Saturday, November 23, 2024

2021

Khotbah Minggu 20 Juni 2021

 

Khotbah Minggu IV Setelah Pentakosta

 BADAI PASTI BERLALU (Mrk. 4:35-41)

 

Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?" (Mrk. 4:39-40).

 

Firman Tuhan hari Minggu ini Mrk. 4:35-41 bercerita tentang angin ribut yang diredakan, ketika Yesus menyeberang di Danau Galilea bersama murid-murid-Nya. Murid ketakutan dan membangunkan Yesus yang tidur di buritan, berpikir seolah Yesus tidak memedulikan mereka. Yesus pun terbangun dan menghardik angin ribut itu dan langsung tenang teduh. Yesus juga menghardik para murid, mempertanyakan iman mereka, seperti ayat di atas. Yesus ternyata selalu peduli.

 

Nas ini membuktikan Tuhan berkuasa atas alam. Segala peristiwa ada dalam kendali-Nya. Ketika muncul rasa takut dalam menjalani kehidupan, itu sesuatu yang wajar. Tetapi ketakutan yang berlebih bahkan hingga kalap, histeris atau apatis, itu memberi tanda iman yang belum kokoh. Iman semakin kuat dan besar ketika kita semakin mengenal-Nya, semakin dekat dengan Dia. Itu bisa muncul dan bertumbuh, hanya tatkala kita sadar mengarungi sesuatu bersama Yesus. Para murid gagal memahaminya. Tuhan tertidur di buritan, tetapi Dia tidak tidur untuk menjaga yang dikasihi-Nya.

 

Membaca nas ini otomatis pikiran kita menuju Danau Toba, yang baru saja angin dan gelombang menenggelamkan kapal Sinar Bangun yang naas itu. Semua kita bersedih, terutama para keluarga yang masih terus berharap pada pencarian korban di kegelapan danau yang dalam. Tetapi kita yakin dan berpegang pada iman yang menyelamatkan.

 

Perjalanan kehidupan kadang akan diterpa badai. Tetapi berjalan bersama Yesus, kita akan bisa melewatinya. Perjalanan cita-cita membangun Kawasan Toba (dan juga wilayah mayoritas Kristiani lainnya) juga sedang diterpa badai. Tetap mengayuh dayung ke dermaga visi misi. Di tengah taufan dan ombak kencang yang bisa mengkaramkan, penyertaan Tuhan tetap hadir. Ia akan memberikan kekuatan bagi yang berpengharapan pada Tuhan Yesus. Tetaplah berdoa dan teguh berusaha menjadi lebih baik. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan memberkati, amin.

 

Pdt. Ramles M. Silalahi

 

 

Kabar dari Bukit Minggu 13 Juni 2021

Kabar dari Bukit

 

MENANG DAN BERSYUKUR (Mzm. 92:2-5, 13-16)

 

Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon (Mzm. 92:13)

 

 

Sebuah pameo mengatakan, ketika hidup memberi alasan untuk menangis, ada puluhan alasan lainnya untuk kita tersenyum dan bersyukur. Betul, kadang jalan kehidupan membuat kita merasa tidak diperlakukan adil, disengsarakan dan dihancurkan; kita marah terhadap situasi yang ada, bahkan marah kepada Tuhan.

 

Firman Tuhan di hari Minggu ini diambil dari Mzm. 92:2-5, 13-16. Judul perikopnya: Tuhan, Hakim yang adil. Dalam situasi seperti di atas, tetaplah waras dan terkendali, berusaha sebaik mungkin tidak jatuh ke dalam dosa. Rendah hatilah mengakui, ada hal yang tidak kita mengerti, ada hal tersembunyi yang masih jauh dari jangkauan pikiran kita. Tariklah nafas dengan teratur. Berdiam. Kesunyian dan ketenangan akan membantu kita lebih fokus.

 

Mazmur 92 ini biasanya dinyanyikan pada hari Sabat, hari perhentian, hari untuk bersyukur. Saya dan teman-teman minggu lalu mendaki ke puncak Gunung Gede (2.958Mdpl), dan merasakan setiap perhentian sungguh tempat yang menyenangkan. Setiap shelter tempat kita berhenti, menjadi tempat bersyukur setelah tantangan yang dilewati. Ya, kadang timbul perasaan, mengapa harus begini? Tetapi bayangan melihat keindahan alam ciptaan Tuhan yang luar biasa, membuat semangat tetap menyala.

 

Demikian juga kehidupan. Ketika kita merasa penat dari keadaan yang berat menyesak, yang membuat dada berdegup lebih kencang, ingatlah untuk rehat, berhenti. Kita mungkin melihat, sepertinya orang fasik bertunas seperti tumbuh-tumbuhan, orang-orang melakukan kejahatan. Tetapi orang bodoh dan bebal tidak akan mengetahui hal itu (ayat 7-8). Itu adalah sementara. Jangan mau ditipu dunia.

 

Kita mungkin diperlakukan tidak adil meski merasa benar. Tidak perlu sakit hati dan merasa iri. Tuhan di tempat yang Mahatinggi mempunyai rancangan yang dalam. Tuhan, Hakim yang adil. Kejahatan adalah musuh yang akan dibinasakan Tuhan. Mereka akan diceraiberaikan dan dipunahkan selama-lamanya (ayat 6, 9-12). “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, lakukanlah apa yang baik bagi semua orang.... Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan” (Rm. 12:17, 21). Berilah tempat kepada murka Allah dan itu adalah Hak Allah (Rm. 12:19; Ul. 32:35).

 

Di tengah pergumulan, pasti ada alasan untuk membuat kita bisa tersenyum, bersyukur dan bersukacita. Mengucap syukurlah dalam segala hal (1Tes. 5:18). Naikkan syukur kepada TUHAN, bermazmur bagi-Nya dengan iringan kecapi, gambus dan bunyi harpa sepuluh tali. Jadikan itu sebagai sebuah kesaksian kasih setia Tuhan bagi orang lain, dari pagi hingga petang, untuk menabur benih kerajaan-Nya, memperlihatkan Tuhan telah melakukan banyak kebaikan (ayat 2-5).

 

Alkitab, sejarah dan kehidupan sehari-hari memperlihatkan kepada kita, orang benar selalu disayang Tuhan. Pemenuhan janji sudah penuh bukti. “Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon; mereka yang ditanam di bait TUHAN akan bertunas di pelataran Allah kita. Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar” (ayat 13-15). Oh, alangkah indah dan sukacitanya. Itulah kerinduan kita di masa tua. 

 

Dan itulah kemenangan kita. Sama halnya ketika melihat mentari pagi dan hamparan hijau keindahan di puncak Gunung Gede, sungguh layak untuk memberitakan, “bahwa TUHAN itu benar, bahwa Ia gunung batuku” (ayat 16). Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati kita sekalian, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 6 Juni 2021

Kabar dari Bukit

 

SERUAN KESUSAHAN

 

 

Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel! Sebab pada TUHAN ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan (Mzm. 130:7)

 

Firman Tuhan di hari Minggu ini bagi kita diambil dari Mzm 130, terdiri dari delapan ayat. Judul perikopnya: Seruan dari dalam kesusahan. Dalam renungan minggu lalu dari Mzm. 29, disebutkan bahwa manusia akan lebih mencari Tuhan saat dalam kesusahan. Seruan memanggil Tuhan lebih keras. Nah, pertanyaannya, bagaimana bentuk kesusahan manusia itu sampai ia berseru-seru meminta pertolongan Tuhan?

 

Bentuk kesusahan digambarkan sangat bagus dalam Nyanyikanlah Kidung Baru (NKB) No. 10, berjudul “Dari kungkungan malam gelap”. Lagunya mungkin kita tahu dan saya posting untuk bisa kita dengarkan, sekaligus merasakan bahwa orang yang susah dan menderita itu seolah dalam kungkungan malam gelap, terpenjara dan menakutkan.

 

Kesusahan pertama ialah rasa sakit dan aib. Kita bisa membayangkan penyakit dalam tubuh, apalagi berkepanjangan dan menimbulkan rasa sakit perih. Kadang, rasanya tidak tahan hingga mengerang dan menjerit-jerit. Demikian juga adanya aib yang datang, ke pribadi kita maupun keluarga. Dampaknya memalukan sehingga inginnya membenamkan wajah, takut bertemu orang lain.

 

Kesusahan kedua ialah hidup yang bercela, apalagi datangnya seperti gelombang bah menderu. Hidup bercela menimbulkan pergumulan keras dan aib besar. Kesusahan ini sering menimbulkan bentuk ketiga susah dalam lagu tersebut, yakni perasaan gelisah dan merasa sesat. Ini membuat hati kecewa dan sendu, bertanya, mengapa semua ini terjadi? Mengapa aku?

 

Kesusahan keempat berbentuk rasa takut terhadap maut, beranggapan dunia kematian lorong gelap dan seram. Datangnya seperti menerjang, tidak tahu hal yang terjadi setelah nyawa kita diambil. Takut akan maut dan kematian kadang timbul bukan hanya menyangkut dirinya, tetapi juga pada mereka-mereka yang akan ditinggalkan: bagaimana kelak kehidupan mereka, terutama bila belum mandiri dan masih memerlukan tuntunan.

 

Pada ayat 3 nas minggu ini kita diberi pengertian, bahwa kesusahan dan penderitaan dapat terjadi karena dosa. Allah Mahaadil dan Mahatahu yang penuh hikmat, mengatur hukuman atas dosa diterima di dunia, atau kelak di masa penghakiman. Penjelasan Alkitab cukup jelas tentang ini. Oleh karena itu, manusia tidak dapat menghakimi sesuatu peristiwa yang terjadi, sebab kemampuan dan hikmatnya sangat terbatas.

 

Pemazmur juga mengajarkan bahwa Allah kita memberi pengampunan (ayat 4 dan 8). Oleh karena itu manusia diminta berserulah kepada Allah, berharap kesusahan dan penderitaan dilewatkan dan dibebaskan. Seruan orang percaya mestilah seturut dengan firman Tuhan tentang pengharapan akan belas kasihan Tuhan (ayat 5). Jadi bukan memaksa. Kita perlu percaya, Tuhan kita yang perkasa akan memberi solusi terang, melebihi pengawal yang mengharapkan pagi hari (ayat 6).

 

Di dalam Tuhan kita menerima pembebasan (ayat 7). Kita mesti percaya bahwa apapun juga yang terjadi, semua itu dalam rencana Tuhan yang indah. Jika kita merasa ada terikat pada dosa tertentu, maka saatnya untuk bertobat dan kembali. Martin Luther menyebut Mzm. 130 sebagai mazmur pertobatan. Jika kita sedang merasa sulit memahami peristiwa yang terjadi, maka tetaplah berseru, sebab Tuhan ingin kita lebih dekat kepada-Nya. Katakanlah seperti dalam lagu NKB tersebut: “Yesus, Tuhan, ‘ku datanglah; masuk ke dalam t’rang mulia; Yesus, ‘ku datanglah." Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati kita sekalian, amin.

Khotbah Minggu 13 Juni 2021

Minggu IV Setelah Pentakosta

 

BENIH KERAJAAN (Mrk. 4:26-34)

 

 

Lalu kata Yesus: "Beginilah hal Kerajaan Allah itu: seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu (Mrk. 4:26-27).

 

Firman Tuhan hari Minggu ini - sesuai leksionari - Mrk. 4:26-34 bercerita tentang perumpamaan yang diberikan Tuhan Yesus perihal Kerajaan Allah. Pada ayat 21-22 sebelumnya disebut juga perumpamaan lain: "Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian." Artinya, Kerajaan Allah itu harus dinyatakan dan dapat dilihat serta memberi dampak yang baik.

 

Pada nas minggu ini dikatakan, Kerajaan Allah itu seperti benih dan biji sesawi. Kita dapat mengartikan hal itu dalam empat hal. Pertama, Kerajaan Allah itu dimulai dengan benih yang ditabur. Yesus mengawalinya, dan benih itu terus ditabur yaitu firman. Firman hanya (dapat) ditabur bila ada penabur dan ladang yang luas yakni sekeliling kita. Ayat 1-20 memberi hikmat agar benih ditabur di tanah yang bisa hidup dengan subur dan tidak banyak ilalang semak duri, agar bertumbuh dan berbuah banyak.

 

Kedua, terwujudnya Kerajaan Allah itu sebuah proses panjang dan dalam proses itu Allah ikut bekerja (ayat 26-28); biji sesawi yang kecil bertumbuh menjadi pohon besar. Proses itu terjadi di dalam diri seseorang maupun dalam kehidupan komunitas atau universal, dan akan tampak wujudnya bila hidup (kita dan sesama) telah sampai pada tahapan damai sejahtera, penuh rasa syukur dan sukacita, lebih besar keinginan memberi dari meminta, tidak mudah menyerah dan putus asa.

 

Ketiga, Kerajaan Allah itu benih yang tumbuh bila lingkungannya sehat. Gereja atau persekutuan terus menyemai dengan mendorong bersaksi, siraman khotbah dan renungan yang menyegarkan dan menginsipirasi, pemimpin dengan keteladanan sebagai pupuk, serta adanya wujud program nyata menabur firman ke luar. Hal lainnya, kita juga tetap menjadi pembawa damai di lingkungan, penangkal intoleransi, tidak membalas yang jahat dengan kejahatan (band. nas minggu lalu, tidak mungkin iblis melawan iblis). Maka kehadiran kita pun mempunyai dampak dan berkat. Roh Allah hidup berkuasa dengan semangat yang berkobar.

 

Keempat, ada saat menuai. Benih yang kita tabur akan kita tuai, yakni "apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba" (ayat 29). Semakin banyak kita tabur maka tuaian pun semakin banyak.

 

Mari kita periksa, sebesar apa kita telah berperan ikut menabur benih-benih Kerajaan Allah. Membangun Kerajaan Allah berarti ikut menabur benih Kerajaan itu. "Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!" (ayat 9 dan 23). Hindari waktu kita berlalu sia-sia dan tidak peduli. Waspadalah dan bertindaklah dengan mulai membungkuk ikut menabur. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan memberkati, amin.

 

Pdt. Em. Ir. Ramles M. Silalahi, D.Min.

 

Khotbah Minggu 6 Juni 2021

Minggu II Setelah Pentakosta

 

BERSATU KUAT (Mrk. 3:20-35)

 

Kalau suatu kerajaan terpecah-pecah, kerajaan itu tidak dapat bertahan, dan jika suatu rumah tangga terpecah-pecah, rumah tangga itu tidak dapat bertahan (Mrk. 3:24-25)

 

Firman Tuhan hari Minggu ini Mrk. 3:20-35 bercerita tentang Yesus dan Beelzebul serta sikap keluarga-Nya. Mukjizat dan ajaran-Nya juga semakin disukai dan orang banyak semakin mengikuti Dia. Tetapi di lain pihak, keluarga juga semakin kuatir (ayat 20-21) dan ahli-hali Taurat pun semakin membencinya dan terus berniat membunuhnya; bahkan ada yang datang dari Yerusalem (ayat 22-30). Mereka belum memahami Yesus sama sekali. Ini semua mencerminkan kesalahan universal manusia, yang sering lebih melihat dari sudut diri sendiri dan kepentingannya. Akibatnya, sering tidak sinkron dan situasi tidak damai sejahtera. Belajar memahami, melihat dari sudut pandang lain, tidak degil atau cepat mengambil kesimpulan, adalah hikmat Illahi yang harus dikedepankan.

 

Pesan lain nas minggu ini ada tiga: Pertama, melawan musuh itu harus melihat kekuatan sendiri. Jangan asal hantam. Bersatu padu jalan terbaik sehingga lebih mudah menang. Apapun persoalan dan pergumulan kita, bersama dalam barisan membuat beban semakin kecil. Membiarkan yang lain bekerja sendiri, apalagi cuma ikut memberi nasihat muluk saja, sangat berbahaya. William Blake pernah berkata, orang yang cuma ingin tetapi tidak bertindak, laksana mengembangkan penyakit sampar. Sadis, tapi mungkin itu kenyataannya.

 

Kedua, tetap percaya pada kuasa Allah yang bekerja dalam segala hal. Menghujat-Nya seolah tidak memahami diri kita dan tidak mau campur tangan (ayat 29), suatu sikap yang dibenci-Nya. Allah bekerja seperti angin, tidak tahu kapan dan kemana bertiupnya (ayat 27; band. Yoh. 3:8). Kemampuan manusia terbatas. Tapi juga jangan mencobai-Nya (Kis. 5:3-4), memadamkan (1Tes. 5:19), apalagi mendukakan-Nya (Ef. 4:30-31). Justru, berusahalah hidup penuh dengan Roh-Nya (Ef. 5:18). Mukjizat itu nyata. Tetap berdoa, mohon pertolongan-Nya, dan terus bekerja, bekerja, bekerja.

 

Ketiga, pernyataan Yesus yang sangat keras: "Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?" Ia melihat kepada orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya dan berkata: "Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku" (ayat 33a-35).

 

Bercermin dari sikap Yesus, jangan menyatakan bagian dari keluarga kalau tidak bersatu dalam nilai-nilai keluarga. Jika mengaku orang percaya atau bagian sebuah perkumpulan, berbuatlah sesuatu. Kita hidup dalam ketergantungan dan pergumulan bersama. Semua mestinya berusaha memberi dan melakukan yang terbaik. Banyak hal yang perlu dilakukan: ada ladang menguning, ada benih yang belum ditabur, banyak serangan gulma sebelah yang merongrong iman saudara kita, dan lainnya. Mengeluh tidak menolong. Analisis saja tidak membantu. Mari lakukan sesuatu. Rapatkan barisan, dan singsingkan lengan baju. Gloria in excelsis Deo. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan memberkati, amin.

 

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 10 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7549913
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
3023
65942
3023
7247234
584775
1386923
7549913

IP Anda: 172.69.165.59
2024-11-24 03:16

Login Form