2024
2024
Khotbah (2) Minggu IV Setelah Pentakosta – 16 Juni 2024
Khotbah (2) Minggu IV Setelah Pentakosta – 16 Juni 2024
MENANG DAN BERSYUKUR (Mzm. 92:2-5, 13-16)
Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon (Mzm. 92:13)
Sebuah pemeo mengatakan, ketika hidup memberi alasan untuk menangis, ada puluhan alasan lainnya untuk kita tersenyum dan bersyukur. Betul, kadang jalan kehidupan membuat kita merasa tidak diperlakukan adil, disengsarakan dan dihancurkan; kita marah terhadap situasi yang ada, bahkan marah kepada Tuhan.
Firman Tuhan di hari Minggu ini diambil dari Mzm. 92:2-5, 13-16. Judul perikopnya: Tuhan, Hakim yang adil. Dalam situasi seperti di atas, tetaplah waras dan terkendali, berusaha sebaik mungkin agar tidak jatuh ke dalam dosa. Rendah hatilah mengakui, ada hal yang tidak kita mengerti, ada hal tersembunyi yang masih jauh dari jangkauan pikiran kita. Tariklah nafas dengan teratur. Berdiam. Kesunyian dan ketenangan akan membantu kita lebih fokus.
Mazmur 92 ini biasanya dinyanyikan pada hari Sabat, hari perhentian, hari untuk bersyukur. Saya dan teman-teman minggu lalu mendaki ke puncak Gunung Gede (2.958Mdpl), dan merasakan setiap perhentian sungguh tempat yang menyenangkan. Setiap shelter tempat kita berhenti, menjadi tempat bersyukur setelah tantangan yang dilewati. Ya, kadang timbul perasaan, mengapa harus begini? Tetapi bayangan melihat keindahan alam ciptaan Tuhan yang luar biasa, membuat semangat tetap menyala.
Demikian juga kehidupan. Ketika kita merasa penat dari keadaan yang berat menyesakan, yang membuat dada berdegup lebih kencang, ingatlah untuk rehat, berhenti. Kita mungkin melihat, sepertinya orang fasik bertunas seperti tumbuh-tumbuhan, orang-orang melakukan kejahatan. Tetapi orang bodoh dan bebal tidak akan mengetahui hal itu (ayat 7-8). Itu adalah sementara. Jangan mau ditipu dunia.
Kita mungkin diperlakukan tidak adil meski merasa benar. Tidak perlu sakit hati dan merasa iri. Tuhan di tempat yang Mahatinggi mempunyai rancangan yang dalam. Tuhan, Hakim yang adil. Kejahatan adalah musuh yang akan dibinasakan Tuhan. Mereka akan diceraiberaikan dan dipunahkan selama-lamanya (ayat 6, 9-12). “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, lakukanlah apa yang baik bagi semua orang.... Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan” (Rm. 12:17, 21). Berilah tempat kepada murka Allah dan itu adalah Hak Allah (Rm. 12:19; Ul. 32:35).
Di tengah pergumulan, pasti ada alasan untuk membuat kita bisa tersenyum, bersyukur dan bersukacita. Mengucap syukurlah dalam segala hal (1Tes. 5:18). Naikkan syukur kepada TUHAN, bermazmur bagi-Nya dengan iringan kecapi, gambus dan bunyi harpa sepuluh tali. Jadikan itu sebagai sebuah kesaksian kasih setia Tuhan bagi orang lain, dari pagi hingga petang, untuk menabur benih kerajaan-Nya, memperlihatkan Tuhan telah melakukan banyak kebaikan (ayat 2-5).
Alkitab, sejarah dan kehidupan sehari-hari memperlihatkan kepada kita, orang benar selalu disayang Tuhan. Pemenuhan janji sudah penuh bukti. “Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon; mereka yang ditanam di bait TUHAN akan bertunas di pelataran Allah kita. Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar” (ayat 13-15). Oh, alangkah indah dan sukacitanya. Itulah kerinduan kita di masa tua.
Dan itulah kemenangan kita. Sama halnya ketika melihat mentari pagi dan hamparan hijau keindahan di puncak Gunung Gede, sungguh layak untuk memberitakan, “bahwa TUHAN itu benar, bahwa Ia gunung batuku” (ayat 16).
Selamat melayani dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah Minggu IV Setelah Pentakosta – 16 Juni 2024
Khotbah Minggu IV Setelah Pentakosta – 16 Juni 2024
BADAI PASTI BERLALU (Mrk. 4:39-40)
Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?" (Mrk. 4:39-40).
Firman Tuhan hari Minggu ini Mrk. 4:35-41 bercerita tentang angin ribut yang diredakan, ketika Yesus menyeberang di Danau Galilea bersama murid-murid-Nya. Murid ketakutan dan membangunkan Yesus yang tidur di buritan, berpikir seolah Yesus tidak memedulikan mereka. Yesus pun terbangun dan menghardik angin ribut itu dan langsung tenang teduh. Yesus juga menghardik para murid, mempertanyakan iman mereka, seperti ayat di atas. Yesus ternyata selalu peduli.
Nas ini membuktikan Tuhan berkuasa atas alam. Segala peristiwa ada dalam kendali-Nya. Ketika muncul rasa takut dalam menjalani kehidupan, itu sesuatu yang wajar. Tetapi ketakutan yang berlebih bahkan hingga kalap, histeris atau apatis, itu memberi tanda iman yang belum kokoh. Iman semakin kuat dan besar ketika kita semakin mengenal-Nya, semakin dekat dengan Dia. Itu bisa muncul dan bertumbuh, hanya tatkala kita sadar mengarungi sesuatu bersama Yesus. Para murid gagal memahaminya. Tuhan tertidur di buritan, tetapi Dia tidak tidur untuk menjaga yang dikasihi-Nya.
Membaca nas ini otomatis pikiran kita menuju Danau Toba, yang baru saja angin dan gelombang menenggelamkan kapal Sinar Bangun yang naas itu. Semua kita bersedih, terutama para keluarga yang masih terus berharap pada pencarian korban di kegelapan danau yang dalam. Tetapi kita yakin dan berpegang pada iman yang menyelamatkan.
Perjalanan kehidupan kadang akan diterpa badai. Tetapi berjalan bersama Yesus, kita akan bisa melewatinya. Perjalanan cita-cita membangun Kawasan Toba (dan juga wilayah mayoritas Kristiani lainnya) juga sedang diterpa badai. Tetap mengayuh dayung ke dermaga visi misi. Di tengah taufan dan ombak kencang yang bisa mengkaramkan, penyertaan Tuhan tetap hadir. Ia akan memberikan kekuatan bagi yang berpengharapan pada Tuhan Yesus. Tetaplah berdoa dan teguh berusaha menjadi lebih baik.
Selamat melayani dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdr. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah Minggu III Setelah Pentakosta – 9 Juni 2024
Khotbah Minggu III Setelah Pentakosta – 9 Juni 2024
Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel! Sebab pada TUHAN ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan (Mzm. 130:7)
Firman Tuhan di hari Minggu ini bagi kita diambil dari Mzm 130, terdiri dari delapan ayat. Judul perikopnya: Seruan dari dalam kesusahan. Dalam renungan minggu lalu Mzm. 29, disebutkan bahwa manusia akan lebih mencari Tuhan saat dalam kesusahan. Seruan memanggil Tuhan lebih keras. Nah, pertanyaannya, bagaimana bentuk kesusahan manusia itu sampai ia berseru-seru meminta pertolongan Tuhan?
Bentuk kesusahan digambarkan sangat bagus dalam Nyanyikanlah Kidung Baru (NKB) No. 10, berjudul “Dari kungkungan malam gelap”. Lagunya mungkin kita tahu dan coba dengarkan, sekaligus merasakan bahwa orang yang susah dan menderita itu seolah dalam kungkungan malam gelap, terpenjara dan menakutkan.
Kesusahan pertama ialah rasa sakit dan aib. Kita bisa membayangkan penyakit dalam tubuh, apalagi berkepanjangan dan menimbulkan rasa sakit perih. Kadang, rasanya tidak tahan hingga mengerang dan menjerit-jerit. Demikian juga adanya aib yang datang, ke pribadi kita maupun keluarga. Dampaknya memalukan sehingga inginnya membenamkan wajah, takut bertemu orang lain.
Kesusahan kedua ialah hidup yang bercela, apalagi datangnya seperti gelombang bah menderu. Hidup bercela menimbulkan pergumulan keras dan aib besar. Kesusahan ini sering menimbulkan bentuk ketiga kesusahan dalam lagu tersebut, yakni perasaan gelisah dan merasa sesat. Ini membuat hati kecewa dan sendu, bertanya, mengapa semua ini terjadi? Mengapa aku?
Kesusahan keempat, berbentuk rasa takut terhadap maut, beranggapan dunia kematian lorong gelap dan seram. Datangnya seperti menerjang, tidak tahu hal yang terjadi setelah nyawa kita diambil. Takut akan maut dan kematian kadang timbul bukan hanya menyangkut dirinya, tetapi juga pada mereka-mereka yang akan ditinggalkan: bagaimana kelak kehidupan mereka, terutama bila belum mandiri dan masih memerlukan tuntunan.
Pada ayat 3 nas minggu ini, kita diberi pengertian bahwa kesusahan dan penderitaan dapat terjadi karena dosa. Allah Mahaadil dan Mahatahu yang penuh hikmat, mengatur hukuman atas dosa yang diterima di dunia, atau kelak di masa penghakiman. Penjelasan Alkitab cukup jelas tentang ini dan itu milik Allah. Oleh karena itu, manusia tidak dapat menghakimi sesuatu peristiwa yang terjadi, sebab kemampuan dan hikmatnya sangat terbatas.
Pemazmur juga mengajarkan bahwa Allah kita memberi pengampunan (ayat 4 dan 8). Oleh karena itu manusia diminta berserulah kepada Allah, berharap kesusahan dan penderitaan dilewatkan dan dibebaskan. Seruan orang percaya mestilah seturut dengan firman Tuhan tentang pengharapan akan belas kasihan Tuhan (ayat 5). Jadi bukan memaksa. Kita perlu percaya, Tuhan kita yang perkasa akan memberi solusi terang, melebihi pengawal yang mengharapkan pagi hari (ayat 6).
Di dalam Tuhan, kita menerima pembebasan (ayat 7). Kita mesti percaya bahwa apapun juga yang terjadi, semua itu dalam rencana Tuhan yang indah. Jika kita merasa ada terikat pada dosa tertentu, maka saatnya untuk bertobat dan kembali. Martin Luther menyebut Mzm. 130 sebagai mazmur pertobatan. Jika kita sedang merasa sulit memahami peristiwa yang terjadi, maka tetaplah berseru, sebab Tuhan ingin kita lebih dekat kepada-Nya. Katakanlah seperti dalam lagu NKB tersebut:
“Yesus, Tuhan, ‘ku datanglah;
masuk ke dalam t’rang mulia;
Yesus, ‘ku datanglah."
Selamat selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Kabar dari Bukit Minggu 9 Juni 2024
Kabar dari Bukit
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (2Kor. 4:16-5:1)
”Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal" (2Kor. 4:18)
Sesuai leksionari pada kalender gereja, di minggu-minggu Pentakosta ini tema renungan kita merupakan penuntun menjalani hidup di kala penuh cobaan, ujian, kesusahan, dan badai. Dua minggu lalu renungan kita adalah "Menang atas Penderitaan" dari 2Kor. 4:1-15. Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah lanjutannya, yakni 2Kor. 4:16-5:1. Judul perikopnya: Jangan tawar hati, juga waktu menghadapi maut.
Ya, tubuh kita terus menua, akan semakin merosot jika beban berat dan kesusahan banyak menerpa. Sebagaimana disampaikan Rasul Paulus, tubuh manusia ibarat bejana tanah liat yang rapuh. Tetapi nyata bagi kita orang percaya, isi bejananya adalah "kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami" (ay. 7b). Itu adalah harta rohani berupa iman yang teguh mengandalkan penyertaan Tuhan, pengharapan kekekalan sebagai tujuan hidup, dan kasih terhadap sesama; semuanya menjadi pendorong kita agar tidak mudah menyerah.
Resiko terbesar ancaman dan kesusahan adalah kematian, yang semua orang takut menghadapinya; bahkan mereka yang hendak bunuh diri juga umumnya perlu melawannya. Rasa takut itu dapat berupa masuk neraka dan belum siap; takut akan proses menuju kematian mungkin lewat sakit berat, berkepanjangan; meninggalkan orang yang dikasihi, seperti suami/istri, anak, orangtua; atau takut justru yang dikasihi mati terlebih dahulu.
Rasul Paulus memahami kesusahan jemaat Korintus. Pertentangan internal akibat perbedaan tafsir, dan ancaman para pembenci dari orang Romawi dan Yahudi orthodox yang semakin berani, semua dapat berujung pada kematian. Untuk itu Rasul Paulus menekankan agar fokus terhadap kekekalan, bukan kesusahannya; "Tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal" (ay. 17).
Memelihara rasa takut dan kekhawatiran memang tidak membantu (Mat. 6:27; Flp. 4:6). Rasa sakit pun tidak perlu dilawan dengan respon tubuh, tapi melihat dengan mata rohani bahwa rasa sakit dan penderitaan itu, "ringan dibandingkan dengan kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya" (ay. 17). Ini tentunya hanya dapat dilalui dengan mengimani, "manusia batiniah kita terus dibaharui dari sehari ke sehari" (ay. 16b).
Rasul Paulus memiliki keyakinan kuat tentang hidupnya di dalam Kristus, dan itu membuat dirinya tidak kuatir sedikit pun tentang segala ancaman dan risiko yang timbul. Semua penderitaan yang datang tidak dilihat sebagai "kesalahan" atau "hukuman", melainkan sebuah ujian untuk meningkatkan iman. Ketika kita menderita, hal itu bukan berarti kita melakukan sesuatu hal yang mutlak salah. Sebaliknya, melalui penderitaan ingin dibuktikan kita adalah orang yang setia. Maka pergunakanlah hal itu untuk membangun kerohanian dan karakter kita. Jangan sampai membuat kita jatuh dan gentar. Seorang Kristen sejati tetaplah tegar.
Penutup firman-Nya, "Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia" (ay. 5:1). Namun ingatlah nasihat Yohanes Calvin, sorga bukanlah "lokasi/tempat", tetapi keadaan pikiran (state of mind), yakni lepasnya tubuh fana yang melorot ini dan jiwa kita menuju kekekalan hidup bersama Bapa dengan tubuh baru kemuliaan. "Dan Ia yang duduk di atas takhta itu akan membentangkan kemah-Nya di atas mereka. Mereka tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi, dan matahari atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi" (Why. 7:15-16). Alangkah indahnya!
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah Minggu III Setelah Pentakosta – 9 Juni 2024
Khotbah (2) Minggu III Setelah Pentakosta
BERSATU KUAT (Mrk. 3:20-35)
Kalau suatu kerajaan terpecah-pecah, kerajaan itu tidak dapat bertahan, dan jika suatu rumah tangga terpecah-pecah, rumah tangga itu tidak dapat bertahan (Mrk. 3:24-25)
Firman Tuhan hari Minggu ini Mrk. 3:20-35 bercerita tentang Yesus dan Beelzebul serta sikap keluarga-Nya. Mukjizat dan ajaran-Nya juga semakin disukai dan orang banyak semakin mengikuti Dia. Tetapi di lain pihak, keluarga juga semakin kuatir (ayat 20-21) dan ahli-hali Taurat pun semakin membencinya dan terus berniat membunuhnya; bahkan ada yang datang dari Yerusalem (ayat 22-30). Mereka belum memahami Yesus sama sekali. Ini semua mencerminkan kesalahan universal manusia, yang sering lebih melihat dari sudut diri sendiri dan kepentingannya. Akibatnya, sering tidak sinkron dan situasi tidak damai sejahtera. Belajar memahami, melihat dari sudut pandang lain, tidak degil atau cepat mengambil kesimpulan, adalah hikmat Illahi yang harus dikedepankan.
Pesan lain nas minggu ini ada tiga: Pertama, melawan musuh itu harus melihat kekuatan sendiri. Jangan asal hantam. Bersatu padu jalan terbaik sehingga lebih mudah menang. Apapun persoalan dan pergumulan kita, bersama dalam barisan membuat beban semakin kecil. Membiarkan yang lain bekerja sendiri, apalagi cuma ikut memberi nasihat muluk saja, sangat berbahaya. William Blake pernah berkata, orang yang cuma ingin tetapi tidak bertindak, laksana mengembangkan penyakit sampar. Sadis, tapi mungkin itu kenyataannya.
Kedua, tetap percaya pada kuasa Allah yang bekerja dalam segala hal. Menghujat-Nya seolah tidak memahami diri kita dan tidak mau campur tangan (ayat 29), suatu sikap yang dibenci-Nya. Allah bekerja seperti angin, tidak tahu kapan dan kemana bertiupnya (ayat 27; band. Yoh. 3:8). Kemampuan manusia terbatas. Tapi juga jangan mencobai-Nya (Kis. 5:3-4), memadamkan (1Tes. 5:19), apalagi mendukakan-Nya (Ef. 4:30-31). Justru, berusahalah hidup penuh dengan Roh-Nya (Ef. 5:18). Mukjizat itu nyata. Tetap berdoa, mohon pertolongan-Nya, dan terus bekerja, bekerja, bekerja.
Ketiga, pernyataan Yesus yang sangat keras: "Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?" Ia melihat kepada orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya dan berkata: "Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku" (ayat 33a-35).
Bercermin dari sikap Yesus, jangan menyatakan bagian dari keluarga kalau tidak bersatu dalam nilai-nilai keluarga. Jika mengaku orang percaya atau bagian sebuah perkumpulan, berbuatlah sesuatu. Kita hidup dalam ketergantungan dan pergumulan bersama. Semua mestinya berusaha memberi dan melakukan yang terbaik. Banyak hal yang perlu dilakukan: ada ladang menguning, ada benih yang belum ditabur, banyak serangan gulma sebelah yang merongrong iman saudara kita, dan lainnya. Mengeluh tidak menolong. Analisis saja tidak membantu. Mari lakukan sesuatu. Rapatkan barisan, dan singsingkan lengan baju. Gloria in excelsis Deo.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 8 Desember 2024 - Minggu Adven IIKhotbah Minggu 8 Desember 2024 – Minggu Adven II KEBENARAN...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 8 Desember 2024 - Minggu Adven IIKhotbah (2) Minggu 8 Desember 2024 – Minggu Adven II PEMURNIAN...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 1 Desember 2024Kabar dari Bukit MENYEGARKAN DAN MEMPERBARUI PERJANJIAN (Mzm....Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 659 guests and no members online