Thursday, November 21, 2024

2024

Khotbah (2) Minggu IX Setelah Pentakosta – 21 Juli 2024

Khotbah (2) Minggu IX Setelah Pentakosta – 21 Juli 2024

 

 PERJANJIAN DENGAN ALLAH (Mzm. 89:1-4, 19-26)

 

 Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit (Mzm. 89:1-2)

 

 

 

 

Mengapa datang kemalangan dan derita pada seseorang? Ini pertanyaan yang lazim. Secara garis besar, Alkitab khususnya kitab Amsal, menjelaskan ada beberapa faktor penyebabnya: pertama, mereka kurang berhikmat sorgawi, bodoh atau bebal, misalnya, makan banyak-banyak dan tidak berolah raga, maka kemudian kena stroke; atau berkendara ugal-ugalan, kemudian bertabrakan hingga menderita luka parah.

 

 

 

Kedua, cobaan dari iblis dengan persetujuan Tuhan atau Tuhan sendiri yang ingin menguji seseorang, khususnya tentang kemurnian iman (1Pet. 1:5). Kisah Ayub sangat jelas; juga Tuhan Yesus dicobai di padang gurun (band. 1Pet. 2:19; 4:13-14). Dalam menghadapi ini, sering kali akal kita tidak mampu memahami ihwal yang terjadi, dan sangatlah bagus jika menganggapnya sebuah misteri Ilahi, bukan menghujat. Dan bagi yang beriman kuat, melaluinya dengan tetap berpegang: “... Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai, Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya” (1Kor. 10:13).

 

 

 

Tetapi ada juga orang yang hidupnya mendapatkan berkat melimpah, dan terus bertambah-tambah setiap hari. Tentu tidak semua dalam ukuran harta materi. Alkitab mengajarkan hal ini bukan saja karena ia hidup berhikmat dari Allah dan selalu bersyukur, tetapi Alkitab juga menegaskan bisa saja karena ada janji Allah terhadap kakek moyangnya, sehingga hidupnya terus diberkati. Berkat dan kutuk memang dua hal yang jelas dipaparkan dalam Alkitab, sebagaimana dituliskan dalam Ulangan 28, termasuk kepada keturunan ketiga dan keempat dalam Hukum Taurat ketiga (Kel. 20:5).

 

 

 

Firman Tuhan di hari Minggu Adven IV diambil dari Mzm. 89:1-4, 19-26. Ini sebuah nyanyian pengajaran tentang janji Allah. Pada ayat 1-4, seolah ada keluhan terhadap janji Allah atas umat Israel yang menderita saat itu. Pemazmur mewakili umat berkata: “Engkau telah berkata: Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun!" (ayat 3-4).

 

 

 

Umat Israel sesuai 2Sam. 7:1-17, percaya ada janji Allah kepada Daud melalui nabi Natan mengenai keluarga dan kerajaan Daud. “Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya" (2Sam. 7:15-16). Inilah yang dituntut umat. Dan kita pun dalam situasi susah, kadang menuntut Allah: di mana kasih setia-Mu?

 

 

 

Sebagai orang percaya, kita melihat Allah adalah Pribadi, dan Dia Allah yang hidup; maka perjanjian antara kita dengan Allah menjadi sesuatu yang wajar. Alkitab dan sejarah membuktikan, janji Allah teguh dan pasti, bahkan Allah kadang bersumpah meneguhkan janji-Nya (Kej. 15:13, 18; Kis. 2:20; Ibr. 6:17). Ia adalah Allah yang penuh kasih setia dan tidak pernah gagal dalam janji-Nya. Jadi, meski kadang jalan kehidupan yang kita lewati menanjak dan penuh liku serta ada rasa sakit, semua itu dalam kendali-Nya, dan percayalah itu untuk kebaikan kita. “Penderitaan adalah gada, bukan kapak, atau pedang,” tulis Matthew Henry dalam buku kedua tafsiran Mazmur yang lumayan tebal.

 

 

 

Minggu Adven IV adalah masa penuh pengharapan, sebelum semua digenapi di malam Natal. Bagi kita yang belum membuat janji dengan Allah dalam menjalani kehidupan ini, saatnya untuk melakukan. Perjanjian dengan Allah kadang inisiatif Allah, kadang atas inisiatif manusia. Sebagaimana pemazmur yang kembali imannya terhadap janji Allah di ayat 19-26, memang sungguh dahsyat dan penuh pengharapan, yakni seperti mahkota di atas kepala, urapan minyak kudus; musuh tidak akan menyergap dan menindas, tetapi justru sebaliknya lawan serta orang-orang yang membenci akan dihancurkan, membuat tangan menguasai laut, dan tangan kanan menguasai sungai-sungai, serta tanduk kita akan meninggi (ayat 19-23, 25).

 

 

 

Kini saatnya kita membangun atau membarui janji dengan Allah. Tuliskan atau katakan secara gamblang, hal nyata yang akan dilakukan untuk menyenangkan hati Tuhan di hadirat-Nya, dan meteraikan semuanya dengan kuasa Roh Kudus. Agungkan dan utamakan hal itu dalam hidup kita. Itu bukan saja untuk hidup kita, tetapi juga bagi keturunan kita. Kesetiaan dan kasih-Nya selalu menyertai (ayat 2, 24) sehingga ada saatnya kelak, kita pun layak berseru sebagaimana ungkapan pemazmur di ayat 26: “Bapaku Engkau, Allahku dan gunung batu keselamatanku.”

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 14 Juli 2024

Kabar dari Bukit

 

 PERJALANAN IMAN DAN STATUS (Ef. 1:3-14)

 

 ”Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus” (Ef. 1:9)

 

 

 

Bagaimana perjalanan iman seseorang? Selain definisi iman pada Ibr. 11:1, iman adalah kepercayaan dan ketergantungan kepada kuasa yang Mahatinggi, dan bagi kita dikenal dalam nama Yesus Kristus. Iman juga sebuah anugerah, pemberian Allah (1Kor. 12:9), lantas sebuah proses yang bisa bertumbuh (selain mengecil). Dalam hal ini peran manusia dalam menapak perjalanan dan membangun imannya sangatlah penting.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Ef. 1:3-14. Perikop ini dalam versi aslinya merupakan satu kesatuan kalimat panjang, padat ajaran. Isinya saling berhubungan, diawali status seseorang saat beriman pada Kristus, kemudian perubahan status dan perjalanan imannya. Semua status dilimpahkan kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian (ay. 7), sesuai dengan rencana kerelaan-Nya (ay. 9).

 

 

 

Jika kita mengurut ayat-ayat perikop ini, maka berikut tahapannya:

 

 

 

1. Kita dipilih Tuhan (ay. 4a)

 

2. Dikuduskan dan menjadi tidak bercacat (ay. 4b)

 

3. Diangkat menjadi anak-anak-Nya (ay. 5)

 

4. Memperoleh penebusan dan pengampunan (ay. 7)

 

5. Dipersatukan di dalam Kristus (ay. 10)

 

6. Dimeteraikan dengan Roh Kudus sebagai jaminan memperoleh seluruh janji-Nya (ay. 13-14).

 

 

 

Sungguh paparan yang indah menakjubkan. Kita dipilih bahkan sebelum dunia dibentuk (ay. 4), dengan maksud dipisahkan dari keduniaan meski kita hidup di dunia. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh. 15:16). Kita perlu dikuduskan menjadi tidak bercacat agar dapat menjadi bagian keluarga Allah yang Mahakudus.

 

 

 

Setelah itu kita diangkat sebagai anak-anak-Nya (ay. 5). Proses ini dalam hukum Romawi adalah proses adopsi, bukan dilahirkan. Status adopsi meneguhkan kita ikut memiliki segala warisan dari Allah Bapa (Rm. 8:17; Gal. 4:7), dengan segala kekayaan kasih dan kemuliaan-Nya (Ef. 1:7; Flp. 4:19). Namun dalam hal ini kita lebih mengutamakan kekayaan rohani, yang tujuannya adalah damai sejahtera dan keselamatan; bukan kekayaan materi untuk kesenangan diri.

 

 

 

Dengan pengangkatan itu maka status kita telah ditebus, yang tadinya milik nafsu diri dan iblis, kini menjadi anak-anak Allah. Penebusan sesuatu yang lumrah pada era Romawi, yang tadinya budak dan terikat kini statusnya dimerdekakan. Perlu juga dipahami, kita dimerdekakan bukan dalam arti agar bebas melakukan sesuai kehendak hati, melainkan bebas dari kuk perhambaan dan dosa/maut serta mengetahui kebenaran (Gal. 5:1; Yoh. 8:32).

 

 

 

Kita dipilih bukan menjadi manusia terasing, melainkan bagian dari umat Allah yang dipersatukan dalam jemaat dengan Kristus sebagai Kepala (ay. 10). Dipersatukan dalam gereja di dunia dan dipersatukan dalam gereja yang kudus dan am/universal kelak di sorga, sebagaimana dinyatakan dalam Pengakuan Iman Rasuli.

 

 

 

Inilah janji Allah kepada kita, dan tidak layak mempertanyakan apalagi meragukannya. Roh Kudus telah diberikan untuk menuntun kita dalam keseharian di dunia ini, melewati semua proses perubahan status tersebut berikut perjalanan iman agar terus bertumbuh dan berbuahkan sesui tujuan dan kehendak-Nya. Kita telah menjadi bagian rencana Allah ketika menciptakan dunia ini, yang semuanya akan menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya (ay. 12,14). “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Rm. 11:36). Terpujilah Allah, dan teruslah bersyukur.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (2) Minggu VIII Setelah Pentakosta – 14 Juli 2024

Khotbah (2) Minggu VIII Setelah Pentakosta – 14 Juli 2024

 

 IMAN, AMAN DAN IMUN (Mzm. 85:9-14)

 

 Aku mau mendengar apa yang hendak difirmankan Allah, Tuhan. Bukankah Ia hendak berbicara tentang damai kepada umat-Nya dan kepada orang-orang yang dikasihi-Nya, supaya jangan mereka kembali kepada kebodohan? (Mzm. 85:9)

 

 

 

Firman Tuhan di hari Minggu ini bagi kita adalah dari Mzm. 85:9-14. Judul perikopnya: Doa mohon Israel dipulihkan.  Mazmur ini ditulis oleh bani Korah, dibuka dengan ungkapan syukur sekaligus ratapan. Allah telah mengasihi umat Israel sejak awal, mengampuni dosa-dosa mereka, dan amarah Tuhan telah surut. Tetapi kini umat merasa dihukum kembali, murka Tuhan bangkit dan mereka menderita. Melalui pemazmur, umat ingin dipulihkan, diselamatkan, dan agar kehidupan kembali penuh sukacita (ayat 2-8).

 

 

 

Situasi ini sangat umum dan membenarkan, ketika kehidupan berjalan lancar dan baik, manusia cenderung melupakan Tuhan. Semua yang diperoleh, seolah buah kehebatan diri semata. Tetapi ketika manusia tidak berdaya, akal pikiran buntu, apalagi dirundung sakit, manusia merasakan perlunya pertolongan. Sering uang atau daya tidak menolong. Pemazur lain mengekspresikannya: “Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung, dari manakah akan datang pertolonganku?” (Mzm. 121:1).

 

 

 

Mau tak mau kita pun melihat diri kita tahun-tahun lalu, melihat bangsa kita, bahkan seisi dunia tentang pandemi Covid yang menimpa. Tidak utama lagi mencari penyebab munculnnya jenis virus ini, meski yang jelas pasti ada keteledoran sehingga tidak satu negara pun yang bebas dari bencana ini. Memang selalu lebih baik fokus pada penyelesaian, mencari jalan keluar dari bahaya yang lebih besar. Tadinya, semua berpikir vaksinasi adalah kuncinya, tetapi kenyataannya, yang sudah divaksin pun tetap terpapar, meski resiko kematian menjadi rendah.

 

 

 

Mazmur minggu ini mengajarkan beberapa hal bagi kita. Pertama, kita perlu membuka mata dan telinga untuk mengetahui maksud dan rencana Tuhan atas semua yang terjadi. Sabda-Nya: “Aku mau mendengar apa yang hendak difirmankan Allah...” (ayat 9a). Kedua, manusia perlu belajar kembali tentang tujuan keberadaannya di dunia ini. Rencana Tuhan adalah damai sejahtera (Yer. 29:11), tetapi manusia berulang berbuat kebodohan (ayat 9b), sehingga pandemi besar berupa virus kembali melanda.

 

 

 

Pengajaran ketiga, tetaplah berjalan dalam IMAN, bahwa “keselamatan dari pada-Nya dekat pada orang-orang yang takut akan Dia” (ayat 10). Ratapan perlu diubah menjadi keyakinan iman, Tuhan Yesus baik dan berbelas kasih (ayat 8). Dengan iman kepada Yesus, ada ketenangan dan pengharapan. Tetapi, ada juga penekanannya yakni ketaatan, dan jika itu dilakukan, maka hasilnya sangat baik (ayat 11). Oleh karena itu, kita perlu taat mengikuti anjuran pemerintah dan para ahli, menjalankan prosedur kesehatan 3M dan 5M secara AMAN.

 

 

 

Tuhan berkehendak agar semua menjadi lebih baik lagi ke depan. Ayat terakhir nas ini berkata: “Bahkan TUHAN akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya.” Pandemi ini mengajarkan kita, untuk berusaha hidup sehat. IMUN tubuh perlu baik, didapatkan dengan disiplin dalam asupan, pikiran positif, dan olah tubuh. Tetaplah melangkah dengan IMAN, AMAN, dan IMUN yang prima, dan semua akan dipulihkan-Nya.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (1) Minggu VIII Setelah Pentakosta – 14 Juli 2024

Khotbah (1) Minggu VIII Setelah Pentakosta – 14 Juli 2024

 

 NURANI DAN DOSA (Mrk. 6:14-29)

 

 “Karena itu Herodias menaruh dendam pada Yohanes dan bermaksud untuk membunuh dia, tetapi tidak dapat, sebab Herodes segan akan Yohanes karena ia tahu, bahwa Yohanes adalah orang yang benar dan suci, jadi ia melindunginya” (Mrk. 6:19-20a).

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ini Mrk. 6:14-29 bercerita tentang Raja Herodes yang membunuh Yohanes Pembaptis dan meletakkan kepalanya di atas tampan untuk memenuhi permintaan Herodias istrinya dan anaknya. Herodias dendam karena Yohanes menegor Herodes yang mengambil Herodias, isteri Filipus saudara tirinya (ini melanggar hukum Taurat ke-10, Kel. 20:17; Im. 18:16; 20:21).

 

 

 

Dendam melahirkan pembunuhan. Ternyata bukan makhluk hidup saja yang dapat melahirkan. Dosa juga melahirkan dosa. Dendam Herodias merambat ke putrinya dan menular lagi ke Herodes dan merenggut penjagal Yohanes. Herodes terlalu jumawa harus memenuhi umbaran janjinya. Yohanes, orang yang benar dan suci dipenggal kepalanya (ayat 27). Yang membunuh dengan pedang akan terbunuh dengan pedang (Mat. 26:52). Kejahatan akan berbuahkan kejahatan (band. Ef. 5:11). Siklus alami yang lazim terjadi.

 

 

 

Herodes sebetulnya senang mendengar ajaran Yohanes. Tapi hatinya selalu terombang-ambing dan sedih saat harus memenggalnya (ayat 20, 26). Dendam Herodias bagaikan setan yang terus mencari waktu yang tepat melampiaskannya. Jiwa dan nuraninya telah teracuni dan rusak. Ini pentingnya kita menjaga hati nurani agar selalu bersih; hati yang telah mendapat cahaya Tuhan; perasaan hati yang murni dan yang sedalam-dalamnya (kbbi.web.id). Hati nurani yang kotor penuh dendam, langsung menjadi pendakwa dan racun bagi diri. Seperti dikatakan Matthew Henry, teolog penulis, “kemarahan dan dendam itu bagaikan hantu yang terus mengejar, sampai ia terpuaskan.” Dan masalah besarnya, dosa itu dapat menyeret orang lain, dapat melahirkan dosa lainnya lagi.

 

 

 

Kelemahan dan kedagingan kita kadang datang, itu wajar. Sakit hati bisa muncul. Solusinya, benih dosa itu harus diputus. Keinginan menghentikannya hanya dengan beroda mohon pertobatan. Firman Tuhan berkata, "Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini; sebab kulihat, bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan" (Kis. 8:22-23). Bebaskan rasa takut. Herodes takut kehilangan simpati umat Yahudi. Istrinya Herodias takut kehilangan posisi sebagai ratu. Khayalan kosong dari rasa takut yang tidak bermanfaat, itu harus dijauhkan. Iman kita sebagai benteng, semestinya hidup dan tidak mati. Tuhan kita itu Allah yang hidup, dan selalu terbuka dan mengampuni kita yang datang berserah kepada-Nya.

 

 

 

Tutur kata, perilaku, tabiat dan karakter perlu dijaga. Integritas dipelihara. Timbul rasa damai. Kedamaian muncul hanya dengan senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia (Kis. 24:16). Semua itu terjadi, jika kita terus menjaga dan membersihkannya. Kesukaan akan firman Tuhan akan meneguhkannya, dan membuat iman kita tidak mudah terombang-ambing. Mulailah hari-hari kita dengan membaca sebuah renungan pagi. Jiwa dan hati nurani pun terjaga. Itu akan memberi warna kehidupan kita seharian, menjadi sebuah kuasa dan kesaksian untuk kebaikan dan kebenaran. Kesaksian yang bebas dari rasa takut. Mari seperti Yohanes, mengutarakan kebaikan dan kebenaran, meski dengan resiko atau pengorbanan; bukan Herodes atau Herodias.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 7 Juli 2024

Kabar dari Bukit

 

 DURI DALAM DAGING (2Kor. 12:2-10)

 

 ”Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna" (2Kor. 12:9)

 

 Peribahasa "duri dalam daging" biasanya dipakai jika ada gangguan atau rasa sakit dalam diri seseorang. Untuk kelompok, peribahasa ini lebih bernada negatip, yakni dalam keluarga atau kelompok, kehadiran seseorang menjadi batu sandungan. Semua yang dilakukannya cenderung berdampak buruk, senada dengan perumpamaan "kerikil dalam sepatu", menimbulkan rasa tidak enak dan sulit dihilangkan.

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah 2Kor. 12:2-10. Perikop ini menjelaskan bahwa sebenarnya Rasul Paulus memiliki kesempatan untuk bermegah atas apa yang sudah dicapai dan dialaminya. Ia samarkan pengalamannya di Damsyik, ketika ia menjadi buta, saat dipanggil Tuhan untuk melayani-Nya; sebuah kesempatan yang menurutnya ia diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga dan firdaus (ay. 3-4).

 

 

 

Namun Rasul Paulus mengatakan, bukan kehebatan-kehebatan yang dialami seseorang yang perlu diungkapkan sebagai bukti kebaikan dan kasih Tuhan, “.... tetapi atas diriku sendiri aku tidak akan bermegah, selain atas kelemahan-kelemahanku” (ay. 5b). Justru yang ditampilkan Paulus adalah kelemahannya, dan melihatnya sebagai sumber kekuatan.

 

 

 

Rasul Paulus menyebut kelemahan itu sebagai “duri dalam daging". Ia juga tidak ragu mengatakan itu adalah perbuatan iblis. Telah tiga kali ia berdoa agar duri itu diangkat dari tubuhnya, namun Tuhan tidak mengabulkannya (ay. 7-8). Ada banyak dugaan tentang “duri dalam daging" ini, sesuatu berupa penyakit dalam tubuh atau pada tampilan fisik.

 

 

 

Namun Rasul Paulus melihat dengan mata rohani bahwa kelemahan itu sesuatu yang dizinkan Tuhan. Kelemahan memang membuat ketergantungan, menyadarkan keterbatasan diri, memberi peluang kita dibentuk menjadi sesuatu yang baru. Tuhan memiliki maksud agar melalui kelemahannya Paulus tidak menjadi sombong, lupa diri. Tuhan tidak suka terhadap orang sombong (Ams. 16:5; Mat. 23:12). Rasul Paulus mengartikan kelemahannya berarti, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Kemudian dilanjutkannya, "Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku" (ay. 9).

 

 

 

Iman memang tidak berarti hanya menerima yang kita inginkan dari Tuhan, tetapi iman juga menerima apa yang Tuhan berikan tanpa meragukan rencana dan maksud Tuhan. Seperti Ayub berkata: "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub 2:10). Luar biasa!

 

 

 

Apakah kita saat ini memiliki kelemahan dalam tubuh atau rupa dan situasi yang tidak sesuai dengan harapan kita? Bila kini kita ada dalam kesulitan, persoalan hidup yang berat, seolah tidak terpecahkan dan terperikan, mari belajar dari nas ini, melihat kelemahan yang ada sebagai jalan Tuhan campur tangan. Tidak perlu berkecil hati dan menganggap Tuhan tidak sayang kepada kita. Lihatlah dengan mata rohani, Tuhan punya maksud. Lantunkan KJ 438, "Apapun juga menimpamu Tuhan menjagamu." Sebagaimana kata Paulus, “Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (ay. 10b).

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 688 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7394816
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
37931
61324
147582
7204198
429678
1386923
7394816

IP Anda: 162.158.171.30
2024-11-21 15:47

Login Form