2020
2020
Khotbah Minggu 29 Maret 2020 - Minggu Pra Paskah V
Khotbah Minggu 29 Maret 2020 - Minggu Pra Paskah V
HIDUP OLEH ROH
(Rm 8:6-11)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yeh 37:1-14; Mzm 130; Yoh 11:1-45
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Nats Rm 8:6-11 selengkapnya dengan judul: Hidup oleh Roh
8:6 Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. 8:7 Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. 8:8 Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah. 8:9 Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus. 8:10 Tetapi jika Kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati karena dosa, tetapi roh adalah kehidupan oleh karena kebenaran. 8:11 Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.
-------------------
Pendahuluan
Dalam bacaan nas minggu ini Rasul Paulus mengungkapkan rencana Allah terhadap krisis yang dialami oleh orang percaya. Manusia telah terjerat dalam keinginan daging dan hidup menurut keinginan daging. Di lain pihak ia juga menyampaikan adanya hubungan antara roh orang percaya dengan Roh Kudus dan Bapa. Kita perlu disadarkan bahwa hidup di dalam keinginan daging itu menjadi sesuatu yang sia-sia. Akibat dosa kita ditempatkan ke dalam perjalanan menuju kematian. Namun kasih Allah tidak terbatas. Ia melalui Roh Kudus menuntun orang percaya untuk dapat mencapai kemenangan atas dosa itu. Maka melalui nas minggu ini kita diberikan pelajaran penting tentang hidup menurut keinginan daging dan hidup oleh Roh.
Pertama: Keinginan daging (ayat 6a, 7-8)
Kata sarx yang dipakai dalam nas ini memang secara harafiah berarti daging. Namun Rasul Paulus memakai kata daging pengertiannya lebih luas, tidak hanya berarti tubuh atau dunia tetapi juga dalam pengertian nafsu dan ambisi manusia dengan segala kelemahannya. Keinginan daging dalam hal ini juga tidak terbatas hanya kenginan tubuh atau seksual, tetapi juga merupakan sifat buruk yang membuat manusia masuk dalam jerat iblis dan jatuh ke dalam dosa. Semua sumber keinginan daging ini berasal dari diri sendiri dan bukan kepentingan orang lain apalagi untuk kepentingan Allah. Keinginan daging manusia dengan roh yang lemah, dimanfaatkan oleh iblis dengan segala tipu daya dan kebohongannya, agar manusia terus didorong kuat melakukan perbuatan dosa, melupakan Allah dan membuat keadaan menjadi putus asa dan frustasi. Adanya kecendrungan berbuat dosa (dosa asal) dari Adam membuat situasi semakin buruk dan menjauh dari Allah.
Keinginan daging merupakan pemberontakan dalam diri manusia yang berwujud nyata, yaitu berupa percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya (Gal 5:19-21a). Dengan semakin kompleksnya dunia dan hidup manusia maka keinginan daging itu telah bertambah dengan penyakit kejiwaan lainnya yang berhubungan dengan sifat sadisme dan kekerasan, narkoba dan kecanduan zat aditif lainnya, penyakit yang dibawa pornogafi, judi, dan lain sebagainya (band. Kol 3:5-9). Dan firman Tuhan mengatakan sikap tentang hal ini, “terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu -- seperti yang telah kubuat dahulu -- bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah” (Gal 5:21b). Dalam hal ini juga, hukum Taurat tidak dapat menolong dan membebaskan sebab tidak memiliki gigi untuk membendung.
Dalam keadaan ini, ironisnya, sifat dosa itulah yang berkuasa mengendalikan hidup manusia. Hidup dalam dosa berarti dikuasai oleh suara-suara yang memanggil kembali untuk mengulang dosa yang sama. Dosa melahirkan dosa baru, beranak pinak. Seperti beberapa kasus yang marak saat ini pejabat/pengusaha korupsi atau mencuri, akibat mencuri melahirkan perselingkungan, perselingkuhan melahirkan kebohongan, berbohong tekanan jiwa dan seterusnya. Perbuatan dosa memang membentuk pola pikir tertentu seperti rangkaian bagaikan sebuah kecanduan dengan toxit mengalir dalam darah seseorang, sehingga untuk menghilangkannya harus dilakukan pemurnian dengan detoxifikasi. Dalam ayat-ayat sebelumnya dikatakan: tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku. Aku, manusia celaka! (Rm 7:23-24). Menuruti keinginan daging seperti menuju kekekalan maut. Ini seperti melakukan tindakan bunuh diri secara perlahan karena secara rohani memang sudah mati. “Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” begitu pertanyaannya kemudian.
Kedua: Keinginan Roh (ayat 6b, 9)
Berlawanan dengan keinginan daging maka roh manusia pada dasarnya memiliki keinginan baik untuk menyenangkan hati Allah. Memang manusia memiliki kecendrungan berbuat dosa (dosa awal), akan tetapi manusia juga memiliki bawaan warisan nafas dan Roh Allah dalam hidupnya. Manusia diciptakan dan lahir pasti untuk keinginan luhur yakni memiliki misi Allah. Firman Tuhan mengatakan, “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Ef 2:10). Seburuk apapun kondisi dan latar belakang seseorang lahir di dunia ini, Allah pasti memiliki rencana yang baik untuk dia. Warisan "hukuman" yang ada karena perbuatan orangtua, sebagaimana dinyatakan hukum Taurat keempat, Allah telah menyediakan jalan untuk menebus dan memberkati.
Roh Allah yang diam merupakan warisan awal dan dihidupkan kembali melalui lahir baru akan menguasai hidup orang percaya dan berbuah dalam tindakan kehidupan sehari-hari. Buah-buah roh ini dinyatakan dalam firman Tuhan, seperti kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal 5:22-23a). Semua ini terjadi ketika orang percaya bekerjasama dengan Roh Allah dalam menuntun hidup mereka, sehingga kuasa dosa dapat dikalahkan dan hidup mereka menjadi pemenang. Hidup bersama Roh Allah berarti pola pikir kita dikendalikan Roh Allah dan bukan oleh kuasa dosa, bersikap tunduk dan kasih kepada Allah dan bukan menjadi seteru Allah, serta hidup menjadi berkat bagi orang lain dan bukan lagi menjadi budak-budak iblis dan beban bagi orang lain. Oleh karena itu dikatakan dalam nas minggu ini, “Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus”. Oleh karena Kristus ada di dalam diri kita, kini kita mengalami hidup Roh. Dalam kelanjutan firman Tuhan di atas dikatakan, “Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu” (Gal 5:23b).
Kalau demikian, pernahkah kita merasa bahwa kita belum sungguh-sungguh menjadi orang Kristen? Sejatinya, seorang Kristen adalah yang mengaku dan bekerjasama dengan Roh Kudus di dalam hatinya. Apabila kita mengaku bahwa hidup kita sudah diselamatkan melalui penebusan Yesus di kayu salib dan mengaku Dia adalah Tuhan dan Juruselamat kita, maka Roh Kudus akan diam bersemayam di dalam hati kita dan siap bekerjasama dengan diri kita dalam menjalani kehidupan ini, baik untuk melawan keinginan daging maupun sesuai dengan kehendak Allah Bapa. Kita tidak akan tahu bahwa Roh Kudus telah "datang dan masuk" ke dalam hati kita melalui suatu perasaan khusus; tapi kita tahu bahwa Roh Kudus hadir sebab itu janji Tuhan Yesus. Uniknya, ketika Roh Kudus bekerja di dalam hati kita, maka secara otomatis kita juga percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah dan kehidupan kekal datang dari pada-Nya (1Yoh 5:5); kita juga akan bertindak sesuai kehendak Kristus dan menemukan bahwa Dia menolong kita dalam pergumulan hidup sehari-hari. Kita lebih dimampukan untuk melayani sesuai dengan kehendak-Nya (Kis 1:8) serta kita akan menjadi bagian dari rencana Allah untuk membangun gereja dan kerajaan-Nya (Ef 4:12-13). Demikianlah orang yang hidup menurut keinginan Roh.
Ketiga: Roh adalah kehidupan (ayat 10)
Rasul Paulus dengan baik membagi manusia dalam dua katagori utama, yakni mereka yang memiliki sifat-sifat yang dikuasai dosa dan mereka yang dikendalikan oleh Roh Kudus. Ia menyampaikan pesan Allah betapa pentingnya Roh dalam kehidupan manusia. Dari penjelasan di atas, semua kita pasti menjadi bagian dari kelompok pertama apabila Tuhan Yesus tidak memberikan jalan penyelamatan keluar. Apabila kita sudah mengatakan "Ya" pada Yesus, kita perlu terus mengikuti-Nya sebab jalan yang diberikan-Nya adalah jalan yang penuh damai sejahtera. Setiap hari kita secara sadar memilih jalan hidup berpusat pada-Nya. Kita memakai Alkitab sebagai petunjuk dalam mengikuti kehendak-Nya. Di dalam situasi yang lebih kompleks membingungkan, jangan juga ragu untuk bertanya kepada diri sendiri: "Apa yang Yesus kehendaki saya perbuat?"
Hal yang perlu diketahui semua orang adalah: Menerima dan didiami Roh adalah hak dan pilihan semua orang. Mereka dapat mengatakan tidak dan bergelut dengan segala kemampuan dirinya untuk melawan keinginan daging tadi, yang sudah kuat sejak manusia lahir (dosa asal) dan kemudian dipicu dan dihela oleh kemampuan jahat si iblis. Roh manusia memang memiliki kemampuan dan itulah yang terus dicari orang lain melalui semedi, tapa, yoga atau meditasi lainnya, akan tetapi pengalaman manusia dan sejarah mengungkapkan bahwa roh itu tetap lemah dan mudah jatuh, baik melalui keinginan daging tadi, maupun melalui godaan setan. Orang yang sekarat bahkan sudah mati tidak mungkin bisa menolong dirinya sendiri, sama seperti dalam ritual umum orang mati harus dimandikan orang lain karena memang sudah tidak bisa mandi sendiri membersihkan dirinya sendiri. Manusia memerlukan Pihak lain untuk bisa bersih dan selamat. Orang Kristen langsung menerima hak keselamatan tatkala ia menyerahkan diri kepada Kristus.
Allah mengetahui hal itu. Manusia tidak lagi dibiarkan sendirian berjuang dengan hukum-hukum Taurat untuk dapat melakukan sesuai dengan kehendak Allah. Roh Allah yang tadinya tidak diam secara permanen di dalam hati manusia, kini ditawarkan bagi mereka yang percaya penebusan melalui Tuhan Yesus. Mereka yang percaya maka Roh Allah diam secara permanen di dalam hatinya, sehingga roh manusia itu tidak lagi sendirian berjuang melawan keinginan daging dan kehendak iblis (band. 1Kor 3:16; Ef 2:22; 3:17). Roh Allah yang diam bersatu melawan roh iblis jahat dan yang pasti dimenangkan oleh Roh Allah sebab Ia adalah Mahakuasa dan Mahabenar. Oleh karena itu dikatakan dalam ayat 10, “Tetapi jika Kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati karena dosa, tetapi roh adalah kehidupan oleh karena kebenaran.”
Keempat: Kebangkitan tubuh oleh Roh (ayat 11)
Memang muncul pertanyaan: Kalau memang Roh Kudus (yakni Allah) itu diam di dalam hati manusia, mengapa manusia harus mati? Bukankah interaksi Roh Allah dan roh manusia itu dapat berlangsung selamanya, sehingga manusia tidak perlu melalui kematian? Atau apabila manusia harus mati secara fisik, mengapa perlu ada "masa antara", yakni masa pasca kematian sampai kemudian tubuhnya dibangkitkan kembali? Ini semua pertanyaan mereka yang kritis. Semua pertanyaan kritis dalam teologi dan etika kristiani adalah sah-sah saja sepanjang dengan maksud untuk mencari kebenaran sejati. Firman Tuhan dalam bentuk narasi sangat terbatas namun Allah melalui iluminasi Roh Kudus memberikan pengertian bagi mereka yang ingin mencari kebenaran seperti ini. Namun apabila tujuan bertanya itu melecehkan, maka Allah akan menghukumnya sebab manusia sudah menyombongkan diri di hadapan-Nya.
Manusia harus mati secara fisik sebab tubuh sudah tercemar dengan dosa. Manusia datang ke dunia ini melalui Adam dan Hawa, dan dosa pun datang serta membawa konsekuensi kematian sehingga tubuh manusia itu harus melalui kematian. Roh Kudus yang diam di dalam hati orang percaya bukan saja mampu untuk menuntun berperilaku sesuai dengan kehendak Allah, tetapi juga mematikan sisa-sisa keinginan daging serta mengubah tabiat manusia, sehingga menjadi jaminan kehidupan kekal bagi mereka yang percaya kepada-Nya sesuai dengan janji Allah. Roh Allah yang diam di dalam hati kita, bukan saja mampu menghidupkan roh yang mati rohani, akan tetapi melalui iman dan dengan iman kematian tubuh dikalahkan dan membuat kepastian kita hidup dalam kekekalan bersama Kristus selamanya (band. 2Kor 1:22; 5:5; Ef 1:14).
Maka dalam hal ini kebangkitan tubuh memang menjadi ajaran pokok dalam iman Kristiani. Kebangkitan Kristus adalah kunci utama dari semua itu dan tidak terbantahkan sampai dengan saat ini. Dia yang sudah mati di kayu salib dengan dibuktikan dari tusukan di lambung, pematahan kaki, penguburan dan menutup lubang kuburan dan itu semua disaksikan oleh banyak orang. Namun kenyataannya Ia bangkit pada hari ketiga. Semua ini terjadi karena kuasa Allah melalui Roh Kudus yang membangkitkan Yesus dari kematian-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat 10 dikatakan, bahwa tubuh kita yang mati karena dosa, maka Allah yang yang telah membangkitkan Yesus akan menghidupkan “tubuh dosa” kita menjadi tubuh dan kehidupan yang baru. Karya hidup baru itu diteguhkan dengan kita menjadi anak dan serupa dengan Anak (Rm 8:14, 29). Perjalanan dari kefanaan menuju kekekalan merupakan hasil karya Roh Kudus.
Penutup
Allah yang Mahabaik iyu tidak hanya membenarkan orang-orang yang percaya kepada- Nya. Ia juga melepaskan anak-anak-Nya dari perbudakan dosa keinginan daging yang menjerat dan membawa kepada maut. Kuasa dosa melalui keinginan daging itu dapat dipatahkan melalui kuasa Allah dalam Roh Kudus yang diam dalam hidup orang percaya. Manusia yang telah didiami oleh Roh Allah tidak lagi melakukan perbuatan-perbuatan yang mendukakan Allah, melainkan berbuah sesuai dengan kehendak Allah. Manusia harus menyadari betapa pentingnya Roh Allah dalam kehidupan sehari-hari. Roh manusia sendiri tidak akan sanggup untuk melawan keinginan daging apalagi dengan godaan iblis. Allah Mahakasih memberikan kemenangan bersama Roh Kudus melalui iman percaya kepada Yesus Kristus. Kemenangan itu tidak hanya dalam kehidupan saat ini tetapi juga hingga dalam kehidupan kekal nanti. Teruslah bertekun dalam doa sehingga kita hidup oleh Roh-Nya, bukan oleh keinginan daging.
Tuhan Yesus memberkati.
KABAR DARI BUKIT (22 Maret 2020)
KABAR DARI BUKIT (22 Maret 2020)
Pergumulan dan Kesaksian
Firman Tuhan bagi kita hari ini Minggu IV Pra Paskah dari Yoh 9:1-41, sebuah kisah yang panjang tentang Tuhan Yesus menyembuhkan orang buta sejak lahir, hingga berkembang ke masalah melakukan pekerjaan di hari Sabat. Tentang orang yang lahir buta, murid-murid bertanya kepada Yesus: "Siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" (ayat 2). Hal seperti ini tentu juga kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari, ketika sebuah pergumulan berupa cacat fisik atau penderitaan berat datang ke kehidupan kita pribadi, atau keluarga atau sahabat.
Apa dosaku? Apa dosa orang tuaku, sehingga aku/dia mengalami seperti ini? Itu pertanyaan manusiawi. Dan Tuhan Yesus menjawab dengan sangat tegas dan mencerahkan melalui nas ini: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia” (ayat 3). Artinya, dalam setiap situasi Allah dapat bekerja untuk menyatakan kuasa dan kemuliaan-Nya.
Betul, dosa membawa konsekuensi ke anak cucu, sebagaimana isi hukum Taurat kedua (Kel. 20:7) dan pengakuan Raja Daud, "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku" (Mzm 51:5). Tetapi rantai dosa ini telah putus oleh penebusan Tuhan Yesus atas segala dosa-dosa kita termasuk dosa turunan, melalui baptisan dan pengakuan percaya, serta kita pun terus taat kepada-Nya. Dan, kita juga setia menyatakan pekerjaan Allah di sekitar kita.
Tantangan selalu ada. Dalam nas ini, kaum Farisi ingin menjebak Tuhan Yesus dengan alasan melakukannya di hari Sabat (penolakan yang sama pada penyembuhan di kolam Betesda, Yoh. 5:1-18). Orang yang dicelikkan matanya itu pun terus didesak untuk menyudutkan Yesus, tetapi justru pengakuannya menjadi kesaksian bagi yang mendengar (ayat 11, 17). Bahkan ia mengatakan: "Kita tahu, bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendak-Nya.... Jikalau orang itu tidak datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa” (ayat 31, 33). Ia bersaksi tentang Yesus meski ia harus dibuang dari kelompoknya (ayat 34).
Di tengah masalah pandemic Virus Corona 2019 dunia saat ini, kita perlu bersaksi mengikuti perkataan Tuhan Yesus di ayat 3-4: "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja. Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia.” Banyak hal orang percaya dapat perbuat, menjadi kesaksian pekerjaan Allah, menjadi terang bagi sesama. Berkarya nyata, dan bukan dengan sombong rohani seolah-olah menguji Tuhan mengabaikan bahaya. Bagi yang tidak melakukan dan hanya takut semata atau mementingkan diri sendiri, kita juga diingatkan-Nya dalam ayat 41 terakhir: “Sekiranya kamu buta (tidak tahu, penulis), kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu” (band. Yak. 4:17). Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati kita sekalian, amin.
Khotbah lainnya bagian leksionari hari Minggu ini: Hidup Sebagai Anak-Anak Terang (Ef 5:8-14) silahkan mengklik website www.kabardaribukit.org.
Pdt.(Em.) Ramles M. Silalahi
KABAR DARI BUKIT (15 Maret 2020)
KABAR DARI BUKIT (15 Maret 2020)
Ladang yang Menguning
Firman Tuhan bagi kita hari Minggu III Pra Paskah ini sebuah nas yang panjang, Yoh. 4:5-42, kisah perempuan Samarai yang bertemu Tuhan Yesus saat beristirahat dalam perjalananNya dari Yudea ke Galilea (ayat 4-5). Ini sebuah terobosan kasih, mengingat orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria (ayat 9), ada permusuhan lama. Teladan Tuhan Yesus ini kita perlu ikuti: perbedaan tidak harus membekukan hubungan dan percakapan.
Tuhan Yesus kelelahan dan duduk di tepi sumur. Seorang perempuan Samaria datang di siang bolong. Tidak lazim, pasti ada yg ia sembunyikan. Benar, ia perempuan tidak baik, bersuami lebih dari lima, sehingga ia datang ke sumur tatkala sepi. Terjadilah percakapan. Tuhan Yesus meminta air untuk diminum kepada perempuan itu. Perempuan itu menolak, karena Yesus orang Yahudi. Lalu Tuhan Yesus berkata: "Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup” (ayat 10).
Tuhan Yesus melanjutkan, “Barangsiapa minum air (dari sumur) ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya (ayat 13-14). Maksud Yesus adalah diriNya dan Roh Kudus sebagai sumber air hidup. Bila orang menerima-Nya, niscaya akan menjadi mata air "yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.” Perempuan itupun penasaran, dan mulai mengetahui Yesus bukan sembarang orang, menyebut Dia sebagai Nabi (ayat 19).
Tuhan Yesus kemudian menjelaskan tentang diri-Nya: "Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran" (ayat 24). Jawab perempuan itu kepada-Nya: “Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu kepada kami" (ayat 25). Kata Yesus kepadanya: “Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau” (ayat 26).
Ketika para murid kembali datang menemui-Nya dan menawarkan makan, Yesus pun berkata: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.... Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai" (ayat 34-35). Perempuan itu pun berlari pulang, melupakan timbanya, menceritakan kepada penduduk Samaria tentang Yesus sebagai air hidup. Mereka pun merespon, meminta Ia tinggal, sehingga lebih banyak lagi orang Samaria yang menjadi percaya kepada-Nya.
Kini, Tuhan Yesus mengutus kita (ayat 38). Mari kita meneladani-Nya dengan perbuatan baik dan percakapan kecil, memberitakan-Nya, sehingga semakin banyak orang melihat kasih Yesus, percaya dan mengaku bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia, Mesias, dan Sumber Air Hidup. Semua berperan, yang seorang menabur dan yang lain menuai, dan kita menjadi mata air yang terus memancar. Penabur dan penuai pun sama-sama bersukacita. Terpujilah Dia. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati kita sekalian, amin.
Khotbah lainnya bagian leksionari hari Minggu ini: Ketekunan, Tahan Uji dan Pengharapan (Rm 5:1-11) silahkan mengklik website www.kabardaribukit.org.
Pdt.(Em.) Ramles M. Silalahi
Khotbah Minggu 22 Maret 2020 - Minggu Pra Paskah IV
Khotbah Minggu 22 Maret 2020 - Minggu Pra Paskah IV
HIDUP SEBAGAI ANAK-ANAK TERANG
(Ef 5:8-14)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: 1 Sam 16:1-13; Mzm 23; Yoh 9:1-41
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Nats Ef 5:8-14 selengkapnya dengan judul: Hidup sebagai Anak-anak Terang
5:8 Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, 5:9 karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, 5:10 dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan. 5:11 Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. 5:12 Sebab menyebutkan saja pun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan. 5:13 Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak, sebab semua yang nampak adalah terang. 5:14 Itulah sebabnya dikatakan: "Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu.
--------------------------------------
Pendahuluan
Firman Tuhan menjelaskan bahwa mereka yang diam di Efesus dahulunya hidup di dalam kegelapan. Berbagai perbuatan mereka lakukan yang membuat murka Allah dan selayaknya mereka akan mendapatkan penghukuman. Semua hal itu terjadi karena sebelumnya mereka tidak mengenal Kristus Yesus yang membawa terang kedalam hidup mereka. Sebagai orang yang sudah menerima terang dan hidup di dalam-Nya, maka mereka dan kita dipanggil untuk memiliki pola hidup yang berbeda dengan mereka yang tidak percaya dan terus dalam kegelapan. Melalui nas minggu ini kita diberikan pelajaran hidup bagaimana kita hidup sebagai anak-anak terang dan apa tanggung jawab kita setelah menerima terang itu.
Pertama: Kamu dahulu adalah kegelapan (ayat 8-9)
Kalau kita membaca ayat-ayat sebelumnya, hidup di dalam kegelapan berarti terlibat percabulan dan rupa-rupa kecemaran, perkataan yang kotor, kosong atau yang sembrono tidak pantas, menjadi orang sundal, cemar atau serakah, penyembah berhala, atau tersesat dengan kata-kata yang hampa. Dalam ayat 15 disebutkan juga hidup seperti orang bebal dan dalam pengaruh anggur yang memabukkan (ayat 18). Seseorang yang berada dalam kegelapan tidak hanya terjebak dalam situasi yang menjerat masa kininya, sebab dalam kegelapan ia kehilangan orientasi situasi keberadaannya, tetapi juga akan kehilangan arah pengharapan ke depan yang benar akan langkah selanjutnya dalam tujuan kehidupannya. Ia hanya bisa meraba-raba tanpa penglihatan, dengan kemungkinan jatuh ke situasi yang lebih buruk. Jalan keluar seolah suram kelam dan oleh karena itu seseorang yang berada dalam kegelapan sangat membutuhkan terang cahaya agar ia bisa keluar dan melangkah ke tempat yang lebih aman. Seseorang yang hidup dalam kegelapan (kejahatan) sangat membutuhkan terang cahaya kebaikan dan kebenaran yang itu bersumber dari Kristus.
Hidup di dalam kegelapan dan terang memberi kontras dan perubahan dari beberapa kondisi sebagai berikut:
Saat di kegelapan Saat di terang
a. Mati dalam penghukuman a. Hidup oleh kasih Kristus
b. Sasaran murka Allah b. Memperoleh kasih Allah dan keselamatan
c. Mengikuti jalan dunia c. Berdiri teguh dalam Kristus dan kebenaran
d. Musuh Allah Anak-anak Allah
e. Menjadi budak setan d. Bebas dalam Kristus mengasihi, melayani
dan diam bersama-Nya
f. Jatuh dalam keinginan jahat e. Bangkit bersama Kristus dalam kemegahan
Kini sebagai orang yang sudah menerima dan beriman pada Kristus dan menerima terang-Nya, maka seluruh kegiatan hidup kita harus mencerminkan iman tersebut. Dengan menjadi percaya dan dalam terang, kita harus hidup di atas standar moral orang lain yang hidup dalam kegelapan, sehingga dapat memancarkan kebaikan Allah bagi orang lain (band. Khotbah Yesus di bukit Mat 5:15-16). Hidup sebagai anak-anak terang berarti kita menempatkan diri sebagai orang bertobat dengan tingkah laku kepribadian yang diperbaharui sepadan dengan kedudukan kita sebagai anak-anak Allah. Kita yang sudah menerima pengampunan perlu menjaga kekudusan dan kebesaran Allah melalui cermin diri kita, dengan memperlihatkan hadirnya Roh Kudus dalam hati dan menghasilkan buah-buah Roh (Gal 5:22-23; Mat 7:16-20). Bahkan demikian kerasnya peringatan dalam nas ini sehingga mengatakan bahwa kita pun tidak boleh berkawan dengan mereka, dalam arti bergaul secara aktif dalam kehidupan sehari-hari tanpa tujuan mengubah mereka.
Kedua: Ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan (ayat 10)
Dalam ayat 1-7 diberikan perbandingan kontras antara hidup dalam kegelapan dan terang sehingga memudahkan kita melihat perbedaan nyata antara keduanya. Hidup sebagai anak-anak terang adalah berperilaku di dalam kasih sebagaimana Kristus Yesus telah mengasihi kita, jauh dari kecemaran sebagaimana sepatutnya orang-orang kudus, dan terus-menerus mengucapkan syukur. Hidup di dalam terang berarti berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, hidup seperti orang arif dengan mempergunakan waktu yang ada karena menyadari hari-hari sekarang ini adalah jahat, terus berusaha mengerti kehendak Tuhan, serta penuh dengan Roh. Hidup di dalam terang diungkapkan melalui mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani, serta segenap hatinya bernyanyi dan bersorak bagi Tuhan. Dengan demikian, sungguh sangat jelas sebetulnya bagaimana kita hidup di dalam terang tersebut.
Namun kadang batas gelap-terang itu seringkali dibuat samar atau abu-abu seolah-olah tidak bisa membedakan antara hitam dengan putih (perumpamaan kegelapan sebagai hitam dan kebaikan sebagai putih). Mungkin kita berdalih atau mencari alasan-alasan khusus yang mencoba membela diri dengan mencari pembenaran atau pemaafan bahwa kita “harus” atau “terpaksa” melakukan tindakan kegelapan itu, dengan alasan itu hanya sementara. Maka untuk itu firman Tuhan ini mengingatkan bahwa dalam melakukan itu perlu diuji, apakah memang itu tujuan utama kita. Dalam beberapa situasi kisah Robin Hood perampok untuk membagikannya kepada kaum miskin dapat “dibenarkan”. Namun kalau kemudian kita ikut hidup menikmati hasil kejahatan itu maka tujuan mulia itu sudah tercemar. Demikian pula motivasi dalam melakukan perbuatan terang itu, apakah kita untuk mendapatkan pujian dan kemegahan diri sendiri, atau semua itu kita serahkan bagi kemuliaan nama-Nya, dengan prinsip “biarlah Ia menjadi besar dan aku menjadi kecil” (Yoh 3:30).
Demikian pula penonjolan diri sebagai individu atau kelompok. Kita sebagai orang percaya harus memperlihatkan suatu persekutuan orang percaya yang saling mendukung, yakni dalam kesatuan sebagai berikut:
Satu dalam Allah, Allah Bapa yang memelihara kita hingga kekekalan
Satu dalam Tuhan, Kristus dan kita adalah milik-Nya
Satu dalam Roh, Roh Kudus yang menghidupkan dan berbuah
Satu dalam iman, komitmen tunggal kita pada Kristus
Satu dalam tubuh, persekutuan orang percaya yakni gereja
Satu dalam baptisan, tanda dipersatukan dengan Allah melalui gereja-Nya
Satu dalam pengharapan, kemegahan dalam masa mendatang
Apabila kita menamakan diri sebagai orang percaya dalam kasih Yesus, akan tetapi saling menjelekkan atau meninggikan denominasi gereja tempat kita bersekutu, maka sebenarnya kita melakukan hal yang tidak berkenan kepada Tuhan. Terang yang kita bawa harus mampu membedakan dengan jelas apa yang baik dan apa yang buruk. Ukuran dan pengujian sebenarnya adalah: apakah semuanya untuk menyenangkan hati-Nya dan untuk kemuliaan-Nya?
Ketiga: Telanjangilah perbuatan kegelapan itu (ayat 11-13)
Kitab Efesus secara umum dari awal menekankan setiap anak-anak Allah bukan saja dipanggil sebagai anak-anak kekasih Allah dan penurut, tapi juga harus menjadi prajurit Allah (Ef 6:11-13; band. 2Tim 2:3). Dengan demikian kita dipanggil tidak hanya untuk menikmati hidup di dalam terang tersebut dan bersekutu untuk mendapatkan sukacita semata, akan tetapi kita dipanggil untuk berjuang bagi terang yang lebih besar. Standar norma hidup kristiani yang tinggi itu harus diperlihatkan pada semua orang. Firman Tuhan mengajarkan, “Tidak seorang pun yang menyalakan pelita lalu meletakkannya di kolong rumah atau di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk, dapat melihat cahayanya” (Luk 11:33). Pada bagian lain dikatakan, “Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!” (Flp 4:5). Standar kebaikan, keadilan dan kebenaran merupakan kaidah yang dapat dipegang. Sama seperti yang dikatakan melalui tiga filter penguji dari Socrates sebelum kita mengatakan sesuatu kepada orang lain, perlu kita tahu apa yang kita sampaikan itu: benar, baik, dan membawa manfaat. Bahkan dalam ayat minggu ini dikatakan, menyebutkan atau mengomongkan saja perbuatan-perbuatan jahat itu ditempat-tempat sembunyi, dalam arti gossip atau bisik-bisik itu dilarang.
Rasul Paulus menginstruksikan kita agar membuka atau menelanjangi perbuatan-perbuatan ini, seperti seorang peniup pluit (whistle blower), sebab diamnya kita bisa dianggap setuju dengan perbuatan itu. Allah menginginkan setiap orang berdiri di atas kebenaran dan setiap orang percaya harus berbicara keras tentang apa yang benar dan baik. Kita harus menentang dan mengungkapkan kejahatan sehingga kejahatan itu tidak berkembang seperti virus yang menjalar kepada orang lain bahkan ke seluruh tubuh masyarakat (Mzm 94:16). Sikap memihak kepada Allah harus terlihat benar-benar membenci dosa dan bukan abstain atau netral. Sikap menjauhi mereka juga bukan dalam arti kita tidak peduli terhadap perbuatan mereka, melainkan membenci perbuatannya dan bukan orangnya. Semoga dengan sikap kasih dan siap mengampuni itu mereka dapat melihat terang yang sangat indah sehingga mereka bertobat dan menikmati terang itu. Sikap kita harus optimis seperti kata firman, “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya” (Yoh 1:5; 3:19-21; 1Yoh 1:5-7).
Sikap kita harus tegas dan tidak boleh mendua atau munafik, dalam arti kata tidak samanya kata dengan perbuatan, tidak samanya hakekat dengan tampilan. Adalah terlihat aneh ketika kita hidup sebagai seorang prajurit/perwira, tapi tingkah laku kita bagaikan seorang artis selebritis “murahan”. Kepatuhan menjadi hal yang utama untuk terus menjadi sempurna. Kesalahan dan ketidak sempurnaan sesaat karena kekhilafan harus diperlihatkan dengan sikap penyesalan dalam. Memberi contoh buruk menjadi dosa yang buruk. Kita tidak bisa mengekspresikan diri sebagai seorang dokter atau atlit tapi pola hidup kita tidak terjaga sehat. Bilamana kita melakukan itu bukan saja kita mempermalukan Kristus yang telah menolong kita, tetapi kita juga akan menjadi bahan olok-olok dan tertawaan. Kehadiran kita sebagai terang haruslah merupakan model dan teladan yang merupakan teguran bagi sekitar kita yang hidup dalam kegelapan, meski tampak luar kita dibenci oleh mereka (Yoh 7:7; 15:18).
Keempat: Bangunlah, hai kamu yang tidur (ayat 14)
Mereka yang hidup terus di dalam kegelapan maka akan mendapatkan hukuman dari Allah (1Kor 6:9-10), sementara mereka yang setia dan terus berupaya hidup di dalam terang Kristus akan mendapat kasih Allah hingga kekekalan. Mereka yang tadinya terlelap dalam waktu yang sia-sia diminta menggunakan waktu secara efektip untuk melakukan sesuai dengan kehendak Allah. Mereka yang terlelap dan tertidur diminta bangun melihat terang dan melayani Tuhan. Jadi dalam hal ini mereka tidak tertidur dan memahami bahwa perbuatan-perbuatan kegelapan tidak berbuahkan apa-apa, sehingga harus menghindarinya, dan meninggalkan perbuatan kesenangan yang menghasilkan dosa (1Tes 5:5).
Kalimat “Bangunlah…” ini tampak bukan kutipan langsung dari perjanjian lama, tetapi mungkin dari sajak atau lagu-lagu yang cukup dikenal oleh orang Efesus saat itu. Kalimat itu mungkin dilatar belakangi dari kitab Yesaya (26:19; 51:17; 52:1; 60:1) dan Mal 4:2, yang dipakai saat pembaptisan keluar dari air. Baptisan saat itu dipakai juga bagi mereka yang bertobat dari penyambahan berhala, dan keberadaan mereka dalam kegelapan berhala itu dianggap tertidur dan saat dibaptis menjadi terbangun. Oleh karena itu Rasul Paulus mendorong orang Efesus untuk bangun dan bangkit dan menyadari kondisi yang berbahaya bagi mereka khususnya mereka yang sudah terjatuh tergelincir (band. Rm 13:11). Terang yang dibawa Kristus itu memiliki daya untuk membangkitkan, membersihkan dan memulihkan dan itu siap menjadi berkat bagi semua orang.
Dalam ayat berikutnya disebutkan agar kita yang menerima terang itu bersikap seksama hati-hati ditengah-tengah zaman yang jahat, dengan mempergunakan waktu sisa yang ada dan sangat berharga bertindak sebagai prajurit Kristus, membangunkan orang-orang untuk melihat terang dari Kristus (Yes 60:1). Ada tiga hal katanya di dunia ini yang sekali kejadian tidak pernah kembali, yakni waktu, kesempatan dan ucapan (khususnya yang salah menyakitkan). Waktu dan kesempatan adalah anugerah yang kita miliki namun berlalu sangat cepat dan tidak bisa kembalikan. Oleh karena itu ditengah waktu yang terus berjalan dan kesempatan menabur dan menuai selalu terbuka, kita merapat ke dalam barisan prajurit Kristus sehingga melalui terang dan pelayanan kita nama Tuhan dimuliakan.
Penutup
Sebagai anak-anak terang kita harus jauh hidup dalam kegelapan yang membuat hati Allah bersedih. Kita sebagai umat-Nya hendaklah meneladani Yesus Kristus dengan hidup sesuai dengan panggilan kita. Semua yang kita lakukan pun sebagai perbuatan terang perlu diuji apakah sesuai dengan kehendak-Nya dan dapat menyenangkan hati-Nya, berdasarkan kebaikan, keadilan dan kebenaran. Kita dipanggil bukan saja untuk menjadi teladan dan model sebagai orang yang sudah menerima kasih dan pengampunan, tetapi kita juga dipanggil untuk menelanjangi perbuatan-perbuatan kegelapan orang lain agar itu tidak menjadi virus menular bagi yang lain. Tindakan itu sekaligus juga untuk membuktikan bahwa kita sebagai prajurit Allah yang siap untuk membangunkan orang lain agar tidak terjerat dalam kegelapan, melainkan mereka dapat menikmati terang yang membebaskan dan menikmati kasih Allah yang berkelimpahan sebagai anak-anak terang. Naikkanlah doa kepada Tuhan agar kita dibimbing-Nya ke arah hidup terang sehingga dapat mengerti rencana indah-Nya.
Tuhan Yesus memberkati.
Khotbah Minggu 15 Maret 2020 - Minggu Pra Paskah III
Khotbah Minggu 15 Maret 2020 - Minggu Pra Paskah III
KETEKUNAN, TAHAN UJI DAN PENGHARAPAN
(Rm 5:1-11)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kel. 17:1-7; Mzm 95; Yoh 4:5-42
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Nats Rm 5:1-11 selengkapnya dengan judul: Hasil Pembenaran
5:1 Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. 5:2 Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. 5:3 Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, 5:4 dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. 5:5 Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. 5:6 Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. 5:7 Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar -- tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati --. 5:8 Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. 5:9 Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah. 5:10 Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya! 5:11 Dan bukan hanya itu saja! Kita malah bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu.
-------------------------------------
Pendahuluan
Minggu ini kita kembali diberikan peneguhan bahwa melalui iman kepada Tuhan Yesus kita banyak menerima berkat. Berkat anugerah itu tidak hanya kita dibenarkan dan kebenaran iman itu memimpin kita dalam kehidupan ini, tetapi juga berbagai berkat yang disediakan Allah bagi kita yang setia dan mengasihi-Nya. Selain kita diberi keselamatan, kita juga dibebaskan dari murka Allah masa kini maupun masa mendatang, dan terutama Roh Kudus dicurahkan untuk menolong kita dalam mengarungi kehidupan ini. Melalui nas yang kita baca minggu ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut.
Pertama: Perdamaian sebagai buah pembenaran (ayat 1-2)
Nas ini menegaskan kembali bahwa melalui iman kita dibenarkan dan karena kita dibenarkan ternyata berkat-berkat anugerah tidak berhenti disitu saja; dengan dibenarkan kita juga diperdamaikan dengan Allah dan itu merupakan jalan masuk dan jaminan keselamatan yang diberikan. Dengan dibenarkan dan diperdamaikan maka kita masuk ke dalam kasih karunia Allah yang semakin sempurna dengan kita bisa menikmati damai sejahtera dengan Dia. Kalau selama ini tidak ada yang dapat menghampiri Allah, maka melalui pendamaian manusia tidak lagi memerlukan perantara imam untuk datang kepada Allah, sehingga terjalin persekutuan langsung manusia dengan-Nya (band. Ef 3:12). Dengan dibenarkan dan diperdamaikan, kita juga memiliki penyertaan Roh Kudus, bebas dari hukuman murka Allah, dan pengharapan akan kemuliaan-Nya. Kita berdamai dengan Allah bukan dalam pengertian rasa damai biasa di hati seperti keteduhan dan ketenangan. Damai dengan Allah berarti terjadi rekonsiliasi dengan Pencipta kita, Tuan dan sekaligus Tuhan kita. Tidak ada lagi permusuhandiantara kita dengan Dia, tidak ada lagi dosa yang membentengi hubungan kita dengan-Nya. Damai dengan Allah itu terjadi hanya terjadi karena Yesus telah membayar lunas dan menebus dosa-dosa kita di atas kayu salib.
Pembenaran dan perdamaian dengan Allah ini memuat konsep yang penting dan mengantarkan kita pada dua jenis kehidupan orang Kristen. Di satu sisi kita sepenuhnya di dalam Kristus dalam arti penerimaan kita pada-Nya dijamin; di sisi lain kita juga bertumbuh di dalam Kristus dengan pengertian kita semakin hari harus semakin sama dengan Dia. Kita juga diberikan dua status sekaligus, yakni menjadi anak-anak Raja tetapi juga sebagai hamba kerajaan. Dalam hal itu kita merasakan dua hal yang bersamaan setiap saat, kehadiran Kristus yang memberi rasa damai dan di lain pihak kita juga mendapat tekanan kedagingan dan dari iblis untuk keinginan berbuat dosa. Kita bisa merasakan damai sejahtera dari Allah karena kita sudah diterima-Nya, akan tetapi kita juga masih hidup di dunia ini dengan permasalahan dan pergumulan sehari-hari. Padahal, semestinya permasalahan dan pergumulan itu menjadi cara dan jalan bagi kita untuk bertumbuh menjadi sama dengan Dia, namun ada juga di antara kita yang jatuh menuruti kehendak iblis dan daging sehingga membuat kita jauh dari Tuhan. Apabila kita memahami dua sisi kehidupan orang Kristen ini dalam keseharian kita, maka sebenarnya kita tidak mudah berputus asa dalam setiap pergumulan dan permasalahan yang datang, melainkan kita belajar untuk berserah dan bergantung pada kekuatan yang diberikan oleh Tuhan Yesus, yaitu Roh Kudus yang diam dalam hati kita.
Firman Tuhan juga menyatakan bahwa sebagai orang percaya, kita berdiri di tempat yang tinggi dan diistemewakan. Kita diperdamaikan dan sekaligus mengambil bagian dalam kemuliaan Allah. Itu terjadi bukan hanya karena kita sudah dinyatakan tidak bersalah; tetapi juga karena Tuhan menarik merangkul kita lebih dekat kepada-Nya. Kita tidak lagi menjadi seteru-Nya tetapi menjadi sahabat-Nya dan bahkan menjadi anak-anak-Nya (Yoh 15:15; Gal 4:5). Hubungan yang sudah terputus dan tertutup karena dosa kini dipulihkan melalui jalan yang dibuka Yesus Kristus dengan kematian-Nya di kayu salib. Dia yang betakhta Raja kini membuka diri-Nya, dan kita tadinya sebagai seteru namun kini sebagai sekutu. Inilah jalan masuk ke dalam kasih karunia yang begitu besar sebagai buah kita dibenarkan karena iman dan kebenaran itu menuntun kita kepada iman yang berbuah untuk menjadi berkat bagi orang lain.
Kedua: Kesengsaraan membawa ketekunan dan tahan uji (ayat 3-4)
Bagian terakhir dari berkat-berkat anugerah yang disediakan dari hasil pembenaran itu adalah memampukan kita bermegah dalam kesengsaraan. Ini mungkin sesuatu yang aneh, sesuatu yang dianggap salah; bagaimana kita bisa bermegah dalam kesengsaraan? Rasul Paulus mengatakan bahwa kita bermegah dan bersukacita di dalam penderitaan, bukan karena kita menyukai penderitaan itu atau menolak pandangan bahwa bagaimanapun penderitaan adalah sebuah tragedi. Akan tetapi, kita berani bermegah karena tahu bahwa Allah yang baik itu menggunakan penderitaan yang kita alami (dan/atau setan yang menyerang) bertujuan membangun karakter kita. Permasalahan dan pergumulan yang kita harus hadapi dan menangkan akan membangun ketekunan dan tahan uji kita, yang sekaligus menguatkan karakter kita, mempertebal iman percaya kita kepada Allah dan memberi keyakinan kita akan pengharapan masa depan. Kita pasti dihadapkan dengan persoalan ini setiap hari dalam tingkatan yang kecil sampai besar, untuk itu berterima kasihlah pada Allah untuk kesempatan bertumbuh, dan bekerjasama dengan-Nya dalam mengatasi persoalan itu sampai menang (band. 1Pet 1:6-7).
Dalam abad-abad awal masehi kehidupan kekristenan penuh dengan penderitaan. Semua rasul dibunuh atau mati dengan cara-cara yang kejam dan menyedihkan. Orang-orang percaya harus melarikan diri dari kejaran pembenci pengikut Yesus. Kisah-kisah menyedihkan orang Kristen seperti tubuhnya dibakar untuk dijadikan obor penerang sudah pernah kita dengar. Oleh karena itu, penderitaan bagaikan sebuah hal yang umum dan bukan sebuah pengecualian. Tapi melalui firman Tuhan ini kita diajar bahwa untuk kita "menjadi" berhasil di masa mendatang itu kita harus "jadi" (to become we must overcome). Artinya, kita harus menjalani pengalaman-pengalaman yang sulit untuk kita lebih bertumbuh,.pengalaman penderitaan dan ujian dalam bentuk kesusahan, seperti penyakit tubuh, keuangan, penindasan dan ketidakadilan bahkan kesepian dan kesendirian. Semua ini menantang kita untuk bertekun, bukan berputus asa atau mengeluh, apalagi menghujat pihak lain (Yak 1:2-4, 12). Yang penting dari semua itu adalah bahwa kita mengimani kesengsaraan yang datang adalah sekehendak dan sepengetahuan Allah.
Paulus menyatakan dalam 1Kor 13:13 bahwa iman, pengharapan dan kasih adalah inti dari kehidupan kristiani. Hubungan kita dengan Allah didasari oleh iman, yang menolong menyadarkan kita bahwa hidup kita harus siap dengan segala rencana Tuhan, baik dipakai melalui sukacita dan ujian. Ketekunan di sini melebihi kesabaran, sama dengan semangat tidak mau menyerah dan daya juang yang tinggi, dan melalui ketekunan itulah kita mendapatkan tahan uji, dalam arti kita mampu melewati ujian yang diberikan dengan kemenangan. Tahan uji berarti bebas dari kotoran yang mengganggu dan handal terpercaya dalam setiap situasi, tidak berputus asa, dan hal seperti inilah yang kemudian menimbulkan pengharapan akan hari esok yang lebih baik dan cemerlang. Jadi, dalam hal ini ada hubungan segaris antara penderitaan - ketekunan - tahan uji - dan pengharapan. Pengharapan itu hadir dan bertumbuh sebab melalui penderitaan kita mempelajari semua yang telah direncanakan oleh Tuhan bagi kita; itu memberi kita janji yang penuh keyakinan akan masa depan. Kasih yang Allah berikan mengisi hidup kita itu semua memberi kita kemampuan untuk membagikannya kepada orang lain.
Ketiga: Kasih Allah tercurah di hati kita (ayat 5-8)
Firman Tuhan mengatakan "ketika kita masih orang berdosa" Yesus mati bagi kita, ini jelas sebuah kalimat yang indah dan bukti konkrit akan kasih yang besar. Kalau seseorang berkorban bahkan mati untuk membela orang benar, itu sesuatu yang biasa dan lumrah. Tetapi Yesus mati bagi kita yang durhaka dan orang tidak benar, itu adalah perbuatan yang tidak terkira, karena kita tidak layak menerimanya. Bahkan kematian dan penebusan Yesus itu semua terjadi bukan karena kehebatan perbuatan kita, tetapi hanya karena Allah mengasihi kita. Atau, apakah mungkin kita ragu? Maka apabila kita merasa goyang atau tidak yakin bahwa Allah mengasihi kita sedemikian besar, ingatlah bahwa Allah sebenarnya mengasihi kita sebelum kita bertobat. Jika Allah mengasihi kita pada saat kita masih durhaka, maka kita kini diyakinkan akan kasih-Nya, dan kita cukup hanya membalasnya dengan kasih kepada-Nya.
Kita lemah dan putus asa mungkin karena kita tidak melakukan sesuai dengan apa yang diberikan dan apa yang kita terima untuk menolong diri kita sendiri. Kita mungkin hanya mengeluhkan, menyesali, menyalahkan atau bahkan kemudian tidak percaya ada Allah melalui Roh Kudus yang sedia membantu. "Sesuatu" perlu datang untuk menolong dan menyelamatkan kita yang lemah. Lemah disini dalam pengertian moral dan rohani, meski kadang dalam pengertian tubuh dan jiwa. Kristus terbukti datang memberi pertolongan pada saat yang tepat sesuai sejarah 2000 tahun yang lalu, tetapi Ia juga datang tepat pada saatnya sesuai dengan waktu terbaik dari Tuhan. Memang kadang kita tidak sabar atau ingin lari mencari pertolongan lain, akan tetapi tetaplah sabar dan bertekunlah hingga waktu terbaik dari Tuhan itu dinyatakan. Allah mengendalikan waktu dan sejarah, mengontrol setiap cara, gerak dan metoda yang pas bagi kita untuk keluar dari permasalahan dan persoalan yang ada.
Allah Tritunggal terlibat dalam peristiwa keselamatan. Allah Bapa begitu mengasihi kita sehingga mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal untuk menjembatani hubungan kita yang berdosa dengan Dia (Yoh 3:16). Kasih Allah memang sungguh luar biasa, bahkan kasih itu tidak berhenti sampai disitu. Untuk memperlihatkan kasih-Nya tidak sesaat melainkan selamanya, Allah Bapa dan Allah Anak mengirimkan dan mencurahkan Roh Kudus mengisi hati kita dengan penuh kuasa dan memampukan kita hidup dengan kuasa-Nya (Kis 1:8). Kata dicurahkan dalam nas ini berarti keadaan yang berlangsung terus menerus tanpa henti. Dengan demikian Roh Kudus yang tercurah hadir untuk menghibur kita dalam setiap pencobaan dan mendukung dalam setiap keadaan, sehingga segala persoalan dapat kita tanggung di dalam Dia (Flp 4:13). Dengan semua kasih yang besar tercurah dari Allah itu, bagaimana kita tidak mau melayani Dia dengan sepenuh hati sebagai balasan kasih-Nya?
Keempat: Kasih Allah menyelamatkan kita dari murka-Nya (ayat 9-11)
Kasih yang menyebabkan Yesus harus mati sama dengan kasih yang Allah berikan melalui Roh Kudus yang hidup di dalam hati kita dan siap memimpin dan menyertai kita dalam kehidupan ini. Kuasa yang membangkitkan Kristus dari kematian adalah sama dengan kuasa yang menyelamatkan hidup kita dari dosa-dosa, dan sama dengan kuasa yang memimpin keseharian kita. Oleh karena itu, memulai hidup dengan Kristus kita akan memiliki kuasa dan kasih besar yang siaga setiap saat menghadapi pergumulan hidup setiap hari. Melalui iman kepada penebusan Kristus, kita menjadi dekat dan berkonsiliasi dengan Allah, bukan lagi menjadi musuh atau menjadi orang yang terbuang.
Allah itu kudus dan tidak berinteraksi dengan dosa. Semua manusia telah berdosa dan terpisah dari Allah dan itu membuat kita melanggar kekudusan Allah. Dosa itu juga membawa penghukuman berupa murka Allah bukan saja semestinya saat ini, tapi juga kelak pada masa penghakiman. Dan sebagai orang berdosa sepatutnya kita dihukum dengan kematian dan penderitaan selama-lamanya dengan ditempatkan di neraka. Namun Kristus telah mengambilnya dengan mengalami kematian dan penderitaan di atas kayu salib. Dengan penebusan itu kita diluputkan dari murka-Nya dan bahkan terbebas dari belenggu dosa yang selalu menjerat. Kita dimampukan melalui kekuatan Roh Kudus untuk melawan iblis sehingga kita terbebas dari kuk dosa yang jahat itu. Roh Kudus dicurahkan dalam hati kita agar hidup kita bebas dari kuasa dosa, belenggu hukum Taurat, murka dan dari kuasa maut. Kita juga akan bebas dari “hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan kemuliaan kekuatan-Nya” (2Tes 1:9). Oleh karena itulah kita bersukacita didalam Kristus.
Bagian terakhir dalam nats ini menyatakan bahwa kita diselamatkan oleh hidup-Nya. Ini dimaksudkan bahwa Yesus yang telah mati dan bangkit kembali hidup, itu adalah bukti kekuasaan Allah ada pada-Nya dan kemenangan atas kematian (1Kor 15:55). Dengan hidup-Nya Yesus dari kematian, maka kita menjadi selamat dan hidup selamanya. Dengan dasar itulah kita layak bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Kita bermegah diselamatkan bukan karena kehebatan kita, bukan karena kekuatan atau prestasi dan perbuatan kita, melainkan hanya karena kasih-Nya. Kita juga bermegah karena kita akan memperoleh pengharapan kemuliaan bersama-Nya kelak, ketika Yesus Tuhan kita akan datang kembali untuk menyatakan kuasa-Nya (Kol 3:4). Pengharapan itu tidak akan mengecewakan sebab dasarnya adalah kasih Allah. Ini hal yang paling prinsip dalam memahami keselamatan, bahwa penyelamatan itu menyeluruh. Dengan demikian, sungguh Allah itu kasih, dan kita dipanggil untuk terus beriman dan berdoa agar kuasa dan kasih itu tetap hidup dan merajai hidup kita setiap saat.
Penutup
Melalui nats minggu ini kita diteguhkan bahwa dengan iman kepada Yesus Kristus, manusia ditempatkan istimewa di pintu masuk gerbang anugerah, mulai dari pembenaran, perdamaian dan berkat-berkat lainnya. Tetapi berkat itu jangan dilihat hanya dalam bentuk sukacita dan berkat jasmani, tetapi juga dalam wujud beban kesengsaraan dan kesusahan. Semua yang terjadi itu setelah kita menerima dan mengakui Yesus sebagai penebus kita, harus dilihat dalam rencana Allah untuk mendewasakan karakter kita untuk dapat melewati dengan ketekunan, membuat kita tahan uji dan terakhir berpengharapan ikut serta dalam kemuliaan Allah ketika Yesus kembali nanti. Kita sudah terbebas dari segala murka akibat dosa dan kuk perhambaan, dan kita bermegah karena kasih Allah dan bukan karena kehebatan dan prestasi kita. Selayaknyalah kita membalas kebaikan Allah itu dengan membagikannya kepada orang lain yang belum mengenal dan merasakannya.
Tuhan Yesus memberkati.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII Setelah...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 17 November 2024Kabar dari Bukit HUKUM DI DALAM HATI (Ibr. 10:11-25) ”Aku...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 16 guests and no members online