan mereka (ay. 5). Mereka juga dihadapkan pada jerat penangkap pemburu (ay. 7).

 

 

 

Manusia sangat terbatas kemampuannya dan pertolongan tentu sangat membantu. Namun, adakalanya situasi yang dihadapi benar-benar di luar kemampuan manusia lagi. Ini dapat menimbulkan keputusasaan, menyalahkan Tuhan, dan lainnya. Situasi ini pula yang membawa seseorang bisa tidak percaya adanya Tuhan, atau Agnostik tidak mau berpikir tentang keberadaan Tuhan.

 

 

 

Tetapi, berbahagialah kita yang sudah dianugerahkan iman percaya kepada Tuhan Yesus. Maka sesulit apapun persoalan, pergumulan dan kemelut yang mengancam jiwa atau keluarga terkasih, atau seberapa berat pun derita kondisi ekonomi, atau ada yang membenci dan menganggap kita musuhnya, kita tetaplah dalam iman, dan berkata: Tuhan Yesus adalah satu-satunya Penolongku. Jikalau bukan TUHAN yang memihak kepada kita, maka kita akan terjerat, binasa menjadi mangsa (ay. 1, 6-7).

 

 

 

Selain pemeliharaan-Nya, Tuhan mampu melepaskan manusia yang sudah putus harapan sekaligus membuktikan bahwa Ia adalah pemilik kehidupan. Ketika pertanyaan muncul di Mzm. 121:1: “Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku?” Mazmur 124 ini merupakan respon syukur dan sukacita, dengan menegaskan: Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi (ay. 8). Terpujilah Tuhan kita. 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdr. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 20 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7387424
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
30539
61324
140190
7204198
422286
1386923
7387424

IP Anda: 162.158.190.75
2024-11-21 13:29

Login Form