Thursday, November 21, 2024

2020

Khotbah Minggu 7 Juni 2020 Minggu TRINITAS - Minggu I Setelah Pentakosta

 

Khotbah Minggu 7 Juni 2020 

Minggu TRINITAS - Minggu I Setelah Pentakosta

 

PRIBADI SEMPURNA DAN HIDUP DAMAI SEJAHTERA

(2Kor 13:11-13)

 

Bacaan lainnya: Kej 1:1-2:4a; Mzm 8; Mat 28:16-20

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

 

Nas 2Kor 13:11-13 selengkapnya dengan judul: Salam

13:11 Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu! 13:12 Berilah salam seorang kepada yang lain dengan cium yang kudus. Salam dari semua orang kudus kepada kamu. 13:13 Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian

 

Pendahuluan

Nas minggu ini merupakan akhir dari surat Paulus kepada jemaat di Korintus berisi perintah, salam dan berkat. Ada 5 perintah Allah disampaikan dalam nas ini, yakni: (1) bersukacitalah; (2) usahakan dirimu sempurna; (3) terimalah nasihat; (4) sehati sepikirlah; (5) hiduplah dalam damai sejahtera. Maksud dari semua ini adalah agar jemaat selalu menjaga kesatuan di antara mereka sambil terus menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sebagaimana diuraikan pada pasal-pasal sebelumnya. Dalam surat ini juga Rasul Paulus mengatakan rencana kunjungannya untuk mengetahui perkembangan jemaat. Dari bacaan minggu ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut.

Pertama: Bersukacita dan usahakanlah dirimu supaya sempurna (ayat 11a)

Bagaikan seorang ayah yang ingin anaknya bertumbuh menjadi dewasa, demikian pesan Allah melalui Rasul Paulus kepada jemaat Korintus dan kita semua agar menjadi orang percaya yang dewasa. Di tengah-tengah pergumulan yang dialami oleh jemaat Korintus sebagaimana diuraikan dalam pasal-pasal sebelumnya, firman Tuhan mengatakan tetaplah bersukacita. Demikian pula dalam menghadapi persoalan dan pergumulan hidup sehari-hari, kita juga harus tetap dalam sikap bersyukur dan bersukacita, dalam arti bersukacita dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan dan bertekun dalam doa (Rm. 12:12). Bersukacita dalam pengharapan berarti kita mengimani Allah akan memberikan pertolongan dalam melewati pergumulan itu dengan kemenangan. Kita juga diminta agar dalam situasi kesesakan yang kita alami, kita tetap sabar terhadap diri sendiri dan juga sabar pada pertolongan Allah. Sikap itu akan saling mendukung ketika kita tambahkan bertekun dalam doa, sebab doa kepada Allah yang hidup membuat kita terus terhubung dan kuasa-Nya akan mengalir dalam kehidupan kita dan memampukan kita melewati semuanya dengan baik.

Perintah kedua adalah agar jemaat Korintus mengusahakan diri mereka menjadi sempurna (katartizo yang lebih berarti memulihkan kepada keadaan semula). Untuk melihat apakah sempurna, sebagaimana ayat-ayat sebelum nas ini, tiap orang perlu menguji diri sendiri, menyelidiki, apakah kita tetap teguh di dalam iman, apakah kita benar-benar tetap sebagai orang Kristen sejati. Sebagaimana melakukan pemeriksaan umum tubuh fisik (general check up) di rumah sakit/klinik, Rasul Paulus meminta untuk memeriksa kerohanian kita. Kita harus mencari pertumbuhan kehadiran Kristus dan kuasa-Nya di dalam kehidupan kita, sehingga dengan begitu kita tahu bahwa kita adalah seorang Kristen sejati dan bukan penipu. Ada prinsip, jika kita tidak mengambil langkah bertumbuh lebih dekat kepada-Nya, berarti kita menarik diri lebih jauh dari-Nya, sebab iblis dan si jahat terus bekerja. Kalau tidak maju, itu sama dengan mundur, meski kadang perlu kontemplasi. Pergumulan dan permasalahan jangan membuat kita kalah atau menurun. Rasul Paulus menyebut pesan Allah sesuai pengalaman hidupnya, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna (2Kor. 12:9). Sebelum nas bacaan kita minggu ini, firman Tuhan juga mengatakan, “Sebab kami bersukacita, apabila kami lemah dan kamu kuat. Dan inilah yang kami doakan, yaitu supaya kamu menjadi sempurna” (2Kor. 13:9).

Menjadi sempurna adalah tantangan orang percaya. Jangan menaruh target terlalu rendah. Menjadi sempurna berarti menjadi serupa dengan Kristus. Sebagaimana kerinduan Rasul Paulus dinyatakan dengan kalimat, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya” (Flp. 3:10). Kita tidak mungkin tidak berdosa sebab semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Manusia harus sekuat tenaga dan upaya untuk menjauhkan diri dari dosa dan berusaha hidup seturut dengan firman-Nya. Tujuan semua itu adalah agar serupa dengan Kristus dan menjadi sempurna seperti firman-Nya, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm. 12:2). Lagu NKB 138 mengumandangkan, “Makin serupa Yesus, Tuhanku, inilah sungguh kerinduanku; Makin bersabar, lembut dan merendah, makin setia dan rajin bekerja.” Keadaan sempurna hanya terjadi ketika kita di dalam Kristus dan pengampunan-Nya, sehingga tatkala kita dalam ujian dan pergumulan tidak taat dan jatuh serta mengabaikan firman-Nya, maka pengudusan kembali berlangsung melalui pengampunan dalam kasih anugerah-Nya. Tujuan semua ini adalah agar ketika kita mempersiapkan diri menyambut kedatangan-Nya, kita tidak bercatat dalam kuasa Roh Kudus, yang membawa sukacita besar bagi kita (band. 2Ptr. 2:1-13). Namun oleh kasih karunia kita telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus (Rm. 3:24).

Kedua: Terimalah nasihat dan sehati sepikir (ayat 11b)

Perintah ketiga dalam nas ini adalah agar jemaat Korintus dan juga kita menerima nasihat (parakaleo), khususnya yang bersumber dari firman dan Roh Kudus. Para rasul dipakai oleh Allah untuk menguatkan orang percaya dan bukan untuk menjatuhkan. Firman Tuhan memberi kita nasihat yang perlu setiap hari. Persekutuan dan teman-teman seiman adalah tempat Roh Kudus bekerja. Tidak ada ruang dalam persekutuan untuk melemahkan sesama rekan seiman. Kita perlu memperhatikan dan menguatkan teman-teman yang membutuhkan. Kita juga perlu membuka diri atas pikiran orang lain. Mendengar berarti membuat kita diam dan berkontemplasi. Seseorang pemberi nasihat tidak harus lebih “pintar” dari yang diberi nasihat. Ada hal-hal tertentu dan sudut pandang yang dimiliki seseorang yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Seorang juara dunia dalam bidang apapun perlu nasihat dari pelatihnya, sehingga dalam hal ini nasihat penting dalam membuka wawasan dan metode berpikir. Apalagi nasihatnya bersumber dari firman Tuhan, jelas sangat efektif, sehingga paling tidak seperti dikatakan firman agar “kamu melakukannya lebih bersungguh-sungguh” (1Tes. 4:1). Maka jangan ragu memberi nasihat sebagaimana Rasul Paulus. Lihat siapa teman kita yang membutuhkan. Itu adalah tugas panggilan dan jangan malah membicarakannya dengan orang lain kemudian menjadi gossip. Karena itu kita perlu melayani sesama untuk saling menguatkan dan terus berbagi tentang Injil. Tujuan kita tidak semata-mata hanya membuat orang lain menjadi percaya, tetapi melihat bagaimana iman mereka bertumbuh menjadi dewasa.

Perintah keempat adalah agar jemaat Korintus sehati sepikir dalam menghadapi permasalahan yang ada (band. Rm. 12:16; 15:5; Flp. 2:2; 4:2). Rasul Paulus mengingatkan bahwa orang-orang di Korintus harus menghadapi permasalahan mereka sendiri, dalam tindakan, perilaku dan situasi mereka, serta kecocokan dengan pesan Injil. Memang perlu kita sadari, ketika standar dan kualitas jemaat yang diminta tidak ada, maka suatu saat permasalahan pasti muncul kembali. Itu bagaikan api dalam sekam. Ancaman akan datang kembali kepada gereja kalau hanya dengan memoles-moles masalah, konflik dan kesulitan yang mereka hadapi tidak diselesaikan tuntas. Gereja tidak boleh dibentuk dan hadir dari proses kegagalan, kelalaian, penolakan, tersembunyi atau kepahitan. Gereja yang sehati sepikir adalah produk ikutan dari kerja keras dalam kebersamaan memecahkan masalah. Pesan Allah kepada jemaat Kristus memang seperti godam yang memukul keras kesulitan mereka, demikian pula kita harus menerapkan prinsip-prinsip firman Allah dalam persekutuan jemaat dan bukan sekedar pendengarnya.

Rasul Paulus memberi teladan dengan berusaha ikut dalam persoalan yang dihadapi jemaat Korintus, meski ia dapat menolak terlibat sampai mereka dapat menyelesaikan masalah perpecahan tersebut. Akan tetapi kasihnya yang besar berdasar pada kasih Kristus, tidak dapat membiarkan jemaat itu bergumul sendirian. Kasih wujudnya adalah kepedulian yang berarti kita harus menghadapi situasi sekitar yang nyata. Kemampuan dan pendekatan pribadi dibutuhkan dalam membebaskan orang-orang yang terbeban, apalagi sudah terjerat di dalam dosa. Memang kadang ada pendekatan yang salah yang membuat hubungan malah tambah buruk dan bukannya memulihkan. Rasul Paulus mengutarakan hal itu dengan tidak mengutamakan jabatan kerasulannya. Kita dapat menggunakan otoritas, perintah, atau ketentuan aturan hukum, organisasi, adat-istiadat atau lainnya untuk menegur atau menghukum mereka yang terlibat masalah, atau pilihan buruk menghindar dengan alasan itu adalah urusan mereka. Atau, lebih buruk lagi, kita menjauh dengan membuat gossip dan mengarahkan pembicaraan agar pendengar membenci mereka. Tetapi Rasul Paulus melakukan upaya membangun hubungan dengan pendekatan yang baik dan benar: berbagi, dialog dan peduli. Ini memang pendekatan yang sulit yang menguras energi secara emosional, tetapi itu adalah pendekatan yang terbaik terhadap orang lain, dan hanya dengan demikian cara Kristiani yang efektif untuk berhubungan dengan dosa-dosa dan kelemahan orang lain.

 

Ketiga: Hiduplah dalam damai sejahtera dengan salam dan cium kudus (ayat 11b-12)

Perintah kelima adalah agar mereka hidup dalam damai sejahtera (Yun: eireneuo yang lebih berarti memelihara damai sejahtera - band. Mrk. 9:50; Rm. 12:18; 1Tes. 5:13). Pertentangan di antara jemaat membuat mereka tidak lagi bersukacita, penuh dengan iri hati, egoisme, kesombongan dan permusuhan. Tidak ada lagi damai sejahtera di dalam hati jemaat dan persekutuan mereka. Namun mereka tidak dapat lari dari persoalan itu. Memang, dibandingkan dengan lari dari persoalan dan membuat masalah tidak selesai dan menunda terus menghantui, lebih baik kita menghadapi dan menyelesaikan masalah yang ada. Kunci dari pemecahan masalah itu hanya satu, yakni dengan iman bahwa masalah bisa diselesaikan dengan pertolongan Tuhan (Flp. 4:13). Kita bisa mengambil contoh hal yang dilakukan oleh Musa saat ia dipanggil memimpin umat Allah keluar dari Mesir. Di dalam Ibr. 11:24-27 dijelaskan bahwa dengan iman Musa menolak disebut anak puteri Firaun, artinya Musa mengenali dirinya sendiri dan kedudukannya (ayat 24). Kemudian ia bersedia menerima tanggungjawab yang dibebankan kepadanya, meski harus sengsara dan meninggalkan kesenangan (ayat 25); dalam hal itu ia melihat prioritas Kristus sebagai kekayaan yang lebih utama (ayat 26); dan akhirnya ia memutuskan mengambil tugas panggilan Tuhan: meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Semua itu hanya oleh karena iman dan ia menjadi pemenang yang menghasilkan damai sejahtera. Oleh karena itu dikatakan dalam nas ini bahwa sumber kasih dan damai sejahtera itu adalah Allah. Allah memberikan kepada kita sebuah situasi dan kondisi yang memungkinkan kita masuk ke dalam damai sejahtera itu dengan caranya yang unik.

Hidup dalam damai sejahtera hanya ada di dalam Yesus, sebagaimana dikatakan-Nya: Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku (Yoh. 16:33a). Kalau hanya dengan usaha atau buatan manusia, damai sejahtera hanya dapat diperoleh bersifat sementara. Damai sejahtera dari Allah kita bisa peroleh saat sudah menerima dan masuk ke dalam Kerajaan Sorga dari Tuhan Yesus (Markus, Lukas dan Yohanes memakai istilah Kerajaan Allah), sebab damai sejahtera itu hanya ada di dalam kerajaan itu. Kerajaan sorga yang penuh damai sejahtera itu juga sudah ada saat ini, bukan berarti kita harus menunggu Kerajaan Sorga itu itu digenapi penuh di kemudian hari, melainkan menjadikan kerajaan sorga itu hadir saat ini di dalam diri setiap orang percaya. Tuhan Yesus berkata, "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu" (Luk. 17:20b-21). Siapa yang sudah menempatkan Yesus sebagai Raja dan bersemayam di dalam hidupnya, dan menempatkan Kerajaan Kristus itu sudah hadir dalam kesehariannya, maka sesungguhnya ia akan memiliki damai sejahtera. Alkitab menegaskan, “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rm. 14:17).

Hidup dalam damai sejahtera perlu diperlihatkan dalam hubungan sehari-hari, oleh karena itu Rasul Paulus menyatakan perlunya jemaat Korintus untuk saling mendukung dengan memberi salam dengan cium kudus. Dalam Perjanjian Baru frasa cium kudus muncul sebanyak 5 kali (Rm. 16:16; 1 Kor. 16:20; 2Kor. 13:12; 1 Tes. 5:26; dan 1 Ptr. 5:14). Menurut Deky Nggadas (lihat http://dekynggadas.wordpress.com), pemberian salam dengan ciuman kudus sampai pada masa Perjanjian Baru sudah memiliki akar sejarah yang cukup panjang. Ada beberapa jenis ciuman yang dijelaskan: Pertama, ciuman antar kerabat atau famili (Kej. 29:11; 33:4; band. Kel. 4:27; 18:7); Kedua, ciuman sebagai tanda penghormatan terhadap status seseorang yang dianggap lebih tinggi (1Sam. 10:1; band. Luk. 7:38, 45; 22:47; Kis. 20:37), dan biasanya pemberian salam penghormatan ini dilakukan pada leher, tangan, mata, dan atau bagian-bagian tubuh yang lain. Ketiga, ciuman dalam konteks keagamaan.  Dalam konteks agama-agama misteri, pemberian ciuman memiliki signifikansi kultis, yakni sebagai simbol penghormatan terhadap para dewa (Ayb. 31:27; 1Raj. 19:18; Hos. 13:2). Keempat, ciuman sebagai ekspresi cinta dan birahi (Kid. 1:2; Ams. 7:13). Meski begitu, ciuman dalam lingkungan kekristenan mula-mula lebih bernuansa teologis ketimbang sosial dan tidak pernah dimaksudkan sebagai tindakan erotis. Dalam cium kudus, ada makna kesatuan, penerimaan, pengampunan, kesetaraan, dan kasih persaudaraan di antara sesama anggota jemaat di dalam Kristus. Memang ada hal penting yang perlu disampaikan bahwa di kemudian hari praktik ini menimbulkan penyimpangan dalam jemaat. Hal ini terindikasi dari kecaman Bapak-bapak Gereja terhadap penyalahgunaan cium kudus dalam ibadah sebagai kesempatan untuk meluapkan birahi. Praktik menyimpang ini juga terlihat dilakukan sekitar akhir tahun 1970-an oleh para penganut Children of God yang sempat masuk ke Indonesia.

Keempat: Kasih dari Allah Tritunggal (ayat 13)

Sebelum menutup suratnya Rasul Paulus memberi salam dari seluruh orang kudus pada jemaat Korintus. Kemudian ia memberi berkat dari Tiga Wujud Allah Tritunggal: Allah Bapa, Allah Anak (Tuhan Yesus), dan Allah Roh Kudus. Berkat ini kemudian terkenal dan lazim diucapkan oleh pendeta pada akhir ibadah. Meski kata Tritunggal tidak eksplisit dipakai di Alkitab, nas yang kita baca minggu ini memperlihatkan bukti yang dapat dipercaya dan dialami melalui penerimaan anugerah Allah, kasih-Nya dan persekutuan dengan-Nya. Dalam buku Pedoman Persekutuan GKSI (Penulis sebagai penyunting) disebutkan bahwa istilah teknis dalam Alkitab untuk gagasan Tritunggal, mengungkapkan dengan jelas ajaran Alkitab. IA ada sebagai Tritunggal yang suci: sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Ul. 6:4; Yes. 43:10-11; Mrk. 12:29; Mat. 28:19; 2Kor. 13:14). Jawaban umum terhadap rupa Allah adalah, “Allah itu Roh, berpribadi yang hidup”. Allah yang dinyatakan dalam Alkitab sungguh-sungguh hidup dan bertindak (Mzm. 15:3; 97:7). Ia bukan sekedar kuasa atau kekuatan tak berpribadi, tetapi Allah yang berpribadi dan berwatak kodrat khusus. Dia adalah Roh yang melebihi seluruh tatanan dunia dan tatanan itu seluruhnya bergantung kepada-Nya. Dalam Luk. 1:26-35 digambarkan malaikat Gabriel mengumandangkan pesan Allah tentang kelahiran Yesus kepada Maria. Mat. 3:17 menyebutkan suara Allah Bapa terdengar pada saat Yesus dibaptis; dan dalam Mat. 28:19 Tuhan Yesus mengamanatkan misi Agung kepada murid-murid dan kita semua.

 

Dalam Perjanjian Lama, acapkali Allah memakai istilah jamak untuk diri-Nya sendiri (Kej. 1:26; 3:22; 11:7; Yes. 6:8). Injil Yohanes memperlakukan perikop Yesaya sebagai penglihatan Yesus (Yoh. 12:41). Ada sebutan mengenai Malaikat Tuhan yang disamakan dengan Allah tetapi berbeda dengan-Nya (Kel. 3:2-4; Hak. 13:2-22). Perjanjian Lama juga menyebutkan Roh Allah sebagai wakil pribadi Allah (Kej. 1: 2; Neh. 9:20; Mzm. 139:7; Yes. 63:10-14). Ada juga disebutkan tentang hikmat Allah, khususnya Amsal 8, sebagai perwujudan Allah di dunia, dan juga firman Allah sebagai ungkapan yang kreatif (Mzm. 33:1, 9; band. Kej. 1:26). Ada juga nubuat yang menyamakan Mesias yang sudah lama ditunggu-tunggu itu dengan Allah (Mzm. 2; Yes. 9: 5-6). Dalam Perjanjian Baru, acuan yang Tuhan Yesus berikan kepada para murid (Mat. 28:19) menentukan pemahaman mereka. Allah adalah ESA, namun dapat dibedakan dalam tiga Oknum: Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Berbagai perikop mengandaikan atau menyatakan ketritunggalan Allah secara langsung atau tidak langsung (Mat. 3:13-17; 28:19; Yoh. 14:15-23; Kis. 2: 23; 2Kor. 13:14; Ef. 1:1-14; 3:16-19). Masing-masing Oknum ditegaskan bersifat Ilahi:

 

  1. Sang Bapa adalah Allah (Mat. 6: 8; Gal. 1:1)
  2. Sang Anak adalah Allah (Yoh. 1: 1-18; Rm. 9: : 5; Kol. 2:9; Tit 2:13; Ibr. 1:8-10);
  3. Roh Kudus adalah Allah (Mrk. 3:29; Yoh. 15:26; 1Kor. 6:19-20; 2Kor. 3:17-20)

Dengan demikian, Allah menyajikan realitas yang misterius dan unik, Satu Allah: Sang Bapa, Anak, dan Roh Kudus.

Satu cara untuk memahami perbedaan antara Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah dengan menghubungkan fungsi yang berbeda masing-masing Oknum. Bentuk paling populer menghubungkan penciptaan dengan Bapa, penyelamatan dengan Anak, dan pengudusan dengan Roh Kudus. Paulus memberikan bentuk lain dalam Efesus 1, di mana pemilihan dihubungkan dengan Sang Bapa (ay. 4, 5, 11), penyelamatan dengan Anak (ay. 3, 7, 8) dan pemeteraian dengan Roh Kudus (ay. 13-14). Tetapi adanya perbedaan ini jangan sampai memudarkan kebenaran mendasar mengenai keesaan Ilahi yakni ketiga-tiganya terlibat dalam kegiatan siapa pun di antara ketiga Oknum itu. Misalnya, walaupun dalam penciptaan khususnya dikaitkan dengan Sang Bapa, namun juga dihubungkan dengan Anak (Yoh 1:3) dan Roh Kudus (Yes 40:13). Dengan demikian, seluruh pengertian tentang keselamatan Kristen dan penerapannya pada pengalaman manusia tergantung pada ketritunggalan Allah. Begitu penting maknanya. Ketritunggalan Allah juga merupakan dasar pokok penegasan bahwa Allah itu kasih adanya. Rasul Paulus mengakhiri suratnya dengan berkat dari ketiga Pribadi itu mengingatkan jemaat Korintus akan kesatuan mereka dalam Tritunggal. Kesatuan itu mengalirkan berkat anugerah (keselamatan), kasih dan persekutuan. Oleh karena itu, dalam berkat yang disampaikan oleh Rasul Paulus di dalam Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus, menguatkan bahwa Allah sangat mengasihi kita semua, baik di dalam pergumulan, maupun di dalam sukacita dan kehidupan sehari-hari. Kasih Allah dan damai sejahtera-Nya yang melampaui segala akal itu (Flp. 4:7) dipersatukan dan dikukuhkan dalam sebuah janji keberhasilan yang indah.

Penutup

Melalui nas minggu ini kita diberikan pengajaran tentang pentingnya kesatuan jemaat. Dalam kehidupan berjemaat mungkin kita mengalami berbagai persoalan dan permasalahan, akan tetapi nas minggu ini mengingatkan kita untuk bersukacita dalam menghadapi hal itu. Persoalan yang datang dapat kita jadikan sebagai jalan untuk membuat kita menjadi (lebih) sempurna. Allah bekerja dalam setiap persoalan (Rm. 8:28) dan menjamin setiap beban dapat kita tanggung di dalam Dia (Flp. 4:13). Untuk itu perlu keterbukaan, evaluasi diri, dan bersedia menerima nasihat khususnya yang bersumber dari firman Allah dan kuasa Roh Kudus. Badai permasalahan yang mereka hadapi hanya dapat diselesaikan dengan cara mereka sehati sepikir. Segala iri hati, kesombongan, dan egoisme harus dihilangkan. Dengan sehati sepikir maka mereka akan memperoleh berkat dan hidup dalam damai sejahtera. Semua damai sejahtera itu perlu diekpresikan dengan salam dan cium kudus di setiap kesempatan, sehingga Allah Tritunggal, sumber kasih dan damai sejahtera akan terus memberkati mereka melalui anugerah, kasih dan penyertaan-Nya hingga akhir zaman. Tuhan Yesus memberkati.

 

 

 

Kabar dari Bukit (31 Mei 2020)

Kabar dari Bukit (31 Mei 2020)

 

SELAMAT ULANG TAHUN GEREJA KITA

 

Hari ini dalam kalender gereja adalah hari Pentakosta, sekaligus hari pencurahan Roh Kudus, mengingat peristiwa saat para murid berkumpul di Yerusalem, tradisi sukacita festival (Kel. 23:14–17; Im. 23:1–44; Ul. 12:5–6). "Dan tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus...." Peristiwa itu dituliskan dalam Kis. 2:1-21 yang menjadi bacaan kita minggu ini - https://alkitab.app/v/52f77182a562. Oleh karena pencurahan Roh Kudus tersebut, maka hari itu juga dianggap sebagai hari lagirnya gereja, dalam pengertian adanya jemaat mula-mula.

 

Dalam Perjanjian Lama, Pentakosta merupakan hari perayaan umat Israel purba, yakni perayaan hari ke lima puluh setelah Paskah, saat keluarnya umat Israel dari perbudakan di tanah Mesir. Peristiwa itu sekaligus perayaan umat atas pemberian hukum Taurat kepada Musa, dan doa serta ucapan syukur kepada Allah atas kebaikan panen gandum yang berhasil.

 

Hari raya pentakosta hakekatnya sejak dahulu adalah hari sukacita, setelah melewati masa-masa sulit. Semua ada waktunya, dan yang indah pasti akan datang. Saat ini kita semua sedang dilanda duka, dan prihatin. Pandemi Covid-19 sampai kemarin telah menewaskan 360,679 jiwa dari 5,8 juta yang terpapar di seluruh dunia. Untuk Indonesia, ada 1,573 yang meninggal, dari 25,773 jiwa positip terpapar. Sungguh memilukan hati.

 

Gedung gereja tempat kita berkumpul dan bersekutu, kini dikunci rapat. Kita beribadah lewat TV atau komputer atau Hp, sebuah pola persekutuan baru. Semuanya untuk tujuan yang baik, menghindari sebaran pandemi semakin meluas. Semoga dengan ibadah di rumah, kita semua menjadi keluarga imamat rajani. Kita tahu, Tuhan punya rencana, semua atas izin-Nya. Kini kembali kepada kita manusia, untuk berefleksi, mengambil hikmah, serta berubah menjadi lebih baik dan semakin berkenan di hadapan-Nya.

 

Hampir tiga bulan kita tetap di rumah; ekonomi lumpuh, pengangguran ikut menggila. Kemiskinan dan hidup yang lebih berat membuncah; bukan saja tetangga kita, keluarga kita, sekeliling kita, tetapi juga para hamba Tuhan yang gerejanya di desa-desa, gereja kecil yang mengandalkan persembahan setiap minggu. Hidup yang cukup sulit untuk dapat bersukacita di ulang tahun gereja hari ini. Kita terus berdoa agar semua berlalu dan dipulihkan. "Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu, berjaga-jagalah sambil mengucap syukur" (Kol. 4:2). Bagaimana pun, janji Tuhan telah digenapi, Ia telah memberi kita Penolong dan Penghibur (Kis. 1:4-8, Yoh. 14:16; Yl 2:28-32).

 

Ayat terakhir nas minggu ini mengingatkan, "Dan barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan" (ayat 21). Mari kita berseru: Selamat datang Roh Kudus!! Tiada pilihan lain, mari kita kembalikan fokus perhatian tetap kepada Allah kita, hanya Dia yang terus disembah dan ditinggikan. Kita diingatkan kembali saat ini, orang percaya telah diperlengkapi dengan kuasa, ada rupa-rupa karunia untuk bersaksi dan berkarya, untuk hidup yang terus dibarui, semakin membawa terang Ilahi, mengutus ke luar gereja, membawa jiwa-jiwa baru kepada-Nya. Selamat ulang tahun gereja kita semua. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah di rumah. Tuhan memberkati dan melindungi kita sekalian, amin.

 

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi.

Kabar dari Bukit (24 Mei 2020)

 

Kabar dari Bukit (24 Mei 2020)

 

 

 

DOA IMAM BESAR

 

 

 

Sering kita membaca tulisan TGIF, singkatan dari Thank God it's Friday. Bersyukur, hari Jumat tiba, hari menjelang kelegaan, karena bagi pekerja, esoknya libur akhir pekan. Cuplikan puisi Ramadhan KH yang sangat menggetarkan, juga dituliskan:

 

Tiadalah kebahagiaan sebesar kebahagiaan selain kerja.

 

Betul, kebahagiaan yang paling nikmat adalah selesai kerja, terlebih tugas yang menjadi bagian kita, selesai tuntas. Sungguh mengesalkan, apabila tugas yang diberikan, tidak selesai.

 

Firman Tuhan yang diberikan kepada kita di hari Minggu ini, adalah

 

Doa Tuhan Yesus, pada Yoh. 17:1-11. Ia berdoa sebelum ditangkap, diadili, dan dibunuh di kayu salib. Ia merasakan misi-Nya mendekati akhir, dan akan kembali ke Bapa yang mengutus-Nya (ayat 1). Ia menengadah ke langit dan berkata: “Sekarang mereka tahu, bahwa semua yang Engkau berikan kepada-Ku itu berasal dari pada-Mu. Sebab segala firman yang Engkau sampaikan kepada-Ku telah Kusampaikan kepada mereka dan mereka telah menerimanya” (ayat 7-8a).

 

Dalam doa Imam Besar kita di bagian pertama (ayat 1-5), Tuhan Yesus meminta kepada Bapa-Nya, agar semua rencana dalam diri-Nya digenapi. “Permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada" (ayat 5). Yesus ingin pergi dengan cara yang tidak terbayangkan oleh para murid-Nya, kembali ke asal-Nya, terangkat naik ke sorga. Kuasa atas segala yang hidup, yang telah diberikan kepada Yesus, untuk memberikan hidup yang kekal, itu semakin meneguhkan dan mengokohkan bagi para murid, dan semua orang yang percaya kepada-Nya (ayat 2). Allah Bapa menggenapkannya. Kemanusiaan dan ke-Allah-an Yesus, tampak dalam doa ini. Demikian pula hubungan yang erat dan unik antara Putra dan Bapa.

 

Dalam doa bagian kedua (ayat 6-11), Tuhan Yesus meminta kepada Bapa untuk para murid-Nya. “Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu.... Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepada-Mu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu....” (ayat 9-11a). Sebuah ekspresi kasih yang tidak terputus, dari Tuhan Yesus kepada kita, yang setia mengikut DIA.

 

Roda kehidupan berputar. Selalu ada sebuah awal, perhentian, dan ada akhir. Kita pun seyogianya melihatnya demikian. Kita ada dan lahir bukanlah sebuah kebetulan, apalagi menganggapnya sebuah tragedi. Hidup adalah berkat, dan hidup adalah kesempatan. Hidup kekal ada dalam pengenalan sejati yang selalu berjalan bersama Allah (ayat 3).

 

Oleh karena itu, menghadapi situasi saat ini, atau terhadap apa pun juga, tidak perlu takut dan kuatir. Kita ada dalam doa dan genggaman kasih pemeliharaan Tuhan Yesus. Cari dan temukan rencana Allah dalam hidup kita, serta selesaikan tuntas: di dalam keluarga, gereja, kumpulan dan masyarakat. Dalam situasi apa pun, tetaplah fokus pada misi itu.

 

Kitab Wahyu menuliskan, "Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Aku pun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya" (Why. 3:21). Ramadhan KH dalam lanjutan puisinya menuliskan: Tiadalah kelapangan sebesar

 

Kelapangan kemenangan... 

 

Marilah kita menjadi orang-orang yang menang, yang menyelesaikan misi Tuhan dalam diri kita. Upaya teruslah dilakukan, agar kita menjadi berkat dan pemenang. Berusahalah bukan menjadi rintangan, apalagi "pecundang", penonton, terlebih menjadi duri bagi sesama. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah di rumah. Tuhan memberkati dan melindungi kita sekalian, amin.

 

 

Minggu 31 Mei 2020 - Minggu Pentakosta

Minggu 31 Mei 2020 - Minggu Pentakosta

 

ADA RUPA-RUPA KARUNIA, TETAPI SATU ROH

(Khotbah 1Kor. 12:3b-13)

 

Bacaan lainnya: Kis. 2:1-21 atau Bil. 11:24-30; Mzm. 104:24-34,35b; Kis. 2:1-21; Yoh. 20:19-23 atau 7:37-39

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

 

Nas 1Kor. 12:3b-13 selengkapnya:

12:3b … dan tidak ada seorang pun, yang dapat mengaku: "Yesus adalah Tuhan", selain oleh Roh Kudus. 12:4 Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. 12:5 Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. 12:6 Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang. 12:7 Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. 12:8 Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. 12:9 Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. 12:10 Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. 12:11 Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya. 12:12 Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus 12:13 Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh.

-------------------------

 

Pendahuluan

Karunia rohani yang diberikan kepada setiap orang percaya oleh Roh Kudus adalah kemampuan khusus yang dipergunakan untuk pelayanan sesuai dengan kebutuhan jemaat. Daftar dalam nas minggu ini tentang karunia rohani, perlu digabung lebih lengkap dengan ayat-ayat lainnya (lihat Rm. 12; Ef. 4; 1Pet. 4:10-11 dan ayat lainnya). Ada banyak karunia rohani namun setiap orang memiliki yang berbeda. Beberapa orang memiliki lebih dari satu, bahkan seseorang bisa memiliki karunia rohani yang "lebih baik". Yang jelas, setiap karunia rohani tidak perlu dianggap lebih hebat dari karunia rohani yang lain. Hal ini disebabkan semuanya bersumber dari Roh Kudus dan tujuannya adalah untuk membangun tubuh Kristus yakni gereja. Seluruh bentuk karunia yang ada pada manusia, pada hakekatnya bersumber dari Allah Bapa melalui Tuhan Yesus dan dipimpin oleh Roh Kudus. Memang, pemahaman tentang karunia rohani seringkali tidak sama: ada yang suka dan ada yang tidak suka, ada yang bingung. Tetapi paling tidak, berdasarkan nas bacaan kita minggu ini dan ayat-ayat lain kita diberi gambaran sebagai berikut.

 

Pertama: Pengakuan "Yesus adalah Tuhan", karunia dan pelayanan oleh Satu Roh (ayat 3b-5)

Yesus memiliki banyak sebutan "gelar" sesuai dengan pemahaman masing-masing, meski panggilan yang sering oleh murid-murid-Nya adalah dengan sebutan Guru. Perempuan Samaria dalam percakapan dengan Yesus menyebutnya sebagai seorang nabi. Ada juga yang menyebutnya sebagai Rasul. Serdadu-serdadu menyebutnya dengan Raja Israel meski dengan sikap awal hanya olok-olok namun kemudian diakui sebagai Raja segala Raja. Saudara kita umat lain menyebut Yesus sebagai Nabi yang memiliki sejumlah kekhususan, seperti lahir dengan tidak dari benih laki-laki, memiliki kemampuan penyembuh dan lainnya, meski dengan nama Isa. Petrus menyebut Yesus sebagai Mesias yang kemudian ditegaskan Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga (Mat 16:17). Akan tetapi yang penting dari semua itu adalah pengakuan dan panggilan Yesus sebagai Tuhan, yang menurut ayat kita baca: "tidak ada seorang pun, yang dapat mengaku: "Yesus adalah Tuhan, selain oleh Roh Kudus" (band. 1Yoh. 4:2-3).

Pengakuan Yesus sebagai Tuhan bukanlah dari hasil olahan pikiran manusia. Manusia dengan segala kehebatannya hanya mampu mengakui Yesus sebagai Nabi, sebagai Guru, Rasul, Raja, Mesias (Yang Diurapi), namun untuk mengaku sebagai Tuhan dan Anak Allah, maka itu adalah iman dan anugerah Allah semata. Alkitab berkata, “Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada Yesus, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus-Nya” (Yoh. 6:44). Jadi, sangat jelas, bahwa yang datang dan percaya kepada Yesus (dan mengaku sebagai Tuhan) adalah mereka yang ditarik dan dipilih Allah Bapa. Hal ini juga diteguhkan dengan prinsip Kristiani bahwa dari berbagai bentuk karunia yang diberikan kepada manusia, iman (kepada Yesus) adalah karunia rohani khusus orang percaya kepada-Nya. "Kasih karunia atau karunia-karunia" (bahasa Yunani charismata berasal dari kata charis) dan Roh atau Pneuma menunjuk kepada karunia Roh Kudus, yakni penyataan Ilahi berupa kemampuan khusus yang diberikan kepada orang percaya untuk pelayanan dan kepentingan bersama. Pengertian penyataan Ilahi (bahasa Yunani phanerosis berasal dari kata phaneros yang berarti "berwujud") menekankan bahwa karunia rohani itu menjadi penyataan langsung dan dianugerahkan sebagai tanda bukti kelihatan kehadiran Roh Kudus di dalam persekutuan jemaat.

Berdasarkan telaah Alkitab, ada 18 karunia rohani yang diidentifikasi dan dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian utama, yakni:

 

·         karunia rohani melalui perkataan atau berbicara, terdiri dari 7 karunia

·         karunia rohani melayani dan memberi, terdiri dari 6 karunia

·         karunia rohani untuk membuat mukjizat, terdiri dari 5 karunia.

Masing-masing karunia rohani tersebut dijelaskan pada bagian berikut.

 

Kedua: Karunia berbicara oleh satu Roh (ayat 8)

Sebuah kata atau rangkaian kata dapat menjadi pedang bermata dua, yakni membedah untuk tujuan baik, atau memotong/menyayat dengan tujuan buruk. Rangkaian kata-kata buruk dapat merusak suasana, menghancurkan mental dan motivasi, dan bahkan membuat seseorang merasa dirinya tidak berharga dan terhina. Sebaliknya rangkaian kata-kata indah dapat membuat seseorang menjadi senang dan bersukacita, membangun semangat dan motivasi, dan bahkan menimbulkan keberanian sehingga jauh dari rasa khawatir dan takut. Kemampuan dalam olah "berbicara" itu tentu juga didasari oleh hikmat kemampuan batin dan rohani yang dalam, termasuk dalam memahami pengetahuan dan keilmuan. Dalam hal ini pengertian berbicara juga dimaksudkan dengan menulis sebagaimana para rasul Tuhan, dipakai dalam menulis surat-surat rasuli atau kitab-kitab sebagaimana dalam Alkitab. Oleh karena itu, Allah menggunakan kemampuan mengeluarkan kata-kata sebagai karunia khusus bagi orang yang Tuhan pakai untuk menyampaikan pesan dan membangun jemaat-Nya (band. 1Ptr. 4:10).

Dalam Alkitab paling tidak ada tujuh karunia yang berhubungan dengan berbicara, yakni:

1. Karunia rasuli (Ef. 4:11; 1Kor. 12:28)

2. Karunia bernubuat/kenabian (Ef. 4:11; 1Kor. 11:14-15; 12:2)

3. Karunia penginjilan (Ef. 4:11; 2Tim. 4:5; Kis. 21:8)

4. Karunia penggembalaan (Ef. 4:11)

5. Karunia mengajar (Rm. 12:7; 1Kor. 12:28-29)

6. Karunia menasihati berkata-kata dengan hikmat (Rm. 12:8; 1Kor. 12:8)

7. Karunia berkata-kata dengan pengetahuan (1Kor. 12:8; 2Kor. 8:7)

Lima karunia yang pertama diambil dari Ef. 4:11 yang dianggap sebagai karunia jabatan yang ada dalam tubuh gereja, seperti rasul, penginjil, gembala dan pengajar (guru), terkecuali jabatan kenabian/nubuatan yang lazim dalam masa Perjanjian Lama. Namun dalam hal ini bernubuat tidak semata-mata berhubungan dengan ramalan-ramalan masa depan. Yohanes Calvin mengatakan bahwa menyampaikan firman dan pesan Allah kepada kumpulan orang percaya adalah kemampuan bernubuat yang dilaksanakan dalam berbagai khotbah sepanjang sejarah gereja. Nubuatan dalam khotbah disampaikan di tengah-tengah jemaat dalam rangka meneguhkan dan menguatkan jemaat tersebut. Memang, sebagian lain berkata bernubuat bukankah berkhotbah, tetapi sesuatu yang spontan, pesan yang diinspirasi Roh Kudus. Namun Alkitab mengatakan, Tetapi siapa yang bernubuat, ia berkata-kata kepada manusia, ia membangun, menasihati dan menghibur (1Kor. 14:3; band. Rm. 12:6; Yoel. 2:28). Sementara kemampuan dalam menyampaian kata-kata nasihat dengan penuh hikmat seperti isi kitab amsal, ini termasuk bagi mereka yang belajar psikologi konseling. Yang terakhir pada bagian ini adalah mereka yang memiliki ilmu pengetahuan yang bisa menjelaskan tentang gejala-gejala dan proses alam (scientist), maupun bidang sosial yang meliputi peristiwa-peristiwa sosial termasuk interaksinya, seperti antrhropolog, sosiolog, ahli sejarah, dan ilmu sosial lainnya.

Semua ini penting kita ketahui bahwa Allah benar-benar terlibat di dalam memberi, menggunakan, dan memberdayakan karunia rohani. Penggunaan karunia rohani, tempat pelayanan, jenis pelayanan, semua akan menjadi lebih efektif ketika karunia itu dipakai untuk membangun jemaat. Allah menciptakan tempat dan waktu yang tepat bagi setiap orang percaya di dalam tubuh Kristus. Karunia rohani dan pelayanan mungkin kadang tampak tumpang tindih, tetapi setiap orang percaya memiliki kekhususan, sebab Allah mendisain peran bagi kita semua. Salah satu yang menarik dan menantang dalam mengikut Kristus adalah menemukan karunia rohani dalam diri kita dan juga pada diri orang lain, dan menggunakannya dengan baik untuk kepentingan bersama dalam pembangunan jemaat (1Kor. 14:12; Ef. 4:12).

 

Ketiga: Karunia melayani oleh Roh yang sama (ayat 9a)

Kita orang percaya dipanggil untuk melayani. Kita hidup bukan untuk diri kita sendiri tetapi untuk Kristus dengan melayani orang lain. Allah memanggil anak-anak-Nya untuk melayani, dan tidak semua pelayanan dalam bentuk atau wujud yang tampak "hebat". Sebagaimana disebutkan dalam pendahuluan, setiap karunia rohani tidak lebih hebat dari karunia rohani yang lain. Ketika para rasul sibuk dengan pemberitaan Injil, harus ada yang mengurus meja dan agar mereka bisa lebih memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman. Untuk itu mereka menunjuk tujuh orang untuk melayani meja, dalam pengertian pelayanan sosial kepada janjda-janda miskin (Kis 6:1-4). Mereka yang dipilih melayani ini juga bukan sembarangan, sebab mereka adalah orang-orang yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat untuk melaksanakan tugas itu. Jadi sebenarnya tugas mereka melayani didasari oleh iman dan kemurahan hati.

Maka berdasarkan pengelompokan pelayanan khususnya yang berhubungan dengan waktu dan tenaga, kemurahan hati dan pelayanan, ada lima karunia, yakni:

1. Karunia iman (1Kor. 12:9)

2. Karunia melayani (1Kor. 12:7)

3. Karunia menolong (1Ko.r 12:28; Kis. 6:2)

4. Karunia memberi dengan murah hati (Rm. 12:8)

5. Karunia memberi tumpangan (1Pet. 4:9; 1Tim. 5:10)

6. Karunia memimpin atau mengelola (Rm. 12:8; 1Kor. 12:28)

Dalam hal ini karunia iman dikelompokkan ke dalam pelayanan sebab iman dilihat sebagai keteguhan hati dan kesungguhan dalam penyerahan diri, yang bermanfaat dalam pelayanan ke luar dirinya. Setiap orang percaya memiliki iman. Tetapi bagaimana pun, memiliki karunia iman merupakan ukuran yang tidak biasa atas kepercayaan dalam kekuasaan Roh Kudus (band. Mat. 17:19,20; 1Kor. 13:2). Penting kita ingat firman Tuhan yang mengatakan, karena Allah-lah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya (Flp. 2:13). Memang dalam hal ini pengelompokan yang diberikan dapat disebut sebagai pelayanan diakonia, yang mengutamakan kerendahan hati dan kesedian memberi yang bukan terbatas pada materi semata, dan juga bersikap benar-benar sebagai hamba pelayan (band. 1Kor. 12:27-31). Hal yang terpenting dalam kelompok ini adalah kemampuan dalam mengelola dan memimpin, baik dalam pengertian kepemimpinan tradisional dan kegembalaan, maupun dalam pengertian modern berbentuk organisasi yang komplek dan layanan multi dimensi. Ini jelas sebuah karunia yang khusus yang sangat diperlukan dalam dunia modern saat ini.

 

Keempat: Karunia membuat mukjizat (ayat 9b-10)

Dunia ini penuh dengan guru-guru palsu. Setiap orang dapat mengatakan telah berbicara dengan Allah. Di lain pihak ada yang mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada namanya mukjizat. Bagi mereka semua proses atau kejadian yang terjadi harus mengikuti hukum alam, baik itu sains, psikologi, ataupun ilmu sosial. Kalau ada sesuatu peristiwa yang tidak dapat dijelaskan oleh akal pikiran, maka sebenarnya itu hanya misteri yang belum dan menjadi tantangan bagi pikiran manusia untuk membukanya. Bagi mereka, adanya pelangi adalah gejala alamiah dan bukan tanda busur dari Allah sebagai ikatan janji. Kesembuhan seseorang dari penyakit tanpa melalui pengobatan medis, bagi mereka itu terjadi karena kembalinya kekuatan tubuh, adanya asupan makanan, dan lingkungan yang mendukung. Jadi kesembuhan sama sekali tidak ada hubungannya dengan kuasa doa, urapan kudus atau campur tangan Ilahi. Memang pengakuan tidak adanya mukjizat bukan selalu berarti atheis dan tidak perlu terlalu dipermasalahkan. Mereka hanya tidak mau mengakui campur tangan Tuhan dalam hidupnya dan berusaha melakukan sebaik mungkin berdasarkan usahanya sendiri. Bagi kita orang percaya, itu adalah hikmat dunia dan tidak menggunakan hikmat Allah.

Dalam Alkitab peristiwa mukjizat bukanlah monopoli Perjanjian Baru. Dalam peristiwa Musa mengeluarkan umat-Nya dari Mesir, mukjizat dipakai Tuhan sebagai alat untuk menyatakan kuasa dan kehadiran-Nya. Setelah Tuhan Yesus naik ke sorga, para murid juga melakukan banyak pekerjaan mukjizat, sesuai pesan Yesus kepada murid-murid-Nya (Mat. 10:1; Mrk. 16:18). Berdasarkan telaah dalam Perjanjian Baru, ada lima jenis karunia rohani yang berhubungan dengan pekerjaan mukjizat atau tanda-tanda, yakni:

1. Karunia menyembuhkan (Mat. 10:1; 1Kor. 12:9, 28, 30)

2. Karunia mengadakan mukjizat (1Kor. 12:10, 28-29; Ibr. 2:4)

3. Karunia berbahasa lidah dan berbahasa roh (Kis 1; 1Kor. 12:10)

4. Karunia membedakan roh (1Kor. 12:10; 14:28)

5. Karunia menafsirkan bahasa roh (1Kor. 12:10)

Kisah-kisah mukjizat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus membuktikan bahwa mukjizat itu nyata. Penyertaan kuasa Ilahi dalam proses alam yang khusus bukanlah hal aneh, meski unik, sepanjang seseorang itu bersedia melihat dan Allah berkenan memberikan untuk maksud dan tujuan-Nya. Allah dapat bekerja sendiri tanpa manusia, akan tetapi sebagaimana dalam Kisah Para Rasul para murid membuktikan karunia itu ada dan bekerja efektif pada murid dalam pekerjaan pekabaran Injil. Memang saat ini belum ada yang bisa membuktikan bahwa karunia itu ada pada orang-orang tertentu. Kita perlu berhati-hati dalam karunia berbahasa roh, dengan klaim memiliki kemampuan dalam berbahasa roh dan bahkan belajar berbahasa roh. Kita tidak mengingkari adanya bahasa roh (1Kor. 12:10, 30). Yang penting Alkitab mengatakan bahwa ketika seseorang berbahasa roh, harus ada yang mampu untuk menerjemahkannya, Kalau tidak, ini hanya seperti omongan yang tidak berarti dan lebih baik diam (1Kor. 14:26-28; band ay. 13). Dalam hal ini Rasul Paulus memberikan kita sebuah metode pengujian untuk membedakan apakah pesan yang diterima seseorang itu datang dari Allah atau tidak; apakah orang itu mengaku Kristus sebagai Tuhan. Kita tidak boleh bersikap naif dengan menerima kata-kata yang diakui dari Tuhan, tetapi ujilah apakah pengajarannya sesuai dengan Alkitab dan perkataan Kristus.

 

Kelima: Satu tubuh satu baptisan (ayat 11-13)

Meskipun kerunia roh itu dibeda-bedakan dan dikelompokkan sebagaimana di atas, namun sebenarnya itu saling melengkapi dan bahkan tidak mudah memberi batas yang tegas tentang kemampuan khusus yang diberikan kepada masing-masing orang. Semua kemampuan ibarat paduan tubuh yang terdiri dari anggota-anggota tubuh dan dibangun menjadi kesatuan utuh dalam jemaat. Namun alih-alih membangun dan menyatukan gereja sebagaimana di Korintus, karunia rohani bisa mencerai-beraikan. Karunia rohani dibuat menjadi kuasa rohani, menyebabkan persaingan, sebab beberapa orang berpikir mereka merasa "lebih rohani" dari yang lain karena adanya karunia tersebut. Ini menjadi hal yang buruk dan salah dalam penggunaan karunia rohani, sebab tujuan yang sebenarnya adalah membantu gereja agar lebih efektif, bukan untuk memecahnya. Kita dapat menjadi pemecah belah jika kita mengotot menggunakan karunia rohani dengan cara kita sendiri tanpa memerdulikan pihak lain. Kita tidak boleh menggunakan karunia rohani untuk memanipulasi orang lain, apalagi untuk kepentingan diri sendiri.

Seluruh karunia itu hakekatnya adalah rupa-rupa pelayanan, dan bersumber dari satu Tuhan. Meski ada berbagai-bagai perbuatan ajaib tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya pada semua orang percaya, sesuai dengan tugas dan misi Allah yang diberikan padanya. Kita perlu memperhatikan kesatuan dari semua karunia, kesatuan sumber dan tujuan penggunaan karunia itu. Sebagian orang akan diberi kemampuan dalam berbicara, sebagaian diberikan dalam kemampuan melayani, meski memang tidak mudah mendeteksi apakah kemampuan membuat mukjizat ini ada dalam jemaat. Alkitab berkata, “berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua. Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus” (Ef. 4:3-7). Baptisan "dalam satu Roh" bukanlah menunjuk kepada baptisan air tetapi mengacu kepada tindakan Roh membaptis orang percaya ke dalam tubuh Kristus (Mat. 3:11; Mrk. 1:8; Luk. 3:16) dan menjadikan orang percaya satu secara rohani dengan yang lainnya.

Kita tidak boleh seperti jemaat di Korintus yang mengutamakan karunia-karunia yang paling dirasakan hebat dan penuh tanda-tanda. Mereka lebih menonjolkan kehebatan karunia yang mereka punyai tanpa ingin mengetahui rencana Allah memberi karunia-karunia itu. Mereka meniru upacara-upacara kafir yang penuh dengan ritual “keanehan” demi untuk mendapatkan perhatian dan keistimewaan. Ini tidak terlepas dari jemaat Korintus yang dianggap masih bayi dengan sifat kanak-kanak dan belum dewasa, sebagaimana dijelaskan pada pasal-pasal sebelumnya. Rasul Paulus menekankan dengan perumpamaan tubuh manusia dengan anggota-anggota yang banyak menjadi satu, demikian pula pelayanan karunia rohani sebagai alat pemersatu dan penguatan gereja-Nya (Rm. 12:5; band. Gal. 3:28; Kol 3:11). Tujuan semua itu adalah memuliakan Yesus sebagai Tuhan atas gereja, dengan Roh sebagai pemberi karunia yang berdaulat dan kita hanyalah alat dan hamba-Nya. Hal yang penting justru ketika karunia itu diberikan kepada kita, maka kita memakainya dengan baik dan terus bertumbuh, dengan berprinsip menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh sehingga Tuhan Yesus semakin dipermuliakan.

 

Penutup

Melalui nas minggu ini kita diberikan sebagian pelajaran tentang karunia rohani dan berdasarkan tambahan ayat-ayat lainnya kita mencoba memadukannya, sehingga ditemukan delapan belas karunia rohani yang disediakan bagi orang percaya. Sebagian orang diberi kemampuan dalam berbicara, sebagian diberikan kemampuan melayani, dan sebagian (memang tidak mudah mendeteksi) kemampuan membuat mukjizat. Semua itu bersumber dari satu Roh dan kita juga melihatnya bahwa karunia-karunia yang kita miliki semata-mata dari Allah dan diperuntukkan bagi kemulian-Nya. Dengan karunia yang kita miliki maka tujuan dan motivasi kita haruslah membangun jemaat, sehingga penggunakan karunia rohani itu lebih efektif. Kita harus menjauhkan diri dari tindakan memanipulasi karunia yang diberikan, termasuk menggunakan untuk kepentingan diri sendiri, atau menonjolkan karunia-karunia yang dianggap hebat dan mempertunjukkan tindakan-tindakan yang dianggap spektakuler. Hal semacam itu adalah egoisme yang menonjolkan diri dan tidak ada faedahnya, sebab semua karunia itu suatu saat akan lenyap. Sikap kita haruslah menyatakan bahwa Dia satu-satu-Nya Tuhan bagi jemaat-Nya yang mendahulukan kasih dan kasih adalah hal yang terbesar. Sebagaimana ayat lanjutan dari pasal ini dinyatakan, “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing” (1Kor 13:1). Tuhan Yesus memberkati.

Khotbah Minggu Paskah VII – 24 Mei 2020

Khotbah Minggu Paskah VII – 24 Mei 2020

 

SERAHKANLAH SEGALA KEKUATIRANMU KEPADA-NYA

(Khotbah 1Pet 4:12-14, 5:6-11)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kis 1:6-14; Mzm 68:1-10, 32-35; Yoh 17:1-11

 

Menderita sebagai Kristen

4:12 Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu.

4:13 Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya.

4:14 Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu.

5:6 Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.

5:7 Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.

5:8 Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.

5:9 Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama.

5:10 Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya.

5:11 Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin.

 

Pendahuluan

Nas minggu ini dilatarbelakangi oleh tantangan berat yang dihadapi oleh jemaat di wilayah Asia Kecil dari pihak kekaisaran Roma, khususnya bagi pemimpin-pemimpin baru seperti penatua dan diaken. Rasul Petrus mengingatkan dalam situasi saat itu agar mereka jangan terkejut apabila ada pelbagai penganiayaan dan penderitaan yang datang, mengingat sikap keras yang diperlihatkan panglimanya Nero dalam menganiaya orang-orang percaya. Penderitaan yang datang bukan merupakan ilusi, tetapi sudah merupakan rencana Allah untuk mereka ikut serta dalam penderitaan dan kesusahan itu. Ini sikap yang perlu dihadapi sebagai jalan untuk mengikut jejak Yesus yang mati demi kebenaran, sehingga mereka tidak perlu malu atau berputus asa dalam menghadapinya. Maka melalui bacaan peristiwa di masa awal gereja ini kita memperoleh pengajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Berbahagialah dalam penderitaan untuk Kristus (1Pet 4:12-14)

Tidak dapat disangkal bahwa kelahiran agama umumnya berangkat dari penderitaan umat ditengah-tengah ketidakadilan. Ada kerinduan manusia agar perubahan dapat terjadi dan mereka wajar saja memiliki pengharapan melalui Mesias atau nabi-nabi baru. Allah sendiri mungkin menempatkan skenarionya sedemikian rupa sehingga memudahkan pesan Allah sebagai Pencipta dan Yang Mahakuasa bagi mereka untuk berubah. Penderitaan manusia itu sendiri tentu berawal dari kebodohannya di samping akibat ketidaktaatannya. Oleh karena itu, pesan Allah yang pertama adalah: bertobatlah, atau berubahlah (band. Pesan Yohanes Pembaptis dan Tuhan Yesus pada Mat. 3:2; 4:17). Dalam melakukan pertobatan atau perubahan itulah biasanya kita diminta untuk berkorban, menderita bagi diri sendiri dan juga bagi orang lain. Mereka yang percaya akan perubahan tentu harus berjuang untuk itu. Hal itulah yang terjadi pada para murid Tuhan Yesus. Riwayat awal pelayanan-Nya dan sejarah gereja mencatatnya dengan baik. Murid-murid dipilih-Nya untuk mengambil bagian dalam perjuangan perubahan itu dengan ikut menderita. Dengan perjuangan mereka dan penderitaan yang dialami, nama Tuhan ditinggikan dan semakin banyak yang percaya dan menjadi pengikut Yesus, yang memang Ia juga turut sebagai korban ketidakadilan.

Namun dalam hal ini Yesus bukan sekedar nabi. Ia juga Allah yang menjadi manusia, sehingga apa yang dikatakan-Nya pasti merupakan kebenaran dan sekaligus menjadi janji pasti-Nya kepada mereka yang percaya dan setia mengikuti firman-Nya. Rasul Petrus mengutip ucapan awal Tuhan Yesus pada Mat. 5:11 yang senada mengatakan, "Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat." Jadi ketika ada penderitaan, kita jangan terkaget-kaget. Apabila itu dalam rencana Allah, maka Roh Kudus akan diberikan untuk menguatkan mereka yang diuji melalui imannya. Kita juga tidak perlu takut dan gentar. Lihat saja bagaimana Petrus dan Yohanes dianiaya ketika memberitakan Injil, mereka bersukacita sebab merasakan bahwa penganiayaan itu adalah tanda pembuktian dari Allah akan buah kerja mereka (Kis. 5:41; Kol. 1:24; Ibr. 10:34). Tentu tidak berarti bahwa kita mencari kesusahan, tapi jangan menghindarinya juga. Be ready. Fight for the best, ready for the worst. Yang penting, tetap lakukan yang terbaik bagi Tuhan, tanpa terlalu mempedulikan resiko penderitaan yang akan mungkin datang sebagai konsekuensinya.

Dalam situasi sekeliling kita saat ini pun, masih banyak penderitaan dan ketidakadilan, sehingga setiap orang percaya pada hakikatnya dipanggil untuk menghilangkan penderitaan dan ketidakadilan itu. Kita orang percaya tidak bisa berpangku tangan apalagi memanfaatkan situasi untuk kepentingan diri sendiri. Kemauan kita mengambil bagian dalam penderitaan orang lain adalah bukti kesungguhan untuk melayani dan mengabdi pada Kristus (band. Kis. 14:22; Rm. 8:17-18; 1Pet. 1:6-9). Pengalaman mengambil bagian dalam perjuangan yang menimbulkan penderitaan akan memperkaya diri kita secara rohani. Perjuangan membuat kita hidup, dan bukan sekedar hidup adalah perjuangan. Kita harus melihat tugas itu sebagai peperangan melawan kebodohan, kemalasan dan bahkan melawan iblis sebagai sumber segala kejahatan dan keburukan (band. Ef. 6:12). Allah memanggil dan membiarkan kita masuk dalam perjuangan itu. Meski tampaknya itu berupa nyala api siksaan yang datang kepada kita, harus dinista, atau kita mungkin kalah secara fisik atau jasmani, tidak perlu takut dan gentar, sebab itu hanya ujian iman dan bukan akhir cerita. Semua itu bukan esuatu yang luar biasa. Roh Allah yaitu Roh kemuliaan bekerja dan diam di hati orang percaya dengan cara istimewa menguatkan kita dalam ujian itu. Dan pada akhirnya, kita akan tetap sebagai pemenang secara rohani, kita bergembira dan bersukacita, sebab ada jaminan yang tersedia bagi kita ketika Ia datang kembali menyatakan kemuliaan-Nya (Rm. 8:17; 2Kor. 4:17; 1Pet. 5:1). Maka, berbahagialah kita untuk itu.

 

Kedua: Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya (1Pet5:6-7)

Ketakutan dan kekuatiran adalah manusiawi. Ketakutan merupakan bagian dari tidak tahunya kita akan apa yang akan terjadi di depan. Puncak ketakutan manusia mungkin adalah kematian dan proses kematian yang menyakitkan. Tetapi sepanjang kita memahami bahwa kematian adalah pintu untuk kemuliaan dan proses kematian yang menyakitkan adalah jalan untuk menuju pintu kemuliaan itu, maka semua tidak perlu dikuatirkan lagi. Ketakutan manusia akan penderitaan daging juga memperlihatkan bahwa ia belum lepas dari keinginan daging. Nas minggu ini juga ditujukan kepada mereka yang dipanggil di dalam pelayanan gereja, sebagai pendeta, penatua, diaken, guru sekolah minggu, dan lainnya. Semua panggilan itu merupakan kesempatan untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan melalui orang-orang percaya. Jadi tidak ada alasan untuk takut dan kuatir. Tujuan panggilan itu bukan untuk mendapatkan kehormatan, memperoleh pujian apalagi keuntungan diri sendiri. Jabatan diberikan sebagai jalan yang lebih mudah dalam pengabdian dan sekaligus menjadi tantangan penggunaan wewenang sebagai pemimpin, teladan dan gembala. Domba yang diserahkan bukan untuk disesatkan melainkan diasuh dan ditumbuh-kembangkan kerohaniannya sehingga semakin berkenan kepada Tuhan.

Mengambil bagian dalam penderitaan Kristus akan membentuk diri kita sesuai dengan karakter yang diinginkan-Nya (Rm. 5:3-5; 2Kor. 1:3-7; Yak. 1:2-4). Tapi perlu kita sadari bahwa panggilan itu adalah otoritas Allah, namun respon, intensitas dan kualitas pelayanan kita adalah semata-mata dari kerelaan kita dan bukan karena paksaan. Kita tidak perlu merasa jengkel atas pengalaman penderitaan yang datang, dan juga tidak perlu merasa cemburu atau rendah diri apabila orang lain tidak mengalami hal yang sama, apalagi bersikap memberontak atas apa yang kita alami. Memang terkadang kita kuatir akan status dan kedudukan kita, atau berharap akan pengakuan manusia atas apa yang kita lakukan. Akan tetapi Rasul Paulus dalam hal ini menasihatkan bahwa pengakuan dari Tuhan jauh melebihi apa pun yang diberikan oleh manusia. Allah sanggup dan mau untuk memberkati kita seturut dengan waktu-Nya. Taatlah dengan sungguh-sungguh berserah dalam kerendahan hati terhadap Allah. Tunduklah atas rencana-Nya yang penuh misteri tanpa memperhitungkan situasi saat ini, dan pada saatnya nanti - entah di masa hidup kita kini atau di masa kekekalan nanti, Dia akan mengangkat dan meninggikan kita pada waktunya.

Maka apabila kita terus menerus membawa-bawa segala kekuatiran, tekanan, dan pergumulan hidup setiap hari, maka sebenarnya kita tidak percaya penuh pada Allah dalam hidup kita. Memang diperlukankerendahan hati, sebab bagaimana pun, dengan mengakui bahwa Allah peduli dan mengakui kita mempunyai kebutuhan, kita membiarkan keluarga Allah lainnya terbuka untuk menolong. Kadang kita berpikir bahwa kesusahan terjadi, yang mungkin disebabkan oleh dosa dan kebodohan kita sendiri, membuat Allah tidak peduli. Itu jalan pikiran yang salah. Ketika kita datang pada-Nya untuk bertobat, Dia akan mengangkat semua beban yang kita pikul. Ia tidak berencana menghancurkan kita melainkan membentuk menjadi manusia yang lebih baik. Biarkanlah Allah dengan tangan-Nya yang kuat menyelesaikan kekuatiran dan kecemasan kita, bukan bersikap pasif. Jangan menyerah kepada keadaan, tetapi membiarkan Allah mengendalikan situasi yang ada. Segala ketakutan, kekuatiran, dan keprihatinan harus diserahkan sepenuhnya kepada-Nya (bd. Mzm. 37:5; 55:23; Ma.t 6:25-34). Ia menjaga dan memelihara anak-anak-Nya, berharga di mata Tuhan mereka yang dikasihi-Nya (Mzm. 116:15; 1Kor. 7:32). Mereka yang rendah hati akan lebih tenang dan bijak sehingga lebih mudah dalam menyelesaikan masalah. Orang-orang yang demikian inilah yang sepenuhnya dipelihara Allah dalam hidupnya (Ay. 5:11; Yak. 4:6, 10).

 

Ketiga: Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis (1Pet 5:8-9)

Kewaspadaan adalah sikap hidup. Itu berangkat dari kesadaran akan hakekat diri sendiri dan adanya ancaman yang menanti. Orang yang tidak peduli dengan dirinya akan mudah jatuh, baik secara fisik maupun secara rohani. Tubuh yang tidak sehat dan sigap akan mudah terjatuh dalam setiap gerakan, demikian pula jiwa dan roh yang tidak kuat akan mudah tergoda oleh si jahat. Seekor singa biasanya akan mengincar dan siap memangsa hewan yang lemah, masih muda, atau suka lepas keluyuran; mereka memilih menerkam korban yang sendiri dan tidak waspada dan dianggap sebagai makanan empuk. Rasul Petrus melalui nas ini mengingatkan kita akan tipu muslihat setan ketika kita lemah dalam penderitaan atau dianiaya. Jika kita merasa sendiri, lemah, tanpa pertolongan, dan terputus dari orang percaya lainnya, atau kita terlalu fokus pada kesulitan diri kita sendiri dengan melupakan bahaya yang mengancam, maka pada saat itulah sebenarnya kita sangat rentan bagi serangan setan.

Ketika kita dalam penderitaan atau pergumulan sehari-hari, maka kewaspadaan itu juga akan melemah. Akibat kita merasa sendiri, terasing, dan tidak mungkin lagi mendapatkan pertolongan Allah maka kita melupakan persekutuan dengan-Nya. Ini jelas sangat berbahaya. Terlebih lagi, bila kita juga semakin menjauhkan diri dari persekutuan-persekutuan dengan sesama, yang seharusnya berfungsi untuk saling menasihati dan menguatkan (Ef. 4:2; 1Tes. 5:11). Oleh karena itu pada saat terjadi penderitaan, berusahalah mencari teman orang percaya untuk mendapatkan dukungan. Iblis sebagai penguasa dunia dengan pasukan roh jahatnya selalu berjalan berkeliling bagaikan singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya (band. Mzm. 22:14; Yeh. 22:25). Siapa yang lemah maka akan diterkam dan dijerat dalam belenggu ketidaktaatan, dan penyangkalan akan campur tangan Allah. Kita dikuatkan bukan hanya karena kita dapat dipulihkan, akan tetapi kita juga dapat melihat dan menyadari, seperti kata nas minggu ini, "semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama."

Iblis menginginkan kita meragukan janji firman Tuhan, menyangkal, dan menjauh dari-Nya. Iblis sebagai pendakwa dan pembohong akan menyembunyikan kebenaran yang asli bahwa Allah sebenarnya tetap mengasihi kita. Akan tetapi mustahil kita bisa melawan dengan kekuatan diri sendiri. Roh dan jiwa manusia tidak akan mampu melawan tipu daya iblis sebagai penguasa dunia (Yoh. 14:30; 1Yoh. 5:19), sehingga perlu kekuatan dan kuasa lain untuk melawannya. Untuk itulah kita tetap perlu memandang Kristus dalam menolak iblis. Di sini perlunya iman yang teguh, yang tidak mudah goyah oleh godaan dan cobaan seketika. Sebab dengan Roh Kudus "yang ada di dalam kamu lebih besar daripada roh yang ada di dalam dunia" (1Yoh. 4:4), maka Iblis akan dikalahkan. Sesuai dengan firman Tuhan, “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara” (Ef. 6:11-12). Rasul Petrus sendiri membuktikan itu, meski ia pernah menyangkal Yesus tiga kali saat Yesus hendak diadili, namun ia menjadi martir yang teguh dengan mati disalibkan posisi terbalik sesuai dengan keyakinan tradisi gereja. Dengan iman yang seperti itu, maka seperti kata Rasul Petrus, maka iblis akan lari darimu, dan kita akan menjadi pemenang. Tunduk kepada Allah, sadar dan berjaga-jaga, dengan iman yang teguh diperlengkapi senjata Allah adalah kunci kepada kemenangan itu (band. Yak. 4:7).

 

Keempat: Ia melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan (ayat 10-11)

Tidak dapat disangkal bahwa keberadaan Allah itu nyata. Ia adalah Allah yang hidup dan bukan Allah yang diam berpangku tangan apalagi Allah yang sudah mati sesuai pandangan Nietzsche. Allah sebagai Roh Hidup merupakan sumber segala sesuatu. Dalam kitab Roma, dikatakan bahwa Allah adalah sumber ketekunan dan penghiburan (Rm 15:5), sumber pengharapan (Rm. 15:33), dan terutama Allah sebagai "sumber damai sejahtera, (yang) segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu” (Rm. 16:20). Maka, dalam nas ini dinyatakan Allah sebagai sumber kasih karunia sebagai penguatan dari penyataan Rasul Paulus dalam kitab Roma tadi. Jadi dalam hal ini, kita yang dipanggil dalam kemuliaan-Nya yang kekal akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. Artinya, ketika kita menderita sesaat, maka Allah akan memberikan dukungan kuat dari awal hingga kita menerima kemuliaan itu kelak dari-Nya. 

William Barclay menjelaskan dalam bukunya tentang semua istilah itu, sebagai berikut:

melengkapi, dalam hal ini dimaksudkan sebagai memperbaiki, dalam arti ketika kita melewati penderitaan, ada perubahan sikap hidup dan paradigma terhadap penderitaan itu sendiri. Ketika penderitaan diterima dengan rendah hati, kepercayaan dan kasih, maka itu dapat memperbaiki kelemahan sifat seseorang dan menambahkan kepadanya suatu kebesaran yang tidak ditemui sebelumnya.

meneguhkan, yang artinya menjadikan keras seperti granit. Penderitaan tubuh dan kesedihan hati yang diterima terus menerus dengan dasar kepercayaan kepada Kristus, tidak akan membuatnya putus asa, melainkan ia kan menjadi seperti baja keras yang ditempa di dalam api.

menguatkan, artinya memenuhi dengan kekuatan. Arti iman yang sebenarnya sungguh-sungguh diketahui setelah ia mengalami ujian dalam berbagai penderitaan. Angin yang besar akan memadamkan api yang kecil, tetapi ia akan menghembuskan nyala api yang lebih besar di dalam kobaran api.

mengokohkan, artinya meletakkan pondasi-pondasi. Setelah kita melalui penderitaan hingga iman yang paling bawah, dari situ kita menemukan hal-hal yang tidak dapat digoyahkan. Ada perubahan drastis menjadi kestabilan dan kematangan jiwa dan rohani.

Memang ketika kita dalam penderitaan, mungkin kita merasa bahwa penderitaan itu tidak akan berakhir. Waktu sesaat seolah panjang tidak berujung. Tetapi Rasul Petrus dalam hal ini memberikan kepada orang Kristen yang beriman teguh perspektif yang lebih luas. Dalam perbandingan dengan kekekalan, penderitaan kita di dunia ini hanya sesaat, sebentar saja dibandingkan dengan kekekalan sepanjang masa. Beberapa pembaca surat Petrus akan dikuatkan dan dipakai dalam hidup mereka sendiri. Sebagian akan dibebaskan dari penderitaan melalui kematian. Tuhan mengetahui dan mengizinkan semua hal itu dalam perjalanan hidup anak-anak-Nya. Melalui semua itu, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm 8:28). Yang pasti, semua pengikut Tuhan Yesus yang setia dijamin memperoleh hidup yang kekal bersama Kristus dengan tidak ada lagi penderitaan (Why. 21:4). Semua itu dapat terjadi sebab Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin.

 

Penutup

Penderitaan dan kesusahan yang dialami oleh umat percaya tidak seharusnya membuat iman orang Kristen sampai ke titik nadir dan terperosok ke penyangkalan pertolongan Tuhan. Penderitaan justru dilihat sebagai jalan untuk semakin dekat dan bergantung kepada-Nya, menguatkan komitmen seperti dikatakan firman minggu ini, berbahagialah dalam penderitaan untuk Kristus. Kita tidak perlu takut dan kuatir akan apa yang terjadi dalam kehidupan termasuk dalam pelayanan, justru serahkanlah segala kekuatiran yang ada kepada-Nya, sebab Ia adalah Allah yang peduli dan setia memelihara anak-anak-Nya. Yang penting, dalam kehidupan dan pelayanan kita tetap melayani dengan penuh kasih dan pengabdian, dan dalam menghadapi tantangan iman kita diminta selalu sadar, waspada dan berjaga-jaga. Iblis si jahat akan selalu berkeliling menggoda, mengaum, dan menipu untuk kita beralih dari Tuhan, yang membuat kita menjadi orang yang kalah dan mudah ditelan. Karena itu, lawanlah si Iblis dengan senjata-senjata rohani yang berdasarkan iman kepada Dia, sebab Ia akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kita dalam setiap langkah kehidupan yang berkenan kepada-Nya.

Tuhan Yesus memberkati.

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 759 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7402124
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
45239
61324
154890
7204198
436986
1386923
7402124

IP Anda: 162.158.170.161
2024-11-21 18:45

Login Form