Saturday, November 23, 2024

2022

Khotbah Mingggu 6 Februari 2022

 

MINGGU V SETELAH EPIFANI

 

 PENJALA MANUSIA (Luk. 5:1-11)

 

Saya dan Ketua Sinode kami (yang menggantikan saya) saat berada di Pulau Sumba, NTT. Kita diundang untuk acara baptisan warga di dua desa yang sebelumnya menganut kepercayaan suku, dan kini telah siap menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Sebelumnya juga sudah beberapa kali dilakukan baptisan yang sama oleh ketua pengurus wilayah Sumba. Ya, ada 35 gereja kami disana dengan satu sekolah SMTK.

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ini sesuai leksionari untuk kita renungkan dari Luk. 5:1-11, menceritakan Rasul Simon Petrus yang semula nelayan penjala ikan dan Tuhan ubahkan menjadi penjala manusia. Petrus sepanjang malam tidak mendapatkan ikan hasil tangkapan. Kemudian Tuhan Yesus menyuruh menebarkan jala ditempat dalam yang ditunjukkan-Nya. Petrus pun dengan berat hati menebarkan jalanya, dan hasilnya sungguh luar biasa! Mukjizat. Petrus memanggil teman-temannya dan semua mendapat banyak.

 

 

 

Melihat hal itu, Petrus pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa." Sebuah sikap rendah hati. Ia telah meragukan Yesus dan merasa berdosa tak layak. Tetapi Yesus dengan kasih dan kuasa-Nya, mengatakan dengan jelas: "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia" (ayat 10b).

 

 

 

Menjala manusia! Membawa jiwa-jiwa baru kepada Kristus. Ini tugas panggilan semua pengikut Kristus. Banyak orang dan wilayah di Indonesia yang belum mengenal-Nya. Bahkan di Sumba NTT masih banyak yang hidup dengan kepercayaan tradisional dengan peran roh-roh nenek moyang. Timbul rasa kasih. Mengapa? Karena mereka hidup dalam rasa takut. Roh-roh jahat atau roh orang mati dianggap masih sering datang mengganggu. Tentu ini menghambat pola pikir dan sekaligus menjerat hidup mereka untuk tidak cepat melangkah maju.

 

 

 

Simon Petrus telah melihat keajaiban dari Yesus. Ia pun mengaku dosanya, dan merasa tidak layak. Tetapi Yesus memanggilnya untuk ikut menjala menyelamatkan jiwa-jiwa. Kita pun yang sudah melihat mukjizat Yesus dalam hidup kita yakni Dia telah menebus dosa-dosa kita, membebaskan kita dari rasa takut, memberi kita hidup yang kekal, selayaknya mengambil bagian dalam menjala manusia. Ladang banyak yang menguning dan siap dituai (Mat. 9:37; Yoh. 4:35). Pesan nas minggu ini: jangan merasa mukjizat belum ada dalam hidup kita, dan merasa tidak perlu ikut menabur, menyiram, berperan dalam pekabaran Injil. Dan, kita bisa kelak tidak layak ikut menerima tuaian. Tuhan memberkati, amin.

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 30 Januari 2022

 

Kabar dari Bukit

 

 

DARI RAHIM IBU (Yer. 1:4-10)

 

Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau… (Yer. 1:5)

 

 

 

Tentu ini pertanyaan menggelitik: mengapa Tuhan membiarkan adanya orang jahat dan kejahatan? Mengapa ada setan dan iblis? Paul Enns menjelaskan dalam bukunya The Moody Handbook of Theology bahwa setan dan iblis adalah malaikat yang murtad. Padahal, malaikat diciptakan Allah untuk kebaikan, melayani-Nya dan melayani manusia. Tetapi kuasa yang diberikan kepada setan dan iblis, disalahgunakan untuk melawan. Allah merasa tidak perlu membinasakannya, tetapi kelak semua akan masuk dalam penghakiman.

 

 

 

Alkitab berkata bahwa manusia juga diciptakan Allah untuk kebaikan, mengelola alam semesta, tugas mandat budaya (Kej. 1:28). Kemudian ada mandat Injil dari Tuhan Yesus, yakni memberitakan Injil melalui perbuatan kasih dan penyampaian berita keselamatan (Mat. 28:19). Kedua mandat itulah misi keberadaan kita di dunia ini. Lantas, ada yang menyimpang bahkan lari dari misi itu, mengikut hasrat diri, setan dan iblis. Dan ironisnya, yang mengikutinya kemudian beranak cucu turun temurun: Dosa melahirkan dosa, kutuk berbuahkan kutuk; tetapi, tentu ada yang bertobat kembali ke jalan Tuhan.

 

 

 

Nas firman Tuhan di hari Minggu ini bagi kita Yer. 1:4-10. Nas ini menjelaskan panggilan Tuhan kepada Yeremia menjadi nabi dan diutus. Yeremia mulanya menolak, beralasan tidak pandai berbicara dan masih muda (ay. 6). TUHAN pun berkata: janganlah takut, Ia menyertai. Kemudian Tuhan mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulut Yeremia dan berfirman: "Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu” (ay. 8-9).

 

 

 

Pada ayat 5 pembuka di atas, jelas bahwa Allah telah menetapkan dan membentuk Yeremia sejak dalam rahim ibunya. Sejak awal Allah dapat menetapkan jalan hidup seseorang. Tetapi kita juga tahu kisah Rasul Paulus, seorang “penjahat” penyiksa orang percaya, tetapi kemudian dipanggil menjadi rasul-Nya yang besar. Kita juga lihat Nabi Eli yang dipakai Tuhan, tetapi anak-anaknya mengikuti setan dan iblis.

 

 

 

Bagaimana dengan kita? Ada dua kemungkinan itu: kita telah ditetapkan sejak semula dari keturunan yang diberkati. Tetapi kemungkinan lain, kita bisa datang dari garis keturunan yang tidak setia kepada Tuhan. Mungkin pernah kita membaca perbandingan dua keluarga: yang tidak setia anak-cucunya menjadi pencuri, pemabuk, penjudi dan banyak masuk penjara; sementara keluarga yang setia kepada Tuhan dan hidup dalam penyerahan diri, anak-cucunya diberkati, menjadi pengusaha, profesional maju, dan pejabat negara. Ya, hidup memang demikian, semua tergantung jalan yang dipilih, meski Tuhan kadang perlu campur tangan.

 

 

 

Oleh karena itu, mari kita bereskan hal pokok itu melalui doa pengakuan dan janji keteguhan iman percaya. Tidak ada gunanya menyesali dan menyalahkan masa lalu, orangtua atau kakek moyang. Tetaplah bersyukur diberi Tuhan kehidupan, dan siap dipakai dan diberkati. Berserah, meminta Tuhan menggenapi rencana-Nya di dalam diri kita. Rancangan Tuhan adalah damai sejahtera (Yer. 29:11). Terlebih di era PB, semua kita dipanggil untuk melayani, sesuai dengan kapasitas, bakat dan talenta serta karunia rohani yang diberikan-Nya.

 

 

 

Pemanggilan Yeremia mengajar kita bahwa Allah memiliki rancangan serta panggilan yang unik bagi setiap kita dan sekaligus memampukannya. Maka, semua kembali kepada respon, niat, motivasi, dan upaya kita. Jangan khawatir, sebab tidak selamanya diukur dari buah yang dihasilkan. Keberhasilan bukanlah karena kemampuan manusia, tetapi campur tangan Allah menutupi kelemahan manusia seperti Yeremia (ay. 7-9). Tidak perlu spesial, hebat, tapi tetap setia dan berupaya yang terbaik.

 

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 23 Januari 2022

 

Kabar dari Bukit

 

RE-VIEW IBADAH (Neh. 8:1-3, 4-6, 8-10)

 

 

Lalu Ezra memuji TUHAN, Allah yang maha besar, dan semua orang menyambut dengan: "Amin, amin!", sambil mengangkat tangan. Kemudian mereka berlutut dan sujud menyembah kepada TUHAN dengan muka sampai ke tanah (Neh. 8:7)

 

 

Apa yang terjadi bila sebagian besar umat Kristiani termasuk anggota grup WA kita ini, tidak lagi suka membaca Alkitab, atau renungan harian dan radio/film siraman rohani yang kita tahu sebagai bekal pembaharuan budi? Pertanyaan lain: mengapa uang gereja dari persembahan, umumnya paling besar dipakai untuk keperluan ibadah, sangat sedikit untuk PI dan diakonia?

 

 

 

Melalui nas firman Tuhan di hari Minggu ini bagi kita, Neh. 8:1-3, 4-6, 8-10, gambaran situasi itulah yang diberikan. Nas ini menjelaskan pelayanan Nehemia dan Ezra untuk membangun kembali tembok Yerusalem dan Bait Allah yang telah diruntuhkan (pasal 1-7). Sebelumnya, bangsa Isreal telah terpuruk pasca kejatuhan kerajaan Israel dan Yehuda. Mereka tadinya begitu berbangga hati, Allah menjadikan mereka sebagai umat pilihan; membanggakan Bait Allah yang dibangun Raja Daud dan Salomo yang begitu megah dan indah. Tapi akhirnya, semua hilang diruntuhkan oleh penjajah.

 

 

 

Alkitab menjelaskan, petaka itu terjadi oleh karena ibadah bangsa Israel tidak lagi berkenan kepada Allah. Ibadah mereka lebih kepada ritual saja tanpa isi dan makna, tidak diikuti dengan perbuatan nyata. “Dengarlah, hai bumi! Sungguh, ke atas bangsa ini Aku akan mendatangkan malapetaka, akibat dari rancangan-rancangan mereka, sebab mereka tidak memperhatikan perkataan-perkataan-Ku dan menolak pengajaran-Ku. Apakah gunanya bagi-Ku kamu bawa kemenyan dari Syeba dan tebu yang baik dari negeri yang jauh? Aku tidak berkenan kepada korban-korban bakaranmu dan korban-korban sembelihanmu tidak menyenangkan hati-Ku” (Yer. 6:19-20; band. Yes. 1:11-14; Am. 5:21-23). Menurut H.H. Rowley dalam bukunya Ibadat Israel Kuno, Nehemia dan Ezra kemudian meluruskan kembali hakekat ibadah mereka, yang menekankan kekudusan dan peri kemanusiaan, yakni kasihilah Allahmu dan sesamamu manusia (Ul. 6:5; Im. 17-26).

 

 

 

Bercermin dari pengalaman selama Covid-19 ini, kita juga semakin disadarkan bahwa gedung-gedung gereja tidak lagi punya arti besar. Uang persembahan kita yang begitu besar dipakai untuk membangun dan memperindah gedung, kini menjadi batu-batu yang dingin. Keindahan dan besarnya bangunan menjadi sia-sia. Kitab Luk. 4:14-21, nas paralel untuk minggu ini, mengingatkan bahwa Tuhan Yesus datang ke dunia, bukan hanya menyelamatkan manusia dari kengerian neraka, tetapi juga “untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang" (Luk. 4:18-19).

 

 

 

Maka belajar dari nas firman ini, kita yang merindukan terjadinya pemulihan atas pergumulan pribadi dan sengsara Covid-19, baiknya kembali lebih mencintai firman Tuhan, menekuni ibadah dengan setia dan sepenuh hati. Ibadah kita pun tidak hanya sekedar ritual bernyanyi dan berdoa, mendengar firman Tuhan, tetapi berwujud nyata tindak perbuatan. Ibadah yang mengubah kita menjadi pelaku-pelaku firman Tuhan, dengan menyebarkan kasih kepada sesama (Yak. 1:22). Ibadah yang baik dan teruji pasti berbuahkan kebaikan, keadilan, dan kebenaran (Am. 5:14-24).

 

 

 

Sebagaimana pembaharuan oleh Nehemia dan Ezra melalui re-view ibadah, meninjau, memeriksa dan melihat kembali, kiranya semua pergumulan dan derita kita termasuk akibat Covid, Tuhan berkenan memulihkan. Kita akan menerima hal yang disampaikan oleh Ezra: "Hari ini adalah kudus bagi TUHAN Allahmu. Jangan kamu berdukacita dan menangis!… Pergilah kamu, makanlah sedap-sedapan dan minumlah minuman manis dan kirimlah sebagian kepada mereka yang tidak sedia apa-apa, karena hari ini adalah kudus bagi Tuhan kita! Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!" (ay. 10-11). Dan kita pun, akan membangun pondok-pondok daun tempat kita bersukacita. Haleluya.

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu 30 Januari 2022

 

 Khotbah Minggu Keempat Setelah Epifani

 

 

YANG PALING BESAR ADALAH KASIH (1Kor. 13:1-13)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yer. 1:4-10; Mzm. 71:1-6; Luk. 4:21-30

 

 

Pendahuluan
Dalam 1Kor 12 Rasul Paulus banyak mempersoalkan jemaat Korintus yang lebih mempertentangkan karunia-karunia Roh sehingga seolah-olah seorang lebih berharga di mata Tuhan dari seorang lain berdasarkan karunia rohani yang dimilikinya. Rasul Paulus mengatakan janganlah seorang merasa dirinya hebat dan memandang lainnya lebih rendah karena ia memiliki berkat atau karunia-karunia khusus tersebut. Tokh sebagaimana dijelaskan dalam nats tersebut, sumber karunia Roh adalah adalah dari Allah dan kita harus mempertanggungjawabkan kepada-Nya dalam penggunaannya. Dalam pasal 13 yang merupakan nats minggu ini - dan nats yang cukup terkenal ini, merupakan lanjutan dari penjelasan karunia rohani tersebut, yang kemudian Rasul Paulus menutup penjelasannya dalam 1Kor. 14: 1 dengan berkata: “Kejarlah kasih itu dan usahakanlah dirimu memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat” (1Kor. 14:1). Oleh karena itu dari bacaan minggu ini kita mencoba mengambil beberapa pelajaran hidup untuk kita pakai sehari-hari.

 

 

 

Pertama: Kasih dasar dari segala pelayanan karunia (ayat 1-3)

 

Seperti dijelaskan dalam nats sebelumnya, semua karunia rohani yang diberikan Allah kepada orang percaya atau jemaat adalah untuk membangun gereja Tuhan. Dengan demikian motivasi yang menjadi dasar untuk pelayanan karunia Roh tersebut haruslah kasih terhadap Tuhan dan kasih terhadap sesama yang belum diselamatkan, maupun mereka yang imannya perlu dikuatkan untuk bertumbuh. Kalau seandainya karunia rohani atau berkat-berkat yang menyertainya dipakai jemaat atau hamba Tuhan untuk kepentingan dirinya sendiri dan kemegahannya, maka hal itu sudah lari dari hakekat sejati penggunaan karunia Roh tersebut.

 

 

Oleh karena itu firman Tuhan dalam nats ini mengatakan, sia-sialah karunia Roh tersebut kalau itu tidak didasari dan bertujuan kasih, ibaratnya seperti gong yang berkumandang atau canang yang bergemerincing. Artinya, penggunaan karunia itu hanya menghasilkan gaung atau gaya artikulasi, tidak kepada ketulusan hati dalam memberi manfaat sejati bagi kemuliaan Tuhan. Maka sekalipun kita memiliki karunia iman yang hebat atau pintar bernubuat, tetapi kalau tidak didasari kasih, maka itu akan sia-sia dan tidak berguna. Maksud dari sia-sia dan tidak berguna di sini tentu dalam kaitannya dengan pelayanan karunia Roh tersebut bagi pelayanan gereja Tuhan. Bahkan, dapat dikatakan apabila itu bukan untuk kemuliaan Tuhan, maka sumber “karunia” tersebut bukanlah dari Roh Allah, melainkan dari roh jahat.

 

 

 

Kasih harus menjadi prinsip dalam mengendalikan semua wujud rohani, merupakan sumber motivasi bagi kita dalam membagikan karunia Roh dan berkat-berkat yamg menyertainya. Kalau, misalnya, seseorang diberi “karunia memberi” berkat jasmani yang tentu didahului oleh kepintaran mencari harta atau uang, maka dasar memberi atau membagi-bagikan uang tersebut adalah karena kasih dari Allah dan kasih kepada manusia. Kita tidak diperbolehkan menonjolkan kehebatan dan kelebihan kita serta mengakui bahwa saat kita memberi karena merasa terpaksa, bermegah, atau dipuji untuk kemegahan kita.

 

 

 

Kalaupun kita melakukan sesuatu yang hebat menurut dunia, seperti “membakar diri” tetapi kalau dasarnya bukan kasih kepada Allah dan kepada manusia, maka itu semua tidak akan diperhitungkan dalam kerajaan-Nya. Segala kegiatan dan pelayanan hidup kekristenan kita haruslah berlandaskan kasih yang dari Kristus. Mungkin karunia yang diberikan kepada kita berbeda-beda, atau menerima karunia dalam jumlah dan kapasitas terbatas, tetapi kasih itu selalu ada dan tersedia bagi setiap orang untuk kita bagikan.

 

 

 

Kedua: Sifat-sifat kasih yang sejati (ayat 4-7)

 

Kasih sangat berkaitan dan mencerminkan sifat Kristus: Sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Kasih itu tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi bersukacita karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu (dalam arti tidak mudah curiga), mengharapkan segala sesuatu, dan sabar menanggung segala sesuatu. Jadi, ada tiga belas sifat-sifat kasih digambarkan dalam nats ini.

 

 

 

Kita tahu bahwa mewujudkannya semua itu tidak mudah dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi kalau kita menyadari bahwa memperjuangkan segala sifat-sifat kasih itu dalam kehidupan sehari-hari berbuahkan kemenangan, maka kita tidak akan mudah terjatuh seperti jemaat Korintus yang kehilangan kasih itu. Kesabaran, misalnya, tidak kita lihat sebagai sebuah kelemahan dan sikap menyerah, melainkan kita lihat sebagai kekuatan dan kemenangan. Seseorang yang dapat memberikan kesabaran berarti itu merupakan tanda kehadiran Roh Kudus dalam dirinya. Ada yang mengatakan, kesabaran kepada orang lain adalah kasih, kesabaran kepada diri sendiri adalah pengharapan, dan kesabaran kepada Allah adalah iman. Kesabaran bersaudara dengan hikmat.

 

 

 

Gambaran sifat-sifat kasih yang diberikan dalam nats ini tidak kita uraikan satu persatu. Buku William Barclay tentang Pemahaman Alkitab Setiap Hari memberikan uraian yang lengkap dari setiap sifat-sifat tersebut. Namun, yang perlu kita fahami dan utama dari “kasih” itu adalah dari arti harafiahnya sendiri yakni “kasih =  memberi”. Memberi dalam arti kata bahwa diri kita tidak lagi menjadi tujuan dan yang utama, melainkan orang lainlah yang lebih utama dari kita. Kasih berarti memberi. Kasih berarti berkorban bagi diri sendiri untuk kebahagiaan orang lain. Bahkan kita harus ingat firman Tuhan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima (Kis. 20:35).

 

 

 

Sifat-sifat kasih itulah yang diharapkan menjadi ciri khas orang Kristen, menjadi jatidiri orang percaya sebagai jalan untuk memuliakan Allah. Rasul Paulus menyampaikan firman Allah ini kepada jemaat di Korintus karena dilihatnya jemaat ini sudah menyimpang dari ketulusan kasih dalam pelayanan karunia yang mereka terima.

 

 

 

Ketiga: Karunia lain bisa berhenti atau berubah (ayat 8-10)

 

Ayat 4-8 ini dapat ditafsirkan dalam dua makna. Makna pertama adalah bahwa karunia rohani yang diberikan kepada seseorang atau jemaat dapat ditarik kembali, apabila Tuhan memandang karunia tersebut tidak lagi efektip bagi pelayanannya. Seseorang yang memiliki satu atau dua karunia rohani dari Allah, seperti gabungan kemampuan mengajar dan melayani, atau bernubuat, membuat mujizat, menyembuhkan, dan lainnya, pada prinsipnya dapat Tuhan ambil kembali dari seseorang, karena sumber karunia tersebut adalah dari Allah sendiri. Demikian juga halnya, kita dapat menafsirkan bahwa karunia rohani itu dapat diberikan dalam sekejap atau waktu yang pendek saja dengan tujuan tertentu dan khusus dalam situasi yang khusus, dan kemudian Allah menariknya kembali. Hal ini sering menimbulkan kesalahan pengertian karunia dalam hidup orang-orang percaya, bahwa karunia itu sifatnya tidak kekal. Penafsiran ini wajar agar orang yang diberikan karunia khusus tersebut tidak menjadi sombong.

 

 

 

Karunia diberikan kepada orang percaya dan hamba Tuhan untuk memperlengkapi dan menunjang pelayanan, agar mereka melayani lebih efektif. Itu juga dasarnya mengapa karunia tidak diberikan seluruhnya kepada seseorang dan menjadi manusia super hebat, melainkan umumnya beberapa karunia saja diberikan kepada orang tertentu untuk pelayanan tertentu. Bila pelayanan tertentu tersebut sudah selesai, maka karunia yang diberikan dapat ditarik kembali. Dengan dasar itu karakter orang percaya dan hamba Tuhan yang harus dikembangkan adalah karakter yang berselubungkan kasih dan melekat dalam hidupnya. Orang percaya harus melihat karunia adalah alat dan sarana, sementara kasih adalah dasar motivasi dan tujuan karunia diberikan.

 

 

 

Makna kedua dari ayat-ayat tersebut adalah pada saat penghakiman nanti, segala karunia tersebut tidak lagi memiliki arti. Kita mungkin memerlukan karunia pengetahuan dalam mengenal Allah, tetapi ketika sudah dipanggil menghadap Dia, maka pengetahuan tidak diperlukan lagi. Demikian juga dengan nubuat semua akan berakhir dan bahasa roh akan berhenti (ayat 8). Semua itu tidak sempurna. Seperti disebutkan, kalau yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap (ayat 10).

 

 

 

Keempat: Yang terbesar adalah kasih (ayat 11-13)

 

Rasul Paulus menekankan dalam ayat 11-12 tentang kemungkinan keraguan akan datangnya pertanggungjawaban atas penggunaan karunia rohani tersebut. Jemaat Korintus telah tercemar dengan pemikiran semua itu mereka dapatkan untuk kepentingan diri sendiri. Oleh karena itu ia menyebutkan jangan berfikir seperti anak-anak seolah-olah semua itu diberi dengan kemudahan dan pemberian tanpa timbal balik. Semua anggota jemaat diminta agar berfikir dewasa bahwa karunia tersebut harus dipertanggungjawabkan kelak. Kalaupun saat ini mereka melihatnya masih samar-samar dalam arti kata belum belum sempurna, maka nanti akan muka dengan muka dan sempurna tanpa ada yang terselubung tersembunyi.

 

 

 

Tiga hal yang diungkapkan dalam ayat 13 yakni iman, pengharapan dan kasih, maka menurut firman Tuhan yang terbesar adalah kasih. Kita tidak bisa mengandalkan iman saja tanpa berbuat kasih. Iman kita mungkin besar dan bisa memindahkan gunung (persoalan hidup), tetapi iman seperti itu adalah kosong dan mati. Pengharapan tanpa kasih kepada Allah dan kepada manusia, maka itu adalah sauh yang tidak kuat dan gampang hanyut ditelan gelombang. Kasih meminta pengorbanan kepada orang lain, dan iman yang menjadi fondasinya. Pengharapan adalah fokus dan ekspresi, tetapi buah tindakannya tetap adalah kasih.

 

 

 

Kita bisa memperbesar iman kita menjadi sebesar “biji sesawi”, atau pengharapan akan kehidupan kekal bersama Allah, tetapi kalau jiwa kita dan tindakan kita tidak selalu dalam kasih, maka semua itu akan hampa. Kasih adalah sesuatu yang mutlak dalam kehidupan orang Kristen.. Allah adalah Kasih (1Yoh. 4:8), oleh karenanya seluruh eksistensi hidup dan pelayanan kita haruslah berwujud kasih. Pada saat kerajaan-Nya kelak dinyatakan, yang tinggal adalah kasih dan yang abadi adalah kasih. Maka yang terbesar adalah kasih (ayat 13).

 

 

 

Kesimpulan

 

Setiap orang percaya didorong untuk memiliki karunia rohani dan agar pelayanan lebih efektip. Karunia rohani yang dipakai untuk menolong, mendorong, menguatkan mereka yang membutuhkan yang seluruhnya didasari kasih. Kita harus mengenal 13 sifat-sifat kasih yang diberikan dalam nats ini dan memahami harus berjuang untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kalau kita menyadari semua berbuahkan kemenangan maka hal itu akan lebih mudah. Hal yang penting lainnya bahwa karunia rohani sendiri itu sifatnya tidak kekal, semua bisa berakhir dan hilang, baik dalam masa pelalayanan di dunia ini, maupun saat nanti kerajaan-Nya dinyatakan. Oleh karena itu, yang utama dan terbesar adalah kasih, bukan iman, dan bukan pengharapan. Mari kita wujudkan kasih itu dalam kehidupan sehari-hari, karena kasih dari Allah itu selalu tersedia melimpah bagi setiap orang dan siap untuk berbagi dengan sesama. 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu 23 Januari 2022

 

 Khotbah Minggu Ketiga Setelah Epifani

 

DIA DATANG UNTUK MEREKA YANG MENDERITA (Luk. 4:14-21)

 

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Neh. 8:1-3, 5-6, 8-10; Mzm. 19; 1 Kor. 12:12-31a

 

 

 

Pendahuluan 
Mungkin dalam hati kita pernah bertanya: Mengapa Tuhan Yesus singkat sekali "hidup" di dunia ini? Hidup dalam pengertian Ia sebagai manusia yakni sekitar 33 tahun, bahkan hanya tiga tahun dalam pelayanan-Nya. Mungkin jawaban rasional satu-satunya adalah: Ia telah memberikan mandat dan kuasa pelayanan itu kepada kita orang percaya dan tugas itulah yang kini harus kita emban.

 

 

 

Tujuan Tuhan Yesus turun ke bumi adalah untuk menyelamatkan manusia yang dikasihi-Nya dari maut dan membawa kepada kehidupan kekal. Kalau kita urutkan pesan-pesan Tuhan Yesus yang disampaikan dalam Alkitab, maka pesan pertama adalah agar manusia bertobat karena kerajaan Sorga sudah dekat (Mat. 3:17; Mrk. 1:14-15). Pesan kedua adalah nats yang kita baca untuk minggu ini yang lebih fokus pada pembebasan mereka yang menderita. Maka dari bacaan minggu ini ada beberapa hal yang bisa kita tarik sebagai pelajaran dan pegangan.

 


Pertama: Hidup Yesus selalu penuh Roh (ayat 14, 18)

 

Setelah Yesus dibaptis oleh Yohanes, maka tampaklah Roh Kudus dalam rupa burung merpati yang meneguhkan Yesus adalah Anak yang dikasihi Bapa-Nya dan berkenan kepada-Nya (Luk. 3:21-22). Kemudian dalam pasal 4 ayat 1 dab dijelaskan bahwa Yesus yang penuh Roh dapat mengalahkan godaan iblis atas berbagai tawaran yang menarik. Ini merupakan bukti lagi bahwa Yesus adalah Anak Allah dan tidak berdosa. Dalam kuasa Roh juga Yesus kembali ke Galilea dan sejak itu tersiarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu (ayat 14).

 

 

 

Hal yang bisa kita pelajari dari ayat ini adalah bahwa hanya dengan kuasa Roh saja kita dapat mengalahkan iblis yang jahat itu. Kemampuan manusia sangat lemah dan terbatas sementara kuasa iblis juga tidak sembarangan, bahkan Allah telah "memberikan" dunia ini kepadanya. Oleh karena itulah iblis selalu menawarkan godaan dan kenikmatan dunia ini kepada manusia agar mau mengikuti kemauannya dan meninggalkan Allah. Tanpa Roh Allah maka manusia akan mengikuti iblis ini sebab tawarannya memang seringkali begitu menarik meski dalam sudut pandang sempit dan terbatas.

 

 

 

Bagaimana dengan kita? Apakah dunia ini atau iblis yang licik itu terus menerus menawarkan sesuatu sehingga menjual iman dan mengalahkan kita? Kekalahan iman dapat saja terjadi dari tawaran keinginan daging, ketakutan, masalah keuangan, sakit-penyakit atau hal lainnya. Hal yang perlu kita sadari adalah blis akan terus menyerang orang percaya atau paling tidak mencoba dengan menetralisir munculnya perasaan berdosa, perasaan malu atau perasaan bersalah.

 

 

 

Maka satu-satunya jalan melawan godaan iblis dan dunia itu adalah memohon pertolongan Roh Kudus agar Ia mau diam dan menguasai diri kita sehingga kita penuh dengan Roh dan hasilnya dapat mengalahkan iblis yang jahat itu, sebagaimana Tuhan Yesus menang karena penuh Roh. Cara yang terbaik dalam membuat Roh itu yang menguasai kita adalah dengan terus mengingat dan berkomitmen kepada firman-Nya serta hidup yang berserah sepenuhnya kepada-Nya.

 


Kedua: Tugas utama yang efektif adalah mengajar (ayat 15, 21)

 

Sinagoga merupakan tempat berkumpul dan pusat peribadatan umat Yahudi setelah bait suci diruntuhkan tahun 586 SM. Oleh karena itulah ibadah hari Sabat dan proses belajar-mengajar umumnya dilakukan di sinagoge ini, serta ini pula yang merupakan kesukaan dan kebiasaan Yesus rajin ikut dalam proses belajar-mengajar tersebut (ayat 16). Bahkan karena “kepintarannya”, semua orang memuji Dia (ayat 15 dan 21).

 

 

 

Yesus mengambil pilihan belajar pada masa kecil dan masa mudanya tentang firman Allah dan itu yang membawa Yesus juga rajin mengajar orang lain dan kepada murid-murid-Nya. Yesus  tentu memiliki alasan yang kuat memilih jalan mengajar tersebut, bukan dengan memimpin pemberontakan, yakni agar apa yang diajar dan dimaksudkan-Nya itu berbuah menjadi “kesadaran” dan pemahaman ke dalam hati nurani sendiri (band. Ibr. 10:15). Seseorang yang sudah memiliki kesadaran dan meresap ke dalam hati nuraninya akan memberikan dampak dan hasil yang lebih maksimal dan panjang dibandingkan dengan pendekatan ancaman atau hukuman.

 

 

 

Mengajar atau belajar berarti membuat orang menjadi mengerti atas ajar-an yang diberikan. Ajaran itu termaktub dalam dua pola yang penting, yakni “Hendaklah” dan “Janganlah”. Kesadaran dan pemahaman inilah yang menjadi tujuan Yesus, sebagaimana kita sebaiknya memiliki keinginan dan kerinduan yang sama akan hal itu. Proses belajar dan mencintai firman Tuhan dapat menumbuhkan kebiasaan yang baik bagi setiap orang, dan sekaligus menumbuhkan motivasi agar dapat menjadi anak-anak yang berkenan kepada-Nya. Proses belajar juga secara otomatis akan menambah pengetahuan dan bahkan dapat menjadi ketrampilan, dan ini akan memberikan hal yang positip bagi diri kita sendiri dan orang lain. Hal yang diperlukan dalam membangun kerinduan belajar ini adalah dengan komitmen baik dari sisi penyediaan waktu maupun membangun rasa haus akan pengenalan Allah yang lebih sempurna dan tujuan akhir menyenangkan hati-Nya.

 

 

 

Neh 8 dalam bacaan leksinari kita menggambarkan bagaimana Nehemia sebagai pejabat bersama-sama dengan Ezra ahli kitab itu mulai mengajar kembali hukum Taurat kepada umat setelah mereka kembali dari pembuangan di Babel. Disini ditekankan bahwa belajar firman Tuhan itu merupakan dasar dari pengenalan kepada Allah. Kitab Mazmur 19 juga yang merupakan bagian dari bacaan kita minggu ini memberikan gambaran betapa firman Allah itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya (Mzm. 19:8-9).

 

 

 

Ketiga: Tujuan akhir adalah pembebasan (ayat 18, 19)

 

Pesan Yesus yang paling utama dalam minggu ini ada pada ayat 17 dan 18 ini, yakni nats yang dibaca Yesus dari Yes. 61:1-2. Pesan ini sebenarnya penggambaran nabi Yesaya akan tahun Sabat dan tahun Yobel (Im. 25), ketika bangsa Israel dibebaskan dan kembali dari pembuangan Babel, yakni pembebasan kepada mereka yang tertawan dan menderita begitu lama. Pesan utama dari nats tersebut adalah:

 

 

 

-          Datangnya kabar baik baik kepada orang miskin

 

-          Pembebasan kepada orang-orang tawanan

 

-          Penglihatan kepada orang buta

 

-          Pembebasan orang-orang tertindas

 

-          Pemberitaan tahun rahmat sudah tiba

 

 

 

Tetapi apa yang terjadi setelah kembalinya umat Israel dari Babel tetap tidak menyenangkan hati Tuhan dan bangsa Israel seringkali melupakan Allah mereka yang sudah menolong dan membimbing mereka demikian lama. Pesan inilah yang disampaikan kembali oleh Tuhan Yesus dan menutupnya dengan perkataan: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” Semua orang yang mendengar tentu saja terkejut dan bahkan marah kepada-Nya. Tetapi Yesus memahami situasi yang tidak kondusif tersebut dan kemudian memilih Ia pergi.

 

 

 

Inti pesan yang dimaksudkan oleh Yesus pada saat itu adalah tibanya tahun rahmat tersebut yakni berita atau Injil keselamatan kepada mereka yang menderita dan pembebasan dari segala kuk dan beban yang menghimpit hati dan pikiran umat Israel pada saat itu. Mereka sudah begitu lama terjajah oleh bangsa Romawi dan terbelenggu dengan legalitas hukum Taurat serta kedudukan para imam dan ahli Taurat yang seharusnya melayani tetapi justru lebih mementingkan diri sendiri dan memberatkan umat pada saat itu.

 


Keempat: Tugas itu diserahkan kepada kita (ayat 20)

 

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa salah satu alasan masa hidup Tuhan Yesus di dunia ini yang begitu "pendek" dan pelayanan-Nya yang singkat hanya 3 tahun adalah bahwa kuasa dan amanat tugas itu telah diberikan kepada kita orang percaya. Pesan bahwa penginjilan dan pemberitaan kabar baik itu memang yang utama, sehingga semakin banyak orang diselamatkan dan masuk ke dalam kerajaan-Nya.

 


Akan tetapi pesan Tuhan Yesus dalam ayat 18-19 ini sebaiknya tidak ditafsirkan secara simbolis saja. Orang percaya dan gereja-gereja seyogianya terus menerus melakukan usaha-usaha yang sistematis dan terprogram untuk melihat kenyataan di sekeliling dan di masyarakat, yakni ikut menolong orang miskin keluar dari dunia kepedihan fisik mereka, membantu orang sakit yang tidak mampu untuk disembuhkan, menolong dan menghibur mereka yang tertindas dan tertawan karena ketidakmampuan dan ketidakadilan. Pesan itu tidak dapat hanya ditafsirkan secara simbolis saja, melainkan tetap dalam pengertian harafiahnya, yakni kalau masih ada orang miskin disekitar kita, orang sakit yang tidak mampu di lingkungan kita, orang tertindas, maka tugas orang percaya dan gereja untuk menolong mereka.

 


Dalam bacaan 1Kor. 12 untuk minggu ini dinyatakan bahwa Tuhan memberikan karunia-karunia rohani kepada hamba-hamba Tuhan dan orang percaya. Tentu pemberian karunia itu mempunyai maksud dan tujuan yakni semuanya adalah untuk pelayanan gereja-Nya. Oleh karena itu, karunia-karunia rohani yang ada disebutkan dalam nats ini, demikian juga dalam ayat-ayat lainnya, seharusnya semua dipakai untuk pesan kedua maksud kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini yakni sebagaimana tertulis dalam ayat Luk 4:18-19 tersebut (untuk penjelasan karunia-karunia rohani yang tertulis dalam Alkitab silahkan melihat artikel di website ini dalam kolom pembinaan teologia).

 


Orang percaya dan khususnya gereja-gereja seyogianya semakin menyadari tanggungjawab dan pendelegasian dari Tuhan Yesus tersebut, sehingga gereja-gereja tidak "asyik" dengan dirinya sendiri dan mengutamakan aspek-aspek lahiriah dari kegiatan-kegiatannya, melupakan amanat ini sebagai tugas yang melekat pada penginjilan dan berita keselamatan tersebut.

 


Kesimpulan
Nats minggu ini memberi kita banyak sekali kesadaran dan pemahaman akan tanggungjawab orang percaya dan gereja dalam panggilannya untuk dunia ini. Dimulai dengan pentingnya setiap orang percaya dipenuhi Roh untuk setia dan taat dalam melakukan firman-Nya serta mampu mengalahkan iblis yang jahat itu, terus belajar (dan mengajar) firman Allah sehingga kesadaran dan pemahaman semakin baik, serta menyadari akan banyaknya masalah sosial yang masih nyata di sekitar kita, yakni berupa kemiskinan, sakit penyakit yang tidak mampu disembuhkan karena keterbatasan dana, orang-orang tertawan dan tertindas yang memerlukan pertolongan dan penghiburan. Karunia-karunia Roh yang diberikan kepada kita dimaksudkan dipergunakan dan ditujukan untuk tugas tersebut.

 


Itulah tanggungjawab yang telah diserahkan Tuhan Yesus dalam pesan-Nya yang kedua ini agar kita terus menerus berusaha keras mewujudkannya.

 

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 583 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7532410
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
51462
65706
285176
7204198
567272
1386923
7532410

IP Anda: 162.158.162.12
2024-11-23 16:33

Login Form