Thursday, November 21, 2024

2023

Kabar dari Bukit Minggu 9 April 2023

Kabar dari Bukit

 HIDUP BERKEMENANGAN (Yes. 25:6-9)

 "Sesungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-nantikan, supaya kita diselamatkan. Inilah TUHAN yang kita nanti-nantikan; marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita oleh karena keselamatan yang diadakan-Nya!" (Yes. 25:9)

Salam dalam kasih Kristus. SELAMAT PASKAH.

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu perayaan Kebangkitan Tuhan Yesus adalah Yes. 25:6-9. Nas ini merupakan janji keselamatan bagi bangsa-bangsa di Sion. "Sion" digunakan untuk kota Yerusalem (2Sam. 5:6-10) atau gunung Bait Allah yang kokoh (Mzm. 2:6; 48:12; 125:1-2). Sion juga dipakai simbol tempat suci (Mzm. 48:1-2). Sebutan istilah Putri Sion adalah kita orang percaya (setelah sebelumnya penduduk Yerusalem).

 

Gambaran sukacita yang diberikan nas ini sama dengan di PB (Rm. 11:26; Ibr. 12:22; 1Ptr 2:6). Sion tempat berkumpulnya orang percaya di akhir zaman bagi segala suku bangsa. Tersedia perjamuan masakan yang bergemuk dan bersumsum, anggur tua yang disaring endapannya (ay. 6; bdk. Why. 14:1; 19:9), tidak ada lagi kematian dan air mata kesedihan serta segala aib, sebab TUHAN mengoyakkan kain dan tudung perkabungan (ay. 7-8; bdk. Why. 7:16-17).

 

Tuhan Yesus bangkit dari kematian sesuai dengan nubuatan-Nya (Mat. 20:19). Pesan penting melalui kebangkitan ini adalah: Yesus Allah sejati dan iman kita tidak sia-sia, serta manusia harus melewati kematian dan setelah itu dibangkitkan (1Kor. 15:12-21). Kebangkitan Yesus sebuah bukti, kematian tubuh bukanlah akhir segalanya. Hidup bukan diakhiri dengan titik atau tanda tanya, tetapi sebuah tanda koma dan tanda seru.

 

Kebangkitan Tuhan Yesus melambangkan kemenangan atas kematian. Memang masih banyak orang (percaya) tidak terlalu peduli terhadap pasca kematian, seolah hidup di dunia ini lebih penting. Kita tahu hidup manusia sangatlah pendek (Mzm. 90:10), sementara pasca kematian masuk ke dalam kekekalan melalui penghakiman, dengan pilihan sorga dan neraka; ada dan bukanlah hal fiktif. Yesus telah mempersiapkan tempatnya bagi kita semua yang percaya dan berusaha taat (Yoh. 3:36; 14:2).

 

Hidup berkemenangan merupakan sebuah pola pikir bahwa mengikut Kristus yang menang, maka kita juga akan menang dan dibangkitkan. Yesus mati dan dibangkitkan karena kasih-Nya kepada kita, sehingga melalui kebangkitan Yesus kita lebih dari pada orang-orang yang menang (Rm. 8:37).

 

Hidup memang bukan selalu soal kalah menang, namun hidup berkemenangan adalah hidup yang selalu merasa mendapat berkat meski dalam situasi kalah, terpuruk atau dicela. Hidup berkemenangan tidak perlu diartikan harus menang terus dan apapun caranya perlu diambil meski tidak sesuai dengan norma aturan dan firman Tuhan. Hidup berkemenangan utamanya terlebih dahulu mampu mengalahkan diri sendiri, sebuah capaian yang dimimpikan semua orang. Aku mau maka aku bisa, dengan pertolongan Tuhan Yesus yang bangkit.

 

Hidup kita di dunia bagaikan sebuah “proyek”: ada awal dan akhir, ada naik turun, kadang gagal atau berhasil (2Kor. 6:4-10). Namun yang penting adalah kita setia, menang dan siap bertanggungjawab. Kita berawal dari “negeri antah-berantah di kandungan ibunda” hingga kemudian lenyap bersisa roh dalam kekekalan.

 

Kebangkitan Tuhan Yesus memberi kita kekuatan untuk menjadi pemenang. Firman Tuhan memuji yang memenangkan pertandingan hingga akhir hayatnya, berpegang pada Kristus yang bangkit sebagai Tuhan yang sejati (2Tim. 4:7). “Barangsiapa menang, ia akan memperoleh semuanya ini, dan Aku akan menjadi Allahnya dan ia akan menjadi anak-Ku” (Why. 21:7). Bersukacitalah, Yesus telah bangkit dan kita pemenang!

Selamat hari Minggu dan beribadah PASKAH.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Jumat Agung 2023

Renungan Jumat Agung - Memperingati Kematian Tuhan Yesus - 2023

 KITA MEMPUNYAI SEORANG IMAM BESAR (Ibr. 10:16-25)

 Bacaan lainnya:  Yes. 52:13-53:12; Mzm. 22; Ibr 4:14-16, 5:7-9; Yoh. 18:1-19:42

 

Pendahuluan

Perjanjian lama mengajarkan cara untuk menebus dosa sesuai dengan hukum Taurat. Dalam melakukan itu mereka melakukan ritual-ritual sesuai dengan aturan legalistik yang diajarkan melalui nabi Musa. Salah satu hal yang penting dalam ritual itu adalah peran Imam Besar umat Yahudi sesuai dengan peraturan Melkisedek. Namun kini orang percaya pengikut Tuhan Yesus diajarkan untuk tidak terikat lagi pada aturan-aturan legalistik tersebut. Peran Imam Besar juga sudah berganti dari keturunan Lewi menjadi Imam Besar Agung kita yaitu Tuhan Yesus Kristus. Penebusan dan pengampunan dosa juga tidak dengan darah hewan, melainkan dengan darah Yesus sendiri yang telah tercurah di Golgota. Melalui nas minggu ini kita diajarkan tentang hal tersebut melalui pokok-pokok pikiran di bawah ini.

 

Pertama: Perjanjian baru dan pengampunan (ayat 16-18)

Perjanjian Lama mengajarkan bahwa manusia yang melakukan dosa dan kesalahan dapat menebus dengan menyerahkan korban persembahan. Ada beberapa jenis korban persembahan yang disesuaikan dengan maksud dan tujuannya, yakni:

 

           Ola, korban bakaran

           Khatta’t, korban penghapus dosa

           ‘Asyam, korban penebus salah

           Minkha, korban sajian

           Zevakh dan Selamin, korban perdamaian dan korban keselamatan

 

Dalam ritual persembahan itu mereka yang berdosa membawa persembahan, baik berupa ternak hewan atau barang lainnya. Jenis, ukuran dan nilai dari persembahan yang diberikan, disesuaikan dengan tingkat kesalahan mereka yang berdosa, tetapi juga disesuaikan dengan kemampuan ekonominya. Seorang janda miskin yang berdosa hanya dapat membawa tepung atau seekor burung tekukur, tetapi seorang pejabat kerajaan diwajibkan membawa beberapa ekor hewan ternak seperti sapi atau lembu yang gemuk sebagai ganti penebusan atas kesalahan dirinya yang besar. Dalam ritual yang lazim dilakukan, seorang imam meletakkan tangannya di atas hewan ternak tersebut, mensahkan bahwa itulah penebusan atas dosanya, lalu setelah hewan itu disembelih, darahnya dipercik-percikkan ke seluruh arah Bait Allah. Ibadah itu dapat berlangsung berulang-ulang apabila mereka melakukan dosa yang berulang juga. Dalam hal ini, yang ditekankan adalah ketaatan pada aturan Taurat, sehingga secara hakekat, manusianya sendiri tidak mengalami perubahan dalam dirinya (band. Ibr 10:1).

 

Melalui nas ini disampaikan (ayat 15) bahwa Roh Kudus telah membuat perjanjian baru dengan mengatakan bahwa Ia "telah menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka", dengan maksud hati orang percaya telah dimeteraikan oleh firman-Nya. Dalam hal ini, perubahan yang diutamakan adalah perubahan di dalam hati orang tersebut. Kalau di dalam pemahaman Taurat semua dosa seolah-olah menumpuk terus menerus dan dibalas dengan kebaikan yang lebih besar termasuk ketaatan pada aturan pemberian korban persembahan, maka melalui perjanjian baru, pemahamannya berubah total. Allah mau mengampuni semua kesalahan manusia, tidak diperhitungkan lagi, timbunannya hilang bersih, melupakan dosa dan kesalahan yang lalu-lalu, sepanjang mengakui bahwa Allah telah menempatkan Roh Kudus di dalam hatinya, menjadi manusia baru, manusia yang berbeda dengan sebelumnya. Hal ini terjadi secara otomatis saat seseorang secara sadar dan tulus mengakui Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamatnya, dan pada saat yang sama hati orang tersebut diperbaharui serta Roh Kudus diam dan berkuasa di dalam hatinya.

 

Kalau dilihat pada bagian awal, nas ini merupakan peneguhan dari ayat sebelumnya (Ibr. 8:2) dan penggenapan nubuat Nabi Yeremia dari kutipan Yer. 31:33, "Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka. Jadi apabila untuk semuanya itu ada pengampunan, tidak perlu lagi dipersembahkan korban karena dosa." Hal yang dimaksudkan adalah kita tidak perlu lagi mengakui dosa-dosa kita yang lalu dan membawa persembahan, sebab penebusan sekali sudah dianggap lengkap dan sempurna. Melalui persembahan tubuh Kristus yang mati dan menjadi tebusan bagi dosa-dosa kita, maka tidak diperlukan lagi korban-korban dan persembahan lain untuk memperoleh pengampunan. Melalui darah dan jalan tebusan Kristus Yesus, kita orang-orang percaya telah dibersihkan, dimurnikan, dan dipersiapkan untuk persekutuan abadi dengan Allah. Korban tubuh Yesus sudah sangat sempurna, tidak bercacat, dan hanya sekali untuk selama-lamanya (Ibr. 10:10). Ini jelas merupakan kemenangan sejati manusia dalam melawan kuasa dosa, kuasa iblis, termasuk konsekuensinya yaitu kematian.

 

Kedua: Keberanian menghadap Imam Besar (ayat 19-21)

Bait Allah di Yerusalem terdiri dari tiga bagian, yakni pelataran luar tempat umat datang untuk beribadah dan menyampaian korban persembahannya. Bagian tengah merupakan tempat para imam dan suku Lewi yang dianggap sebagai bagian pengurus Bait Allah. Kemudian ada ruang mahasuci tempat Imam Besar menyampaikan doa dan persembahan umatnya. Umat Israel tidak dapat dengan bebas memasuki kedua wilayah tersebut yang didasarkan atas keberdosaan mereka. Ruang maha kudus itu ditutup dengan tirai agar tidak seorang pun umat Israel dapat masuk bahkan melihat ke dalam. Dalam hal ini ada tirai penghalang dan membuat jarak antara umat dengan Imam yang dianggap mewakili Allah. Imam Besar umat Yahudi juga hanya masuk ke dalam ruang tersebut sekali setahun di Hari Penebusan, saat mempersembahan korban persembahan untuk penebusan dosa-dosa umatnya.

 

Akan tetapi ketika Yesus mati, oleh kuasa Roh Kudus, tirai di Bait Allah itu kemudian robek terbelah dua (Mat. 27:51; Luk. 23:45) dan ini membuat batas dan tembok antara Allah dengan manusia tidak ada lagi. Tirai penghalang itu hilang melalui penderitaan dan kematian Yesus, sehingga manusia dapat menghampiri Allah ke dalam ruang maha kudus setiap saat, tanpa memerlukan Imam besar yang lain selain Kristus Yesus sendiri. Dengan terkoyaknya tirai itu, kita orang percaya telah menjadi imam-imam dan bagian dari suku Lewi dengan "tubuh yang dibasuh dengan air", yang membuat kita orang-orang yang dipanggil khusus dan dikuduskan. Oleh karena itu, orang percaya dengan penuh rasa syukur dan penuh keyakinan bahwa dosa-dosa mereka telah diampuni melalui percikan darah dan kematian Tuhan Yesus, mengaku Yesus sebagai Penebus dan Juruselamatnya. Bahkan dalam ayat lain dikatakan bahwa tubuh kita adalah bait Allah sendiri yakni tempat Roh Kudus bersemayam dalam memandu hidup kita setiap saat. Inilah yang dimaksudkan merupakan jalan baru yang hidup (dalam pengertian hidup senantiasa dalam kekekalan sebagai Pengantara – Ibr. 7:25) bagi kita melalui tabir yaitu Tuhan Tubuh Yesus sendiri.

 

Melalui tabir yang terkoyak, menurut peraturan Melkisedek kita saat ini mempunyai seorang Imam Besar Agung yakni Tuhan Yesus sebagai kepala Rumah Allah, atau Kepala Gereja dan Umat Allah, dan setiap orang dapat menghampiri-Nya dengan rasa syukur dan penuh keyakinan (Rm. 5:2; Ef. 3:12; Kol. 1:22). Orang percaya dengan penuh syukur senantiasa dapat menghampiri Allah melalui Kristus melalui penyembahan dan doa, di segala tempat dan waktu, tanpa ada keterikatan untuk datang ke Jerusalem atau tempat khusus lainnya, sebab Allah kita adalah Allah Mahahadir. Imam Besar Agung kita yaitu Yesus Kristus bertakhta di sorga, yang membuktikan karya penyelamatan-Nya sudah sempurna. Dan kalau pun kita saat ini memiliki pendeta dan hamba Tuhan sebagai imam, mereka yang dipanggil khusus untuk melaksanakan amanat agung dan tugas-tugas kejemaatan sebagai konsekuensi adanya gereja sebagai tubuh Kristus. Dengan demikian, telah tersedia tempat maha kudus surgawi bagi orang percaya, dan untuk itu diperlukan hamba-hamba Tuhan dalam pelayanan imamat rajani bagi mereka.

 

Ketiga: Menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas (ayat 22-23)

Kita memiliki keistimewaan setelah hidup baru di dalam Kristus. Beberapa keistimewaan tersebut adalah: Pertama, sebagaimana dijelaskan di atas, kita memiliki jalan masuk kepada Allah melalui Kristus dan dapat begitu dekat kepada-Nya tanpa melalui cara yang rumit bertele-tele dan perantaraan manusia lainnya (ayat 22); Kedua, kita dapat bertumbuh dalam iman melalui hubungan yang lebih dalam dengan memanfaatkan kebebasan menghadap Dia (ayat 23). Menghadap pengertiannya adalah “datang kepada” atau menghampiri. Pertanyaannya, bagaimana caranya kita bisa langsung datang kepada Allah? Kita tidak mungkin datang kepada Tuhan dengan hati yang penuh kebencian, atau dengan motivasi dan kecenderungan yang tidak benar. Kita harus datang dengan hati yang tulus ikhlas dan bersifat pribadi, dengan maksud untuk memuji dan memuliakan Dia. Kita dapat mengukur dan mengetahui motivasi kita benar atau tidak, jika kita menanyakan dengan jujur, mengevaluasi tujuan kita ketika datang menghadap dan meminta atau menyembah dan berdoa. Dasar kita melakukan evaluasi adalah firman Tuhan (Ibr. 4:2) dan ketekunan kita menjaga kehidupan sehari-hari yang berkenan kepada-Nya.

 

Hal kedua yang dinyatakan adalah perlunya keyakinan iman yang teguh. Iman dalam hal ini adalah keteguhan dan kepastian bahwa kita telah diselamatkan dan adanya jaminan kekal berlandaskan pada korban penebusan Yesus yang sempurna, dan adanya kuasa Roh Kudus yang diam di dalam hati kita. Orang percaya mendapat kehormatan untuk datang dengan penuh keberanian, bebas dari rasa bersalah, tanpa keraguan, dengan keyakinan menyampaikan isi hatinya dan bahwa Ia akan mendengar dan menjawab permohonan kita. Maka dalam hal ini kesungguhan menghampiri Allah dan iman melalui Yesus Kristus menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kepastian ini juga memampukan kita untuk mengubah keraguan dan tantangan menjadi sebuah peluang untuk memperoleh kasih karunia dan pertolongan yang lebih besar, sehingga hidup kita semakin berkenan dan dipakai oleh Tuhan. Iman adalah percaya dan berpengharapan pada kebaikan Allah melalui Tuhan Yesus dan meggantungkan segala hal pada-Nya (Ibr. 4:16; 11:6), dan kesempatan itulah yang harus dimanfaatkan setiap orang dengan percaya dan datang kepada Tuhan Yesus.

 

Dengan dasar perjanjian baru yang disampaikan tadi, hati dan kesadaran kita juga sudah dibersihkan seluruhnya, bukan hanya sebagian atau bersifat sementara (band. Ibr. 9:14). Melalui kesadaran yang sudah dibersihkan, dengan membayangkan kalau "tubuh kita sudah dibersihkan dengan air yang murni" sebagai gambaran diri kita yang dibersihkan, kita dapat menghampiri Allah dengan kekudusan. Sama seperti baptisan sebagai tanda pembersihan tubuh bagian luar, demikianlah Kristus melakukan pembersihan pada sisi dalam hati kita, sebagai pembersihan atas dosa-dosa kita (Kis. 22:16). Sekali “tubuh” kita sudah dibersihkan dan dibasuh dengan air yang murni melalui pembaptisan iman percaya, dan hati kita disucikan dan dibersihkan dari yang jahat melalui pengakuan Roh Kudus yang menguasai hati kita, maka kita bebas datang kepada-Nya tanpa perantara. Nas firman Tuhan minggu ini meneguhkan, kita berpegang teguh pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia (band. 1Kor. 1:9; Ibr. 3:1, 6; 7:19).

 

Keempat: Saling memperhatikan dalam kasih (ayat 24-25)

Dua keistimewaan sebagai buah hidup baru di dalam Kristus telah disampaikan di atas. Ada dua buah tambahan lagi, yakni kita dapat saling mendukung dan menikmati kasih dari sesama orang percaya (ayat 24); dan terakhir, kita dapat beribadah bersama sesama orang percaya dengan sukacita (ayat 25). Yesus Kristus sebagai Kepala Rumah (Umat) Allah dan Kepala Gereja tidak menghendaki satu pun anak-anaknya yang terhilang. Latar belakang dan perjalanan hidup setiap orang tidaklah sama, demikian pula dengan kesiapan dalam menghadapi tantangan dan pergumulan hidup. Dalam kehidupan ini kita berhadapan dengan berbagai pencobaan dan perjuangan hidup, bahkan kadang kala dengan ketidakadilan dan penganiayaan. Mereka yang membenci Kekristenan akan terus melakukan upaya-upaya itu. Kita juga tidak perlu langsung menghakimi sebab setiap orang mudah jatuh dengan cara yang berbeda. Oleh karena itu juga, dalam Doa Bapa Kami kita selalu menaikkan permohonan, “jauhkanlah kami dari pencobaan”.

 

Semua itu mendorong semangat kita untuk bersekutu dengan sesama orang percaya, berusaha lebih keras lagi untuk dapat bersatu dalam iman dan perbuatan, membangun semakin kuat menghadapi tantangan yang kita hadapi. Di sisi lain, kita juga akan menghadapi ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan pokok iman kita. Maka nas minggu ini mengingatkan, menjauhkan atau menghindari pertemuan-pertemuan ibadah sama saja dengan mengabaikan pentingnya orang Kristen untuk saling menolong. Kita berkumpul untuk berbagi dan saling menguatkan satu sama lain di dalam Tuhan. Kesediaan kita untuk berkumpul dan saling menasihati dan mengajar, mewujudkan kasih dan perbuatan baik terhadap sesama dan orang yang belum percaya membuktikan kalau iman kita hidup, menyadarkan kita sebagai bagian dari rencana Tuhan dalam membangun kerajaan-Nya yang lebih luas. Dalam kitab Galatia dikatakan, “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Gal. 6:2). Dengan hati yang sudah dibersihkan kita seyogyanya semakin memahami dan peka akan kehendak-Nya, sehingga jangan menafsirkan pertemuan ibadah sebagai ibadah hari minggu saja. Melalui persekutuan orang percaya dalam ibadah dan hubungan pribadi yang erat, diharapkan adanya sinergi yang lebih baik dalam meninggikan nama Tuhan Yesus.

 

Setiap orang percaya harus berpegang teguh pada tugas dan pengharapan ini. Kita tidak boleh mudah terombang-ambing oleh berbagai pergumulan yang dapat meruntuhkan iman kita. Keengganan bersekutu dapat menimbulkan iman yang merosot dan memudar. Sebaliknya, ketekunan dalam beribadah akan menghasilkan disiplin yang baik.  Orang Kristen bukan dipanggil untuk menjadi pribadi yang individualistis. Allah memberikan gereja untuk menjadi tempat kita saling berbagi dan menguatkan. Sikap ini juga harus dikaitkan dengan berpikir bahwa hari Tuhan akan segera datang, yakni dalam pengertian "kecil" bersifat pribadi atau dalam pengertian besar yakni akhir zaman, meski pada nas ini lebih tepat tentang nubuatan hancurnya kota Yerusalem dan Bait Allah oleh serangan Nero dan Kaisar Titus di tahun 70 M setelah Tuhan Yesus naik ke sorga. Akan tetapi, Yesus Kristus tetap akan datang kembali untuk menjemput kita orang-orang yang setia dan menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Ia yang akan menyediakan tempat bagi kita adalah setia, dan untuk itulah kita peringati kematian-Nya pada Jumat Agung ini.

 

Penutup

Atas kebaikan dan anugerah Allah di dalam Kristus, dosa-dosa kita sudah ditebus dengan kematian-Nya. Penderitaan yang Dia alami melalui jalan menjadi manusia biasa, mengubah hal pokok bagi kita dalam menebus setiap dosa dan kesalahan. Kita tidak perlu lagi membawa korban persembahan berulang-ulang, karena kita sudah disucikan dengan darah-Nya. Ruang Mahakudus di sorga terbuka bagi kita orang percaya. Kita juga dinyatakan harus dengan berani menghampiri takhta-Nya, menyampaikan segala keluh kesah dan penderitaan, bahkan seluruh pengharapan kita. Tidak diperlukan lagi imam manusia biasa lainnya sebab Ia sudah menjadi Imam Besar Agung kita. Dengan iman yang teguh, kita melangkah di setiap saat dan tempat mengisi kehidupan ini dengan melakukan perbuatan kasih sebagai penggenapan janji-janji sorgawi yang kita terima. Mari kita melupakan dosa masa lalu dengan tetap mengikuti Yesus dan mengabdikan hidup kita bagi-Nya dan melayani-Nya, dengan tetap berpengharapan teguh bahwa Ia akan kembali untuk menjemput kita yang telah dipilih. Demikianlah kita memperingati kematian-Nya dan menghormati apa yang sudah dilakukan-Nya bagi hidup kita.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah 1 Minggu Hari Raya Paskah - 2023

Khotbah 1 Minggu Hari Raya Paskah - 2023

 PIKIRKANLAH PERKARA DI ATAS, BUKAN DI BUMI (Kol. 3:1-4)

 Bacaan lainnya: Kis. 10:34-43 atau Yer. 31:1-6; Mzm. 118:1-2, 14-24; atau Kis. 10:34-43; Yoh. 20:1-18 atau Mat. 28:1-10

 

Pendahuluan

Dalam kitab Kolose, firman Tuhan yang disampaikan melalui Rasul Paulus pada bab 1 dan 2 bercerita tentang hal yang sudah dilakukan oleh Kristus bagi kita, khususnya dalam menebus dosa-dosa kita dan keselamatan, termasuk penjelasan alasan yang salah tentang penyangkalan diri. Maka dalam bab 3 dan 4 Rasul Paulus menjelaskan bahwa setelah Kristus melakukan sesuatu yang begitu istimewa bagi kita, maka kita pun perlu melakukan sesuatu bagi Dia, termasuk untuk keberadaan gereja yang Dia adalah Kepala. Pada bagian awal bab 3 ini dijelaskan tentang pentingnya kita memikirkan hal-hal di atas dan bukan lagi soal-soal di bumi. Maka melalui nas minggu ini, kita diberikan pokok-pokok pengajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Dibangkitkan bersama Kristus (ayat 1a)

Setiap orang percaya yang menerima Kristus pada hakekatnya telah mati dengan dosa-dosa lamanya (Rm. 6:11), sebab dosa upahnya maut (Rm. 6:23). Hidup lamanya telah dikubur dan dipisahkan dari dosa-dosa itu. Namun oleh karena kebaikan dan anugerah Tuhan Yesus, kita dibangkitkan dari kematian. Simbol baptisan dengan diselam pada zaman dahulu dapat diartikan demikian: ketika seseorang dibenamkan, itu lambang dikuburkan, dan ketika diangkat dari air, itu lambang dibangkitkan. Tetapi baptisan tetaplah sebuah simbol, sama seperti tanda sunat lahiriah di zaman Musa. Oleh karenanya dalam Kol. 2:12 dikatakan, "karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati."

 

Bangkit bersama Kristus berarti hidup kerohanian kita dibangkitkan oleh Allah untuk memasuki hidup baru bersama dengan Kristus. Melalui kebangkitan itu, Allah memperbarui roh dan jiwa kita dengan jalan Roh Kudus diam dan berkuasa di dalam hati kita, meski fisik kita belum berubah setelah kebangkitan itu, yakni masih memiliki tubuh yang sama sebelum masa hidup baru. Kita masih tetap hidup dan tinggal di dunia ini, dengan pengertian kita tidak bisa lepas dari kebutuhan pangan, sandang, biologis, rasa aman, dan lainnya, dan demikian juga kita tidak bisa menghindar dari penyakit dan kematian tubuh duniawi yang ada. Dalam hal itu memang "dunia lama" kita masih tetap ada, yang kadang-kadang membuat kita terjatuh ke dalam dosa akibat kedagingan dan rayuan si jahat. Oleh karenanya, tanpa memiliki hidup baru dengan kuasa Roh Kudus, maka segala upaya kita untuk hidup yang berkenan kepada Allah akan sia-sia.

 

Bangkit bersama Kristus berarti memberi kesempatan kepada Roh Kudus untuk membaharui hidup kita secara terus menerus, sebagaimana dijelaskan pada pasal 2 sebelumnya, mengakui bahwa hidup kita sudah menjadi milik-Nya, sehingga kita memiliki sifat dan perilaku serupa seperti Kristus. Ayat Rm 6:5 mengatakan, “Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya.” Kita jangan masuk dalam pengajaran-pengajaran yang salah sebagaimana dinyatakan pada pasal 2 yang menjauhkan kita dari Kristus dan kasih akan sesama, melainkan berupaya memberikan yang terbaik sesuai dengan talenta dan karunia untuk menyenangkan hati Allah. Orientasi kita tetaplah sorgawi, tempat Kristus Yesus duduk saat ini di sebelah kanan Allah (Mzm. 110:1; Mrk. 16:19; Ef. 1:20). Ia bertakhta sambil terus berdoa bagi kita orang percaya, agar kerohanian kita sama dengan wujud perbuatan kita dalam kehidupan sehari-hari.

 

Kedua: Cari dan pikirkanlah perkara di atas (ayat 1b-2)

Bagi kita yang sudah dibaptis dan mati di dalam Kristus, firman Tuhan sebelumnya mengatakan, "Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia” (Kol. 2:20).  Sebagai manusia baru, kita orang percaya diminta mencari perkara-perkara di atas, maksudnya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan sorgawi. Kita tidak terjebak lagi dengan aturan-aturan legalistik dan menghilangkan hakekat yakni kasih termasuk belenggu ritual peribadatan. Firman Tuhan menegaskan, "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Mat 6:33). Mencari dan memikirkan sesuai nas minggu ini berarti mengerahkan segala upaya roh dan jiwa kita untuk memberikan yang terbaik. Kita bisa lihat dan ukur hal itu dari kesukaan kita pada firman Allah, doa dan ibadah, dan keinginan menjadi pelaku-pelaku firman Allah.

 

Memikirkan hal-hal di atas berarti berjuang untuk menempatkan prioritas sorgawi dalam kehidupan praktis sehari-hari. Hal-hal di atas berarti sesuatu yang berlawanan dengan di bumi, dan cara berpikir kita akan mempengaruhi tindakan di bumi. Ini juga berarti kita berkonsentrasi pada hal-hal yang abadi dibandingkan dengan hal sementara di dunia ini, yang memperlihatkan kedewasaan dalam berpikir. Memikirkan tentang hal-hal di atas berarti melihat kehidupan ini dari sudut pandang Allah dan mencari tentang rencana-Nya dalam hidup kita. Beberapa hal tentang hidup yang berkenan kepada Allah diberikan pada ayat-ayat berikutnya hingga pasal 4. Dalam Kol 3:15 diberikan gambaran bagaimana Kristus menguasai hati dan pikiran orang-orang Kristen (band. Flp. 4:9). Hal ini bisa menghasilkan penangkal bagi kecenderungan materialisme, dan kita juga mendapatkan pemahaman yang benar tentang materi dan kekayaan ketika kita melihat dari sudut pandang sorgawi. Itu juga penangkal bagi sensualitas, dan akan melengkapi penangkal-penangkal yang menghambat perkembangan aspek kerohanian kita, serta menyadari mengikut Kristus berarti mengasihi dan melayani dunia. Dengan mencari yang Kristus inginkan, kita memiliki kekuatan untuk menahan kesenangan-kesenangan dan kegiatan tidak produktif lainnya.

 

Kewargaan kita adalah sorgawi (meski kita masih punya KTP di bumi). Dalam kitab Filipi dikatakan, “Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya” (Flp. 3:20-21). Dengan demikian kita membuat penilaian dan pertimbangan segala aspek kehidupan ini dari sudut pandang sorga. Hidup di dunia bukan berarti kita harus membenci dunia dan menjadi terpisah dengannya. Kita hanya memperlakukan dunia di sekitar kita sebagaimana Allah menciptakan dengan maksud tujuan-Nya, dan kita hidup secara harmoni di dalamnya. Membenci dunia haruslah dalam pengertian sifat-sifat duniawinya, bukan membenci isi ciptaan-Nya, sebab tugas dan tanggungjawab kita ada juga di dalamnya yakni sebagai orang-orang yang mengelola demi kemuliaan-Nya.

 

Ketiga: Kamu telah mati dan tersembunyi dalam Dia (ayat 3)

Apa yang dimaksud dengan hidup orang percaya tersembunyi di dalam Kristus? Kita tahu orang mati dikuburkan dan menjadi tersembunyi di dalam tanah. Tetapi orang yang telah mati dosa-dosanya, tubuhya tetap ada terlihat namun hidupnya menjadi tersembunyi di dalam Kristus. Inilah perbedaan yang sangat penting.  Dalam Perjanjian Lama kata tersembunyi berarti aman dan selamat (Mzm. 27:5–6; Yes. 49:2; 31:19–20). Pelayanan dan perbuatan kita tidak menghasilkan keselamatan, sebab keselamatan dari iman, tetapi semua pelayanan dan perbuatan baik itu adalah buah dari keselamatan. Ini bukan sekedar pengharapan terhadap masa depan, tetapi juga sebuah fakta yang sudah digenapi pada saat ini. Status dan kedudukan kita sudah pasti. Oleh karena itu, peganglah teguh keselamatan yang diberikan, dan hiduplah setiap hari untuk Kristus. Kebenaran ini melengkapi perspektif yang berbeda tentang hidup kita di dunia ini dan dunia ini bukan lagi yang terpenting dan utama.

 

Tersembunyi di dalam Kristus berarti yang terjadi bukan lagi penonjolan diri. Hal yang kita perbuat dan capai dalam hidup, pekerjaan dan pelayanan harus kita akui adalah kehendak dan pertolongan Allah, sehingga Dia-lah yang ditinggikan, bukan diri kita. Kita bermegah hanya dalam salib Tuhan (Gal. 6:14; Luk. 9:23). Hal yang kita lakukan memang bisa tersembunyi bagi mata dan pujian manusia, tetapi itu semua akan terbuka dan terungkap dalam buku kehidupan kita. Kita juga jangan terjebak dalam kegiatan-kegiatan yang membawa kita seolah-olah rajin bersekutu, ikut beribadah, membaca firman Tuhan, bahkan melayani, namun kemudian kita merasa tidak bahagia. Pasti ada yang salah dalam hal ini. Jangan sampai dalam melakukan itu kita sebenarnya melupakan hakekat dan tujuan melakukan itu sehingga kita kecewa dan merasa tidak puas. Jangan sampai ibadah dan pelayanan kita berpusat pada diri sendiri, bukan pada Kristus. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi atas tujuan dan penyertaan Roh dalam melakukan semua itu, sebelum akhirnya kekecewaan kita membawa kita kepada dosa. Perlu dilihat dan diperhatikan bahwa komunitas kita saat bergaul sangat menentukan cara berpikir kita, di samping tentu saja kecenderungan bawaan dari bawah sadar yang merupakan hasil pendidikan dan masa kecil.

 

Kita yang telah mati dan tersembunyi berarti harus menekan serendah dan sesedikit mungkin keinginan-keinginan duniawi. Semua itu hanya terjadi bila proses identifikasi diri kita menjadi serupa dengan Kristus. Tujuan kita hanyalah untuk melakukan kehendak Allah yang bersifat kekal dan mulia. Namun jangan juga ditafsirkan bahwa kita harus lari dari dunia ini dengan mengasingkan diri dalam bentuk tapa, merenung-renung, semedi, atau larangan-larangan yang tidak berguna. Kalaupun kita melakukan hal itu, maka dasarnya harus dari hikmat akal pikiran atau tujuan pelatihan rohani. Seseorang yang tidak makan daging atau darah jangan berdasarkan bahwa itu dari firman Tuhan, tetapi boleh saja berdasarkan hal itu kurang sehat sebab mengandung kolesterol tinggi. Memang dalam sejarah kekristenan hal-hal ekstrim juga pernah ada dalam bentuk menjaga kekudusan, namun akhirnya semua kembali kepada firman Tuhan yang dipadu dengan hikmat akal pikiran yang diiluminasi oleh Roh Kudus.

 

Keempat: Kita pun menyatakan diri kelak dengan Dia (ayat 4)

Sebagaimana dikatakan di atas, mereka yang sudah percaya hidupnya tersembunyi di dalam Kristus, dalam pengertian yang dilakukannya adalah pekerjaan Kristus dalam dirinya (Gal. 2:20). Ia tidak menonjolkan diri sehingga manusia tidak dapat melihatnya dengan baik. Tetapi dalam semua perbuatan baiknya itu, Allah melihat dan mencatat dengan jelas semua hasil kerjanya termasuk dengan motivasinya. Satu pun tidak akan terlewat dan semua yang mengambil bagian dalam perluasan kerajaan-Nya menjadi jelas bagi semua orang. Kemuliaan Yesus pada masa kedatangan-Nya dan masa penghakiman bagi bangsa-bangsa, merupakan saat kemuliaan bagi kita. Semua janji-Nya pasti sebab Dia adalah Allah yang setia.

 

Kebangkitan Kristus adalah fakta yang sudah tidak dapat disangkal. Kebangkitan Kristus merupakan dasar iman kita yang membuat semua yang kita percayai dan kerjakan sebagai buah iman tidak sia-sia, dan semua yang kita lakukan akan penuh berarti. Kebangkitan-Nya adalah kebangkitan kita juga, bukan saja saat ini tetapi juga kelak pada diri kita berupa kebangkitan tubuh kemuliaan. Kebangkitan kita saat ini memberi kita kuasa untuk hidup bagi Dia, dengan hidup berbuah dan terus berkarya. Kebangkitan kita kelak dengan tubuh kemuliaan memberi kita pengharapan tentang masa depan, yakni Dia akan datang kembali. Pada bagian akhir pasal 3, Rasul Paulus menjelaskan bahwa orang percaya harus bertindak saat ini dalam menyongsong saat kembali-Nya.

 

Saat ini Tuhan Yesus sudah duduk bertakhta di sorga (Mzm. 110:1; Ef. 1:20). Rumah kediaman orang Kristen adalah tempat Kristus hidup (Yoh. 14:2, 3). Semangat kita adalah semangat pengabdian dan rasa syukur dan bukan semangat mencari imbal jasa. Upah adalah suatu hak yang melekat dan bukan tujuannya. Kesempurnaan dalam panggilan dan pilihan Tuhan yang membuat kita sebagai orang yang merdeka, itu supaya kita semakin memberi buah, menjadi serupa dengan gambar Kristus (2Kor. 3:18, dan hidup semakin berbuahkan kebenaran (2Kor. 9:10). Bagi kita yang sudah memahami hal itu pasti rindu untuk berbakti, melayani Allah dengan segenap hati dan melayani sesama. Dan semua itu akan dibuka dan dinyatakan pada saat Parusia, janji kemuliaan yang datang bersama-sama dengan Dia (Yoh. 17:24).

 

Penutup

Melalui nas minggu ini diingatkan bahwa sebenarnya kita sudah dibangkitkan dari kematian akibat dosa-dosa kita. Kristus Yesus telah melakukan itu melalui penderitaan dan kematian-Nya sebagai tebusan atas dosa-dosa kita. Maka untuk itu kita tidak lagi memikirkan hal-hal yang “rendah” di bumi ini, melainkan berpikir dan mencari hal-hal di atas yang di sorga. Cara berpikir ini akan mempengaruhi kita untuk mengakui pertolongan Tuhan, dan itu membuat kita tidak menonjolkan diri. Diri kita menjadi tersembunyi di dalam Kristus yang sudah hidup di dalam diri kita. Kita tidak perlu kecewa atau kesal meski manusia tidak melihat dan menghargai hal itu.  Seperti dikatakan ayat terakhir nas minggu ini, “Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.”

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Renungan 2 Jumat Agung 2023

RENUNGAN JUMAT AGUNG – 2023

DERITA 18 JAM (Mzm. 22)

Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? (Mzm. 22:2)

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Jumat Agung ini diambil dari Mzm. 22. Mazmur ini gambaran penderitaan ditinggalkan Allah (ayat 2-3, 12, 20), ditolak manusia (ayat 7-8), rasa sakit yang tidak tertahankan (ayat 15-16) dan musuh yang sangat kejam (ayat 17-19). Perasaan ini muncul pada Tuhan Yesus ketika Ia tergantung di kayu salib dan mendesah: “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat. 27:46b).

 

Penderitaan Tuhan Yesus dimulai saat Ia ditangkap di bukit Getsemani setelah Yudas berkhianat. Pengadilan terhadap-Nya langsung dari tengah malam itu, melalui rangkaian panjang karena adanya saling melempar tanggungjawab. Urutannya demikian:

 

1.         Yesus dibawa kepada Hanas, mantan Imam Besar, mertua Kayafas;

 

2.         Hanas menolak mengadili sehingga mereka membawa Yesus kepada Kayafas, yang baru ditetapkan sebagai Imam Besar. Ada banyak kesaksian palsu dari Sanhedrin;

 

3.         Yesus dibawa ke depan sidang Sanhedrin, yakni: para tua-tua, imam-imam kepala, dan ahli-ahli Taurat yang merupakan Mahkamah Agama Yahudi. Dalam sidang formalitas ini, Yesus ditetapkan dihukum mati;

 

4.         Namun hukuman mati hanya boleh atas persetujuan penguasa Romawi. Tuhan Yesus pun dibawa ke Pilatus, Gubernur Yudea. Tetapi Pilatus melihat Yesus tidak bersalah sehingga ia menolak menyetujui hukuman mati. Pemimpin Yahudi berkeras dan akhirnya Pilatus menghindar, berdalih bahwa itu bukan wewenangnya. Pilatus tahu bahwa Yesus berasal dari wilayah Galilea dan penguasanya adalah Herodes yang pada waktu itu sedang berada di Yerusalem. Yesus dibawa ke depan Herodes;

 

5.         Dalam sidang di hadapan Herodes, Yesus diam dan tidak mau berkata apapun. Lalu Herodes dan pasukannya menista serta mengolok-olok Dia, mengenakan “jubah kebesaran” kepada-Nya lalu mengirim Dia kembali kepada Pilatus;

 

6.         Pilatus cuci tangan dan menyetujui hukuman mati. Ucapannya yang sangat terkenal adalah: “Apakah kebenaran itu?” (Yoh 18:38).

 

Selama proses itu Tuhan Yesus dibelenggu, dan banyak orang yang memukuli-Nya, meludahi-Nya, mengolok-olok, dan bahkan memukul di kepala-Nya. Kemudian Yesus dipaksa memikul salib-Nya melewati via dolorosa, meski kemudian digantikan oleh Simon dari Kirene karena tubuh-Nya sudah lemah. Akhirnya setiba di Bukit Golgota, tubuh-Nya dipakukan di kayu salib di antara dua penjahat. Di atas kayu salib, terpaku, Ia mengucapkan tujuh kalimat dengan yang terakhir: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku" (Luk. 23:46). Sungguh sebuah tragedi derita yang menyayat hati, dan berlangsung selama 18 jam.

 

Pemazmur kemudian meneguhkan imannya bahwa Allah begitu baik kepadanya (ayat 4-6). Allah tidak akan meninggalkan anak-anak-Nya sehingga ia akan tetap memasyhurkan nama-Nya, dan mengajak yang takut akan Tuhan agar tetap memuji Dia (ayat 23-24, 26). Sebab, segala kaum dan ujung bumi serta bangsa-bangsa akan sujud dan berbalik dan memberitakan keadilan-Nya (ayat 28-32).

 

Melalui nas Mzm. 22 di Jumat Agung ini, kita orang percaya diminta untuk mengenang dan memperingati kematian Tuhan Yesus dan penderitaan-Nya untuk menanggung dosa-dosa kita. Enam tahap pengadilan yang harus dijalani-Nya, hanya ada kesaksian palsu dan mereka yang ingin melepaskan tanggung jawab. Ia telah berbuat yang terbaik bagi kita meski Ia tidak berdosa, dan kita pun marilah berbuat yang terbaik untuk menyenangkan hati-Nya. Demikian pula kita yang mungkin saat ini ada dalam pergumulan dan penderitaan, termasuk karena dampak Covid-19, tetaplah dalam iman bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita dan akan memberikan pertolongan yang tepat bagi kita saat berserah kepada-Nya.

 

Tuhan Yesus memberkati kita sekalian, amin.

Khotbah 2 Minggu Hari Raya Paskah – 2023

Khotbah 2 Minggu Hari Raya Paskah – 2023

 UMAT-NYA DIPULIHKAN (Yer. 31:1-6)

 

Menurut sistem leksionari, ada beberapa nas yang dapat dipakai untuk topik khotbah di Minggu Paskah ini, yakni Yer. 31:1-6; Mzm. 118:1-2, 14-24; Kol. 3:1-4 atau Kis. 10:34-43; Yoh. 20:1-18 atau Mat. 28:1-10.

 

Renungan dua nas dari Injil Yoh. 20 dan Mzm. 118 dapat dilihat pada link website ini, yang saya tulis beberapa tahun lalu. Maka nas kita saat ini saya ambil dari Yer. 31:1-6 yang berbicara tentang Perjanjian Baru. Nabi Yeremia menyampaikan janji Allah yang akan membangun kembali Israel, dan memulihkan umat-Nya dari keruntuhan kerajaan Israel dan Yehuda, dua kerajaan warisan Raja Daud yang jaya.

 

Nabi Yeremia menggambarkan dengan puitis janji indah Allah bagi umat-Nya: “.... Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu. Aku akan membangun engkau kembali, sehingga engkau dibangun, hai anak dara Israel! Engkau akan menghiasi dirimu kembali dengan rebana dan akan tampil dalam tari-tarian orang yang bersukaria” (ayat 3-4, 20). Sebuah pengharapan dan sukacita setelah masa kelam umat-Nya termasuk dibuang ke Babilonia selama 70 tahun.

 

Allah mengingatkan perjalanan umat Israel keluar dari perbudakan di tanah Mesir, melewatkan hukuman dengan darah anak domba yang dioles di tiang pintu dan ambang atas rumah mereka (Kel. 12:6-7). Pengharapan diberikan bagi umat-Nya akan Kanaan yang baru: “Engkau akan membuat kebun anggur kembali di gunung-gunung Samaria; ya, orang-orang yang membuatnya akan memetik hasilnya pula. Sungguh, akan datang harinya bahwa para penjaga akan berseru di gunung Efraim: Ayo, marilah kita naik ke Sion, kepada TUHAN, Allah kita!" (ayat 5-6). Itulah peristiwa Paskah pertama bagi umat Allah. Samaria adalah gambaran kerajaan Israel Utara yang akan penuh dengan hasil ladang sumber makanan. Penjaga (menara) yang dahulu dipakai melihat musuh, kini akan menyerukan umat-Nya ke Sion Yerusalem untuk datang beribadah.

 

Demikian jugalah di pagi sebelum fajar menyingsing, Maria Magdalena datang ke kubur Tuhan Yesus. Ia membawa rempah-rempah dan minyak mur, sebuah ungkapan kasih. Tetapi Maria melihat kubur itu telah terbuka, terguling batu penutupnya. Ia berteriak dan para murid pun berlari dan melihat ke dalam. Ternyata kubur itu kosong dan hanya meninggalkan kain kafan. Malaikat muncul meneguhkannya dan Yesus kemudian hadir menemui Maria, dan berkata: “Salam bagimu... Jangan takut" (Mat. 28:9-10). Tuhan Yesus yang mati di hari Jumat, kini telah bangkit. Ini sesuai dengan nubuatan-Nya bahwa Ia akan dibunuh di Yerusalem tetapi akan bangkit pada hari ketiga (Mat. 21:16, tiga hari: Jumat, Sabtu dan Minggu sesuai kalender Yahudi waktu itu).

 

Para murid Tuhan Yesus yang sudah putus asa, kini semangatnya kembali bangkit. Puncak kasih Allah kepada manusia melalui kematian Kristus, kini semakin dibuktikan: Allah berkuasa penuh, hadir dan ingin memulihkan hubungan dengan kita orang berdosa. Kebangkitan Tuhan Yesus meneguhkan iman kita (Yoh. 20:1-18) dan sekaligus menjadi kemenangan kita (1Kor. 15:1-11). Kita telah dipersatukan kembali dan menjadi anak-anak-Nya. Segala pergumulan dan derita pasti ada saatnya pulih, menjadi sebuah sukacita bagi kita yang setia dan taat kepada-Nya. Mari terus berdoa untuk melawan wabah Covid-19, dan terus berkarya bagi-Nya dengan ikut serta memberitakan Dia yang bangkit, berbuat yang terbaik semampu kita bagi mereka-mereka yang menderita terdampak akibat wabah ini. Selamat berkarya untuk menyenangkan hati-Nya.

Selamat PASKAH.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 565 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7412944
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
56059
61324
165710
7204198
447806
1386923
7412944

IP Anda: 162.158.170.82
2024-11-21 22:57

Login Form