Thursday, November 21, 2024

2020

Khotbah Jumat Agung 10 April 2020

Khotbah Jumat Agung 10 April 2020

 

DARI PERJAMUAN MALAM HINGGA GOLGOTA - VIA DOLOROSA

(Yoh 18:1-19:42) 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 52:13-53:12;  Mzm 22; Ibr 10:16-25

Berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php

 

Pendahuluan

Perjalanan penderitaan Tuhan Yesus menuju bukit Golgota merupakan rangkaian beberapa peristiwa yang sangat mengharukan dimulai sejak perjamuan pada hari Kamis malam hingga kematian-Nya di Jumat senja hari. Jumat Agung memang mengingatkan kita tentang sejarah penyelamatan yang dilakukan oleh Yesus Kristus, dan kematian-Nya merupakan bagian penting dalam sejarah orang percaya. Oleh karena itu, bacaan kita pada hari peringatan kematian ini sangat panjang dan kita bebas memilih tema yang lebih spesifik untuk masing-masing jemaat kita.

Kisah pendahuluan menjelang malam terakhir di Yerusalem, yaitu Yesus sudah menyadari akan akhir pelayanan-Nya, ketika Ia berkata kepada murid-Nya: : "Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku (Mat 26:18; band. Yoh 13:1;16:16). Ia kemudian bersama-sama murid-murid melakukan perjamuan paskah yakni makan roti yang tidak beragi dan minum anggur (Mat 26:26-29; Luk 22:14-20). Pada kesempatan inilah Yesus menyampaikan kepada murid-murid-Nya bahwa perjamuan malam itu harus diingat oleh umat percaya selamanya, melalui perjamuan kudus yang kita lakukan pada hari Jumat Agung ini.

Pada perjamuan malam itu Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku." Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa" (Mat 26:26-28). Setelah perjamuan malam selesai, Yesus berbicara kepada murid-murid-Nya di kamar atas. Banyak sekali pesan-pesan akhir yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada murid-murid kesayangan-Nya itu untuk menguatkan mereka, sebab Yesus sudah berulangkali mengatakan saat-Nya sudah akan tiba (Yoh 13-17).

Yesus juga bergumul secara pribadi akan hal itu sehingga Ia memutuskan untuk naik ke Bukit Zaitun dan berdoa di taman Getsemani. Yesus berdoa bagi semua orang percaya yang telah diberikan Bapa kepada-Nya (Yoh 17:9). Hati-Nya terus ada pada kita sehingga meminta agar Bapa memelihara kita orang percaya (Yoh 17:11). Ia juga berdoa agar kita dikuduskan dalam kebenaran (Yoh 17:17), dan juga secara khusus berdoa bagi yang memberitakan Dia. Hal yang utama lainnya Yesus berdoa agar kita semua menjadi satu, sama seperti Yesus satu dengan Bapa (Yoh 17:21). Ut omnes unum sint. Yesus membenci perpecahan, apalagi perpecahan karena pertikaian terhadap hal yang tidak benar.

Yesus menyadari beratnya penderitaan yang akan Dia tanggung, sehingga dalam doa terakhir-Nya, Ia sujud dan berkata: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Mat 26:39). Bahkan untuk kedua kalinya Yesus berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu! (Mat 26:42).

Kisah yang diberikan di bawah ini merupakan tahapan dan poin penting dari rangkaian 18 jam perjalanan menuju bukit Golgota tersebut, dan dari situ kita mendapatkan hikmat dan pelajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Penghianatan yang Berakhir dengan Penyesalan

Kisah penangkapan Tuhan Yesus terjadi karena penghianatan Yudas, yakni salah satu murid-Nya. Sebenarnya Yesus sudah mengetahui hal tersebut, ketika pada perjamuan malam yang diceritakan di atas, Yesus memberi tanda bahwa dia yang bersama-sama dengan Yesus mencelupkan tangannya ke dalam pinggan saat itu, dialah yang akan menyerahkan Yesus (Mat 26:21-23). Ternyata, itulah Yudas Iskariot yang telah menerima uang sogok sebanyak tiga puluh uang perak dari imam-imam kepala (Mat 26:14-16). Sejak menerima uang perak itu, Yudas mencari-cari kesempatan untuk menyerahkan Yesus.

Tatkala Yesus berdoa di taman Getsemani itu, Yudas mengetahui tempat itu karena Yesus sering berkumpul di situ dengan murid-murid-Nya. Maka datanglah Yudas dengan prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi lengkap dengan lentera, suluh dan senjata, lalu mereka menangkap Dia. Yesus dengan tegar memperkenalkan diri-Nya dan tidak melakukan perlawanan dengan kekerasan, meski Petrus sempat menarik pedangnya dan memotong kuping salah satu prajurit itu.

Yudas yang kemudian menyadari kesalahannya dan melihat akibat kejahatannya itu, bagaimana Yesus yang sebenarnya Ia kasihi juga, harus menderita sedemikian berat. Akhirnya Yudas berusaha mengembalikan tiga puluh uang perak itu kepada imam-imam kepala. Ia menyesal. Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Penyesalannya tidak membuahkan apa-apa, sebab tindak lanjut penyesalan Yudas itu ia akhiri dengan bunuh diri. Mengenaskan. Yudas berbeda dengan Petrus yang menyangkal Tuhan Yesus tiga kali, tetapi Petrus bertobat dan mengabdikan dirinya bagi Tuhan Yesus. Yudas Iskaritot tidak bertobat, penyesalannya menerima uang suap tidak ditindaklanjuti dengan pertobatan dan berbuah, selain penghukuman terhadap diri sendiri. Ini sungguh suatu pelajaran penting bagi kita, ketika menyadari kesalahan yang kita perbuat, penyesalan harus diikuti oleh pertobatan dan permohonan ampun, kemudian memberikan yang terbaik dari hidup kita kepada Tuhan dan orang lain sebagai “persembahan” atas penyesalan yang sudah kita lakukan.

 

Kedua: Penderitaan Selama 18 Jam

Setelah Yesus ditangkap, pemimpin Yahudi sejak awal tidak berniat memberikan pengadilan yang layak kepada Yesus. Dalam pikiran mereka yang utama adalah: Yesus harus mati. Kebencian dan emosi seperti ini membuat hati nurani mereka buta dan tertutup. Mereka juga tidak memperdulikan proses yang layak dan adil bagi Yesus. Oleh karena itu, di tengah dingin dan pekatnya malam, mereka langsung membawa Yesus dari taman itu dan mengadili-Nya melalui tahapan-tahapan yang melelahkan, serta diselingi siksaan dan penderitaan pada tubuh-Nya.

Adapun tahapan-tahapan pengadilannya mulai dari tangah malam itu adalah sebagai berikut.

1.       Mereka membawa Yesus kepada Hanas, mantan Imam Besar tetapi masih berkuasa dan dihormati oleh orang Yahudi (Yoh 18:12-24). Hanas adalah mertua Kayafas, yang pada tahun itu telah menjadi Imam Besar, tetapi karena menurut ketentuan Imam Besar adalah jabatan seumur hidup, mereka menghormati dan tetap membawa kepada Hanas.

2.      Hanas menolak untuk mengadilinya sehingga prajurit dan penjaga-penjaga itu kemudian membawa Yesus kepada Kayafas, yang baru ditetapkan dan berkuasa sebagai Imam Besar. Dalam pengadilan di depan Hanas tengah malam itulah mulai didengarkan kesaksian-kesaksian palsu dari Sanhedrin (Yoh 18:24; Mat 26:57-68; Mrk 14:53-65; Luk 22:54, 63-65).

3.      Yesus dibawa ke depan sidang Sanhedrin yakni para pemimpin formal umat Yahudi. Ada sekitar 70 anggota Sanhedrin hadir menjelang fajar itu. Kelompok Sanhedrin ini  terdiri dari para tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat yang merupakan Mahkamah Agama Yahudi. Mereka ini sebenarnya sejak awal sudah memutuskan agar Yesus dihukum mati, sehingga pengadilan di subuh hari ini merupakan formalitas saja untuk justifikasi bahwa Yesus telah dihadapkan pada Mahkamah Agama. Dalam sidang formalitas ini kemudian Yesus ditetapkan dihukum mati (Mat 27:1; Mrk 14:15:1; Luk 22:66-71).

Namun hukuman mati hanya boleh atas persetujuan penguasa Romawi. Oleh karena itu Yesus dibawa ke Pilatus, Gubernur Yudea, penguasa Romawi. Tetapi Pilatus melihat Yesus tidak bersalah sehingga ia menolak untuk menyetujui hukuman mati, dan menawarkan hukuman cambuk saja. Tetapi pemimpin Yahudi ngotot dan akhirnya Pilatus berusaha untuk menghindar, dan berdalih bahwa itu bukan wewenangnya. Pilatus tahu bahwa Yesus dari wilayah Galilea dan penguasanya adalah Herodes, yang pada waktu itu sedang berada di Yerusalem, maka Pilatus mengatakan agar Yesus dihadapkan saja pada Herodes, (Yoh 18:28-38; Mat 27:2,11-14; Luk 23:1-6).

Herodes pada mulanya sangat senang melihat Yesus, karena ia sering mendengar tentang Yesus, lagipula ia mengharapkan melihat bagaimana Yesus mengadakan suatu tanda mukjizat. Tetapi dalam sidang dihadapan Herodes, Yesus diam dan tidak mau berkata apapun. Lalu Herodes dan pasukannya menista dan mengolok-olok Dia, mengenakan jubah kebesaran kepada-Nya lalu mengirim Dia kembali kepada Pilatus (Luk 23:7-12)

Akhirnya Yesus dibawa kembali ke Pilatus (Yoh 18:38-39;19:16), tetapi Pilatus cuci tangan dan tidak berkeinginan untuk menyatakan kebenaran. Ucapannya yang sangat terkenal adalah: “apakah kebenaran itu?” (Yoh 18:38). Kesalahan Pilatus dalam hal ini ialah, menyerah pada permintaan orang banyak untuk kegunaan politiknya, tanpa memperdulikan keadilan dan kebenaran yang hakiki.

Pasukan dan penjaga Bait Allah serta orang Yahudi selama proses itu membelenggu dan banyak yang memukuli-Nya, meludahi-Nya, mengolok-olok, dan bahkan memukul di kepala-Nya. Setelah selesai pengadilan, bahkan Yesus masih dipaksa memikul salib-Nya via dolorosa, meski kemudian digantikan oleh Simon dari Kirene karena tubuh-Nya sudah lemah. Akhirnya, tubuh-Nya dipakukan di kayu salib di antara dua penjahat. Betapa tragis dan menyayat hati kita membayangkan hal itu.

Demikianlah drama rangkaian penangkapan dari tangah malam sampai pengadilan berlangsung hingga Jumat senja hari, sehingga diperkirakan berlangsung selama 18 jam. Proses yang panjang dan menyakitkan.

 

Ketiga: Pengadilan Yesus tidak sah dan adil

Dari catatan para murid dan rasul yang dituliskan di Alkitab, banyak pihak berkesimpulan bahwa pengadilan terhadap Yesus berlangsung secara tidak sah dan tidak memenuhi ketentuan "demi keadilan dan kebenaran" sebagaimana layaknya sebuah pengadilan. Hal itu dapat dibuktikan dengan beberapa hal di bawah ini:

1.       Yesus sudah dinyatakan harus mati sebelum diadili (Mrk 14:1; Yoh 11:50). Dengan demikiam tidak ada asas praduga tak bersalah, yakni tidak bersalah sebelum dibuktikan di depan hukum.

2.      Banyaknya kesaksian palsu yang diberikan kepada Yesus (Mat 26:59). Para pemimpin Yahudi memprovokasi dan menyaring saksi-saksi yang tampil dalam pengadilan itu. Oleh karena itu Pilatus melihatnya tidak bersalah.

3.      Pemimpin Yahudi menjebak Yesus atas ucapan-ucapan-Nya, kemudian mengkriminalisasi apa yang dikatakan-Nya itu (Mat 26:63-66).

4.      Tidak ada pembelaan bagi Yesus selama proses pengadilan (Luk 22:67-71).

5.      Pengadilan berlangsung malam hari (Mrk 14:53-65; 15:1) yang sebenarnya tidak diperbolehkan menurut hukum Yahudi.

6.      Pengadilan berlangsung di tempat pertemuan Sanhedrin, bukan di tempat kaum Farisi sebagaimana biasanya (Mrk 14:53-65).

Tetapi itu adalah proses yang harus dilalui dan dialami oleh Tuhan Yesus. Cawan penderitaan itu harus diminum-Nya untuk dapat menyelesaikan misi-Nya yang agung dari Bapa, demi untuk menyatakan kasih-Nya kepada kita yang penuh dosa ini.

 

Keempat: Tujuh ucapan Yesus dari kayu salib

Yohanes menyatakan bahwa pengadilan Yesus berakhir "kira-kira jam dua belas" (band. Kitab Markus yang menyebutkan Yesus disalibkan pada "jam sembilan" - Mrk 15:25). Perbedaan ini terjadi karena Yohanes menggunakan jam perhitungan Romawi sementara Markus menggunakan jam Palestina. Keputusan hukuman mati di siang hari itu membawa konsekuensi Yesus harus langsung dieksekusi, dan sebagaimana kebiasaan mereka dihukum mati dengan cara disalibkan. Ini adalah cara mati yang bagi pandangan umat Yahudi adalah sebuah kutukan.

Alkitab mencatat ada tujuh kalimat yang Tuhan Yesus ucapkan saat disalibkan. Urutannya adalah sebagai berikut.

1.       Ketika menghadapi para pembenci dan penghukum-Nya, ucapan Yesus yang pertama: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Luk 23:34).

2.      Yesus berkata kepada penjahat disebelah-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus" (Luk 23:43).

3.      Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" (Yoh 19:26-27).

4.      Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Mat 27:46; Mrk 15:34).

5.      Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia: "Aku haus!" (Yoh 19:28).

6.      Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai" (Yoh 19:30).

7.      Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya (Luk 23:46).

Bukankah semua itu pernyataan yang dahsyat? Betapa hebatnya Yesus, yakni pada saat Dia disalib setelah disiksa dan dianiaya, Ia bahkan berdoa agar Bapa-Nya di sorga mengampuni mereka! Dalam situasi yang lemah, Ia malah memberkati penjahat disebelah-Nya, memberi petunjuk kepada murid-murid-Nya, dan puncaknya adalah, Ia menyerahkan semua kepada Bapa-Nya. Sungguh mulia Tuhan kita, yang harus menjadi teladan dalam hidup kita.

 

 

Kelima: Arti dan Makna Kematian Yesus Bagi Kita

Kematian Kristus di kayu salib bagaikan korban anak domba sembelihan. Yesus tidak bersalah tetapi harus menanggung hukuman demikian berat. Kini, apa arti dan makna kematian Yesus Kristus itu bagi kita? Berikut diberikan gambaran artinya bagi kita:

1.       Kematian Kristus merupakan penggenapan janji Tuhan (Kej 3:15; Yes 53:3, 7b; Za 9:9; Mzm 41:10; 22:7-dab).

2.      Kematian Kristus membuka pintu perdamaian bagi kita dengan Allah (2Kor 5:18-21). Kita seharusnya mendapat murka Allah karena dosa-dosa kita, tetapi Allah memperdamaikan (Rm 1:18; band. Rm 11:28).

3.      Kematian Kristus membuat kita dibenarkan (Rm 3:24; 4:2-3; 5:9-10).

4.      Kematian Kristus sebagai pengganti bagi kita orang-orang berdosa. Allah membuka jalan penebusan melalui Kristus yang seharusnya Dia tidak alami dan tidak lalui, tetapi demi untuk dosa-dosa kita, Ia rela berkorban (Rm 5:5-8; 5:24; Kol 1:14).

5.      Kematian Kristus memberi kita keselamatan dan hidup yang kekal (Rom 5:12-18). Upah dosa adalah maut (Rm 6:23) dan kita pasti akan mengalaminya. Tetapi maut yang dimaksudkan disini adalah kematian sementara, sebab kebangkitan dan kehidupan kekal telah menanti sebagaimana Kristus telah bangkit, mengalahkan maut, maka kita pun orang percaya akan dibangkitkan dan menang atas maut kematian itu. Kita menerima rahmat itu di dalam kematian Kristus, untuk dibangkitkan bersama-sama dengan Dia dan memiliki kehidupan yang baru bersama-Nya (Rom 6:1-4).

6.      Kematian Kristus membuka kesadaran kita, betapa besarnya kasih Allah untuk kita yang rindu selalu dekat dengan Dia. Allah ingin membangun hubungan yang baru (2Kor 5:17), dan melalui kematian-Nya itu sekaligus menggerakkan dan menghidupkan kita (2Kor 5:14; Gal 2:20).

7.      Kematian Kristus membuat kita lebih kuat dalam menanggung penderitaan, mendewasakan dan menjadikan kita lebih utuh dan sempurna (2Kor 12:10).

Kini, bagaimana kita meresponi pengorbanan Kristus itu? Semua itu tidak lain tidak bukan, Allah menginginkan kita menyesali segala dosa dan kesalahan kita, bertobat, tidak mengulangi lagi dosa-dosa yang pernah kita perbuat, serta mempersembahkan yang terbaik dari hidup kita bagi kerajaan dan kemuliaan-Nya.

 

Kesimpulan

Penderitaan dan kematian Yesus menunjukan kesetian-Nya pada Allah dan kasih-Nya pada manusia. Kesetiaan dengan meminum cawan penderitaan yang sungguh amat berat itu, dan menyerahkan sesuai dengan kehendak Bapa-Nya. KasihNya kepada kita dengan menanggung jalan panjang via dolorosa yang seharusnya Dia tidak tanggung, tetapi rela berkorban bagi penebusan dosa-dosa kita. Tuhan Yesus menginginkan kita untuk memahami hal itu, bersedia mengingat pengorbanan tubuh-Nya dan tumpahnya darah-Nya melalui perjamuan kudus yang kita ikuti pada Jumat Agung itu.

Apakah kita sudah memahami arti dan makna kematian Tuhan kita itu bagi kita? Apakah kita sudah siap untuk berubah dan memberikan yang terbaik, sehingga kita justru tidak menyalibkan Dia lagi melalui dosa-dosa perbuatan kita.

Tuhan Yesus memberkati.

 

Khotbah Jumat Agung 10 April 2020

 

Memperingati Kematian Tuhan Yesus

KITA MEMPUNYAI SEORANG IMAM BESAR

(Ibr 10:16-25)

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 52:13-53:12; Mzm 22; Ibr 4:14-16, 5:7-9; Yoh 18:1-19:42

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)


Nas Ibr 10:16-25 selengkapnya:

10:16 sebab setelah Ia berfirman: "Inilah perjanjian yang akan Kuadakan dengan mereka sesudah waktu itu," Ia berfirman pula: "Aku akan menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka, 10:17 dan Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka." 10:18 Jadi apabila untuk semuanya itu ada pengampunan, tidak perlu lagi dipersembahkan korban karena dosa. 10:19 Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, 10:20 karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri, 10:21 dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. 10:22 Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni. 10:23 Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia. 10:24 Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. 10:25 Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.

--------------------------------------

 

Pendahuluan

Perjanjian lama mengajarkan cara untuk menebus dosa sesuai dengan hukum Taurat. Dalam melakukan itu mereka melakukan ritual-ritual sesuai dengan aturan legalistik yang diajarkan melalui nabi Musa. Salah satu hal yang penting dalam ritual itu adalah peran Imam Besar umat Yahudi sesuai dengan peraturan Melkisedek. Namun kini orang percaya pengikut Tuhan Yesus diajarkan untuk tidak terikat lagi pada aturan-aturan legalistik tersebut. Peran Imam Besar juga sudah berganti dari manusia keturunan Lewi menjadi Imam Besar Agung yakni Tuhan Yesus Kristus. Penebusan dan pengampunan dosa juga tidak dengan darah hewan, melainkan dengan darah Yesus sendiri yang tercurah di Golgota. Melalui nas minggu ini kita diajarkan tentang hal tersebut melalui pokok-pokok pikiran di bawah ini.

 

Pertama: Perjanjian baru dan pengampunan (ayat 16-18)

Perjanjian lama mengajarkan bahwa manusia yang melakukan dosa dan kesalahan dapat menebus dengan menyerahkan korban persembahan. Ada beberapa jenis korban persembahan yang disesuaikan dengan maksud dan tujuannya, yakni:

Ola, korban bakaran

Khatta’t, korban penghapus dosa

‘Asyam, korban penebus salah

Minkha, korban sajian

Zevakh dan Selamin, korban perdamaian dan korban keselamatan

Dalam ritual persembahan itu mereka yang berdosa akan membawa persembahan, baik berupa ternak hewan atau barang lainnya. Jenis, ukuran dan nilai dari persembahan yang diberikan, disesuaikan dengan tingkat kesalahan mereka yang berdosa, tetapi juga disesuaikan dengan kemampuan ekonominya. Seorang janda miskin yang berdosa dapat membawa hanya tepung atau seekor burung tekukur, akan tetapi seorang pejabat kerajaan diwajibkan membawa beberapa ekor hewan ternak seperti sapi atau lembu yang gemuk sebagai ganti penebusan atas kesalahan dirinya yang besar. Oleh karena itu dalam ritual yang lazim dilakukan, seorang imam akan meletakkan tangannya di atas hewan ternak tersebut, mensahkan bahwa itulah penebusan atas dosanya, dan kemudian setelah hewan itu disembelih, darahnya dipercik-percikkan ke seluruh arah Bait Allah. Ibadah itu dapat berlangsung berulang-ulang apabila mereka melakukan dosa yang berulang juga. Dalam hal ini, yang ditekankan adalah ketaatan pada aturan Taurat itu, sehingga secara hakekat, manusianya sendiri tidak mengalami perubahan dalam dirinya (band. Ibr 10:1).

Melalui nas ini disampaikan (ayat 15) bahwa Roh Kudus telah membuat perjanjian baru dengan mengatakan bahwa Ia "telah menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka", dengan maksud hati orang percaya telah dimeteraikan oleh firman-Nya. Maka dalam hal ini perubahan yang diutamakan adalah dalam diri orang itu melalui hatinya. Kalau di dalam pemahaman Taurat semua dosa itu seolah-olah menumpuk terus menerus dan dibalas dengan kebaikan yang lebih besar termasuk ketaatan pada aturan pemberian korban persembahan itu, maka melalui perjanjian baru ini, pemahamannya berubah total. Allah mau mengampuni semua kesalahan manusia, tidak diperhitungkan lagi, timbunannya hilang bersih, melupakan dosa dan kesalahan yang lalu-lalu, sepanjang mengakui bahwa Allah telah menempatkan Roh Kudus di dalam hatinya, menjadi manusia baru, manusia yang berbeda dengan sebelumnya. Hal ini terjadi secara otomatis ketika seseorang mengakui Yesus adalah Tuhan dan Juruselamatnya, maka pada saat yang sama hati orang tersebut diubah diperbaharui serta bersamaan Roh Kudus diam dan berkuasa di dalam hatinya.

Kalau dilihat bagian awal, nas ini sebenarnya merupakan peneguhan ayat sebelumnya (Ibr 8:2) dan penggenapan nubuat Nabi Yeremia dari kutipan Yer 31:33, "Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka. Jadi apabila untuk semuanya itu ada pengampunan, tidak perlu lagi dipersembahkan korban karena dosa." Hal yang dimaksudkan adalah kita tidak perlu lagi mengulang-ulang mengakui dosa-dosa yang lalu dan membawa persembahan sebab penebusan sudah sempurna dan lengkap. Melalui persembahan tubuh Kristus yang mati dan menjadi tebusan bagi dosa-dosa kita, maka tidak diperlukan lagi korban-korban dan persembahan lain untuk memperoleh pengampunan. Melalui darah dan jalan Kristus Yesus, kita orang-orang percaya telah dibersihkan, dimurnikan, dan dipersiapkan untuk persekutuan abadi dengan Allah. Korban tubuh Yesus sudah sangat sempurna, tidak bercacat, dan hanya sekali untuk selama-lamanya (Ibr 10:10). Ini jelas merupakan kemenangan sejati manusia dalam melawan kuasa dosa, kuasa iblis, dan konsekuensinya yakni kematian.

 

Kedua: Keberanian menghadap Imam Besar (ayat 19-21)

Bait Allah di Yerusalem terdiri dari tiga bagian, yakni pelataran luar tempat umat datang untuk beribadah termasuk menyampaian korban persembahannya. Bagian tengah merupakan tempat para imam dan suku Lewi yang dianggap sebagai bagian pengurus Bait Allah. Kemudian ada ruang mahasuci tempat Imam Besar menyampaikan doa dan persembahan umatnya. Umat Israel tidak dapat dengan bebas memasuki kedua wilayah tersebut yang didasarkan atas keberdosaan mereka. Ruang maha kudus itu ditutup dengan tirai agar tidak seorang pun umat Israel dapat masuk bahkan melihat ke dalam. Dalam hal ini ada tirai penghalang dan membuat jarak antara umat dengan Imam yang mewakili Allah. Imam Besar umat Yahudi juga hanya masuk ke dalam ruang tersebut sekali setahun di Hari Penebusan, saat ia mempersembahan korban persembahan untuk penebusan dosa-dosa umatnya.

Akan tetapi ketika Yesus mati, oleh kuasa Roh Kudus, tirai di Bait Allah itu kemudian robek terbelah dua (Mat 27:51; Luk 23:45) dan membuat batas dan jarak antara Allah dengan manusia tidak ada lagi. Tirai penghalang itu hilang melalui penderitaan dan kematian Yesus, sehingga manusia dapat menghampiri Allah ke dalam ruang maha kudus setiap saat, tanpa memerlukan Imam Besar yang lain selain Kristus Yesus sendiri. Dengan terkoyaknya trai itu, kita orang percaya telah menjadi imam-imam dan bagian dari suku Lewi dengan "tubuh yang dibasuh dengan air", yang membuat kita orang-orang yang dipanggil khusus dan dikuduskan. Oleh karena itu orang percaya dengan penuh rasa syukur dan penuh keyakinan bahwa dosa-dosa mereka telah diampuni melalui percikan darah dan kematian Tuhan Yesus, dengan mengaku Ia sebagai Penebus dan Juruselamatnya. Bahkan dalam ayat lain dikatakan bahwa tubuh kita adalah bait Allah sendiri yakni tempat Roh Kudus bersemayam dalam memandu hidup kita setiap saat. Inilah yang dimaksudkan merupakan jalan yang baru dan yang hidup (dalam pengertian hidup senantiasa dalam kekekalan sebagai Pengantara – Ibr 7:25) bagi kita melalui tabir yaitu Tuhan Tubuh Yesus sendiri.

Melalui tabir yang terkoyak saat ini kita menurut peraturan Melkisedek mempunyai seorang Imam Besar Agung yakni Tuhan Yesus sebagai kepala Rumah Allah, atau Kepala Gereja dan Umat Allah, dan setiap orang dapat menghampiri-Nya dengan rasa syukur dan penuh keyakinan (Rm 5:2; Ef 3:12; Kol 1:22). Orang percaya dengan penuh syukur senantiasa dapat menghampiri Allah melalui Kristus melalui penyembahan dan doa, di segala tempat dan waktu, tanpa ada keterikatan untuk datang ke Jerusalem atau tempat mistik lainnya, sebab Allah kita adalah Allah Mahahadir. Imam Besar Agung kita yaitu Yesus Kristus juga adalah Allah Mahahadir dan sekaligus bertakhta di sorga, yang membuktikan karya penyelamatan-Nya sudah sempurna. Dan kalau pun kita saat ini memiliki pendeta dan hamba Tuhan sebagai imam, mereka adalah yang dipanggil khusus untuk melaksanakan amanat agung dan tugas-tugas kejemaatan sebagai konsekuensi adanya gereja sebagai tubuh Kristus. Dengan demikian, telah tersedia tempat maha kudus surgawi bagi orang percaya, dan untuk itu diperlukan hamba-hamba Tuhan dalam pelayanan imamat rajani bagi mereka.

 

Ketiga: Menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas (ayat 22-23)

Kita memiliki keistimewaan setelah hidup baru di dalam Kristus. Beberapa keistimewaan tersebut adalah: Pertama, sebagaimana dijelaskan di atas, kita memiliki jalan masuk kepada Allah melalui Kristus dan dapat begitu dekat kepada-Nya tanpa melalui cara yang rumit bertele-tele dan perantaraan manusia lainnya (ayat 22); Kedua, kita dapat bertumbuh dalam iman melalui hubungan yang lebih dalam dengan memanfaatkan kebebasan menghadap Dia (ayat 23). Menghadap dalam hal ini pengertiannya adalah “datang kepada” atau menghampiri. Pertanyaannya, bagaimana caranya kita bisa langsung datang kepada Allah? Kita tidak mungkin datang dengan hati yang penuh kebencian atau motivasi atau kecendrungan yang tidak benar; melainkan kita harus datang dengan hati yang tulus ikhlas dan bersifat pribadi, dengan maksud untuk memuji dan memuliakan Dia. Kita dapat mengukur dan mengetahui motivasi kita benar atau tidak, jika kita menanyakan dengan jujur dan mengevaluasi tujuan kita ketika datang menghadap dan meminta atau menyembah dan berdoa. Dasar kita melakukan evaluasi adalah firman Tuhan (Ibr 4:2) dan ketekunan kita menjaga kehidupan sehari-hari yang berkenan kepada-Nya.

Hal kedua yang dinyatakan adalah perlunya keyakinan iman yang teguh. Iman dalam hal ini adalah keteguhan dan kepastian bahwa kita telah diselamatkan dan adanya jaminan kekal berlandaskan pada korban penebusan Yesus yang sempurna, dan adanya kuasa Roh Kudus yang diam di dalam hati kita. Orang percaya mendapat kehormatan dapat datang dengan penuh keberanian, bebas dari rasa bersalah, tanpa keraguan, dengan keyakinan menyampaikan isi hatinya dan bahwa Ia akan mendengar dan menjawab permohonan kita. Maka dalam hal ini kesungguhan menghampiri Allah dan iman melalui Yesus Kristus menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kepastian ini juga memampukan kita merubah keraguan dan tantangan menjadi peluang untuk memperoleh kasih karunia dan pertolongan yang lebih besar, sehingga hidup kita semakin berkenan dan dipakai oleh Tuhan. Iman adalah percaya dan berpengharapan pada kebaikan Allah melalui Tuhan Yesus dan meggantungkan segala hal pada-Nya (Ibr 4:16; 11:6), dan kesempatan itulah yang harus dimanfaatkan setiap orang dengan percaya dan datang kepada Tuhan Yesus.

Dengan dasar perjanjian baru yang disampaikan tadi, hati dan kesadaran kita juga sudah dibersihkan seluruhnya, dalam hal ini bukan sebagian-sebagian atau bersifat sementara (band. Ibr 9:14). Melalui kesadaran yang sudah dibersihkan, dengan membayangkan "tubuh kita sudah dibersihkan dengan air yang murni" sebagai gambaran diri kita yang dibersihkan, maka kita dapat menghampiri Allah dengan kekudusan. Ini juga sama seperti baptisan sebagai tanda pembersihan tubuh bagian luar, demikianlah Kristus melakukan pembersihan pada sisi dalam hati kita, sebagai pembersihan atas dosa-dosa kita (Kis 22:16). Sekali “tubuh” kita sudah dibersihkan dan dibasuh dengan air yang murni melalui pembaptisan iman percaya, dan hati kita disucikan dan dibersihkan dari yang jahat melalui pengakuan Roh Kudus yang menguasai hati kita, maka kita bebas datang kepada-Nya tanpa perantara. Firman Tuhan nas minggu ini meneguhkan, kita berpegang teguh pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia (band. 1Kor 1:9; Ibr 3:1, 6; 7:19).

 

Keempat: Saling memperhatikan dalam kasih (ayat 24-25)

Dua keistimewaan sebagai buah hidup baru di dalam Kristus telah disampaikan di atas. Ada dua buah tambahan lagi yakni kita dapat menikmati saling dukung dan kasih dari sesama orang percaya (ayat 24); dan terakhir, kita dapat beribadah bersama sesame orang percaya dengan sukacita (ayat 25). Yesus Kristus sebagai Kepala Rumah (Umat) Allah dan Kepala Gereja tidak menghendaki satu pun anak-anaknya yang terhilang. Latar belakang dan perjalanan hidup setiap orang tidaklah sama, demikian pula dengan kesiapan dalam menghadapi tantangan dan pergumulan hidup. Dalam kehidupan ini kita berhadapan dengan pelbagai pencobaan dan perjuangan hidup, bahkan kadang kala dengan ketidakadilan dan penganiayaan. Mereka yang membenci Kekristenan akan terus melakukan upaya-upaya hal itu. Kita juga tidak perlu langsung menghakimi sebab setiap orang mudah jatuh dengan cara yang berbeda. Oleh karena itu juga dalam Doa Bapa Kami kita selalu menaikkan permohonan, jauhkanlah pencobaan dari kami. 

Tetapi itu semua mendorong semangat kita untuk bersekutu dengan sesama orang percaya, berusaha lebih keras lagi untuk dapat bersatu dalam iman dan perbuatan, membangun semakin kuat dalam menghadapi tantangan yang kita hadapi. Dari sisi lain kita juga akan menghadapi ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan pokok iman kita. Maka nas minggu ini mengingatkan bahwa menjauhkan atau menghindari pertemuan-pertemuan ibadah sama saja dengan mengabaikan pentingnya orang Kristen untuk saling menolong. Kita berkumpul untuk berbagi dan saling menguatkan satu sama lain di dalam Tuhan. Kesediaan kita untuk berkumpul dan saling menasihati dan mengajar, mewujudkan kasih dan perbuatan baik terhadap sesama dan orang yang belum percaya membuktikan iman kita hidup dan menyadari kita adalah bagian dari rencana Tuhan dalam membangun kerajaan-Nya yang lebih luas. Dalam kitab Galatia dikatakan, “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Gal 6:2). Dengan hati yang sudah dibersihkan kita seyogiayanya semakin memahami dan peka akan kehendak-Nya, sehingga jangan menafsirkan pertemuan ibadah itu hanya datang pada ibadah hari minggu saja. Melalui persekutuan orang percaya dalam ibadah dan hubungan pribadi yang erat diharapkan adanya sinergi yang lebih baik dalam meninggikan nama Tuhan Yesus.

Setiap orang percaya harus berpegang teguh pada tugas dan pengharapan ini. Kita tidak boleh mudah terombang-ambing oleh berbagai pergumulan yang dapat meruntuhkan iman kita. Keengganan bersekutu dapat menimbulkan iman yang merosot dan memudar. Sebaliknya ketekunan dalam beribadah akan menghasilkan disiplin yang baik. Orang Kristen dipanggil bukan untuk menjadi pribadi yang individual. Allah memberikan gereja untuk tempat kita saling berbagi dan menguatkan. Sikap ini juga harus dikaitkan dengan berpikiran bahwa hari Tuhan akan segera datang, yakni dalam pengertian "kecil" bersifat pribadi atau dalam pengertian besar yakni akhir zaman, meski pada nas ini lebih tepat tentang nubuatan hancurnya kota Yerusalem dan Bait Allah oleh serangan Nero dan Kaisar Titus di tahun 70 M setelah Tuhan Yesus naik ke sorga. Akan tetapi Yesus Kristus tetap akan datang kembali untuk menjemput kita orang-orang yang setia dan menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Ia yang akan menyediakan tempat bagi kita yang setia, dan untuk itulah kita peringati kematian-Nya pada Jumat Agung ini.

 

Penutup

Atas kebaikan dan anugerah Allah di dalam Kristus dosa-dosa kita sudah ditebus dengan kematian-Nya. Penderitaan yang Dia alami melalui jalan menjadi manusia biasa, merubah hal pokok bagi kita dalam menebus setiap dosa dan kesalahan kita. Kita tidak perlu lagi membawa korban persembahan berulang-ulang, karena kita sudah disucikan dengan darah-Nya. Ruang Mahakudus di sorga terbuka bagi kita orang percaya. Kita juga dinyatakan harus dengan berani menghampiri takhta-Nya menyampaikan segala keluh kesah dan penderitaan, bahkan seluruh pengharapan kita. Tidak diperlukan lagi imam lain manusia biasa sebab Ia sudah menjadi Imam Besar Agung kita. Dengan iman yang teguh, kita melangkah di setiap saat dan tempat mengisi kehidupan ini dengan melakukan perbuatan kasih sebagai penggenapan janji-janji sorgawi yang akan kita terima. Mari kita melupakan dosa masa lalu dengan tetap mengikut Yesus dan mengabdikan hidup kita bagi Dia dan melayani-Nya, dengan tetap berpengharapan teguh bahwa Ia akan kembali untuk menjemput kita yang dipilih-Nya. Dengan demikianlah kita memperingati kematian-Nya dan sekaligus menghormati apa yang sudah dilakukan-Nya bagi hidup kita.

Tuhan Yesus memberkati.

 

Khotbah Minggu 5 April 2020 - Minggu Pra Paskah VI – Masa Sengsara

Khotbah Minggu 5 April 2020 - Minggu Pra Paskah VI – Masa Sengsara

 

SEGALA LIDAH MENGAKU: YESUS KRISTUS ADALAH TUHAN

(Flp 2:5-11)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 50:4-9a; Mzmr 31:9-16; Mat 26:14-27:66 atau Mat 27:11-54 (berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)



Nas Flp 2:5-11 selengkapnya dengan judul: Nasehat supaya bersatu dan merendahkan diri seperti Kristus

 

2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. 2:9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, 2:10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, 2:11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!

 

------------------------

 

Pendahuluan

 

Dari beberapa referensi yang ada nas bacaan ini dianggap sebagai kutipan kidung populer di masa awal gereja. Tetapi mungkin juga merupakan kutipan tentang nubuatan seorang hamba yang menderita pada Yes 53, meski penggambarannya tidak lengkap tentang Tuhan Yesus. Firman Tuhan melalui Rasul Paulus mengingatkan orang percaya di Filipi bahwa mereka harus berbeda dengan orang lain yang belum percaya. Beberapa hal telah disampaikan pada ayat 1-4 tentang perlunya mereka sehati sepikir dan mengutamakan kepentingan orang lain. Melalui nas minggu ini kita diberikan beberapa pemikiran pokok lainnya sebagai berikut. 

 

Pertama: Pikiran dan perasaan sesuai Kristus Yesus (ayat 5)

Inkarnasi adalah tindakan pra-keberadaan Anak Allah dengan kerelaan hati menjadi manusia dengan tubuh dan perilaku manusia (band. Yoh 1:1-14; Rm 1:2-5; 2Kor 8:9; 1 Tim 3:16; Ibr 2:14; 1Yoh 1:1-3 tentang penjelasan inkarnasi). Tanpa ”berhenti” sebagai Allah, Anak Allah itu menjadi manusia biasa, yang dinamai dan dipanggil sebagai Yesus. Sebagai manusia biasa, Dia tidak menonjolkan keilahian-Nya, tetapi justru menyampingkan hak untuk dimuliakan dan dihormati sebagai Allah. Di dalam penyerahan-Nya kepada Allah Bapa, Yesus Kristus membuat semua kehidupan-Nya sederhana yakni perihal kuasa dan pelayanan-Nya. Dia hidup sebagai orang Nazaret, kedudukannya disesuaikan menurut tempat, waktu dan berbagai keterbatasan manusiawi lainnya. Justru di dalam kemanusiaan-Nya yang sejati itu, Yesus memperlihatkan kepada kita segala sesuatu tentang sifat-sifat Allah yang dapat difahami dengan istilah dan ungkapan manusia. Hanya yang membuat kemanusiaan-Nya menjadi unik adalah bahwa Ia tidak berdosa dan bebas dari dosa.

Melalui nas yang kita baca beberapa karakter Kristus dinyatakan, seperti:

·         Kristus adalah sama dengan Allah (Yoh 1:1- dab; Kol 1:15-19)

·         Kristus telah ada sejak awal bersama-sama Allah

·         Meski Kristus adalah Allah, Ia menjadi manusia untuk memenuhi kehendak Bapa demi penyelamatan manusia

·         Kristus tidak hanya “nampak” sebagai manusia, tetapi Ia menjadi manusia sejati untuk mengenal dosa-dosa manusia

·         Kristus dengan sukarela menyampingkan hak dan keistimewaan-Nya yang illahi demi untuk kasih kepada Allah Bapa

·         Kristus mati di kayu salib untuk dosa-dosa kita agar kita tidak dihadapkan dengan kematian kekal

·         Allah Bapa memuliakan Kristus sebab Ia setia dan taat sampai mati

·         Allah Bapa membangkitkan Kristus dan mengembalikan-Nya ke kedudukan semula di sebelah kanan Allah Bapa, dan Dia akan berkuasa selama-lamanya sebagai Tuhan dan Hakim

 

Oleh karena itu, bagaimana mungkin kita tidak memuji dan memuliakan Dia sebagai Tuhan? Namun kenyataannya, manusia lebih sering mementingkan diri sendiri, merasa bangga dan terus berbuat jahat dengan justifikasi merasa diri benar bahwa itu adalah haknya. Mereka bisa bebas nyontek demi kelulusan, mereka bisa bebas menggunakan uangnya sebab merasa telah berjerih payah untuk itu, bahkan manusia ada yang merasa bisa melakukan aborsi sebab merasa mereka sendiri yang memiliki tubuhnya. Namun perlu diingat, sebagai orang percaya, kita harus bersikap berbeda, menyampingkan segala hak dan keistimewaan terlebih untuk kepentingan orang lain. Betul bahwa kita berhak atas penghasilan kita dan kita sudah bekerja keras untuk itu, akan tetapi kita juga perlu memahami bahwa kita memiliki tanggungjawab terhadap mereka yang berkekurangan, tanggungjawab untuk mengabarkan Injil, dan tanggungjawab untuk memuji dan memuliakan Tuhan dengan harta kita (Ams 3:9). Kalau kita mengatakan bahwa kita mengikut Yesus, maka kita juga harus berusaha hidup seperti Dia dan menyerahkan diri dalam pelayanan bagi-Nya. Inilah yang dimaksud dengan berperasaan dan berpikiran seperti Kristus yang harus dimiliki oleh orang percaya.

 

Kedua: kesetaraan dan pengosongan diri (ayat 6-7)

Dalam nas kalimat disebutkan, Kristus "tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan", maksudnya adalah kedudukan itu tidak dianggap-Nya sebagai harga yang harus dipertahankan untuk kepentingan diri-Nya sendiri. Ia melepaskan keistimewaan dan kemuliaan-Nya di sorga agar manusia yang sudah tersesat jauh dapat diselamatkan. Ia juga tidak merasa perlu bahwa Ia terus berusaha menjadi sama dengan Allah dalam misi-Nya ke dunia ini. Kesetaraan adalah hal yang nonsense, dan yang utama bagi Yesus adalah manusia dapat diselamatkan. Yesus meninggalkan takhta kedudukan yang mulia di sorga dan mengambil tempat hina sebagai hamba yang menderita, serta taat sampai mati untuk kepentingan orang lain.

Ia juga disebut mengosongkan diri sebab sepanjang masa pelayanan-Nya tiga setengah tahun di dunia, Dia yang sekalipun adalah Allah sejati rela berkorban menjadi manusia dengan segala kelemahannya, dalam pengertian memiliki rasa sakit, lapar, haus, sedih dan lainnya. Pengosongan diri adalah melepas kehebatan dan keistimewaan dengan segala atribut dan predikat yang sebenarnya dimiliki. Pengosongan diri sama seperti kalau kita orang dewasa berbicara kepada anak kecil, maka pola pikir dan sikap kita haruslah seperti anak kecil, agar kita mudah dimengerti dan diikuti. Kalau kita mempertahankan status dan predikat kita sebagai orang dewasa dan menempatkan diri lebih pintar, maka komunikasi tidak akan berjalan baik. Inilah yang dimaksud dengan pengosongan diri. Bahkan pengosongan diri Yesus tidak sekadar secara sukarela melepas hak istimewa ilahi-Nya, tetapi juga kesediaan menderita, menerima perlakuan buruk, kebencian, siksaan, bahkan kematian terkutuk di kayu salib.

Tuhan Yesus dengan rendah hati bersedia sebagai hamba dengan melepas keistimewaan-Nya demi untuk menuruti kehendak Bapa dan penyelamatan manusia. Sebagaimana Kristus, kita juga harus memiliki sikap dan sifat seorang hamba, seorang pelayan, melayani penuh kasih kepada Bapa dan juga kepada sesama, bukan karena rasa bersalah atau perasaan bersalah. Perlu kita ingat, yang menentukan sikap dan sifat kita adalah diri kita sendiri. Kita dapat menjalani kehidupan ini dengan berkeras meminta dilayani dan dipuja-puji dihormati; atau kita mencari kesempatan untuk bisa melayani orang lain (band. Mrk 10:45 tentang sifat-sifat melayani). Inilah sebetulnya yang dimaksudkan nas minggu ini yakni melalui pesan bagi orang percaya di Filipi, agar mereka jangan terus menyombongkan diri sebagai orang Romawi dan tidak mau melayani. Pertanyaannya, apakah perasaan mementingkan diri sendiri itu kita hendak lekatkan terus pada hak-hak pribadi, atau semestinya kita perlu melayani orang lain? Kita diminta mengembangkan sikap dan kerendahan hati untuk melayani, meski kadang upaya dan kerja kita itu tidak mendapat pengakuan dari orang lain. Tapi Allah mengetahui semua itu.

 

Ketiga: merendahkan diri untuk ditinggikan (ayat 8-9)

 

Dengan Allah menjadi manusia, itu bukan penyangkalan atau mengurangi Keilahian-Nya. Demikian juga Yesus, Ia tidak berhenti menjadi Tuhan ketika menjadi manusia. Penjelmaan lebih dimaksudkan kepada sisi kemanusiaannya yang ditampilkan. Alkitab juga mengungkapkan bahwa Yesus selama di dunia tidak pernah menyangkal keilahian-Nya. Ia berulang kali dalam berbagai kesempatan menyatakan dirinya sebagai Tuhan (Mat 16:16-17; Yoh 6:68-69; 8:58; 10:30). Ia sadar memiliki dua hakikat ilahi dan manusiawi yang menyatu dalam satu pribadi: Allah sejati dan manusia sejati. Yesus sebagai Adam terakhir yang berasal dari sorga (1Kor 15:47), merendahkan diri-Nya di dalam ketaatan menerima peran hamba. Sebagai manusia, Yesus dapat berinkarnasi dalam wujud “Raja” atau hal yang kemilau dan kegemilangan yang memancarkan kedahsyatan dan perasaan kekaguman. Akan tetapi Ia tetap taat sebagaimana Allah Bapa menempatkan perjalanan hidup-Nya: sebagai orang miskin yang menderita dan pesan itu yang disampaikan agar kita juga taat kepada tuan kita di dunia ini (Kol 3:22; band. Yes 52:13 dab).

Dalam sistim hukum Romawi, hukuman mati dengan penyaliban adalah hukuman berat yang diberikan kepada penjahat besar. Hukuman ini sangat menyakitkan secara fisik dan juga direndahkan secara manusia, sebab mereka harus dipaku di tangan dan kakinya di kayu salib dan dibiarkan mati perlahan-lahan. Apabila dianggap matinya kelamaan, maka dilakukan penusukan dan kemudian dicek sambil mematahkan kakinya, dengan maksud apakah masih ada reaksi atau tidak. Bagi mereka yang masih sehat tatkala disalibkan, kematian dapat berlangsung beberapa hari menunggu mati lemas, terlebih memikul berat badan dan kesulitan bernafas. Yesus sendiri karena melalui penyiksaan sebelum disalib, maka kematian-Nya menjadi lebih cepat terlebih dengan tusukan di lambung. Sungguh penderitaan yang berat. Yesus disiksa dan mati di kayu salib sebagai orang yang terkutuk (Gal 3:13). Sungguh mengherankan bagaimana Anak Allah yang tidak berdosa harus mati dengan cara seperti itu, untuk menyelamatkan kita dari penghukuman yang kekal.

Inilah yang menjadi teladan bagi kita dalam kehidupan sehari-hari. Adanya kecendrungan manusia untuk lebih senang dipuja-puji dan menyombongkan diri haruslah dibuang dan dihindari. Alkitab menceritakan bagaimana manusia ingin membangun menara Babel. Membangun menara adalah hal yang baik, manusia memiliki kemampuan itu adalah hal yang positip, tapi yang salah adalah motivasi dan tujuan membangun menara tinggi itu yakni kesombongan, terlebih untuk dapat bersaing dengan Tuhan. Mereka yang menyukai kesombongan seperti itu akan tiba saatnya mereka direndahkan dan dihukum. Mereka yang meninggikan diri akan direndahkan dan mereka yang merendahkan dirinya akan ditinggikan (Mat 23:12; Luk 14:11). Yesus telah merendahkan diri-Nya dalam pelayanan-Nya di bumi, dan Allah kemudian meninggikan Yesus dengan mendudukan-Nya di sebelah kanan-Nya. Semangat Kristus melayani dan bukan dilayani, maka demikianlah juga kita, menggelorakan semangat melayani dan bukan dilayani, sehingga kita tidak direndahkan melainkan ditinggikan oleh Bapa di sorga.

 

Keempat: Yesus Kristus adalah Tuhan (ayat 10-11)

Ada beberapa cara membuktikan ke-Allah-an Tuhan Yesus, dalam arti Ia berasal dari Allah dan memiliki kuasa yang sama dengan Allah. Hal ini dimulai dari banyaknya nubuatan pada kitab perjanjian lama yang "match" dengan Pribadinya, sampai kepada peristiwa pra kelahiran melalui kandungan Maria dan kuasa Roh Kudus, kemudian peristiwa kelahiran yang mengagumkan, perkembangan pribadi, hingga pelayanan yang dilakukan selama tiga setengah tahun yang penuh dengan kuasa dan mukjizat. Demikian pula cara mati Yesus, peristiwa pasca kematian, pelayanan setelah kebangkitan dan bahkan kenaikan ke sorga yang disaksikan banyak orang, membuat semua itu tanpa keaguan Yesus adalah dari Allah, Anak Allah dan memiliki kuasa yang sama dengan Allah. Pasca kenaikan yang begitu dahsyat dalam sejarah gereja, mulai dari kebangkitan para rasul, ketekunan dan kegigihan bapak-bapak gereja dan kaum missionaris, sehingga pengikut Yesus adalah umat terbesar di dunia.                         

Perjalanan dan bukti yang demikian kuat itulah yang membuat Allah Bapa mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, dalam arti dengan pengikut terbesar umat beragama yang hampir mencapai 3 milyar (agama kedua terbesar adalah Islam dan ketiga Hindu), tidak ada nama lain yang lebih dikenal oleh banyak orang dari pada nama Yesus di muka bumi ini. Pada akhir zaman nanti sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab (Kis 10:42), Yesus juga akan dilihat dan diakui semua orang sebagai Hakim dan berkuasa atas semua manusia, termasuk mereka yang dihukum dan tidak diselamatkan, dan kitab suci agama lain juga mengakui akan peran Yesus dalam masa penghakiman. Oleh karena itu, benarlah dalam nas ini dikatakan, “supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi.” Pengertian di bawah bumi sendiri merupakan penafsiran dunia orang mati pada saat itu (band Kis 5:3, 13).

Semua orang yang telah mendengar kisah dan firman-Nya, dapat memilih untuk tidak mengakui bahwa Dia adalah Tuhan dan Juruselamat manusia. Pengakuan itu sendiri merupakan hal pokok dalam iman Kristen bahwa Yesus adalah Tuhan dan Ia adalah Juruselamat setiap orang percaya (Rm 10:9; 1Kor 12:3; Kol 2:6). Jadi Ia bukan sekedar Rasul, Nabi atau Guru sebagaimana panggilan lainnya dalam Alkitab.  Akan tetapi semua yang sudah mengaku percaya perlu bertindak dengan komitmen untuk mengasihi-Nya. Semua orang percaya memiliki prinsip hidup yang nyata dengan penuh tanggungjawab, sebagai bagian dari gereja untuk memberdayakan setiap orang dan memakai setiap kesempatan untuk meninggikan nama-Nya, yang pasti akan menyenangkan hati Bapa, sehingga semakin banyak dibumi ini yang diselamatkan dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!

 

Penutup

Melalui bacaan minggu ini kembali kita diingatkan pentingnya orang percaya untuk memiliki perasaan dan pikiran yang sama dengan Kristus, dalam arti kata menjadi serupa dengan Dia (Flp 3:10). Dalam nas ini ditekankan tentang bagaimana kita dalam sikap pergaulan keseharian harus bisa mengabaikan kesetaraan dan berusaha mengosongkan diri sebagai wujud kerendahan hati demi untuk tercapainya maksud tujuan pemberi tugas. Mereka yang merendahkan diri pasti akan ditinggikan pada akhirnya, bukan saja di dunia ini melainkan juga di sorga. Sebaliknya mereka yang merasa selalu ingin ditinggikan akan direndahkan dan dipermalukan bahkan mendapat penghukuman. Bagi kita orang percaya tujuan dari pada semua itu adalah agar sebagai pengikut Kristus, melalui kehidupan kita, semua orang dapat melihat hidup Yesus di dalam diri kita, sehingga mereka ikut dan memuji dan memuliakan Yesus, dan semua lidah akan mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan.

Tuhan Yesus memberkati.

 

 

KABAR DARI BUKIT (5 April 2020)

KABAR DARI BUKIT (5 April 2020)

 

Sengsara dan Kemenangan

 

Hari ini minggu terakhir Pra Paskah, disebut Minggu Palma sekaligus Minggu Sengsara. Nas bacaan bila dari Injil Sinoptik biasanya tentang pra pengadilan Tuhan Yesus oleh Mahkamah Agama dan Pilatus. Minggu ini pun kita membaca dari Mat 26:14-75 yang terdiri dari rangkaian kisah berikut:

-           Yudas mengkhianati Yesus (ayat 14-16);

-           Yesus makan Paskah dengan murid-muridNya (ayat 17-25);

-           penetapan perjamuan malam (ayat 26-29);

-           Petrus menyangkal Yesus (ayat 30-35);

-           di taman Getsemani (ayat 36-46);

-           Yesus ditangkap (ayat 47-56);

-           Yesus di hadapan Mahkamah Agama (ayat 57-68); dan

-           Petrus menyangkal Yesus (ayat 69-75).

 

Dari kisah-kisah di atas kita melihat tiga hal besar. Pertama tentang kelemahan manusia. Yudas dengan tega hati "menjual" Tuhan Yesus demi uang, meski ia akhirnya menyesalinya, tetapi sayangnya bunuh diri dengan tragis. Petrus salah satu murid yang dikasihi Yesus, juga akhirnya kalah. Oleh karena rasa takutnya dan ingin menyelamatkan dirinya dari hukuman dan siksaan, Petrus menyangkal dirinya sebagai murid Yesus. Hal baiknya, Petrus menyesalinya, bertobat dan kembali menjadi murid kesayangan Tuhan Yesus, dipakai sebagai salah satu rasul yang menuliskan wahyu-Nya kepada kita.

 

Petrus sebenarnya kuat imannya, teguh dalam prinsip, seorang pemberani yang memotong kuping serdadu (ayat 51). Ia semula berkata kepada Yesus: “Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak” (ayat 33)…. “Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau” (ayat 35). Tampak hebat. Tetapi sikap sesumbar dan mengandalkan kemampuan diri (terlebih bila disertai sikap emosional dan untuk mencari muka), maka iblis akan mudah mengincarnya. Tuhan kadang membiarkan hal itu terjadi. Tetapi yang penting, bila terjadi, kita menyesalinya dan berubah total menjadi manusia baru. Mereka yang terantuk dua kali oleh batu yang sama, ia sama dengan keledai kebodohannya. Itu kata pepatah. Pesan-Nya pun bagi kita: “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah” (ayat 41).

 

Hal kedua dari kisah tersebut adalah menampakkan kasih Tuhan Yesus yang begitu besar kepada murid-murid-Nya dan kepada kita semua orang percaya. Sebagai manusia sejati, Ia berdoa dalam rasa takut, memohon cawan penderitaan yang akan terjadi itu berlalu dari-Nya. Akan tetapi Ia teguh menyelesaikan misi-Nya dengan tuntas. Ia kemudian mempersiapkan bagi kita ritual abadi yakni perjamuan kudus, untuk mengingat dan merayakan kebaikan Tuhan Yesus bagi kita. Inilah sukacita abadi kita, karena tubuh dan darah-Nya tetap menyatu dalam tubuh dan roh kita, sehingga hidup kita terus dimampukan melalui segala pergumulan hidup dan selalu dalam pimpinan Roh Tuhan.

 

Hal ketiga, Tuhan Yesus mempersiapkan diri-Nya menjadi pemenang. Meski Ia dihina dan dilecehkan, bahkan diludahi muka-Nya, ditinju dan dipukul, Ia tetap mengalah (ayat 67). Para pemimpin agama pun mencari kesaksian palsu agar Dia dapat dihukum mati. Tetapi Tuhan Yesus mengalah. Kita jadi ingat Abraham mengalah terhadap Lot dan Daud mengalah terhadap Saul (Kej. 13:7-11; 1Sam. 24). Mereka yang mengalah akan menjadi pemenang. Inilah pelajaran hidup bagi kita. Ia taat sampai mati. Ia menang dan sebagai penebus bagi kita orang berdosa, agar kita yang taat akan diselamatkan, tidak saja melalui badai Covid ini, tetapi hingga kelak ke dalam kehidupan kekal. Terpujilah Dia yang disalibkan. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah di rumah. Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

 

Pdt.(Em.) Ramles M. Silalahi

KABAR DARI BUKIT (29 Maret 2020)

KABAR DARI BUKIT (29 Maret 2020)

 

Pengendali Hidup

 

Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: “Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan” (Yoh 11:4).

 

Firman Tuhan hari ini Minggu V Pra Paskah, Yoh 11:1-44, kembali diberikan bagi kita nas yang panjang, tentang kebangkitan Lazarus dari kematian. Lazarus adalah adik Maria dan Marta, perempuan yang pernah meminyaki kaki Tuhan Yesus dengan minyak mur dan menyekanya dengan rambutnya (ayat 2, Luk. 10:38-42). Semula mereka berdua mengirim pesan kepada Tuhan Yesus tentang saudaranya Lazarus yang sakit, memohon agar Dia datang menyembuhkannya. Tetapi Yesus menunda kedatanganNya, bahkan sempat menyatakan Lazarus sudah mati, yang ditafsirkan murid-muridNya sebagai tertidur (dalam bahasa Yunani, kata tidur dan mati kadang sama dipakainya).

 

Yesus kemudian datang setelah Lazarus mati empat hari (ayat 17). Maria yang menyambut Yesus di luar rumah, menyatakan saudaranya itu telah mati dan sudah dikuburkan dan berbau. Marta pun berkata kepada Yesus: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati" (ayat 21). Tetapi Yesus berkata kepada Marta: “Saudaramu akan bangkit.... Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati" (ayat 23, 25).

 

Sebagai orang Yahudi (terkecuali orang Saduki), Marta percaya tentang kebangkitan orang mati di akhir zaman. Tetapi yang dimaksud oleh Tuhan Yesus adalah kebangkitan Lazarus pada saat itu. Ia pun menyuruh orang mengangkat batu penutup kuburan Lazarus, menengadah ke atas meminta kepada Bapa-Nya. Mukiizat terjadi, Lazarus bangkit dari kematiannya dengan kaki tangannya masih terikat kain kafan. Dan Yesus berkata kepada mereka: “Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi” (ayat 44).

 

Nas minggu ini mengajarkan kepada kita banyak hal, terutama di tengah badai wabah virus Corona-19 yang melanda kita dan dunia saat ini. Pertama, Tuhan Yesus adalah pengendali hidup kita. Ia berkuasa atas hidup dan matinya manusia. Ia berkuasa atas maut dan kematian. Untuk ini berserah adalah kata kuncinya. Kedua, semua hal yang dialami orang-orang percaya ada dalam kendali-Nya. Untuk itu kita perlu lebih mengenal Dia dengan segala rencana dan karya-Nya. Maka kuncinya, "Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu" (Yak. 4:8a).

 

Ketiga, kita juga diajar untuk berhikmat, sebagaimana Tuhan Yesus mengatakan kepada murid-muridNya: "Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk,... Tetapi jikalau seorang berjalan pada malam hari, kakinya terantuk, karena terang tidak ada di dalam dirinya” (ayat 9-10). Melawan badai virus Corona ini tidak mudah, harus disiplin bersama, dan bagus menghindar; juga tidak diperhadapkan dengan iman yang seolah menguji Tuhan. Kita juga tidak perlu terlalu paranoid, atau berlebihan menanggapinya. Tuhan Yesus tidak membangkitkan tubuh orang mati saja, tetapi juga rohani kita untuk bangkit (ayat 26). Terakhir, bahwa di dalam setiap kejadian dan peristiwa, termasuk melalui badai virus ini, kita diminta untuk melihat, mencari dan menggumuli rencana Tuhan berkarya demi kemuliaan nama-Nya. Semoga Tuhan mengasihi kita dan badai ini cepat berlalu. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

 

Khotbah lainnya bagian leksionari hari Minggu ini: Hidup Oleh Roh (Rm. 8:6-11) silahkan mengklik website www.kabardaribukit.org.

 

Pdt.(Em.) Ramles M. Silalahi

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 460 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7410643
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
53758
61324
163409
7204198
445505
1386923
7410643

IP Anda: 162.158.189.138
2024-11-21 22:05

Login Form