Thursday, November 21, 2024

2024

Khotbah (2) Minggu 15 September 2024 - Minggu XVII Setelah Pentakosta

Khotbah Minggu 15 September 2024 - Minggu XVII Setelah Pentakosta

 

 DIURAPI UNTUK MENDERITA (Mrk. 8:27-38)

 

 Lalu Yesus .... berkata kepada mereka: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mrk. 8:34).

 

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ini, Mrk. 8:27-38, menuliskan dua bagian. Pertama, Tuhan Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya, tentang siapa diri-Nya. Lalu jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi." Yesus bertanya kembali kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Petrus: "Engkau adalah Mesias!" Mesias (bah. Ibrani) berarti "Yang Diurapi", kata yang sama dengan Christos (Yunani), biasanya diberikan kepada raja, nabi dan imam. Lalu Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun tentang Dia (ayat 29; band Yoh. 1:41 dan Why. 11:3).

 

 

 

Yesus melarang tentu dengan alasan, agar tidak timbul salah pengertian. Umat Yahudi sedang menanti-nantikan Mesias, nubuatan akan kebebasan Israel dari tangan penjajah Romawi. Otomatis, mereka berharap Yesus adalah Mesias yang ditunggu, sebagai tokoh politik, apalagi setelah Yesus memperlihatkan kuasa-Nya yang dahsyat: menyembuhkan penyakit-penyakit, mengusir roh jahat, memberi makan 5.000 orang, dan pengajaran yang hebat. Tuhan Yesus juga ingin agar setiap orang berjumpa secara pribadi, tidak punya motivasi yang salah saat mengikuti-Nya.

 

 

 

Tetapi ketika Yesus mengatakan bahwa Ia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari (ayat 31), para murid merasa bingung dan bahkan Petrus menegur-Nya. Yesus pun marah dan berkata: "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia".... "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku" (ayat 33-34).

 

 

 

Nas kedua ini ada dua poin: Kita diingatkan jangan berpikir dan memahami Yesus menurut sudut pandang kita yang terbatas. Kita kadang membuatnya sama seperti yang kita inginkan, dan itu sering salah! Ketika harapan itu tidak terwujud, kita kecewa. Kita bahkan ingin Yesus dapat memenuhi semua harapan dan menyelesaikan kesulitan kita. Kedua, Yesus mengatakan agar setiap orang harus siap memikul salibnya untuk dapat mengikut Dia. Tidak ada gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya, dalam arti kehidupan kekal (ayat 36-37).

 

 

 

Memikul salib berarti mematikan keinginan pribadi yang tidak sesuai dengan firman Tuhan, berserah sepenuhnya, dan rela berkorban dan mati demi Kristus. Tidak boleh lagi mengutamakan dan memegahkan diri sendiri (ayat 37). Setiap yang mengikut Dia akan menghadapi ujian dan pencobaan (Yoh. 16:33). Tetapi janji Tuhan, mereka yang menang dan bersedia melakukannya bagi Dia, maka Yesus pun akan mengakui-Nya, “apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus." Haleluya. Kini siapakah Yesus menurut kita? Siapkah mengikut Dia dengan menyangkal diri, dan ikut dalam penderitaan dan pengorbanan demi untuk-Nya?

 

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu 15 September 2024

Khotbah (2) Minggu 15 September 2024 - Minggu XVII Setelah Pentakosta

 

 ANCAMAN BARU (Mzm. 19)

 

 Langit menceritakan kemuliaan Allah dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya (Mzm. 19:2)

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah Mzm. 19. Ada 15 ayat, judul perikopnya: Kemuliaan TUHAN dalam pekerjaan tangan-Nya dan dalam Taurat-Nya. Dari judul kita tahu, dua penyataan Allah ini membuat kita takjub akan Dia, yakni keindahan alam semesta ciptaan-Nya (ayat 2-7) dan Alkitab sebagai petunjuk kehidupan (ayat 8-15). Alam semesta dalam keheningan gerakannya, menggemakan pesan wahyu umum kepada semua manusia untuk memperoleh hikmat, dan digenapi dengan wahyu khusus yaitu Tuhan Yesus dan Alkitab.

 

 

 

Allah menyukai keteraturan. Ia menetapkan hukum alam dan alam semesta bergerak mengikutinya. Sebagian hukum itu dapat dipahami manusia, sebagian lagi belum dapat dicerna. Oleh karena itu, kadang timbul “anomali peristiwa alam” atau bencana yang mengejutkan. Namun itu seringnya karena ulah manusia sendiri, termasuk adanya Covid-19 saat ini. Pandemi bukanlah karya Tuhan, sebab Tuhan hanya memberi kebaikan (Mzm. 100:5; 119:68). Manusia sendirilah yang dicobai oleh keinginannya, diseret dan dipikat olehnya (Yak. 1:14); akhirnya sengsara.

 

 

 

Kita sudah merasakan dampak pandemi ini. Kematian 4,6 juta dalam kesepian, 225 juta orang terpapar dengan rasa sesak ketakutan yang mencekam, hilangnya pekerjaan dan susahnya penghasilan, bahkan pemerintah pun harus pusing dengan anggaran penanggulangan yang terus membengkak. Dan, semua belum berlalu. Untuk itu mari terus berdoa, agar vaksinasi dan herd immunity terjadi serta ditemukan obat penangkal yang ampuh.

 

 

 

Namun tiba-tiba kita dikejutkan dengan ancaman baru, ada bencana dekat yang lebih dahsyat mengintai, yakni dampak perubahan iklim. Ini berangkat dari laporan Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC). Bumi kita masih terus dilanda pemanasan global, mengancam negara-negara kepulauan di Samudera Pasifik termasuk Indonesia. Jakarta, diramalkan akan tenggelam.

 

 

 

Presiden Amerika Joe Biden dan mengutip cnbcindonesia.com, telah ada deklarasi para pemimpin gereja yang dimotori Paus Fransiskus, pemimpin gereja Ortodoks dan uskup agung Anglikan, yang meminta masyarakat dunia harus mulai mendengarkan tangisan Bumi dan orang-orang miskin. Menteri kita Ibu Sri Mulyani menambahkan, untuk mengurangi 1.081 juta ton karbon mencapai net zero emission Indonesia membutuhkan dana sebesar Rp 3.561 triliun. Luar biasa berat.

 

 

 

Allah telah menyatakan diri-Nya melalui alam semesta dan manusia terus memahaminya. Kita menerima mandat budaya untuk mengelolanya dengan bijak (Kej. 1:28-30). Tuhan Yesus pun memberi kita teladan, dan Alkitab mengajar, memperbaiki kelakuan dan mendidik kita dalam kebenaran (2Tim. 3:16). Mari kita belajar dari pandemi Covid-19, untuk lolos dari ancaman baru yang lebih besar, yakni perubahan iklim.

 

 

 

Banyak hal yang dapat kita lakukan. Sebagai pribadi dan keluarga, mengurangi memakai plastik kresek, berhemat listrik dan energi, tanamlah pohon 1 atau lebih, buang sampah dengan bijak, dan mengajarkan kepada anak cucu untuk mencintai lingkungan dan alam. Sebagai profesional, doronglah organisasi dan pimpinan untuk membangun tata nilai beserta visi dan misi yang berwawasan lingkungan. Lakukan CSR yang berorientasi lingkungan selain pendidikan. Semua harus ikut berperan. Sebagai pejabat berwenang, bertindaklah tegas untuk perusak lingkungan, berani mengeluarkan kebijakan yang lebih ramah lingkungan. Ingatlah firman Tuhan, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan (Kol. 3:23).

 

 

 

Mari peduli dan tidak tersesat menjadi perusak alam. Ayat 15 mengingatkan untuk kita berusaha berkenan kepada-Nya. “Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, ... dan orang yang berpegang padanya mendapat upah yang besar” (ay. 10-12).

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu 8 September 2024

Khotbah Minggu 8 September 2024 - Minggu XVI Setelah Pentakosta

 

 DOA TIDAK ELOK (Mzm. 125:1-5)

 

 Orang-orang yang percaya kepada TUHAN adalah seperti gunung Sion yang tidak goyang, yang tetap untuk selama-lamanya (Mzm. 125:1)

 

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah dari Mzm. 125. Hanya ada lima ayat, judul perikopnya: Aman dalam lindungan TUHAN. Mazmur ini merupakan bagian dari keyakinan tenang bersama Allah; sebuah nyanyian ziarah, lazimnya dikumandangkan saat dalam perjalanan ke Yerusalem untuk merayakan hari-hari besar umat Israel.

 

 

 

Membaca mazmur ini perlu kehati-hatian. Isinya di satu sisi adalah keyakinan umat Israel atas perlindungan Tuhan, sebab merasa telah diikat dalam satu perjanjian dengan-Nya. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Kita yang percaya pada Kristus, yang berjanji bahwa “aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal. 2:20a), tentu berkeyakinan Tuhan selalu memberi perlindungan; bagaikan "Yerusalem yang dikelilingi oleh gunung-gunung" (ay. 2a).

 

 

 

Orang percaya tidak mengambil jalan yang fasik. Menurut KBBI (https://kbbi.web.id), orang fasik adalah mereka yang tidak peduli terhadap perintah Tuhan, dalam arti berkelakuan buruk, jahat, berdosa besar. Sementara istilah fasik bagi umat Israel sering diarahkan kepada disamakan dengan bangsa lainnya, sebab mereka merasa sebagai bangsa pilihan yang terus dibela oleh Tuhan.

 

 

 

Pemazmur meyakini bahwa “Tongkat kerajaan orang fasik tidak akan tinggal tetap di atas tanah yang diundikan kepada orang-orang benar” (ayat 3). Itu betul. Dan orang fasik, adalah “orang-orang yang menyimpang ke jalan yang berbelit-belit.” Kita tidak menyukainya. Betul. Tetapi pemazmur kemudian memohon, agar “TUHAN mengenyahkan mereka bersama-sama orang-orang yang melakukan kejahatan.” Nah, ini yang kurang bagus bagi kita pengikut Kristus; doa yang tak elok.

 

 

 

Tetapi kitab Mazmur bukan tidak benar. Kita hanya perlu memahami konteksnya. Kitab Mazmur adalah bagian dari Perjanjian Lama, masih diwarnai penuh oleh keyakinan umat Yahudi. Warna tersebut beberapa hal telah diperbarui dalam Perjanjian Baru, saat Tuhan Yesus datang ke dunia untuk meluruskan makna kasih yang sebenarnya, tidak seperti yang dimaknai secara legalistik oleh ahli Taurat, kaum Farisi dan para imam Yahudi.

 

 

 

Dunia tempat kita berada bukanlah daerah steril, bersih tidak terkontaminasi dosa. Orang jahat dan orang tidak benar, ada di sekitar kita. Tentu ada yang tidak menyukai dan berbuat hal buruk, bahkan menyakiti hati dan fisik kita. Tetapi Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk mengasihi mereka dan berdoa bagi mereka (Mat. 5:44; Luk. 6:28). Kita tidak boleh membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi melakukan apa yang baik bagi semua orang (Rm. 12:17, 21). Biarkan Tuhan yang menjadi hakim atas masalah yang ada (Rm. 12:19; Ibr. 10:30).

 

 

 

Tuhan Mahatahu dan memberikan keadilan kepada umat-Nya (Ul. 32:36). Ada doa yang tidak kita ucapkan, Allah telah mengetahuinya: “tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan” (Rm. 8:26). Hidup Kekristenan kita mesti penuh dengan damai sejahtera. Bebas kebencian, akar pahit dan dendam.

 

 

 

Tuhan hanya memberi kebaikan. Ia menjadikan segala-galanya baik. Kita pun anak-anak-Nya, layak hanya berbuahkan kebaikan (Ef. 5:9). Oleh karena itu, kita tidak boleh berdoa memohon hal buruk bagi orang lain. "Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat," itu doa Tuhan Yesus. Biar Bapa di sorga yang berperkara dengan mereka. Mari kita mengikuti pemazmur dalam doa yang baik, seperti ayat 4: “Lakukanlah kebaikan, ya TUHAN, kepada orang-orang baik dan kepada orang-orang yang tulus hati.” Ya, fokuslah pada kebaikan dan pada mereka yang suka berbuat baik.

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 8 September 2024

Kabar dari Bukit

 KASIH, IMAN DAN PERBUATAN (Yak. 2:1-17)

 "Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak. 2:17)

 Ada beda tipis antara etika, norma dan hukum. Memang hal ini bersinggungan, sebab pada dasarnya hukum didasari oleh nilai-nilai, asas dan norma. Namun pada praktek kehidupan sehari-hari, batasan itu bisa menjadi kabur. Oleh karena itu dosen dan guru saya Ibu Pdt. Dorothy I. Marx menulis buku tentang hal itu dengan judul “Itu kan Boleh?”, agar batas-batas itu menjadi lebih jelas.

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Yak. 2:1-17. Dalam sistem leksionari nas ini dibagi dalam tiga bagian. Pertama, ayat 1-10 tentang jangan memandang muka, hanya menghargai orang kaya dan menghinakan orang miskin; kaya dalam nas ini lebih kepada materi, karena ayatnya berbicara tentang orang yang memakai cincin emas dan pakaian indah, serta membandingkannya dengan orang yang berpakaian buruk.

 

Barangkali kita akan berkata, hal itu wajar saja, manusiawi, menghargai mereka yang mencapai prestasi dan apalagi jika melihatnya dari sudut situasi. Namun, etika situasi menjadi masalah jika kita melihatnya dari penerapan kasih. Dalam hal ini kekristenan melihat dasar kita melakukan sesuatu, motivasi dalam melakukannya. Bila motivasinya untuk kepentingan diri sendiri, menyenangkan manusia semata, bukan untuk mewujudkan kasih sejati dan kemuliaan Tuhan, maka hal itu tidak sesuai dengan nilai-nilai kristiani.

 

Bagian kedua, ayat 11-13 merupakan penjabaran ayat 10 tentang bagaimana hukum mesti diterjemahkan. Pada ayat 10 – 11 dituliskan, “Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya. Sebab Ia yang mengatakan: "Jangan berzinah", Ia mengatakan juga: "Jangan membunuh". Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga.” Ini artinya, kita tidak diperkenankan melakukan timbangan atas kesalahan. Sebuah kesalahan tetap kesalahan, dosa kecil tetaplah dosa, dan semua harus tetap dibereskan, dimintakan pengampunan baik kepada Tuhan maupun kepada yang berkepentingan.

 

Bagian ketiga, ayat 14-17 dengan judul perikop sendiri, tentang hubungan iman dan perbuatan. Iman yang tidak berbuah tidak dapat menyelamatkan. Jika kita melihat seorang yang lapar dan tidak berpakaian layak dan kita membiarkannya, hanya memberikan kata penghiburan atau berkat dan tidak memberikan yang diperlukan tubuhnya, maka itu tidak ada gunanya. “Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (ay. 17).

 

Pada ayat 26 dituliskan, "Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati." Kehidupan orang percaya memang dituntut lebih dari pada orang lain. Sebagaimana Tuhan Yesus mengatakan, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat. 5:20).

 

Maka dari seluruh rangkaian nas minggu ini, kita dapat melihat pesan kuat bahwa kehidupan kita haruslah didasarkan pada kasih. Memandang muka dengan mengutamakan orang kaya dalam pergaulan, tidak sesuai dengan hakekat kasih. Kasih tidak dapat dipilah-pilah, dalam bentuk hal tertentu boleh dan hal lain tidak boleh, itu bukan kasih yang totalitas. Mari kita perlihatkan iman sejati yang menyelamatkan dan tampak dari perbuatan-perbuatan kasih sejati.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (2) Minggu 8 September 2024

Khotbah (2) Minggu 8 September 2024 - Minggu XVI Setelah Pentakosta

 

 EFATA, TERBUKALAH (Mrk. 7:24-37)

 

 

 

Mereka takjub dan tercengang dan berkata: "Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata" (Mrk. 7:37).

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita hari Minggu ini masih kelanjutan minggu-minggu lalu, Mrk. 7:24-37, menceritakan Tuhan Yesus menyembuhkan dua orang sakit: mengusir roh jahat pada anak perempuan Yunani bangsa Siro-Fenisia, dan seorang lagi yang tuli dan gagap. Keduanya berhasil disembuhkan Yesus, hanya dengan ucapan, yang membuktikan Yesus adalah pemegang kuasa kehidupan dan sekaligus Tabib Agung kita, sumber segala kesembuhan dan pemulihan. Inilah pesan pertama nas minggu ini.

 

 

 

Pesan kedua, Tuhan Yesus datang untuk umat segala bangsa. Perempuan ibu anak itu adalah orang kedua non Yahudi yang berinteraksi dengan Yesus. Yesus melayaninya dengan perhatian dan kasih. Betul, Yesus saat pertama mengatakan, bahwa Ia mengutamakan bangsa Yahudi dahulu dengan berkata: "Biarlah anak-anak (baca: umat Yahudi) kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing" (ayat 7). Tetapi melalui kegigihan seorang ibu, meski diuji disebut tidak berhak karena ia bukan Yahudi, ibu itu terus memelas dengan rendah hati, berkiasan remeh-remeh (roti) pun diterima. Yesus pun mengabulkan permohonannya: anaknya yang kerasukan roh jahat, sembuh!! Jelas, hanya respon positif yang gigih dapat mengubah sesuatu lebih baik.

 

 

 

Maka pesan ketiga nas ini, bila ada pergumulan hidup, teruslah berdoa agar Tuhan turun bertindak. Terkadang kita diuji, bisa melalui diri orang lain ujiannya. Dan, selalulah bersikap positip. Iman yang kuat dan kerendahan hati meminta, membuat hati Yesus luluh, kasih-Nya tidak terbatas. Kegigihan membuat sesuatu terjadi. Ini pula yang terjadi pada orang bisu dan yang gagap, penyakitnya disembuhkan. Tuhan Yesus melakukannya dengan menengadah ke langit, meminta kepada Bapa: Efata (eppathah), terbukalah (ayat 34). Haleluya, orang itu pun bisa berkata-kata dengan lancar. Semua terjadi karena iman.

 

 

 

Pesan terakhir nas ini, kadang perbuatan kasih mukjizat dari Tuhan Yesus tidak perlu kita obral dikoarkan. Setelah penyembuhan yang tuli, Yesus meminta agar mereka jangan menceriterakannya kepada siapapun juga. Hal yang sama ketika Ia datang ke Tirus dan menyembuhkan orang yang kemasukan setan; Ia tidak mau orang lain mengetahuinya. Kadang, kita perlu bekerja dan berkarya dengan senyap. Diam itu emas. Tong kosong nyaring bunyinya. Itu juga yang sering saya amati di organisasi atau grup WA, biasanya justru yang banyak diam itu yang memberi banyak hatinya dan waktunya. Konkrit dalam berkarya bagi sesama. Itulah yang Yesus minta dari kita.

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 857 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7390066
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
33181
61324
142832
7204198
424928
1386923
7390066

IP Anda: 162.158.189.4
2024-11-21 14:19

Login Form