Thursday, November 21, 2024

2024

Kabar dari Bukit Minggu 1 September 2024

Kabar dari Bukit

 

RINDU RUMAH TUHAN (Mzm. 15)

 

 “Siapa yang boleh datang kepada TUHAN?”

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah dari Mzm. 15. Hanya lima ayat, judul perikopnya seperti di atas. Ayat 1 dilanjut pertanyaan: "Siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus?"

 

 

 

Kerinduan diam di rumah Tuhan bahkan di pelatarannya, diungkapkan pemazmur, "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain...," yang dijadikan lirik lagu indah (Mzm. 84:11a). Setiap orang percaya pasti memiliki kerinduan yang sama. Untuk itu menurut Daud pemazmur ini, diperlukan syarat seperti dituliskan pada ayat 2-5a:

 

 

 

- yang berlaku tidak bercela

 

- melakukan apa yang adil

 

- yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya

 

- tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya

 

- tidak berbuat jahat terhadap temannya

 

- tidak menimpakan cela kepada tetangganya

 

- yang memandang hina orang yang tersingkir

 

- memuliakan orang yang takut akan TUHAN

 

- berpegang pada sumpah, walaupun rugi

 

- tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba

 

- tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah.

 

 

 

Tentu ini sebagian saja dari isi Alkitab (bdk. Yak. 1:17-27), tetapi sudah cukup mewakili sifat dan karakter utama Allah: Allah kudus dan Allah penuh kasih serta kebaikan. Kekudusan Allah telah ditunjukkan ketika Musa ingin menghampiri Allah, harus melepas kasut kakinya (Kel. 3:3-6). Kebaikan dan kasih Allah juga telah dinyatakan sejak alam semesta dan manusia diciptakan.

 

 

 

Dalam Perjanjian Baru, kekudusan Allah diperlihatkan melalui Tuhan Yesus tidak berdosa (Luk. 4:34; Ibr. 4:15, 7:26). Dosalah yang membuat manusia tidak kudus, dan terpisah dari Allah yang membenci dosa. Kebaikan dan kasih Tuhan Yesus juga diperlihatkan sejak awal pelayanan-Nya: penuh kebaikan dan belas kasih, baik dalam kata, perbuatan, dan kepedulian.

 

 

 

Persoalannya bagi kita, apakah kita bisa dan mampu memenuhi persyaratan yang disebutkan pemazmur ini? Jawabannya jelas: manusia tidak bisa; tetapi dengan anugerah pertolongan Allah, kita bisa. Kita tidak mungkin selamanya benar, namun Allah dapat membenarkan melalui pertobatan, datang dan disucikan oleh darah Tuhan Yesus (Ibr. 9:22b).

 

 

 

Kasih Allah memberi kita jalan, dengan percaya kepada Yesus dan menjadikan Dia sebagai Juruselamat pribadi. Ini harus dinyatakan jelas tegas dan diupayakan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kita hidup di dunia, godaan selalu ada dan melekatnya natur kecendrungan manusia berdosa (Mzm. 51:7), tidak mustahil kita sesekali jatuh.

 

 

 

Tetapi jika kita terus menerus berkubang dalam perbuatan dosa yang tidak disukai Allah, bahkan menyukai dan mengulanginya, maka sebetulnya kita tidak percaya kepada Yesus yang adalah Hakim, tidak mengasihi dan menjadikan-Nya sebagai Juruselamat. Spekulasi berpikir bahwa masih ada waktu, menunda, berharap seperti penjahat di sisi Tuhan Yesus saat di salib, itu adalah cara bodoh berpikir manusia, bukan cara berpikir Allah. Kita menjadi munafik, seperti kaum Farisi dan ahli Taurat dalam bacaan kedua minggu ini (Mrk. 7:1-8, 14-15, 21-23).

 

 

 

Kerinduan diam di rumah Tuhan dan menjadi serupa dengan Yesus, hanya berupaya terus dengan semakin hari lebih baik, melakukan pembaharuan budi (Rm. 12:2), mewujudkan kasih yang rela berkorban, senang membaca firman dan renungan, itulah bukti bahwa kita mengasihi Dia dan rindu bersekutu dengan-Nya. Allah melihat hati. Allah perlu janji dan komitmen. Dan Allah tidak mungkin dibohongi. Hanya dengan jalan itulah ada jaminan, seperti kata pemazmur dalam akhir nas ini, bahwa “siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya” (ay. 5b). Teruslah berjuang agar kelak dapat menikmati tinggal diam di rumah Tuhan.

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu 1 September 2024 Minggu XV Setelah Pentakosta

Khotbah Minggu 1 September 2024 Minggu XV Setelah Pentakosta

 

 MUNAFIK DAN NAJIS (Mrk. 7:1-8, 14-15, 21-23)

 

 "Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.... Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang" (Mrk. 7:15, 23).

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ini Mrk. 7:1-8, 14-15, 21-23 merupakan tiga bagian yang satu kesatuan, berbicara tentang sikap munafik yang tampak taat dalam adat istiadat tetapi mengabaikan hukum Allah, dan dua hal tentang yang najis. Kisahnya kaum Farisi dan ahli Taurat bertanya kepada Tuhan Yesus, setelah melihat beberapa orang murid-Nya makan dengan tangan yang tidak dibasuh. Mereka menuduh itu najis, dengan berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka. Respon Tuhan Yesus sangat keras, menyebut mereka orang-orang munafik, dan berkata: "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku" (band. Yes. 29:13).

 

 

 

Kaum Farisi dan ahli Taurat merujuk pada Talmud dan Misna, yakni kumpulan penjelasan dan penjabaran rinci aturan dan hukum-hukum Taurat. Hal-hal sepele pun dibuat menjadi aturan ketat, legalisme, akhirnya makna kasih hilang sebagai hukum utama (Im 19:18; Ul 6:5). Apalagi, kadang aturan dibuat untuk kepentingan tertentu, seperti syarat persembahan hewan tidak bercacat dibuat rinci tetapi tujuannya agar kaum Farisi dapat menjual hewan di gerbang bait Allah. Persepuluhan bahkan ditarik dari tumbuhan obat yang ditanam di halaman rumah (Mat 23:23). Ini yang membuat Yesus menyebut mereka munafik! Munafik, berarti berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya kepada agama dan sebagainya, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak; bermuka dua (www.kbbi.web.id).

 

 

 

Bagian kedua nas minggu ini berbicara tentang hal najis. Yesus berkata bahwa "apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya" (ayat 15). Betul. Sederhananya, ketika orang lain bersikap atau berucap tidak baik pada kita, respon dan ucapan yang keluar dari mulut kitalah yang membuat kita berdosa. Respon kita positip dengan kasih, maka tidak ada yang najis terjadi. Hal tidak najis dari luar juga sering dikaitkan dengan makanan, seperti pantangan makan ikan yang tidak bersisik (lele, ular dsb), darah (saksang, tinorangsak) dsb. Kopi juga berpantang bagi denominasi tertentu. Dosa, sebutnya. Padahal pastinya, muntahan dan yang di jambanlah najis.

 

 

 

Bagian ketiga yang masih terkait hal kedua tadi menegaskan, semua hal-hal jahat timbul dari dalamlah yang menajiskan orang. Yang jahat itu dari hati yang timbul ke dalam pikiran, seperti percabulan, kesombongan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, irihati, dan lainnya (ayat 21-23). Jadi berlebihan, misalnya, memberi ulos sebagai simbol kasih bagi orang Batak, disebut dosa. Lihat hatinya saat memberi.

 

 

 

Nas minggu ini ditujukan kepada kita semua untuk terus menjaga hati kita tetap bersih dan murni (Kis. 23:1; 2Kor. 6:5-6). Ketika kita memegang sebuah sikap atau aturan, perlu melihat dasar, motivasi dan tujuannya. Tujuan nasihat ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas (1Tim. 1:5). Apalagi sampai menggembar-gemborkan dan ingin menjadi hakim atau polisi rohani. Kelegaan rohani yang lebih dibutuhkan umat, jangan malah membuat lebih sesak, sumpek. Dalam memegang sikap atau aturan sesuatu, jangan juga berstandar ganda, tidak berintegritas, tidak satunya kata dengan perbuatan. Artinya, kita memakai topeng, bermuka dua yang buruk. Inilah yang dikecam Tuhan Yesus.

 

 

Selamat selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Kabar dari Bukit Minggu 25 Agustus 2024

Kabar dari Bukit

 

 PEPERANGAN DALAM HIDUP (Ef. 6:10-20)

 

 "Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya” (Ef. 6:10)

 

 

 

“Hidup adalah peperangan”, sebuah ungkapan yang sering kita dengar. Ada banyak pertempuran yang kita hadapi dalam menjalani hidup, dan kita mau tidak mau harus berjuang memenangkannya. Selain pertempuran melawan yang datang dari luar, justru seringnya yang terberat adalah menghadapi peperangan melawan diri sendiri. Sebagai manusia kita memiliki titik-titik kelemahan, yang justru jalan masuk lawan untuk menjatuhkan diri kita.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Ef. 6:10-20. Judul perikopnya: Perlengkapan rohani. Ini pesan penutup Rasul Paulus untuk jemaat di Efesus; yang masyarakatnya masih banyak percaya kepada dewa-dewa. Tentunya tidak mudah bagi mereka menghadapi situasi tersebut, bahkan mereka pun harus menyembah Kaisar. Nas Firman ini memberi nasihat dan perintah, agar mereka (dan kita juga) kuat di dalam Tuhan, mampu mengadakan perlawanan dan bertahan tegak berdiri memenangkannya (ay. 10).

 

 

 

Pertempurannya adalah melawan tipu muslihat iblis (ay. 11), penggoda dan penipu, roh jahat yang menggunakan semua cara (ay. 12). Iblis dengan cerdik menusuk titik kelemahan kita, berupa godaan kenikmatan tubuh, gemerlap dunia dalam bentuk harta, kuasa dan penghormatan. Untuk menghadapinya, jemaat Efesus diminta mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah, yakni dengan berikatpinggangkan kebenaran, berbajuzirah (bertutup dada) keadilan, dan kaki berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera. Kebenaran, keadilan dan kerelaan dalam kasih adalah keutamaan Kristiani.

 

 

 

Hal kedua, pergunakanlah perisai iman dalam segala keadaan; yang memadamkan semua serangan panah api iblis si jahat (ay. 15). Iman yakni ketergantungan kepada Allah, jangkar yang membuat hidup kita tidak terombang-ambing dan hanyut terbawa arus kehendak musuh. Iman berarti tunduk, bersandar pada kehendak Allah, percaya Allah akan menolong dengan cara dan kuasa-Nya (ay. 16). "Terpujilah TUHAN, gunung batuku, yang mengajar tanganku untuk bertempur, dan jari-jariku untuk berperang" (Mzm. 144:1)

 

 

 

Hal ketiga, tetaplah siaga, kenalilah kehendak Tuhan melalui firman-Nya, sebagai ketopong (topi) keselamatan dan pedang Roh. Hal ini dibuktikan saat Tuhan Yesus dibawa iblis ke padang gurun, dicobai diberi penawaran menarik. Namun Yesus melawannya dengan firman Allah (Mat. 4:1-11). Hikmat dan kuasa firman Allah, memiliki kuasa menghadapi jebakan iblis dan dunia.

 

 

 

Hal keempat, dalam segala peperangan hidup, tetaplah dalam doa. Ditegaskan juga agar berdoa dalam Roh, dalam arti berdoa di bawah pimpinan dan penyertaan Roh Kudus. Hal lain diminta dalam berdoa, agar yang dinaikkan jangan hanya untuk keselamatan dan kepentingan diri sendiri, tetapi juga berdoa syafaat bagi orang lain, khususnya bagi pemberita firman di daerah-daerah yang penuh tantangan memerlukan keberanian (ay. 18-20).

 

 

 

Memenangkan pertempuran dalam hidup jangan melakukannya sendirian. Roh kita sangatlah lemah dibandingkan dengan roh si jahat. Ini bukan mengkambinghitamkan iblis, namun mewaspadai kecerdikannya memanipulasikan situasi. (Roh) Tuhan lebih besar dari roh iblis apalagi roh manusia, sehingga Dia-lah sumber kekuatan dan kuasa untuk menang.

 

 

 

Masuk ke dalam peperangan memerlukan latihan, sebagaimana prajurit militer. Demikian juga kita, perlu latihan dan pengalaman praktis, dengan menetapkan tujuan dan sasaran antara. Sebuah tujuan akan lebih mudah dicapai dengan memiliki pelatih/mentor agar tidak tersesat; dan kuncinya tentu saja: taat dan disiplin.

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah (2) Minggu XV Setelah Pentakosta – 1 September 2024

Khotbah (2) Minggu XV Setelah Pentakosta – 1 September 2024

 

 RINDU RUMAH TUHAN (Mzm. 15)

 

 “Siapa yang boleh datang kepada TUHAN?”

 

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah dari Mzm. 15. Hanya lima ayat, judul perikopnya seperti di atas. Ayat 1 dilanjut pertanyaan: "Siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus?"

 

 

 

Setiap orang percaya, pasti memiliki pertanyaan dan kerinduan yang sama. Menurut Daud pemazmur ini, diperlukan syarat seperti dituliskannya pada ayat 2-5a:

 

 

 

           yang berlaku tidak bercela

 

           melakukan apa yang adil

 

           yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya

 

           tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya

 

           tidak berbuat jahat terhadap temannya

 

           tidak menimpakan cela kepada tetangganya

 

           yang memandang hina orang yang tersingkir

 

           memuliakan orang yang takut akan TUHAN

 

           berpegang pada sumpah, walaupun rugi

 

           tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba

 

           tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah.

 

 

 

Tentu ini sebagian saja dari isi Alkitab. Tetapi sudah cukup mewakili sifat dan karakter utama Allah: Allah kudus dan Allah penuh kasih serta kebaikan. Kekudusan Allah telah ditunjukkan ketika Musa ingin menghampiri Allah, harus melepas kasut kakinya (Kel. 3:3-6). Kebaikan dan kasih Allah juga telah dinyatakan sejak alam semesta dan manusia diciptakan.

 

 

 

Dalam Perjanjian Baru, kekudusan Allah diperlihatkan melalui Tuhan Yesus tidak berdosa (Luk. 4:34; Ibr. 4:15, 7:26). Dosalah yang membuat manusia tidak kudus, dan terpisah dari Allah yang membenci dosa. Kebaikan dan kasih Tuhan Yesus juga diperlihatkan sejak awal pelayanan-Nya, penuh kebaikan dan belas kasih, baik dalam kata, perbuatan, dan mukjizat.

 

 

 

Persoalannya bagi kita, apakah kita bisa dan mampu memenuhi persyaratan yang disebutkan pemazmur? Jawabannya jelas, manusia tidak bisa; tetapi dengan anugerah pertolongan Allah, kita bisa. Kita tidak mungkin selamanya benar, tetapi Allah dapat membenarkan melalui pertobatan, datang dan disucikan oleh darah Tuhan Yesus (Ibr. 9:22b).

 

 

 

Kasih Allah membuka jalan, dengan percaya kepada Yesus dan menjadikan Dia sebagai Juruselamat pribadi, yang mati tersalib untuk penebusan dosa kita. Ini harus dinyatakan tegas dan diupayakan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kita hidup di dunia, godaan selalu ada dan melekatnya natur kecendrungan manusia berdosa (Mzm. 51:7), tidak mustahil kita sesekali jatuh.

 

 

 

Tetapi jika kita terus menerus berkubang dalam perbuatan dosa yang tidak disukai Allah, bahkan menyukainya, maka sebetulnya kita tidak percaya kepada Yesus yang adalah Hakim, tidak mengasihi dan menjadikan-Nya sebagai Juruselamat. Spekulasi berpikir masih ada kelak waktu, seperti kesempatan penjahat di sisi Tuhan Yesus saat di salib, itu adalah cara bodoh berpikir manusia, bukan cara berpikir Allah sesuai Alkitab. Kita menjadi munafik, seperti kaum Farisi dan ahli Taurat dalam bacaan kedua minggu ini (Mrk. 7:1-8, 14-15, 21-23).

 

 

 

Kerinduan menjadi serupa dengan Yesus, berupaya terus semakin hari lebih baik, melakukan pembaharuan budi (Rm. 12:2), rela berkorban, suka membaca firman dan renungan, itulah bukti bahwa kita mengasihi Dia dan rindu bersekutu dengan-Nya. Allah melihat hati. Allah perlu janji dan komitmen. Dan Allah tidak mungkin dibohongi. Hanya dengan jalan itulah ada jaminan, seperti kata pemazmur dalam akhir nas ini, bahwa “siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya” (ay. 5b). Teruslah berjuang agar kelak dapat menikmati tinggal diam bersama Allah.

 

 

Selamat selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah Minggu XIV Setelah Pentakosta – 25 Agustus 2024

Khotbah Minggu XIV Setelah Pentakosta – 25 Agustus 2024

 

 PENDERITAAN ORANG BENAR (Mzm. 34:16-23)

 

 TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya (Mzm. 34:19)

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah dari Mzm. 34:16-23. Ini lanjutan firman dua minggu lalu, berurutan, dengan judul perikop Dalam perlindungan Tuhan.  Pada bagian pertama (ay. 2-9) dijelaskan tentang tersedianya perlindungan total dari Tuhan bagi kita; bagian kedua (ayat 10-15) menjelaskan tentang cara menikmati hidup di dalam Tuhan sekaligus memperoleh umur yang panjang.

 

 

 

Pada nas bagian terakhir ini, kita diajarkan bahwa hidup orang benar tidak selalu mulus bahagia. Kadang harus melalui jalan berat yang menyesakkan. Tetapi janji Tuhan adalah, “Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya” (ayat 18). Pada ayat 16 dikatakan, “Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong.”

 

 

 

Tentu kita bertanya di ayat 20, mengapa justru banyak kemalangan menimpa orang benar dan menyesakkan? Faktor pertama, itu bisa terjadi karena perbuatannya sendiri (Yak. 1:14-15). Akibat kurangnya pengetahuan, hikmat atau pengalaman, serta manusia yang punya natur kecendrungan berdosa (Mzm. 51:7). Ada godaan daging, dunia dan iblis, maka terjatuh, dan buahnya adalah penderitaan.

 

 

 

Kedua, orang benar hidup di dunia yang penuh dosa dan penderitaan. Rasa sakit dan derita mungkin tidak menimpa dirinya, tetapi kepada orang yang dikasihinya, atau melihat dunia yang semakin merosot menderita. Oleh karena itu, jiwanya tertekan melihat situasi yang terjadi, dan merasa sedih tidak dapat berbuat banyak untuk menolong.

 

 

 

Ketiga, karena panggilan Kristus, tatkala ia melakukan hal yang menyenangkan Tuhan tetapi dunia menentang, tidak menerimanya. Jalan Via Dolorosa harus ditempuh, sebagaimana Yesus yang tidak berdosa harus menderita, dan bahkan mati di kayu salib.

 

 

 

Keempat, Tuhan mempunyai rencana khusus bagi orang tersebut. Tujuannya baik, yakni untuk memurnikan iman dan meneguhkan hati. Dalam situasi ini penderitaan yang datang terasa tidak masuk akal, sebagaimana Ayub harus sakit berat, kehilangan anak dan harta benda. Tetapi Tuhan punya rencana yang indah, yakni ujian iman. Kitab Yakobus menuliskan, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun” (Yak. 1:2-4; Rm. 5:3-4).

 

 

 

Di dalam iman kita tahu, Allah beserta kita. Ada proses panjang yang kadang kita perlu jalani untuk menambahkan iman kita, yang dimulai dari kebajikan – pengetahuan – penguasaan diri – ketekunan – kesalehan – kasih akan saudara – dan kasih kepada semua orang. Alkitab berkata hanya dengan jalan itu kita “menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita” (2Pet. 1:8b).

 

Oleh karena itu, kita murid sejati Yesus, tetaplah bersyukur sebab akan dilindungi-Nya dan Ia membebaskan jiwa hamba-hamba-Nya. Sebaliknya, kemalangan akan mematikan orang fasik (ayat 22-23). Tuhan baik dan Mahaadil.

Selamat beribadah dan selamat melayani.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 37 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7387411
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
30526
61324
140177
7204198
422273
1386923
7387411

IP Anda: 172.70.189.164
2024-11-21 13:21

Login Form