2022
2022
Khotbah Minggu III Paskah 1 Mei 2022
Khotbah Minggu Ketiga Paskah
GEMBALAKANLAH DOMBA-DOMBAKU (Yoh 21:15-19)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kis 9:1-6, (7-20); Mzm 30; Why 5:11-14
Pendahuluan
Nats minggu ini merupakan pasal terakhir dari kitab Yohanes yang menceritakan pelayanan Tuhan Yesus sebelum naik ke sorga (band. Mat 28:9). Tuhan Yesus sendiri telah memperlihatkan diri-Nya sebanyak sepuluh kali, mulai dari Maria dan wanita lainnya hingga kepada banyak orang ketika Ia naik ke sorga.
Bacaan kita minggu ini tentang percakapan terakhir Yesus dengan Petrus ketika murid-murid sedang mencari ikan di pantai. Petrus memperlihatkan sikap hormat dan kasihnya kepada Yesus, ketika melihat Yesus datang menemuinya, ia lari tergopoh-gopoh sambil mengenakan bajunya untuk menemui Yesus. Dari bacaan ini, kita diberi hikmat dan pelajaran sebagai berikut.
Pertama: pertanyaan pertama kepada Petrus (ayat 15)
Petrus dan murid-murid lainnya kembali menangkap ikan bukan berarti mereka telah melupakan komitmen untuk mengikuti Dia. Kita harus memahami situasi psikologis para murid pada saat itu, sebab mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah Yesus bangkit, dan Yesus sendiri sering hadir dengan tubuh kemuliaan-Nya. Kemungkinan besar para murid belum mendapat petunjuk langkah lanjut dan karena itulah mereka pergi mencari ikan sebagaimana profesi sebelumnya, mereka kembali harus mencari nafkah untuk diri mereka dan keluarga.
Setelah Petrus menemui-Nya dan sarapan bersama, Yesus bertanya kepadanya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Pengertian "mereka" dalam pertanyaan Yesus ini dapat mengacu kepada dua hal: Pertama, "mereka" dalam arti "perahu dan ikan hasil tangkapan" yang banyak itu. Dalam hal ini Tuhan Yesus ingin menguji, apakah Petrus lebih mengasihi pekerjaan dengan hasilnya dan harta benda perahu tersebut, dibanding kebersamaan dengan Tuhan Yesus selama tiga tahun lebih? Kedua, pengertian "mereka" adalah "murid- murid lainnya", yakni apakah Petrus lebih mengasihi teman-teman murid lainnya dibanding dengan Yesus, karena Petrus sudah langsung pergi bersama mereka untuk mencari ikan, sementara Petrus telah meninggalkan itu semua kala bertemu Tuhan Yesus pertama kalinya.
Kalau disimak inti pertanyaan Tuhan Yesus, maka sebenarnya itu adalah pertanyaan untuk kita semua orang percaya: apakah kita mengasihi-Nya? Bagaimana wujud kasih kita itu kepada-Nya? Tidak dapat disangkal, kita sudah menerima anugerah-Nya berupa kehidupan, berkat dan pengampunan, maka sewajarnya kita mengasihi Yesus, dan kasih itu hanya dapat dilihat dari semangat dan wujud pengabdian kepada-Nya (Yoh 14:15; 16:27; Mat 10:37; 1Kor 16:22; Gal 5:6; Ef 6:24; 1Pet 1:8). Mendengar jawaban Petrus bahwa ia mengasihi Yesus, maka Yesus berkata: gembalakanlah domba-domba-Ku.
Kedua: pertanyaan kedua kepada Petrus (ayat 16)
Tuhan Yesus bertanya kedua kali, apakah Petrus mengasihi Yesus? Tampaknya Yesus tidak sekedar ingin adanya kasih yang dimiliki oleh Petrus kepada-Nya, melainkan kualitas dan kedalaman dari kasih itu sendiri. Pada pertanyaan pertama dan kedua ini kepada Petrus, Tuhan Yesus menggunakan kata kasih dengan agape. Di sini lebih ditekankan mengenai dasar dari kasih, pengabdian dalam pengertian kehendak dan kesediaan untuk berkorban. Dalam pertanyaan kedua ini, Tuhan Yesus bertanya tentang kasih yang bermuara pada diri Petrus, yakni motivasi apakah untuk kepentingan dan penonjolan pada diri sendiri, sebab ada kasih yang mengharapkan imbalan dan rawan terhadap godaan.
Tuhan Yesus mengetahui isi "kepala" rasul Petrus, sebab pengalaman Yesus, Petrus pernah melontarkan kesombongannya dengan mengatakan, "Biarpun mereka (maksudnya murid-murid lain) semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak" (Mat 26:33). Artinya, Petrus ingin menyombongkan diri dan "mencari pujian" dari Yesus bahwa ia adalah yang terhebat (band. Yoh 13:8 dan Yoh 18:10-11). Padahal, kenyataan tidak lama setelah itu, Petrus malah menyangkal bahwa ia mengenal dan pengikut Tuhan Yesus.
Dengan demikian, Yesus tidak ingin motivasi seperti itu ada pada Petrus. Kasih yang dimaksudkan oleh Yesus adalah kasih yang siap berkorban, tidak hanya dalam pengertian "melayani", tetapi pengorbanan yang lebih kuat, serta tidak menyangkal dan lari dari tanggungjawab. Dalam hal ini Yesus menekankan kualitas atau tingkatan dari kasih yang lebih dalam, yakni melayani dan berkorban. Kesiapan untuk berkorban dan menghapus kepentingan diri sendiri, merupakan bukti dari kasih yang dimaksud Tuhan Yesus dalam pertanyaan kedua ini. Tuhan Yesus melalui pertanyaannya ingin mengingatkan Petrus, dalam tugas penggembalaan yang dimaksudkan, Petrus harus menempatkan domba-domba sebagai hal yang utama, dan untuk itu Petrus tidak boleh mengandalkan kemampuan diri sendiri, melainkan kuasa dan perintah dari Dia.
Keutamaan dari pelayanan bukanlah pada diri kita dan kehebatannya, melainkan pada domba-domba atau umat percaya yang harus kita gembalakan. Mereka membutuhkan perhatian, perlindungan, pemeliharaan, dan pemberian makanan rohani untuk kepentingan umat gembalaan tadi. Gembala harus siap berkorban bagi domba-domba gembalaannya, sebagaimana Gembala Agung kita Tuhan Yesus, telah berkorban hingga memberikan nyawa-Nya bagi kita domba-domba-Nya. Inilah yang diminta dari Petrus, sehingga Tuhan Yesus kembali mengatakan, "Gembalakanlah domba-domba-Ku". Puji Tuhan, jawaban Petrus juga meyakinkan, "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau."
Ketiga: pertanyaan ketiga kalinya kepada Petrus (ayat 17)
Ternyata, Tuhan Yesus masih bertanya sekali lagi kepada Petrus dengan pertanyaan yang sama. Kemungkinan besar Tuhan Yesus bertanya tiga kali ada hubungannya dengan penyangkalan Petrus tiga kali, meski hal itu tidak pasti. Hanya kali ini dalam pertanyaannya, Tuhan Yesus mengganti kata mengasihi yang dalam bahasa Yunani lebih "personal", yakni phileo, bukan agape. Phileo lebih berarti kepada kasih sayang dan perhatian dalam persaudaraan. Melalui kata phileo ini Yesus ingin mengetahui bahwa kasih Petrus jangan hanya dari pikiran, kesediaan berkorban, tetapi juga dari hati, kasih yang timbul dari hubungan pribadi. Dalam perkataan lain, pertanyaan Tuhan Yesus sebetulnya menjadi: apakah kamu memang sahabat-Ku?
Tuhan Yesus bertanya tiga kali baik juga kita lihat karena Yesus sudah memiliki misi yang sangat khusus kepada Petrus. Hal ini dimungkinkan karena Tuhan Yesus pernah berkata kepada Petrus, "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya" (Mat 16:18). Ahli teologi sendiri memang belum sepakat tentang pengertian "batu karang" dalam kalimat Yesus, apakah yang dimaksud dengan batu karang atau kekohohan sebagai batu bangunan, atau batu karang dalam pengertian pribadi Petrus? Hal ini membuka penafsiran bahwa kerasulan Petrus lebih ditekankan pada pembangunan jemaat, sementara kerasulan Paulus lebih kepada pemberitaan Injil. Memang kita tidak perlu menekankan siapa mereka yang terbesar, apakah Petrus atau Paulus, atau Yohanes yang sering disebut murid yang (paling) dikasihi-Nya.
Mengasihi Tuhan berarti mengikuti rencana dam kehendak Tuhan dalam hidup kita. Petrus telah mengalami perubahan mendasar dalam dirinya, yakni dari seorang pencari ikan menjadi penginjil, seorang yang tidak sabaran menjadi seorang yang kokoh bagai karang teguh, dan seorang yang berdosa menyangkali Tuhan-Nya ternyata diampuni. Ia semakin menyadari makna kebangkitan Yesus bagi dirinya. Inilah juga yang diharapkan dari kita, bagaimana Tuhan Yesus telah merubah hidup kita dan kebangkitan Kristus itu semakin menyadari bahwa Tuhan telah memberikan yang terbaik bagi hidup kita. Jawaban Petrus yang ketiga mestinya menjadi jawaban kita semua kepada Dia.
Keempat: cara mati yang sudah ditentukan (Yoh 21:18-19)
Ayat 18 ini menunjuk kepada cara Petrus akan menemui ajalnya. Tuhan Yesus mengingatkan bahwa ketika Petrus (dan kita) masih muda, kita memiliki kekuatan dan kebebasan untuk menentukan langkah tujuan kita. Tetapi ketika usia tua sudah menjelang, maka pilihan itu menjadi terbatas bahkan bisa harus mendapat pertolongan orang lain. Tetapi ada juga yang mencoba menafsirkan ayat tersebut, bahwa Tuhan Yesus hendak menyatakan "cara mati" Petrus, yakni melalui diikat dan disiksa yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Tradisi menyatakan bahwa cara mati rasul Petrus adalah disalibkan di Roma atas perintah kaisar, meski atas permintaan Petrus, dia disalibkan terbalik karena menilai dirinya tidak layak untuk disalibkan seperti Tuhan Yesus. Penafsiran inilah yang membuka peluang bahwa cara mati seseorang secara umum telah ditetapkan dari awalnya, apakah melalui sakit yang panjang, tidak melalui sakit, dan sebagainya sebagaimana Petrus telah ditetapkan, tetapi penafsiran ayat itu dapat juga hanya specific untuk Petrus saja dan tidak berlaku umum. Oleh karena itu, penafsiran demikian masih merupakan perdebatan para ahli teologia.
Tetapi apa yang ditekankan oleh Tuhan Yesus kepada Petrus adalah, dia akan mengalami masa yang sulit sebagai konsekuensi dari jawabannya itu. Petrus akan melalui ujian yang berat, kuk salib akan dipasang dipundaknya, tetapi meskipun Yesus mengatakan demikian, Petrus tetap mengikut Dia dan menerima konsekuensi itu. Petrus kehilangan rasa takut sebab ia sudah menyadari Tuhan Yesus yang memberi perintah dan akan mengendalikan hidupnya. Dan memang begitulah, kalau sudah Tuhan yang mengendalikan, maka kita tidak perlu takut untuk mengikuti-Nya. Tetapi godaan iblis akan kemanusiaan kita, juga tetap ada pada Petrus, yang mencoba bertanya tentang bagaimana halnya dengan murid-murid lain? Tetapi Yesus menjawab: "Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku" (Yoh 21:22). Kita cenderung ingin membandingkan diri kita dengan yang lain, pelayanan kita dengan yang lain, mencoba merasionalkan apa yang sudah dan akan lakukan untuk Tuhan, seolah-olah mencari keadilan, tapi Yesus berkata, jangan urus hal itu. Uruslah dirimu, bagaimana dengan kamu saja, mau ikut atau tidak?
Kesimpulan
Pertanyaan Tuhan Yesus kepada rasul Petrus sebanyak tiga kali dengan penekanan yang berbeda, menjadi pertanyaan untuk kita: apakah kita mengasihi Tuhan Yesus? Apakah kita benar-benar sahabat Yesus? Apakah kita siap dengan konsekuensi yang akan diberikan oleh-Nya untuk kemuliaan-Nya? Bagaimana jawaban kita?
Tuhan Yesus memberkati kita, amin.
Kabar dari Bukit Minggu 24 April 2022
Kabar dari Bukit
HALELUYA DAN MELAYAKKANNYA (Mzm. 150)
Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya! (Mzm. 150:6)
Firman Tuhan di hari MInggu ini untuk kita dari Mzm. 150. Judul perikopnya: Haleluya; (Hallelu + YAH) berarti Pujilah Tuhan. Bagi umat Israel, kata ini sering diucapkan dalam doa; bagi kita umat percaya, ungkapan pujian kepada Tuhan.
Ada 13 kali memuji Tuhan disebut dalam enam ayat Mazmur ini. Bila pasal 1 kitab Mazmur dibuka dengan pengajaran tentang “jalan orang benar dan jalan orang fasik”, maka pasal penutup Mazmur ini merupakan ekspresi sukacita besar, keyakinan teguh, dan mengajak orang lain. Dan memang begitulah kehidupan, yang mengikuti petunjuk benar, pasti buahnya sukacita dan berpuas hati di akhirnya.
Mazmur ini juga memberi kita pijakan dalam memuji Tuhan. Pertama, Allah ada di tempat kudus-Nya (ay. 1a). Allah kita kudus maka memuji Tuhan hendaklah kita juga kudus (baca: dikuduskan) terlebih dahulu (band. Musa, Kel. 3:5). Kita perlu hormati kekudusan tersebut dan menjaganya. Mereka yang hidup masih dalam rasa kebencian terhadap orang lain, ada permusuhan, keinginan jahat, ini adalah hati yang kotor, dan sebaiknya merenung kembali sebelum mengucapkan haleluya. Sama seperti censura morum sebelum perjamuan kudus, bertanya, apakah kita layak untuk bersekutu dengan Tuhan jika hidup kita masih jauh dari firman-Nya? Alkitab juga mengajarkan, tidak boleh datang memberi persembahan kepada Tuhan, jika masih ada hal yang tidak beres hubungan kita dengan sesama manusia (Mat. 5:23-25).
Tempat kedua Allah adalah cakrawala (Ibrani: raqia) sorga tempat Dia bertakhta (ay. 1b, band. Doa Bapa Kami Luk. 11:2; Mzm. 11:4). Langit atau cakrawala menaungi seluruh bumi, dan Allah Mahahadir. Tangan dan penglihatan-Nya tidak kurang jauh untuk menjangkau dan menuntun kita menjalani kehidupan ini. Memuji Tuhan memang tidak mengenal tempat, tetapi mensyaratkan hati yang bersih dan benar.
Memuji Tuhan perlu dasar, alasan. Mazmur ini mengatakan, Allah itu perkasa dan hebat kebesaran-Nya (ay. 2). Pengalaman pribadi akan menguatkan hal ini. Mereka yang melihat dengan kerendahan hati, dan merasakan anugerah keselamatan dalam hidupnya, akan lebih mudah mengakui Allah kita besar dan perkasa. Karya-Nya berupa bumi dan alam semesta, kompleksitas tubuh manusia, perbuatan dan pemeliharaan-Nya yang ajaib sepanjang sejarah. Jangan sampai persoalan yang kita alami dan hadapi saat ini, membuat kita ragu tidak melihat keperkasaan Allah. Lihatlah dengan mata rohani dan iman, persoalan yang kita alami, pasti akan berlalu dengan pertolongan-Nya. “Allahku lebih besar dari persoalanku”, itulah prinsip orang Kristen. Keraguan adalah provokasi iblis.
Berikutnya tentang cara memuji Tuhan. Pada ayat 3-5 digambarkan sejumlah peralatan musik, seperti tanduk sangkakala, gambus, kecapi, rebana, seruling dan ceracap. Irama ini diiringi tari-tarian. Semua untuk menekankan, Allah menyukai keindahan sebagaimana ciptaan-Nya selalu indah. Keindahan dan harmoni selalu menyenangkan hati. Namun alat musik hanyalah alat ekspresi, intinya seluruh kemampuan kita perlu dipakai. Setiap orang telah Tuhan beri talenta dan karunia rohani. Mari kerahkan itu sebagai alat untuk memuji Tuhan. Menjadi pribadi yang menyenangkan hati Tuhan melalui perbuatan; satunya kata dan tindakan.
Bagian terakhir, hendaklah kita mengajak orang lain seperti pemazmur menuliskan, “Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya! (ay. 6). Dengan kita berusaha layak memuji, Tuhan yang memang layak dipuji, dengan kelayakan atas berkat-berkat yang Tuhan berikan kepada kita, kita pun layak sebagai saksi yang baik, menjadi bagian dari kerajaan sorgawi. Maka, nama Tuhan semakin ditinggikan dan dimuliakan. Terpujilah Dia, haleluya!
Tuhan Yesus memberkati kita, amin.
Kabar dari Bukit Minggu 17 April 2022
Kabar dari Bukit
PASKAH DAN DUNIA BARU (Yes. 65:17-25)
Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati (Yes. 65:17)
Firman Tuhan di hari raya Paskah ini untuk kita, dari Yes. 65:17-25. Judul perikopnya: Janji mengenai langit yang baru dan bumi yang baru. Nas ini sama dengan Wahyu 21:1.
Meski tidak ada 70 bidadari menanti, gambaran bumi baru langit baru dalam nas minggu ini dan juga di kitab Wahyu, cukup menyenangkan hati. Misalnya:
- tidak ada lagi kedengaran bunyi tangisan dan bunyi erangan (ay. 19; Why 21:4)
- semua orang berumur panjang dan tidak ada kematian bayi (ay. 20; Why. 21:4)
- banyak kebun anggur, buahnya enak dimakan (ay. 21)
- berkumpul bersama anak cucu (ay. 23)
- ada kemah Allah, dan akan sering bersekutu dan berjumpa dengan-Nya (ay. 24; Why. 21:3)
- hewan liar dan ternak piaraan hidup rukun (ay. 25a)
- tidak ada lagi kejahatan, semua hidup kudus (ay. 25b)
- semua penuh dengan kemuliaan Allah, cahayanya sama seperti permata yang paling indah, bagaikan permata yaspis, jernih seperti kristal (Why. 21:11).
Salah satu keunggulan Kekristenan adalah lebih rasional. Memang ada yang dirasakan tidak rasional, sulit diterima pikiran, misalnya, Allah menjadi manusia. Tapi ini mesti diterima dengan hati. Tokh, manusia juga bukan hanya terdiri dari pikiran. Ada hati, dan sangat diperlukan untuk iman dan kasih.
Paskah adalah berita kemenangan. Paskah adalah kebangkitan; penggenapan janji pemulihan dan pembaruan. Oleh karena itu, bumi baru dan langit baru jangan juga dilihat hanya terjadi di akhir zaman. Sama seperti hari Tuhan, bisa berarti saat Tuhan memanggil seseorang. Itu sangat pribadi, kosmos kecil kita, yang membumi dan realis. Namun realitas besar jangan diabaikan, yakni ada keindahan spektakuler dalam kosmos besar, bumi baru langit baru di akhir zaman. Itu janji Tuhan. Dan kita pemenang.
Paskah saat ini menjadi lebih bermakna dalam hidup kita orang percaya, jika kebangkitan Tuhan Yesus kita jadikan sebagai awal dunia baru bagi diri kita. Visi dunia kita yang baru, tidak mesti dimulai dari yang besar dan sulit. Bisa bertahap sepanjang direncanakan tujuan akhir. Visi dunia baru kita pribadi, disusun dan direncanakan, dengan pencanangan hidup semakin menyenangkan hati Tuhan.
Mari kita jadikan untuk pribadi kita, keluarga kita, pencanangan dan janji untuk lebih setia: setia kepada Tuhan, setia dan lebih mengasihi keluarga, setia dan lebih rajin dan kerja keras serta cerdas di pekerjaan dan usaha. Tetapi jangan lupa, semua harus berdasar atas kasih dan sukacita. Yang penting, ada kebangkitan dalam hidup.
Terlebih Paskah tahun ini, ketika ada tanda-tanda serangan Covid-19 dan variannya semakin melemah, itu memberi semangat, Tuhan tetap mengasihi kita. Ini saatnya kita bangkit, memiliki semangat baru, membangun dunia baru dalam hidup pribadi, keluarga, dan hubungan sesama manusia. Dengan visi dunia kita yang baru, maka langit kita pun akan baru, pengharapan yang tinggi dan lebih indah. Itulah indahnya Paskah.
Selamat Paskah
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah Minggu II Paskah 24 April 2022
Khotbah Minggu Kedua Paskah
MEYAKINKAN SANG PERAGU (Yoh. 20:24-29)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kis. 5:27-32; Mzm. 118:14-29; Why. 1:4-8
Pendahuluan
Minggu ini kisah pelayanan Tuhan Yesus dimulai pasca kebangkitan-Nya. Setelah bertemu dengan Maria Magdalena, Yesus kemudian mendatangi tempat murid-murid-Nya yang sedang berkumpul. Yesus masuk menembus pintu dengan tubuh kemuliaan-Nya yang membuat murid-murid semakin percaya akan ke-Allah-an Yesus. Dalam pertemuan itu, Yesus memperlihatkan bekas luka-Nya dan mengembusi mereka dengan Roh Kudus untuk tugas pengutusan. Sayangnya, Tomas tidak berada di tempat itu, sehingga ketika murid-murid menceritakan bertemu dengan Tuhan Yesus yang bangkit, ia tidak percaya.
Kisah keraguan dan ketidakpercayaan Tomas merupakan Nats minggu ini dan kita mendapatkan beberapa pengalaman hidup sebagai berikut.
Pertama: sisi buruk Tomas
Gambaran Tomas di Alkitab tidak banyak. Kita bisa menarik kesimpulan yang salah jika hanya memandang satu sisi saja. Sebagaimana kita umumnya, Tomas memiliki sisi buruk tetapi juga memiliki sisi baik. Kita lihat sisi buruknya lebih dahulu dari kisah yang dituliskan di Alkitab.
Kekurangan pertama pada diri Tomas, ia tidak tampak pada saat-saat terakhir Tuhan Yesus ditangkap dan diadili. Ada dugaan dia dan murid-murid lain menghindar menyembunyikan diri, mungkin alasan takut ditangkap atau mungkin alasan strategis. Kekurangan kedua, Tomas juga belum muncul pada saat murid-murid sudah berkumpul lagi setelah bangkitnya Yesus. Alkitab tidak memberi penjelasan mengapa hanya Tomas yang tidak hadir, dan ini menjadi dugaan Tomas telah sibuk dengan urusan dirinya, atau mengurung diri, hingga melupakan persekutuan dengan murid-murid lainnya.
Tomas ragu karena punya alasan untuk belum percaya. Ia dengan jelas telah melihat - walau mungkin dari jauh, bagaimana Yesus telah dipukuli, disiksa, disalibkan, mati dan dikuburkan. Jadi dalam pikirannya, bagaimana mungkin Yesus yang telah dikuburkan itu dikatakan hidup lagi?! Oleh karena itu ia meminta bukti, ia ingin melihat dan menjamah langsung. Tapi disinilah sisi kekurangan lainnya dari Tomas, karena sebenarnya Tomas sudah harus memahami apa yang disampaikan oleh Tuhan Yesus sebelumnya, bahwa Ia akan bangkit pada hari ketiga (Mat. 16:21; 17:22-23; 20:18-19; 26:2; band. Yoh. 2:18-22). Tomas juga sudah melihat kuasa dan ke-Allah-an Yesus dengan berbagai mukjizat yang dilakukan-Nya, sehingga ia seharusnya sudah bisa memahami bahwa Yesus akan menggenapi janji-Nya bahwa Dia pasti bangkit. Dalam hal ini Tomas tidak bisa melihat dengan hatinya, kurang mengenal pribadi Yesus sebagaimana Yohanes, yakni ketika melihat ke kubur langsung percaya bahwa Yesus telah bangkit. Kedekatan hubungan pribadi antara Yohanes dengan Yesus berbeda dengan hubungan pribadi Tomas dengan Tuhannya.
Keraguan dan ketidakpercayaan Tomas juga tidak perlu, sebab ia pasti tahu dalam Perjanjian Lama banyak kisah kebangkitan orang mati (1Raj. 17:17-24; 2Raj. 4:18-37). Ia juga sudah melihat bagaimana Tuhan Yesus beberapa kali membangkitkan orang mati (Mrk. 5:21-43; Luk. 7:11-17; Yoh. 11:11-44). Bahkan Alkitab pun menceritakan, pada saat Yesus bangkit banyak orang kudus yang bangkit dari kubur (Mat. 27:52-53).
Kedua: sisi baik Tomas
Di antara kekurangan yang disebutkan di atas, Tomas bukanlah seseorang yang pengecut atau munafik! Dia juga bukan seorang yang bodoh. Dalam peristiwa membangkitkan Lazarus, ketika orang lain menjadi ragu saat Tuhan Yesus "terancam", Tomas dengan tegas dan bersemangat mengatakan kepada murid-murid yang lain: "Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia" (Yoh. 11:16). Artinya, iman dan keyakinan Tomas kepada Yesus sangat kuat.
Sebagai salah satu murid Yesus, kekuatan Tomas adalah bersikap teguh, meski kadang ragu. Tapi ia jujur terhadap situasi yang dihadapinya. Dia peragu, tapi dengan tujuan yakni mengetahui dan memastikan kebenaran. Tidak ada kepentingan pribadi atau maksud yang terselubung. Tomas juga tidak kaku dengan keraguannya, pikirannya tetap terbuka untuk fakta dan bukti kebenaran. Keraguan Tomas mungkin hanya cara untuk merespons suatu fakta dan bukan merupakan cara pandang permanen pribadinya.
Mungkin Tomas adalah seorang skeptis yang tidak mudah percaya. Tapi ia bukan seorang yang pesimis dalam arti tak berpengharapan. Ia sama dengan murid yang lain yang perlu melihat langsung ketika Maria Magdalena di pagi buta mengatakan bahwa ia telah melihat Yesus. Imannya terhadap Yesus tetap kuat, pengharapannya masih ada. Tomas dalam hal itu kita berikan respek atas iman dan pengharapannya.
Sebagaimana Tomas, kita boleh ragu atas sesuatu informasi, tetapi hendaklah itu jangan menjadi cara pandang atau cara kita melihat masalah. Kita jangan menjadi orang yang pesimis. Kalau kita ragu, sebaiknya itu hanya mendorong kita untuk berfikir ulang, atau mencari kebenaran yang lebih hakiki, untuk kemudian mengambil kesimpulan dan tindakan. Keraguan haruslah merupakan penajaman pikiran bukan untuk merubah sesuatu keyakinan yang sudah bagus. Keraguan dalam hal ini hanya menjadi alat untuk pemahaman dan pengenalan yang lebih dalam.
Ketiga: belajar dari pribadi Tomas
Itulah yang dilakukan Tomas sehingga ketika Tuhan Yesus menjawab kerinduannya akan kebenaran, Yesus datang kepadanya dan menawarkan tangan-Nya disentuh. Tomas langsung percaya meski Alkitab tidak menceritakan bahwa Tomas perlu untuk menyentuh bekas lobang paku itu. Maka ketika kita dalam keraguan, belajarlah dari Tomas. Jangan diam dan pasif, melainkan nyatakan keinginan, sehingga Yesus mendengar dan kemudian memberi jawaban seperti Yesus memberi jawaban kepada Tomas. Jangan mandeg, tetapi berusahalah. Hal ini dapat dilakukan dengan menemui orang-orang yang sudah mengalami, membaca Alkitab dan buku-buku, sebab Tuhan Yesus selalu siap hadir untuk memberi jawaban atas keraguan kita, sepanjang kita juga rindu untuk mengenal dan mengetahui kebenaran-Nya. Keraguan yang didiamkan tidak akan membawa hasil apa-apa.
Pada saat iman kita terhadap Yesus mungkin jatuh atau turun, maka kerinduan untuk memulihkannya jangan hilang. Iman adalah sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari yang tidak kita lihat (Ibr. 11:1). Artinya iman itu memang bisa turun naik, mengecil dan membesar. Allah bisa membesarkan iman kita itu, membangun iman kita, sepanjang kita tidak menidurkannya sehingga tidak bekerja. Yohanes Calvin menyebutkan, dalam peristiwa Tomas, Allah membangunkan imannya.
Setan terus bekerja setiap saat untuk mengikis iman kita. Kadang kita digoda untuk meragukan yang berhubungan dengan kuasa dan penyertaan Tuhan dalam kehidupan keseharian kita. Tapi di lain pihak, setan justru menuntun kita untuk mudah mempercayai hal-hal mistik, bahkan gosip yang membawa kita ke dalam dosa. Di sinilah kita perlu waspada dan tetap menempatkan keraguan sebagai dasar untuk mencari kebenaran, tanpa melepaskan hubungan kita dengan Allah.
Keempat: belajar dari situasi yang dihadapi Tomas
Tomas tidak hadir pada persekutuan para murid yang menyebabkan ia tidak menerima sukacita yang diterima oleh murid-murid lain, saat Tuhan Yesus menyapa mereka. Oleh karena itu, Alkitab berkata, jangan menjauhkan diri dari ibadah dan persekutuan (Ibr. 10:25), sebab selalu ada berkat dan mukjizat yang menanti. Peristiwa Tomas menjadi pelajaran penting bagi kita.
Pelajaran lainnya yang dapat kita ambil hikmatnya adalah, Tuhan Yesus tidak membenci keraguan, sepanjang itu dengan niat jujur dan bertujuan untuk menguatkan keyakinan. Dalam bahasa lain, lebih baik keraguan yang diungkapkan dari pada ketidakpercayaan yang didiamkan. Pengalaman Thomas mungkin pengalaman kita semua. Kita mungkin pernah dirundung masalah yang berat dan kemudian bertanya tentang keberadaan Tuhan atau meragukan kasih dan kuasa-Nya. Maka ungkapkanlah kepada Yesus.
Atau, kita masih kurang percaya dengan kebangkitan dan kuasa-Nya, sehingga kita terus menunggu untuk bertemu, menyentuh dan mendengar suara Yesus langsung agar kita percaya kepada-Nya? Jangan lagi berpikiran seperti itu. Allah memiliki rencana yang indah dengan tidak mengutamakan kehadiran fisik, Dia tidak lagi membatasi diri-Nya dengan kedagingan dan tubuh. Justru Allah menginginkan kita bisa selalu bersama-Nya sepanjang waktu, melalui Roh Kudus yang disediakan bagi kita orang percaya. Kita bisa berbicara dengan Yesus, berbicara dengan Roh Kudus melalui doa, mendengar sapaan-Nya melalui firmam dalam Alkitab atau khotbah di gereja. Allah menjadi nyata dalam semua wujud itu. Kita tidak perlu berpura-pura percaya padahal masih ragu. Allah membenci ketidakjujuran, tetapi menyukai ketulusan dan kerinduan mencari kebenaran. Kita bisa juga dapatkan keteguhan iman melalui teman-teman seiman yang sudah merasakan hadirnya Allah dalam hidup mereka. Kita yang ragu akan diteguhkan. Melalui persekutuan dengan mereka, iman kita semakin dikuatkan, sehingga kita dapat berkata sama seperti yang Tomas katakana kepada Yesus: "Ya Tuhanku dan Allahku".
Kesimpulan
Apa yang terjadi pada Tomas memberi kita pelajaran berharga, yakni pentingnya untuk memelihara keaktifan dalam persekutuan dengan teman-teman seiman. Banyak berkat yang akan diperoleh. Terlebih lagi pada saat iman kita sedang digoyang oleh iblis, maka kejujuran dan ketulusan kepada Tuhan diperlukan, sehingga Tuhan akan memberi jawaban. Belajar dari masalah Tomas, Allah tidak membenci keraguan. Persoalannya, maukah kita percaya sekalipun tidak melihat? Firman Tuhan berkata: “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya”.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah Minggu Paskah 17 April 2022
HARI RAYA PASKAH – Kebangkitan Tuhan Yesus
KEBANGKITAN YESUS MENEGUHKAN IMAN KITA (Yoh 20:1-18)
Bacaan leksionari lainnya: Yes 65:17-25; Mzm 118:1-2, 14-24; 1Kor 15:19-26
Pendahuluan
Minggu ini kita memperingati dengan sukacita kebangkitan Tuhan Yesus. Kisah penderitaan dan kematian Tuhan Yesus sebagai manusia yang tidak berdosa namun harus menerima disalibkan, membuat sekilas hati kita sedih tetapi sekaligus bangga dan bersyukur akan keputusan-Nya untuk bersedia mati dalam usia-Nya yang muda. Ia rela menerima kehinaan dengan cara mati yang dipandang kutukan oleh orang Yahudi, bahkan disandingkan dengan penjahat di kanan-kiri-Nya. Lambung-Nya ditusuk untuk memastikan Ia telah mati. Tetapi orang- orang yang mengasihi-Nya menurunkan-Nya dari salib dan menguburkannya di makam yang layak.
Adalah kebiasaan orang Yahudi untuk pergi ke makam tiga hari setelah kematian seseorang. Hal ini didasari pemahaman bahwa roh orang mati masih melayang-layang di sekitar makam dan tubuh kaku itu, kemudian setelah tubuh itu rusak dan tidak dikenali lagi, barulah rohnya pergi. Maria datang ke kubur Yesus di hari pertama setelah sabat dan disitulah Maria melihat dan menyadari tubuh Yesus telah tiada. Ia lantas panik dan rangkaian kisah inilah bacaan kita mingggu ini yang memberi kita beberapa hikmat dalam mengikuti Dia.
Pertama: Hati yang Terus Mengasihi Yesus (ayat 1-4,11)
Maria Magdalena datang pagi-pagi sekali dalam kesunyian kubur untuk meminyaki Yesus (Mrk 16:1). Maria memperlihatkan kasih kepada Yesus karena ia telah menerima kebaikan dari Yesus. Roh jahat telah diusir dari dirinya dan dosanya yang besar itu telah diampuni Yesus dan Yesus menerimanya dengan penuh kasih. Setelah tiba di depan kubur, ia melihat batu penutupnya telah terbuka! Dalam kitab Matius disebutkan batu penutup itu sudah disegel oleh petugas kerajaan Romawi (Mat 27:66). Ia sungguh kaget dan berpikir tubuh itu mungkin dicuri oleh penjahat atau diambil oleh petugas kerajaan Romawi untuk kepentingan politik mereka. Maria tidak mengerti karena itu ia langsung berlari kembali ke desa menemui Petrus, Yohanes dan lainnya, meneriakkan hilangnya tubuh Yesus.
Yesus menyatakan pertama kali kebangkitan-Nya kepada Maria dan bukan kepada para pembesar Romawi atau para Imam, bahkan tidak kepada murid-murid-Nya. Di sini tampak hati Yesus selalu lebih dahulu kepada mereka yang "hina" dan dalam kesusahan, tetapi tetap rela memelihara kasih kepada Tuhan Yesus. Maria merupakan model kesetiaan yang berbuahkan berkat dan kehormatan karena mengasihi Yesus. Maria memberikan kasihnya dan upahnya adalah sebagai orang yang pertama ditemui Yesus setelah bangkit. Sungguh ini menjadi pelajaran bagi kita, ketika kita menyadari Yesus telah mengasihi kita (atas anugerah keselamatan dan berkat yang kita terima) maka kita wajib untuk mengungkapkan kasih kita kepada-Nya. Akhir dari ungkapan kasih kita itu, seperti Maria Magdalena, niscaya akan berbuahkan yang manis dan indah dari Yesus.
Ini juga yang dilaukan para murid-murid. Meski memerlukan waktu beberapa hari setelah kenaikan-Nya ke sorga, para murid mulai memberikan hidup dan nyawanya bagi kebenaran dan kuasa yang diajarkan oleh Yesus. Mereka melakukan perjalanan dan beberapa menulis riwayat kebersamaan mereka dengan Yesus dan saat ini menjadi referensi hidup kita yakni Alkitab. Mereka merasakan kasih Yesus dalam kebersamaan tiga tahun. Dan ketika menyadari bahwa Yesus bangkit, maka mereka kembali semangat dan mengabdikan diri bagi pelayanan kepada-Nya.
Kedua: Janji yang Digenapi (ayat 5-10)
Ketika mendengar teriakan Maria, murid-murid langsung berlari menuju makam. Yohanes yang paling muda tiba di makam duluan. Ia melongok ke dalam makam, mungkin karena rasa hormat ia tidak masuk, dan melihat kain kafan tergeletak dan susunannya tidak berubah sebagaimana kain itu membungkus tubuh Yesus sebelumnya, seolah-olah tubuh dalam bungkusan kain kafan itu menguap. Ia berpikir cepat dan menyadari bahwa Yesus telah bangkit! Yohanes yang sangat dekat dengan Tuhan Yesus kini orang kedua yang mendapat karunia yang pertama percaya dan menyadari bahwa janji Tuhan telah digenapi dan Yesus benar-benar bangkit. Sungguh indah selalu yang kita terima dari Tuhan Yesus.
Alkitab dengan jelas memperlihatkan bukti-bukti bahwa Ia bangkit. Di samping kubur yang kosong, Yesus juga memperlihatkan “tubuh-Nya” sebagai manusia biasa dan bertemu serta bercakap-cakap dengan orang lain, merasa lapar dan haus dan bahkan dapat disentuh ketika Thomas tidak mempercayai kebangkitan-Nya. Tetapi tubuh Yesus juga tidak sembarang tubuh, sebab kadang tubuh-Nya tidak terlihat oleh mata dan bahkan dapat menembus tembok dinding. Tubuh itu selama kebangkitan kadang berubah menjadi Roh yang tidak terlihat tapi ada di tengah-tengah mereka.
Kalau Maria merespon dengan rasa kaget dan setengah ketakutan, Yohanes meresponnya dengan cepat kebangkitan Tuhan-Nya. Iman dan kepercayaan Yohanes akan kebangkitan Yesus tentu lahir dari pengenalannya secara pribadi dengan Yesus. Yohanes selalu memberikan hatinya kepada Yesus dan Yesus juga kita tahu sangat mengasihi Yohanes. Interaksi seperti ini jelas memberikan teladan kepada kita, bahwa pengenalan dan kedekatan secara pribadi dengan Tuhan Yesus akan melahirkan iman dan percaya yang kuat kepada-Nya. William Barclay menyebut hal ini sebagai hukum kehidupan yang besar, yakni di dalam setiap interaksi dan hubungan antar pribadi, kita tidak bisa sungguh-sungguh membaca dan memahami pikiran orang lain bila kita tidak menaruh simpati kepadanya. Yohanes memberi simpatinya, memberi hatinya kepada Yesus, itulah sebabnya ia mudah memahami situasi yang terjadi pada Yesus: Yesus telah bangkit!
Petrus yang datang belakangan dan selalu responsif masuk ke dalam kubur, tidak hanya melongok, untuk memastikan bahwa tubuh itu tidak ada lagi disitu. Setelah yakin, akhirnya mereka kembali dengan pikiran masing-masing, namun Maria yang kembali ke makam itu masih menangisi Tuhan Yesus. Ia memiliki sifat kewanitaan yang wajar dan simpati atas hilangnya tubuh yang dikasihinya itu.
Ketiga: Kuasa Kebangkitan (ayat 12-17)
Ketika Maria menangis, ia tidak menyadari bahwa Yesus telah ada di belakangnya. Yesus kemudian menyapanya, tapi Maria menganggap bahwa Dia adalah petugas makam atau yang mengambil tubuh Yesus itu. Pikiran Maria terus pada Yesus sehingga dalam linangan air mata, ia secara otomatis menanyakan: apakah orang itu mengambil tubuh Yesus?
Maria dalam konteks ini tidak bisa mengenali karena matanya penuh air mata, dan kedua arah pandangannya masih ke makam. Ini memberi kita pelajaran penting bahwa air mata dapat menutupi cara kita melihat dan menutupi sukacita kita. Ketika kita fokus pada diri kita akan kesedihan, permasalahan, penderitaan, dan airmata, maka kita akan kehilangan kesempatan melihat hadirnya Yesus dalam hidup kita. Kehadiran Yesus telah memberikan begitu besar nilai kehidupan kita ini, baik yang sekarang maupun untuk kekekalan kelak. Oleh karena itu janganlah kita larut dan mata kita tertutup kesedihan dan melupakan berkat yang besar dalam hidup kita ini. Demikian juga mata Maria terus terpaku pada kuburan kosong sehingga ia tidak melihat Yesus yang ada di belakangnya. Ini juga memberikan pelajaran kepada kita, jangan kita memandang kuburan, kematian, gundukan tanah itu, marilah kita memandang Yesus, memandang ke sorga di atas tempat Yesus yang bertakhta dan siap menyertai hidup kita dalam sukacita panggilan yang diberikan kepada kita.
Kebangkitan Kristus penting bagi kita yang percaya kepada-Nya, sebab kebangkitan-Nya memberikan bukti sebagai berikut:
1. Bahwa Dia adalah Anak Allah (Rm 1:4).
2. Bahwa Alkitab adalah benar dan dapat dipercaya (Luk 24:44-47).
3. Bahwa Yesus mampu mengalahkan kematian berarti mampu membawa kita dalam kehidupan yang kekal (Rm 5:10; 1Kor 15:45) dan memastikan warisan orang percaya kelak di sorga (1Pet 1:3-4).
4. Bahwa Kristus hadir dengan kuasa-Nya dalam pengalaman hidup kita sehari-hari (Gal 2:20; Ef 1:18-20).
5. Bahwa ada penghakiman bagi orang yang tidak percaya dan fasik di masa depan (Kis 17:30-31).
Kebangkitan Yesus adalah salah satu kebenaran yang paling utama dalam Alkitab (1Kor 15:1-8). Kebangkitan itu merupakan landasan iman dan sangat penting bagi keselamatan kita kelak. Yesus telah dinyatakan sebagai Anak Allah melalui kebangkitan-Nya (Rm 1:4). Kita bisa merasakan kebangkitan dan kehadiran Yesus dengan iman dan melihat hasil dan bukti bahwa kuasa kebangkitan itu adalah nyata dalam pengalaman hidup orang percaya.
Keempat: Tugas Untuk Memberitakan (ayat 18)
Mungkin muncul pertanyaan mengapa Yesus mengatakan kepada Maria agar tidak memegangnya? Ayat ini harus ditafsirkan bahwa Yesus menekankan kepada Maria untuk berhenti menangis dan jangan lagi berpegang pada tubuh-Nya. Memegang tubuh Yesus bukan hal yang utama, itu hanya penting bagi orang-orang yang bebal seperti Thomas yang harus memegang tangan Yesus bekas luka paku itu. Ayat ini lebih bisa diartikan, jangan bergantung pada terus pada tubuh-Nya. Jangan tergantung terus pada mata dan penglihatan kita.
Apa yang dikatakan Tuhan Yesus adalah “pergilah kepada saudara-saudara-Ku, katakanlah kepada mereka bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku”. Dalam hal ini Yesus lebih menekankan kepada Maria lebih baik ia pergi menceritakan kebangkitan itu kepada banyak orang. Jangan lagi ada perasaan takut (band. Mat 28:10; Mrk 16:8) atau tidak percaya. Yesus mempunyai tugas untuk Maria dan tugas itu diberikan juga kepada kita untuk menyampaikan kebangkitan dan kenaikan-Nya kembali ke Bapa.
Inilah tanggungjawab pengutusan kepada kita. Sebagaimana Maria akhirnya bersukacita dan meneriakkan “aku telah melihat Tuhan”, maka kita pun dipanggil untuk melakukan hal yang sama dengan Maria dalam kehidupan kita. Kita melihat Tuhan berarti mengakui perbuatan-Nya berupa penebusan kepada kita dan pemberian-Nya berupa penyertaan setiap saat dan hidup kekal selamanya. Kemenangan Yesus atas maut, itulah kemenangan itu dan yang kita rayakan pada hari ini. Kita tidak lagi merayakan sabat dalam pengertian lama, tetapi sabat kita adalah hari kebangkitan, hari kemenangan, yakni hari Minggu.
Kesimpulan
Minggu ini kita diteguhkan kembali tentang status Yesus adalah Anak Allah dan Ia datang ke dunia untuk menebus dosa-dosa kita dengan cara menderita dan mati di kayu salib. Tetapi kita diteguhkan kembali akan kuasa-Nya mengalahkan maut dan kematian dan menang melalui kebangkitan. Kuasa kebangkitan itu kini menjadi andalan kita untuk terus meyakini akan penyertaan dan tugas panggilan dalam hidup kita sehari-hari untuk menceritakan kebangkitan-Nya itu, meneriakkan bahwa kita telah melihat (kebangkitan) Tuhan. Dunia saat ini masih banyak tidak menerima dan mengakui-Nya oleh karena itu kita diminta untuk terus menerus mengabarkan kebangkitan-Nya melalui kesaksian-kesaksian nyata.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII Setelah...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 17 November 2024Kabar dari Bukit HUKUM DI DALAM HATI (Ibr. 10:11-25) ”Aku...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 771 guests and no members online