Saturday, November 23, 2024

2022

Kabar dari Bukit Minggu 16 Januari 2022

 

Kabar dari Bukit

 

RESPON KESUSAHAN (Yes. 62:1-5)

 

 

Maka bangsa-bangsa akan melihat kebenaranmu, dan semua raja akan melihat kemuliaanmu…. (Yes. 62:2)

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu dari Yes. 62:1-5. Nas ini menjelaskan tentang penderitaan bangsa Israel atas pembuangan, akan segera berlalu. Allah tidak akan berdiam diri membiarkan anak-anak-Nya (ay. 1). Cinta kasih Allah terhadap umat tetap sesuai rencana Allah semula. “Engkau akan menjadi mahkota keagungan di tangan TUHAN dan serban kerajaan di tangan Allahmu (ay. 3). Badai akan berlalu. Tuhan pasti memenuhi janji-Nya.

 

 

 

Setiap insan pasti mengalami kesusahan. Bahkan ada yang mengalaminya sangat berat sehingga layak disebut penderitaan. Alkitab menggambarkan kisah Ayub demikian rinci: kehilangan anak-anak dan harta benda, sakit yang tidak terperikan, dan ditinggalkan para sahabatnya. Yusuf dibenci dan dijual para saudaranya, difitnah dan dipenjara. Naomi mengungsi karena kelaparan, namun suaminya meninggal dan hidup menjanda dengan dua anak yang kemudian juga meninggal. Ada tokoh lain, seperti Musa, Elia, dan Paulus dalam PB, yang semuanya melewati kesusahan dan penderitaan, tapi berakhir menang.

 

 

 

Kini, bagaimana respon kita terhadap datangnya kesusahan atau penderitaan? Tentunya hal paling tidak bijak, bila berusaha menyalahkan orang lain dan mencari kambing hitam. Terlebih, menyalahkan Tuhan dan berpikir Tuhan tidak mengasihi. Padahal yang terbaik adalah fokus terhadap diri sendiri dahulu, melihat kemungkinan kita bagian dari sumber kesusahan. Kedua, melihat adanya rencana dan maksud Tuhan atas semua yang terjadi.

 

 

 

Tapi, mengapa Tuhan membiarkan ada rasa sakit dan penderitaan? Sangat menarik jawaban Billy Graham, ketika David Frost bertanya padanya dalam bukunya Billy Graham, Personal Thoughts of a Public Man. Billy Graham ditengah rasa sakit Parkinson yang dideritanya, menjawab: “Saya tidak tahu. Tuhan jelas mengizinkannya. Dia membiarkan itu dengan satu maksud yang saya tidak tahu. Saya pikir semua yang datang ke dalam hidup kita, Tuhan mempunyai maksud dan rencana, jika kita orang percaya sejati. Dan banyak hal-hal yang menyebabkan penderitaan dan ketidaknyamanan, atau apa pun. Tetapi itu membantu mendewasakan, sebab Allah ingin membentuk dan membuat saya seturut gambar Anak-Nya, Yesus Kristus….”

 

 

 

Pertanyaan David selanjutnya sangat berat, yakni tentang penderitaan orangtua yang memiliki anak “terbelakang” (down syndrome). Jawaban Billy Graham: “Itu pertanyaan sulit, sebab saya kira hal itu tidak akan bisa kita mengerti sampai kita tiba di sorga kelak. Saya juga tidak ingin menjelaskan hal itu, sebab saya tidak tahu penjelasannya. Saya tidak tahu mengapa, saya hanya tahu prinsip dasarnya, yakni Allah adalah Allah kasih dan yang penuh belas kasihan.” Billy Graham kemudian mengatakan, jangan pernah menyalahkan Tuhan atas segala hal yang terjadi.

 

 

 

Kembali terhadap Israel, janji Allah, mereka akan dipulihkan. “Engkau tidak akan disebut lagi "yang ditinggalkan suami", dan negerimu tidak akan disebut lagi "yang sunyi", tetapi engkau akan dinamai "yang berkenan kepada-Ku".… seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu (ayat 4-5, band. 2Kor. 4:7-8). Allah sayang kepada anak-anak-Nya dan ingin tidak menyimpang dari rencana-Nya.

 

 

 

Oleh karena itu ketika datang kesusahan dan penderitaan, ringan atau berat, maka respon kita untuk berhasil melaluinya, kuncinya adalah: Sikap kita sendiri. Sikap kitalah yang membuat kita menjadi seorang pemenang, atau orang kalah yang menangisi dan hidup marah sepanjang hidupnya. Sikap kita yang menentukan, apakah kita menjalaninya dengan sepi sendirian atau berjalan bersama Allah. Sikap kitalah sebagai respon kesusahan dan penderitaan, yang justru membuat kita bertumbuh, lebih rendah hati, lebih dekat kepada-Nya, lebih kuat, lebih percaya mukjizat, dan terus berproses menjadi segambar dengan Kristus. Dan, itulah sebenarnya kehendak-Nya. Menerima realitas dan berserah; melihat, semua akan baik-baik saja. "Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau" (Ul. 31:6b).

 

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu 16 Januari 2022

 

Khotbah Minggu Kedua Setelah Epifani

 

 

 

MUKJIZAT ITU MASIH ADA DAN NYATA (Yoh. 2:1-11)

 

 

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes. 62:1-5; Mzm. 36:5-10; 1 Kor. 12:1-11

 

 

 

Pendahuluan 

 

Cerita di atas adalah saat pertama kalinya Tuhan Yesus membuat mukjizat dalam pelayananNya. Yesus sendiri selama 3 tahun masa pelayananNya memperlihatkan puluhan mujizat mulai dari peristiwa pertama ini, yakni merubah air menjadi anggur hingga membangkitkan orang dari kematian. Dalam peristiwa mukjizat ini, Yesus mendengar permintaan ibuNya agar melakukan sesuatu dalam situasi tuan rumah yang berpesta kehabisan anggur. Yesus pada mulanya berusaha menolaknya, dengan alasan waktunya belum tiba. Tapi karena itu merupakan permintaan khusus dari ibuNya, maka Yesus mengabulkannya, yakni enam tempayan (kurang lebih 500 liter) berisi air diubah menjadi anggur yang enak rasanya. Dengan tindakanNya itu, tuan rumah yang tadinya bisa mendapat malu karena kehabisan anggur, akhirnya beroleh pujian karena dianggap menyimpan anggur yang enak untuk disuguhkan terakhir.

 


Dari bacaan nats ini kita mendapatkan beberapa petunjuk hidup sebagai berikut:

 


Pertama: Kehidupan sosial sebagai jalan misi (ayat 1-2)

 

Seringkali kita berfikir bahwa pekerjaan atau pelayanan adalah hal yang utama sehingga melupakan kehidupan dan pergaulan sosial. Pada masa Yesus, acara pesta perkawinan biasanya banyak diundang kerabat keluarga dan rekan sekampung serta pesta dapat dilaksanakan dalam beberapa hari. Adalah hal yang kurang baik apabila diundang tetapi tidak hadir dalam acara seperti itu, bahkan dapat dianggap sebagai penghinaan. Tuhan Yesus menyadari hal itu dan mungkin juga keluarga yang berpesta masih kerabat dekat, sebab ibuNya ikut dalam kesibukan melayani para tamu.

 

Kehidupan sosial haruslah merupakan pilihan sebagai bagian dari tempat pelayanan kita dalam kehidupan sehari-hari. Kita tidak boleh disibukkan melulu dengan pekerjaan atau kerutinan lain sehingga melupakan hal pergaulan sosial, lingkungan sekitar, adat istiadat dan interaksi kekeluargaan lainnya.

 


Sebagaimana Tuhan Yesus dan Maria melakukannya, mereka ikut aktif dalam pergaulan sosial tersebut dan melibatkan diri dalam meringankan beban tuan rumah dalam pekerjaan maupun mengatasi persoalan. Ini perlu menjadi teladan bagi kita, sebab hidup kita haruslah menjadi terang dan garam dalam setiap kesempatan yang Tuhan berikan dalam kehidupan sehari-hari. Ketidakpedulian dan ketidakacuhan serta menjauhkan diri dari kehidupan sosial dan kekeluargaan justru menghilangkan kesempatan kita untuk melayani Tuhan.

 


Kedua: Mintalah pertolongan kepadaNya (ayat 3-5)

 

Apa yang dilakukan oleh Maria sebenarnya sederhana saja: ia membutuhkan pertolongan dari Yesus karena anggur yang disediakan tuan rumah sudah habis. Maria berfikir agar Yesus melakukan sesuatu untuk mencari, membeli atau meminjam anggur dari mana saja agar tuan rumah tidak malu. Maria juga tentu menyadari bahwa Yesus memiliki hubungan yang khusus dengan Allah, sehingga Maria sangat berharap Yesus dapat menolong. Oleh karena itu Maria berkata kepada pelayan agar mengikuti apa yang diperintahkanNya. Yesus memahami situasi tersebut meski menolak pada awalnya, dengan mengatakan saat-Nya belum tiba.

 


Apa yang bisa kita pelajari dari situasi ini adalah jangan pernah berfikir bahwa kita datang kepada Yesus hanya pada untuk masalah-masalah besar saja, atau ketika kita sudah menyerah (give up) baru meminta pertolongan dari padaNya. Kalau itu masalah kecil dan kita fikirkan bisa diatasi dengan mudah, maka kita tidak memerlukan pertolongan Tuhan. Ini mungkin terjadi ketika kita sakit flu, maka pemikiran sederhana kita ya minum obat flu saja tanpa perlu berdoa untuk kesembuhan. Atau kebiasaan yang sering terjadi, ketika makan kerupuk kita belum berdoa, baru setelah makanan utamanya datang, kita baru berdoa. Pemikiran seperti ini jelas perlu dirubah.

 


Demikian juga apa yang kita pikirkan tadinya sebagai jalan keluar, ternyata bagi Yesus bisa berbeda jalan yang ditempuhNya untuk kita mendapatkan yang lebih baik. Ini bisa dilihat dari pertolongan Yesus, yang tadinya hanya menutupi kekurangan anggur, ternyata diperoleh anggur yang berlebih dan lebih enak rasanya. Maria hanya memintanya melakukan sesuatu, mungkin bukan merupakan mukjizat, tetapi Yesus memutuskan untuk melakukan pelayananNya yang pertama di tempat ini: merubah air menjadi anggur. Enam tempayan yang biasanya airnya dipakai setiap kali umat Israel membasuh kembali ke rumah atau hendak makan - mereka terbiasa membersihkan atau menyucikan dirinya dengan air dari tempayan  tersebut, kali ini berubah semua menjadi anggur yang enak.

 


Ketiga: Yesus adalah sumber mukjizat (ayat 6-10)

 

Tidak dapat disangkal bahwa Yesus banyak menggunakan kuasa mukjizat-Nya untuk dapat meyakinkan umat Israel agar percaya kepadaNya, meski hal itu pernah dicela oleh Yesus karena umat tersebut ingin selalu melihat tanda (mukjizat) agar mereka percaya. Berbagai mukjizat ini pula yang memberi peneguhan bahwa Yesus adalah Anak Allah yang memiliki kuasa sama dengan Allah BapaNya, termasuk menghidupkan orang mati.

 


Sebagaimana yang dilakukan pelayan tersebut, untuk melihat kuasa mukjizat terjadi, perlu percaya dan ketaatan mengikuti perintah Yesus. Pelayan percaya dan taat untuk mengisi tempayan itu dengan air, meski tidak tahu maksudnya. Mereka pun diminta menyedoknya dan begitu disajikan kepada para tamu, mereka kemudian tahu bahwa air dari tempayan tersebut telah berubah menjadi anggur yang enak.

 


Inilah yang perlu kita ikuti dan teladani dalam keinginan melihat mukjizat terjadi dalam hidup kita: Percaya dan Taat. Percaya bahwa Tuhan Yesus mampu melakukan hal tersebut dan kita taat akan perintah-Nya. Tidak ada keraguan bahwa sebagai Anak Allah, Yesus memiliki kuasa yang sama dengan Allah Bapa. Jadi, membuat mukjizat adalah kuasa-Nya, sebab Dia-lah pembuat hukum alam. Di sini, mukjizat kita definisikan sebagai sesuatu yang ajaib dan yang tidak mengikuti hukum alam. Pertanyaannya kemudian adalah: Apakah mukjizat Yesus itu masih berlaku sampai saat ini? Selanjutnya, bagaimana kuasa itu kini diberikan kepada orang percaya atau hambaNya?

 


Keempat: Mujizat sebagai karunia rohani (ayat 11)

 

Alkitab berkata kuasa membuat mukjizat itu diberikan kepada siapa saja dengan tujuan untuk pekabaran Injil atau meneguhkan orang percaya. Yesus mengatakan orang percaya (yang memberitakan Injil) dapat mengusir setan, berbahasa baru, memegang ular, meminum racun dan menyembuhkan orang sakit dengan tumpang tangan (Mrk. 16:17-18). Dalam Alkitab dikisahkan juga para rasul diberi kuasa untuk melakukan mukjizat itu, seperti kepada Petrus dan Paulus yang dapat kita baca dalam Kisah Para Rasul.

 

 

 

Itu juga yang kita lihat saat ini. Mukjizat masih ada dan nyata dan bekerja diseluruh tempat dan abad bagi orang percaya melalui hamba-Nya. Dalam bacaan kita lainnya yakni 1Kor 12 disebutkan beberapa (rupa-rupa) karunia Roh atau rohani) diberikan kepada anggota jemaat untuk tujuan berbagai pelayanan. Salah satu karunia Roh tersebut adalah kuasa untuk mengadakan mukjizat (1Kor. 12:10; 28-29).

 

 

 

Itu semua ada karena mukjizat mempunyai empat tujuan yakni: Menyatakan adanya Allah, Memperlihatkan kuasa Allah itu masih ada dan nyata , Memperlihatkan Keilahian Kristus, dan Menegur atau menempelak mereka yang tidak percaya. Hal terakhir ini perlu bagi orang yang bebal, sebab banyak orang secara sederhana sudah melihat kehidupan itu sendiri merupakan mukjizat, jadi tidak perlu melihat sesuatu yang lain ajaib untuk membuktikan adanya Allah dan kuasa-Nya yang terus bekerja hingga saat ini. Kepada mereka yang bebal dan terus mengandalkan pikiran dan kemampuannya, Allah justru senang memperlihatkan kuasa mukjizat-Nya untuk menegur dan menempelak mereka.

 

 

 

Kuasa dan karunia Roh untuk membuat mukjizat itu diberikan melalui hamba-Nya, sesuai dengan hikmat dan kerelaan hati-Nya dengan tujuan utama untuk membangun gereja-Nya. Namun bagi kita yang sudah dikaruniai iman percaya, yang dapat melihat bahwa hidup ini sendiri sudah merupakan mukjizat dari Tuhan kepada kita, sebuah anugerah untuk mendapatkan kepercayaan dalam pelayanan di muka bumi ini, maka yang terpenting bukanlah melihat mukjizat lain yang ajaib, tetapi melakukan kehendak Allah yaitu mengasihi Allah dan sesama. Semua itu, hidup kita dan mukjizat yang dinyatakan kepada kita dan orang lain, adalah untuk kemuliaan dan hormat bagi-Nya.

 


Kesimpulan
Nats yang kita baca untuk minggu ini tentang mukjizat Tuhan Yesus dengan merubah air menjadi anggur di Kana memberikan banyak pelajaran kepada kita, yakni kita tidak melupakan pergaulan sosial dan kemasyarakatan sebagai tempat untuk pelayanan kita kepada Tuhan dan sesama. Segala kesempatan Tuhan berikan kepada kita untuk melayani-Nya. Dalam setiap kesempatan tersebut, ketika ada masalah kecil atau besar maka semuanya harus kita kembalikan kepada Tuhan untuk penyelesaiannya, tidak pada saat masalah sudah besar dan menyerah saja. Sebab Tuhan itu bekerja tidak hanya melalui mukjizat, tetapi Ia sudah bekerja melalui hidup kita yang sudah merupakan mukjizat bagi kita. Dia-lah sumber mukjizat dan sumber kehidupan itu. Kalau ada karunia Roh yang diberikan kepada hamba-Nya untuk melakukan mukjizat, kita sebut saja Haleluya, dan semua itu adalah untuk kemuliaan-Nya.

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati. Amin.

 

 

 

Pdt. Em. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

 

Khotbah Minggu 9 Januari 2022

 Minggu Pertama Setelah Epifani – Pembaptisan Tuhan Yesus

 

TEGUH DALAM BAPTISAN (Luk 3:15-17, 21-22)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes. 43:1-7; Mzm. 29; Kis. 8:14-17

 

 

Pendahuluan 

 

Minggu ini kita memperingati pembaptisan Tuhan Yesus di Sungai Yordan. Saat itu Yohanes Pembaptis masih terus berusaha untuk membawa umat Israel kembali ke jalan Allah dengan meneriakkan agar mereka bertobat dan tidak menjadi keturunan ular beludak. Pertanyaan di benak umat Yahudi pada saat itu adalah: apakah Yohanes ini sebagai Mesias yang dinanti-nantikan oleh umat itu? Mereka merindukan Mesias untuk dapat memimpin pembebasan dari penjajah bangsa Romawi.

 

 

 

Yohanes menyatakan sebagai tanda pertobatan mereka perlu dibaptis. Dalam tradisi Yahudi, seseorang penyembah berhala atau orang bukan Yahudi, sebelum resmi masuk sebagai pemeluk agama Yahudi terlebih dahulu dilakukan prosesi, seperti mempersembahkan korban, disunat dan kemudian dibaptis. Baptisan ini yang disebut sebagai baptisan proselit. Prosesi ini didahului oleh pembersihan tubuh termasuk potong kuku dan potong rambut dan kemudian setelah bajunya dibuka ditenggelamkan ke dalam air sebagai tanda baptisan. Ketika di dalam air sebelum ditenggelamkan, ia terlebih dahulu mengucapkan pengakuan iman Yahudi dihadapan wali baptisan. Kemudian dia diberi nasihat-nasihat, dinaikkan doa syukur serta Rabi mengikrarkan bahwa ia kembali menjadi bayi dan manusia baru, serta dosa-dosa lamanya dihapuskan. Pandangan ini juga berdasarkan Allah tidak mungkin menghukum dosa yang dilakukan sebelum lahir. Jadi bagi orang Yahudi, seseorang yang dibaptis dalam ritual Yahudi adalah bayi dan manusia baru.

 

 

 

Nats minggu ini tentang pembaptisan Tuhan Yesus memberi arahan kepada kita beberapa hal, sebagai berikut:

 

 

 

Pertama: Kerendahan hati

 

Pembaptisan Tuhan Yesus terjadi bukan karena Ia berasal dari penyembah berhala atau bukan keturunan Yahudi. Yesus dengan sukarela datang untuk ikut dibaptis oleh Yohanes karena itu merupakan penggenapan kehendak Allah dan Yesus memperlihatkan diriNya dengan rendah hati. Yesus melakukan itu sebelum masuk ke dalam tahapan pelayanan besarNya. Ini sangat penting diteladani agar kita tetap rendah hati di hadapan semua orang.

 

 

 

Kerendahan hati ini pula yang ditunjukkan oleh Yohanes Pembaptis, sebab ia tidak mengaku sebagai Mesias, melainkan diakuinya “Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak”. Sikap ini perlu kita teladani dengan tidak menempatkan pribadi kita di depan dan membuat Yesus justru sebagai backing. Pengakuan Yohanes bahwa membuka tali kasutNya pun tidak layak, merupakan cermin sikap bahwa sesungguhnya banyak di antara kita tidak layak untuk datang kepadaNya.

 

 

 

Tetapi Yesus adalah Allah kita yang Maha baik. Ia selalu dan terus menerus membuka pintu bagi kita untuk merendahkan diri kita dan datang kepadaNya untuk mohon pengampunan dan penebusan segala dosa-dosa yang kita lakukan. Melalui bilur-bilur darahNya, dosa kita akan dibersihkan dan kita akan menjadi seputih salju.

 

 

 

Kedua: Baptisan pengganti sunat

 

Hal kedua Yesus perlu dibaptis adalah karena Yesus ingin memperlihatkan aturan sunat sebagai tanda perjanjian atau meterai persekutuan dengan Allah yang diberikan kepada Abraham sudah tidak berlaku lagi (Kej. 17:1-12). Pada ayat 8 Yohanes mengatakan bahwa menjadi keturunan Abraham bukan lagi menjadi jaminan keselamatan bagi mereka. Orang Yahudi jelas terkejut mendengar ini. Selama ini mereka berfikir bahwa mereka adalah “bangsa” pilihan Allah sehingga secara otomatis akan menjadi bangsa yang dikasihi Allah. Tetapi Yohanes menekankan bahwa sebenarnya garis keturunan tidak merupakan jaminan, sebab setiap orang datang secara sendiri-sendiri kepada Allah dan membuat komitmen sendiri terhadap Allah.

 

 

 

Yohanes dan Tuhan Yesus ingin memperlihatkan bahwa baptisan merupakan tanda persekutuan yang baru dengan Allah untuk menjadi umat Allah, bahkan kedudukan baptisan lebih tinggi daripada sunat karena baptisan bagi orang percaya harus disertai dengan sunat hati (Kol. 2:11-12; Rm. 2:28; 1Kor. 7:18). Baptisan merupakan tanda dan meterai janji Allah akan pengampunan dosa, yakni kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru” (Rm. 6:3-5).

 

 

 

Baptisan berarti menjadi milik Kristus, karena kita semua yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus (Gal. 3:27). Hidup kita merupakan milik Kristus dan semua arah dan tujuan hidup kita adalah untuk Kristus.

 

 

 

Ketiga: Baptisan sebagai perintah Tuhan Yesus

 

Tuhan Yesus sebelum naik ke sorga meninggalkan amanat penting yakni menjadikan semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Mat. 28:19). Dengan demikian baptisan adalah perintah untuk dilakukan bagi semua orang yang sudah percaya, bertobat dan bersedia dirinya dibaptis dalam nama Allah, Anak dan Roh Kudus.

 

 

 

Tetapi baptisan bukanlah jaminan, sebab jaminan adalah iman, iman yang membuahkan perbuatan. Hal ini tampak pada kisah Simon yang baru saja dibaptis, namun karena ia tidak taat dan ingin mempergunakan hak yang bukan miliknya akhirnya ditegur juga (Kis. 8:9-24). Jadi hal yang penting dari baptisan (sama seperti sunat) adalah tuntutan hidup agar selalu tidak bercela, melainkan terus menerus berkenan kepada Tuhan.

 

 

 

Keempat: Baptisan percik sama dengan selam

 

Seringkali orang bertanya, baptisan mana yang benar: percik atau selam. Jawaban kita adalah keduanya adalah benar sepanjang semua dilakukan dengan kerendahan hati dan didukung oleh iman. Hal yang terpenting selain iman dalam baptisan adalah adanya “subjeck” yakni membaptis (Pendeta atau hamba Tuhan), dan adanya “object” yakni orang percaya yang akan dibaptis. Kedua, baptisan dilakukan dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Yang menyelamatkan bukan baptisannya, bukan pembaptisnya, melainkan iman yang menyertai pembatisan itu. Maka kalau baptisan dilakukan terhadap bayi atau anak kecil, maka iman orangtuanya yang menjadi dasar pembaptisan.

 

 

 

Bagi yang mempersoalkan bahwa pertobatan atau harus dimuridkan terlebih dahulu baru boleh dibaptis (selam), hal itu berarti mengingkari adanya anugerah Allah yang merupakan hak proregatif Allah. Allah juga berjanji bagi setiap orang percaya akan diselamatkan bersama dengan keluarganya (Kis. 16:15-33). Perihal ayat 16 tentang baptisan air, roh dan api, maka baptisan air (percik atau selam) sering ditafsirkan sebagai unsur atau tanda pembaptisan itu yang dilakukan oleh manusia (pembaptis), namun baptisan Roh ditafsirkan bahwa Roh Kudus bekerja dalam pembatisan itu, dan baptisan Api merupakan symbol penyucian dan pengudusan atas proses baptisan itu. Kedua hal terakhir hanya dapat dilakukan oleh Tuhan Yesus dan Roh Kudus sendiri.

 

 

 

Oleh karena itu seyogianya tidak perlu dilakukan baptisan ulang terhadap seseorang apabila ia berpindah gereja. Penyangkalan baptisan percik sebagai bukan baptisan yang benar merupakan penyangkalan Allah yang bekerja secara Roh melalui hamba Tuhan dan iman orang tua dari anak tersebut pada waktu dibaptis. Hal ini dapat dikatagorikan sebagai dosa.

 

 

 

Penutup

 

Firman Tuhan kali ini memberi kita arahan hidup bagaimana kita harus merendahkan diri khususnya dalam menghadapi pembaptisan. Baptisan merupakan hal yang sejajar dengan sunat meski baptisan memiliki kedudukan yang lebih tinggi karena adanya sunat hati. Baptisan juga merupakan perintah Tuhan Yesus bagi kita semua orang percaya, termasuk kepada semua anggota keluarga, meski mereka belum “mengerti dan percaya”. Tidak perlu dipermasalahkan baptisan percik atau selam, tetapi unsur yang terpenting adalah iman dan dilakukan dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Pernyataan bahwa baptisan seseorang tidak sah, hal itu dapat membawa kepada kesombongan rohani dan berakibat menjadi dosa.

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati. Amin

 

 

 

Pdt. Ramles M. Silalahi

 

 

 

Kabar dari Bukit Minggu 9 Januari 2022

 

Kabar dari Bukit

 

BERHARGA DAN MULIA (Yes. 43:1-7)

 

 

 

Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku…. Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau (Yes. 43:1b, 4)

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita hari ini, di Minggu I setelah Epifani dan sekaligus minggu peringatan pembaptisan Tuhan Yesus, diambil dari Yes. 43:1-7. Judul perikopnya: Allah adalah satu-satunya penebus. Sebuah pesan yang kuat dan indah di awal tahun, bagi kita saat memasuki tahun 2022 ini; tahun yang masih penuh dengan ketidakpastian, baik pandeminya maupun pulihnya ekonomi yang telah menyusahkan banyak orang.

 

 

 

Nas minggu ini bercerita tentang kelepasan bangsa Israel dari pembuangan di Babel. Sungguh berat penderitaan mereka setelah runtuhnya Kerajaan Israel dan Yehuda. Mereka dibuang ke negeri lain. Bait Suci Allah telah dirobohkan. Situasi yang membuat putus asa. Tetapi Allah mempunyai rencana dan bekerja atas semua itu. Bangsa Israel sebelumnya telah diingatkan oleh nabi-nabi untuk kembali ke jalan Allah, jangan melenceng menjauh. Tetapi sebaliknya yang terjadi sehingga hukuman pembuangan itu pun terjadi.

 

 

 

Tetapi segelap dan seterjal apa pun jalan di depan, hidup harus dijalani dan bagus lebih banyak diisi dengan berita pengharapan. Oleh karena itu, misalnya, pada saat puncak pandemi yang lalu, disarankan agar tidak terlalu sering memposting atau membaca kisah-kisah dan bahaya yang terdampak Covid. Itu sama saja dengan sering menonton film horror, pikiran akan penuh dengan hantu ketakutan yang membuat diri sendiri tidak nyaman. Dalam menghadapi pandemi, ikutin saja prinsip utamanya yakni taat prokes 5M, ditambah menjaga makanan sehat dan vitamin. Jadi bukan berarti harus mengurung diri di rumah.

 

 

 

Untuk dapat bersikap positif dalam situasi yang buruk, kunci utamanya adalah jangan merasa sendirian menghadapinya. Hidup tidak selalu bisa dikalkulasi dengan pikiran. Itulah gunanya hidup dalam iman. Iman bekerja dengan hati. Ada jalan dan kuasa yang tidak masuk dalam pikiran, yang bekerja sehingga situasi buruk berubah menjadi terbalik. Dalam peristiwa pembuangan bangsa Israel, Allah bekerja yang membuat situasi membalik, menggerakkan Raja Koresh dan memberi izin mereka pulang dan membangun kembali bait yang telah runtuh (2Taw. 36:22).

 

 

 

Menjalani tahun 2022 ini kita pun demikian. Firman-Nya menjanjikan semua akan baik-baik saja. “Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau” (ay. 2).  Kini kepada kita yang telah ditebus-Nya, seberapa berharga kita menilai hidup kita di tengah situasi yang Allah berikan? Janganlah ragu dan takut membuat tantangan di 2022, menyatakan resolusi impian. Susunlah keinginan hidup yang berarti bagi keluarga, Tuhan dan sesama. Pasti ada banyak peluang dan kesempatan. Jadi semua kembali kepada kita, ingin kehidupan seperti apa yang kita akan jalani.

 

 

 

Pesan utama nas minggu ini, kasih Allah selalu mengalahkan segalanya. Kadang perlu melewati badai, dihukum, tetapi hati-Nya tetap berbalik berlimpah kasih. Sama seperti anak kita yang “tidak taat”, kadang harus "menghukumnya". Tetapi ketika mereka memperlihatkan penyesalan dan kesedihan hati, hati kita orangtua berbalik. Allah Bapa kita telah menyatakan kita berharga di mata-Nya dan mulia, mari kita respon kasih-Nya itu dengan menilai diri kita sungguh berharga, dan siap melakukan kehendak-Nya; maka berkat-berkat pun mengalir ke semua sisi kehidupan (ay. 5-7).

 

 

 

Selamat hari Minggu, selamat beribadah dan berkarya.

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu 9 Januari 2022

 

 

Minggu Epifani Tuhan Yesus

 

 

JANGAN HANYA MANIS DI MULUT (Mat. 2:1-12)

 

 

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes. 60:1-6; Mzm. 72:1-7, 10-14; Ef. 3:1-12

 

 

 

Pendahuluan 

 

Nats ini menceritakan peristiwa setelah natal saat Yesus sudah berusia 1-2 tahun, tatkala Raja Herodes berkuasa di wilayah Israel dari kekuasaan Romawi. Ia seorang yang cerdas dan keras sehingga dapat berkuasa selama 30 tahun. Minatnya sangat luas termasuk kepada hal-hal sejarah dan agama, sehingga ia juga dikenal sebagai raja yang merenovasi bait Allah dengan memperluas dan mempercantiknya. Ini dilakukannya tentu agar menarik simpati orang Yahudi. Ia banyak mengetahui isi Perjanjian Lama termasuk pengharapan datangnya Mesias. Herodes sendiri diberi gelar “Raja Yahudi” oleh Kaisar Romawi sebab ia memiliki darah Yahudi, meski orang Yahudi tidak menyukainya, sebab acapkali ia bertindak kejam dan bersikap keras kepada yang tidak disukainya. Salah satu yang dikenal dalam sejarah adalah ketika ia memutuskan untuk membunuh para bayi yang berusia di bawah dua tahun, setelah mengetahui bahwa telah lahir sekitar dua tahun lalu yaitu Yesus, Mesias dan Raja Yahudi yang dinanti-nantikan oleh umat Yahudi tersebut.

 

 

 

Nats minggu ini memberi pelajaran kepada kita beberpa hal, sebagai berikut:

 

 

 

Pertama: Memahami petunjuk (ayat 1-6)

 

Adanya petunjuk kepada orang-orang majus dengan munculnya “bintang-Nya di Timur” membuktikan berita kelahiran itu juga disampaikan ke seluruh dunia. Kedatangan Tuhan Yesus sebagai manusia sebagai Juruselamat bukan hanya untuk orang Yahudi, melainkan untuk segala bangsa. Ahli waris itu tidak hanya umat Israel melainkan sudah terbuka kepada semua orang (lihat bacaan lainnya Ef 3:1-12).

 

Meski dianggap memiliki kedudukan tinggi di wilayah Patria, Babylonia, latar belakang orang majus sendiri tidak terlalu jelas dalam Alkitab, sehingga dalam tradisi gerejawi sering ditafsirkan dengan beberapa kemungkinan, seperti mereka adalah para ahli astrologi (perbintangan), mungkin keturunan orang Yahudi yang ada di pembuangan, atau mungkin juga mereka mendapat pesan langsung dari Allah atas berita tersebut. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan adanya nubuatan dalam Perjanjian Lama, “bintang terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari Israel” (Bil 24:17, yang mendorong mereka datang dari Timur ke Yerusalem.

 

 

 

Tetapi yang utama sikap diperlihatkan oleh orang majus yakni langsung bertindak dengan adanya petunjuk yang mereka terima dari Tuhan. Petunjuk bintang itu juga terus mengikuti mereka hingga tiba di Yerusalem (ayat 9). Hal ini dapat dikaitkan dengan bacaan lainnya yakni Mzm. 72:1-7; 10-14, yang menekankan hukum itu harus diberikan kepada para raja-raja, sehingga raja membawa keadilan dan damai sejahtera bagi bangsa; orang yang tertindas dan orang miskin akan ditolong, tetapi justru Allah akan meremukkan para pemeras.

 

 

 

Bagaimana dengan kita? Adakah kita merespons petunjuk dari Allah dalam hidup kita dengan datang kepada-Nya, seperti otang majus yang berjalan ribuan kilometer dari dekat Roma hanya untuk melihat Raja yang lahir itu dan menyembah Dia? Atau kadang kala kita dibutakan, meski Allah telah memberi petunjuk dengan tanda-tanda baik berupa berkat keberhasilan maupun dalam “sakit”, namun respon kita belum sama dengan orang majus tersebut?

 

 

 

Atau mungkin juga kita tidak berusaha meminta petunjuk dari Allah dalam perjalanan hidup kita? Sebab adakalanya kita dihadapkan pada pilihan yang sulit, pada pilihan antara yang baik dengan yang baik, “mana yang lebih baik”? Kalau pilihannya soal baik dan buruk, menurut firman Allah jelas, yakni harus kepada yang terbaik dan berkenan kepada Allah.

 

 

 

Meminta petunjuk pada masa kini memang bisa mengundang perdebatan teologis. Alkitab sendiri banyak  menyebutkan cara-cara manusia meminta tanda atau petunjuk tersebut, seperti melalui mimpi, penglihatan, atau bahkan memilih dengan cara “dadu” seperti penunjukan murid Yesus Mathias pengganti Thomas. Memang meminta cara mendengar suara langsung dari Allah (audible) sudah diragukan dan tidak dilakukan oleh Allah, meski hak prerogatifnya tetap ada pada Allah. Tetapi permohonan dan kerinduan untuk menerima tanda atau petunjuk yang didasari doa dan hikmat dalam menentukan “mana yang lebih baik”, saya kira tidak bermasalah, sepanjang hal tersebut semuanya berkenan dan berorientasi kepada Allah. Doa dan hikmat sangat diperlukan dalam hal ini, sehingga yang lebih utama tidak terjadi “kebutaan dan ketulian” akan tanda-tanda yang sebenarnya sudah diberikan kepada kita dalam persoalan menjalani kehidupan kita ini.

 

 

 

Kedua: Jangan hanya manis di mulut (ayat 7-8)

 

Umat Yahudi sendiri berfikir bahwa Mesias yang datang itu adalah Raja yang memiliki kepemimpinan yang kuat secara politik dan militer, seperti Alexander Agung, dengan pengharapan dapat mengusir tentara Romawi yang menjajah di sana. Herodes mengetahui itu, oleh karenanya ketika ia mendengar lahirnya Raja itu, Herodes menjadi ketakutan dalam hatinya. Herodes bertanya kepada semua imam kepala dan ahli taurat, di mana Mesias itu akan dilahirkan, yang dijawab: di Betlehem tanah Yehuda (Mi. 5:1).

 

 

 

Padahal sebenarnya ia memiliki maksud tersembunyi agar dapat membunuh bayi itu. Ia tidak mau disaingi sebagai raja Yahudi yang sudah ditetapkan oleh Kaisar Romawi. Ia bermanis mulut dengan memanggil orang majus itu dan mengatakan, bilamana bintang itu nampak? (ayat 7). Demikian juga ia bermulut manis dengan menyuruh orang majus itu ke Betlehem, katanya: "Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya aku pun datang menyembah Dia"(ayat 8).

 

 

 

Tetapi kenyataannya niatnya sangat buruk, dalam bahasa gaulnya, Herodes bersikap “muna”, lain di mulut lain di hati. Ia ketakutan dan ingin membunuh bayi itu. Maka ketika Herodes tahu bahwa orang majus tidak kembali dan malah menyembunyikan berita itu, maka untuk mengamankan rencananya dan menutupi ketakutannya, ia memerintahkan membunuh semua bayi yang berusia 2 tahun ke bawah. Alangkah sadis dan kejamnya.

 

 

 

Pernahkah kita bersikap demikian? Apakah kita mudah tergoda bahwa “persaingan” di dalam keluarga, di kantor, di tempat kerja, atau di tempat lain membuat kita seolah-olah bermulut manis namun sebenarnya hati kita dilingkupi niat busuk untuk memangsa siapa saja yang mencoba menghalangi karir atau keunggulan kita? Kita perlu hati-hati dari godaan iblis. Mempertahankan prestasi dan kedudukan hanyalah dengan memberi dan menghasilkan yang terbaik bagi pihak lain. Menutupi kelemahan dan kekurangan dengan niat buruk, suatu saat pasti gagal. Bau bangkai pasti terkuak. Apalagi dalam hal rencana dan kehendak Allah, maka tiada yang dapat menggagalkannya, sebagaimana Herodes berusaha membunuh Yesus.

 

 

 

Ketiga: Mempersembahkan yang sesuai (ayat 9-11)

 

Orang majus ini saat datang dari jauh sudah mempersiapkan persembahan bagi Raja yang lahir itu. Mereka dengan ketulusan hati mempersiapkan segala sesuatu, dan untuk alasan itu pulalah kelihatannya Allah memberitahukan berita sukacita itu kepada mereka. Mereka berangkat membawa  persembahan yang mahal sesuai dengan kemampuan mereka yakni emas, kemenyan dan mur. Tradisi dalam gerejawi, jenis persembahan ini ditafsirkan dengan emas sebagai lambang persembahan kepada keluarga raja; kemenyan sebagai lambang persembahan untuk Tuhan; dan mur sebagai lambang persembahan untuk seseorang yang akan mati, karena Yesus memang mati bagi penebusan dosa-dosa kita.

 

 

 

Kitab Mazmur 72 menekankan persembahan ini juga, yakni agar raja-raja dari Tarsis dan pulau-pulau membawa persembahan-persembahan; kiranya raja-raja dari Syeba dan Seba menyampaikan upeti! Kiranya semua raja sujud menyembah kepadanya, dan segala bangsa menjadi hambanya! (ayat 10-11).

 

 

 

Kita diingatkan untuk mempersiapkan dan memberi persembahan bagi Tuhan. Apakah kita sudah memberikan yang terbaik dan sesuai dengan “maksud” Tuhan dan “keberadaan” kita? Mungkin kita tidak peduli dengan mengatakan bahwa kita sudah memberikan persembahan kepada/melalui gereja. Saya sendiri tidak menganut doktrin bahwa semua persembahan harus diberikan kepada gereja, kalau gereja kita itu tidak menggunakan dananya dengan baik, khususnya untuk kepentingan pekabaran Injil dan pelayanan kasih. Kita harus memperhatikan dan menyesuaikan rencana Allah dengan apa yang “dibutuhkan” oleh lingkungan di sekitar kita. Mungkin kita memberi persembahan tanpa memikirkan bahwa itu sebenarnya “tidak cocok” dengan maksud Allah. Kalau kita ada dalam lingkungan suatu tempat, maka Allah bermaksud lingkungan kita adalah tempat Allah dimuliakan, dipersembahkan kepada mereka-mereka yang ada di sekitar kita dahulu, yang tentunya dalam kerangka pelayanan iman dan kasih kita sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus. Kalau gereja kita sebagai anggota sudah melakukan pengelolaan dana persembahan dengan baik, maka kita tentu harus sukacita memberikan kepada gereja tersebut apa yang terbaik untuk pelayanannya.

 

 

 

Keempat: Berubah setelah bertemu Tuhan

 

Mungkin kita lebih sering mempertanyakan siapakah Tuhan, siapakah Yesus itu? Kita lebih sering meminta agar Tuhan lebih dahulu menjelaskan diri-Nya kepada kita dan setelah itu baru kita mau menyembah Dia. Ini berbeda dengan orang majus, begitu mereka menerima tanda yang kecil saja, sikap untuk menyembah dan memberikan yang terbaik langsung terlihat dalam hidup mereka. Mereka langsung berubah ketika menerima pesan dari Tuhan terhadap mereka.

 

 

 

Demikian juga setelah kembali melihat Yesus, mereka merubah jalan pulang tidak lewat Yerusalem agar maksud Herodes tidak kesampaian untuk membunuh Yesus. Pesan dari peristiwa ini adalah agar banyak orang merubah jalan hidupnya setelah bertemu dengan Yesus. Apakah kita sudah merubah jalan hidup kita karena sudah mengenal dan percaya kepada Yesus?

 

 

 

Bacaan dari nats lainnya pada minggu ini ada di Yes. 60:1-6a, yang juga menekankan: “Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu”. Kita semua diminta bangkit. Allah memberikan pelbagai hikmat dan talenta dalam pelayanan kita, sebagaimana dinyatakan dalam bacaan lainnya, “supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga, sesuai dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (Ef. 3:10-11).

 

 

 

Penutup

 

Ada empat pesan dari nats minggu ini yakni agar dalam menjalani kehidupan ini, mulailah memahami petunjuk dari Allah, sebagaimana orang majus tadi. Kalau memang belum ada, jangan ragu untuk meminta tanda atau petunjuk sepanjang itu adalah pilihan baik dengan baik, bukan pilihan antara baik dengan buruk. Persaingan hidup selalu ada, tetapi janganlah kita bersikap munafik, hanya manis di mulut seperti Herodes. Hatinya disembunyikan dengan maksud jahat.

 

 

 

Allah sering memberi tanda atau petunjuk dalam perjalanan hidup kita. Maka persiapkanlah yang sesuai dan terbaik untuk kemuliaan Tuhan dan balasan atas pengorbananNya di Golgota. Pengenalan dan pertemuan dengan Tuhan harus membuat perubahan dalam jalan hidup kita, seperti orang majus yang merubah jalannya setelah bertemu dengan Tuhan.

 

 

 

Tuhan Yesus menyertai kita, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 749 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7528535
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
47587
65706
281301
7204198
563397
1386923
7528535

IP Anda: 162.158.163.227
2024-11-23 15:04

Login Form