Khotbah Minggu 8 Maret 2020 Minggu Pra Paskah II
Khotbah Minggu 8 Maret 2020 Minggu Pra Paskah II
TUHAN MEMPERHITUNGKAN SEBAGAI KEBENARAN
(Rm 4:1-5, 13-17)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kej 12:1-4a; Mzm 121; Yoh 3:1-17 atau Mat 17:1-9
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Nats Rm 4:1-5, 13-17 selengkapnya dengan judul: Abraham dibenarkan karena iman.
4:1 Jadi apakah akan kita katakan tentang Abraham, bapa leluhur jasmani kita? 4:2 Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah. 4:3 Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? "Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." 4:4 Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya. 4:5 Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran. 4:13 Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman. 4:14 Sebab jika mereka yang mengharapkannya dari hukum Taurat, menerima bagian yang dijanjikan Allah, maka sia-sialah iman dan batallah janji itu. 4:15 Karena hukum Taurat membangkitkan murka, tetapi di mana tidak ada hukum Taurat, di situ tidak ada juga pelanggaran. 4:16 Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa kita semua, -- 4:17 seperti ada tertulis: "Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa" -- di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada.
------------------------------------------------
Pendahuluan
Bacaan minggu ini masih menjelaskan tentang iman, namun kali ini kaitannya dengan hukum Taurat dalam bentuk perbuatan-perbuatan. Firman Tuhan melalui Rasul Paulus membuat garis pemisah antara pembenaran berdasarkan perbuatan dan pembenaran berdasarkan iman. Dalam memperkuat pembenaran iman yang dasarnya kasih karunia, Rasul Paulus mengambil Abraham dan Daud sebagai model dan teladan tentang apa yang mereka perbuat dan apa yang diberikan Allah berupa kasih karunia karena iman mereka. Pengambilan Abraham dan Daud bagi umat Yahudi sangat tepat, sebab kedua tokoh ini sangat dikagumi dan dijadikan bagian dari sejarah utama bangsa Israel. Melalui nats minggu ini kita diberikan pengajaran tentang iman dan pembenarannya sebagai berikut.
Pertama: Abraham dibenarkan karena Iman (ayat 1-5)
Orang Yahudi sangat bangga disebut sebagai anak-anak Abraham, bapa leluhur jasmani mereka. Kisah hidup Abraham di mata mereka memperlihatkan berbagai tindakan yang dia lakukan sebagai respons terhadap janji, karya, maupun perintah Allah. Bagi orang-orang Yahudi, Abraham adalah tokoh teladan yang dibenarkan karena perbuatannya. Tradisi Yahudi menempatkan Abraham sebagai lambang pembenaran oleh karena kesetiaannya dan keteguhannya dan perbuatan-perbuatannya yang menyenangkan hati Allah (band. Rm 2:14 dab; Yak 2:22). Dengan dasar itu, bagi orang Yahudi, hanya dengan ketaatan dan perbuatan yang membuat seseorang berkenan kepada Allah, diselamatkan. Dalam pandangan mereka, Allah tidak mungkin membebaskan orang yang bersalah, sebagaimana kitab PL mengatakan, "...Aku tidak akan membenarkan orang yang bersalah...." (Kel 23:7). Dengan demikian bagi orang Yahudi, mengatakan bahwa Allah berkenan hanya karena iman, itu adalah hal yang mustahil dan tidak dapat mereka terima dengan akal, dan bahkan dianggap menghina Allah.
Namun Paulus mengutip Kej 15:6 yang mengatakan, “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Dalam hal ini Paulus menekankan bahwa Abraham dibenarkan bukan karena perbuatan-perbuatannya atau ketaatannya, melainkan hanya karena imannya. Meski Abraham sebagai tokoh yang luar biasa, akan tetapi dia menerima pilihan dan janji Allah (Kej 12:1-2; 13:14-15; 22:17) ketika ia belum disunat, belum menjadi Yahudi, sehingga janji berkat itu diberikan karena imannya semata, bukan karena perbuatannya. Bagi Paulus, apabila Abraham menerima janji berkat karena perbuatannya, maka Abraham akan bermegah dan ia memiliki dasar untuk itu. Apa yang dilakukan oleh Abraham adalah percaya dan meyakini akan janji-janji Allah, mengandalkan Allah dan menyerahkan diri pada-Nya, dan dengan dasar itu juga ia menjaga hubungan yang baik dengan setia dan taat, serta itu menyenangkan hati Allah (band. Ibr 11:8-9). Jadi semua dasarnya adalah iman, sehingga kemudian Abraham dibenarkan dan disebut sebagai bapak orang beriman.
Memang, menerima pandangan itu seolah-olah sulit. Ketika seseorang dikatakan diselamatkan oleh iman, maka biasanya dia akan bertanya ragu: "apakah saya memiliki iman yang cukup untuk diselamatkan? Apakah iman saya cukup kuat untuk diselamatkan?" Sebenarnya, orang-orang seperti ini kehilangan poin utama keselamatan, yakni bahwa Yesuslah yang menyelamatkan, bukan perasaan kita atau tindakan kita. Yesus berkuasa dan mampu untuk menyelamatkan kita betapapun kecil dan lemahnya iman kita. Yesus menawarkan keselamatan sebagai anugerah karena Ia mengasihi kita, bukan karena kita memiliki kuasa iman. Jadi, kalau begitu, apa fungsi iman? Iman adalah mempercayai dan meyakini Allah melalui Tuhan Yesus dan bersedia menerima anugerah keselamatan yang tersedia dari-Nya. Sebagaimana Abraham, kita diminta memiliki iman itu dan akan dibenarkan.
Kedua: janji Allah bukan berdasarkan Taurat (ayat 13-14)
Allah memberikan janji yang dahsyat kepada Abraham yakni menjadi berkat bagi banyak bangsa-bangsa. Janji itu adalah warisan yang harus dipertahankan. Umat Yahudi memiliki pandangan, bahwa Abraham atau seseorang dapat menerima dan mempertahankan janji Allah hanya karena menaati hukum Taurat dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan hukum Taurat, dan Allah menganggapnya sebagai ketaatan. Dalam hal ini yang terjadi kemudian adalah perbuatan dan ketaatan itu ada karena kemampuan dan usaha diri sendiri dalam menjalankan hukum Taurat itu. Maka ini lebih mengandalkan kemampuan sendiri dan konsekuensinya akan berpikir akan upah dan penghargaan, serta sekaligus menimbulkan kesombongan dan kemegahan diri. Akan tetapi Abraham tetap taat dan setia serta ia tidak bermegah atas janji dan berkat itu, dengan tetap merendahkan dirinya di hadapan Allah dan manusia (band. Kej 13:1-17).
Nats ini juga menekankan bahwa seseorang yang bekerja pasti mendapatkan upah dan itu adalah haknya. Upah yang didapat sama sekali tidak ada hubungannya dengan suatu anugerah yang sebenarnya tidak layak diterima. Seseorang yang berbuat baik dan benar di hadapan Tuhan dan mendapatkan penghargaan bukanlah anugerah. Akan tetapi Abraham juga melakukan dosa dengan mendistorsi kebenaran (berbohong) dan seseorang yang berbuat dosa pasti dianggap durhaka dan menerima hukuman. Oleh karena itu kalau dasarnya adalah ketaatan sempurna kepada hukum Taurat, maka tidak mungkin ada keselamatan. Maka nats ini kemudian menekankan bahwa Allah membenarkan orang durhaka. Allah tidak membenarkan seseorang yang giat dan saleh, tetapi Dia membenarkan orang berdosa yang durhaka. Maka, pembenaran itu adalah anugerah. Maka sebetulnya, kepercayaan diri manusia itu hanya kesia-siaan. Apa yang bisa kita lakukan hanyalah membenamkan diri kita ke dalam pengasihan dan anugerah Allah melalui iman.
Kita tahu pada setiap tindakan yang kita ambil maka akan ada konsekuensi. Apa yang kita lakukan menjadi sebuah seri tindakan yang berlanjut bahkan setelah kita mati. Kita memang cenderung berpikir pendek saja tanpa memperhitungkan konsekuensi jangka panjangnya, yang kemudian menipu kita karena berpikir hidup ini singkat saja. Abraham berpikir panjang dan Paulus mengambil Abraham sebagai tokoh yang diselamatkan karena iman, bukan berarti bahwa hukum Taurat tidak lagi penting. Iman tidak berarti meniadakan hukum Taurat. Kita tahu bahwa hukum Taurat diberikan pada masa Musa dan jauh setelah Abraham. Paulus dalam hal ini tidak mengambil Musa sebagai teladan, melainkan Abraham. Begitu juga Daud yang hidup jauh sesudah Taurat diturunkan, dengan imannya yang teguh pada Tuhan dibenarkan meski ia banyak melakukan dosa. Demikianlah, janji dan warisan itu tetap diberikan kepada Abraham, dan kepada Daud melalui Yesus Kristus yang menjadikan kerajaan-Nya yang jaya dan maha luas. Janji itu tidak batal dan iman mereka tidak sia-sia.
Ketiga: hukum yang menimbulkan murka (ayat 15)
Dalam kitab ini pasal 12 dituliskan bahwa hukum Taurat membangkitkan murka, baik kepada diri sendiri maupun dari Allah, "Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan" (Rm 2:5). Tuhan Yesus mengatakan kepada para ahli Taurat, bahwa meski mereka mengetahui dan bahkan mengajarkan hukum Taurat yang diberikan Allah melalui Musa, mereka juga melanggarnya. Apa yang mereka ajarkan berlawanan dengan perbuatan-perbuatan mereka bahkan Tuhan Yesus mengatakan bahwa nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa lain oleh karena perbuatan mereka (ayat 24).
Hukum Taurat diberikan Allah kepada bangsa Yahudi sebagai kaidah mereka dalam berperilaku dan untuk menjaga kemurnian bangsa Yahudi serta membuat mereka sebagai contoh atau model sebuah bangsa teladan pilihan Allah, sehingga bangsa-bangsa lain mengikut dan memuliakan Allah. Dalam hal ini Allah menetapkan hukum-hukum standar berikut dengan konsekuensi hukuman yang terjadi apabila ada tindakan pelanggaran. Atau dengan kata lain, melalui hukum Taurat Allah menjelaskan hal yang dituntut dari manusia, dan Allah tidak berkenan dan menjadi murka atas pelanggaran yang terjadi. Akibatnya, seperti dinyatakan oleh Hagelberg, ada rantai yang berkaitan dan tidak terputuskan dari hubungan itu, yakni: hukum Taurat, pelanggaran, dan hukuman akibat memurkakan Allah (band. 1Kor 15:56). Apabila satu dari rantai itu terjadi, maka rantai itu akan berulang muncul kembali. Kenyataannya, manusia gagal mengikuti hukum Taurat sebagaimana ahli-ahli Taurat juga melakukan hal yang sama seperti dinyatakan Tuhan Yesus tadi.
Maka tidak ada alasan untuk bermegah karena hukum Taurat. Hukum Taurat tidak bisa menyelamatkan. Sebagaimana dituliskan dalam surat Galatia 3:10, "Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat." Oleh karena tidak ada satupun yang bisa setia melaksanakannya, maka hukum Taurat hanya menimbulkan murka dan kutukan, sebab manusia memang tidak mampu untuk mengikutinya. Dengan demikian pula, dinyatakan "bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: "Orang yang benar akan hidup oleh iman" (Gal 3:11). Maka yang sebenarnya, Allah yang penuh kasih menghendaki penyerahan diri dan ketergantungan, didasari iman yang penuh kepada-Nya, bukan iman dengan kemampuan diri sendiri untuk dapat menyenangkan hati-Nya. Dalam hal ini, iman kepercayaan dan kebenaran menjadi satu dalam rangkaian, dan bukan hukum Taurat yang menimbulkan murka.
Keempat: janji terhadap keturunan Abraham (ayat 16-17)
Firman Tuhan menjelaskan kepada kita bahwa Abraham berkenan kepada Tuhan hanya karena imannya, sebelum dia mendengar tentang ritual atau prosesi ibadah yang bagi umat Yahudi kemudian menjadi harus dijalani dengan ketaatan dan penuh dengan penafsiran manusia. Kegagalan para pemimpin Farisi dan ahli Taurat dalam menjaga nilai-nilai hakiki Taurat itu yakni kasih, serta kecendrungan mereka memanfaatkan aturan-aturan menjadi lebih lebar dan luas dengan tujuan kepentingan ekonomi dan jabatan mereka sendiri, membuat Taurat kehilangan kasih. Ritual Yahudi yang penuh struktur aturan persembahan termasuk persepuluhan menjadi kehilangan hakekat dalam membawa umat Yahudi sebagai bangsa teladan yang berkenan kepada Allah.
Firman Tuhan dalam Habakuk yang memang sudah menekankan pentingnya iman namun mereka tidak mereka fahami dengan benar. Mereka terus saja berkutat kepada aturan-aturan legalistik. Oleh karena itu firman Tuhan melalui Rasul Paulus kembali meenkankan dan mengingatkan bahwa manusia diselamatkan dengan iman, Abraham diselamatkan karena iman, tanpa ada usaha apapun. Orang yang dipilih-Nya diselamatkan bukan karena perbuatan baik, bukan karena adanya sesuatu plus iman, atau perbuatan baik plus iman; melainkan hanya iman, iman kepada Allah melalui Yesus Kristus yang adalah anak Allah dan mati tersalib untuk menebus dosa-dosa kita dan seluruh manusia. Mengutip kembali pandangan Hagelberg, kalau Taurat membentuk rantai dengan pelanggaran dan hukuman, maka iman membangun rantai dengan kasih karunia dan janji. Peneguhan janji sebagaimana yang diberikan kepada Abraham demikian pula akan diberikan kepada kita yang teguh imannya.
Namun perlu sekali lagi ditekankan bahwa iman itu terputus dan tidak berdiri sendiri. Dalam firman Tuhan lainnya dikatakan, bahwa “Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati (Yak 2:17); "Iman yang bekerja oleh kasih" (Gal 5:6; Ef 2:10). Betul, iman itu dasar dan pondasi, akan tetapi iman perlu dibuktikan melalui pertobatan dengan lepas dari kehidupan lama yang tidak berkenan kepada Tuhan, melakukan perbuatan-perbuatan kasih seturut firman-Nya, baik kepada Allah maupun kepada manusia. Hal yang penting lainnya, objek iman dalam hal ini adalah Kristus yang adalah Anak Allah, yang menjadi Mesias dan Hakim bagi semua orang nanti sesuai dengan penggenapan janji yang diberikan Allah kepada manusia dan para nabi di dalam perjanjian lama. Melalui Yesus, Allah tetap adalah Allah Israel yang perkasa, Allah yang berkuasa, bukan hanya menghidupkan mereka yang mati, melainkan juga membuat ada dari yang tidak ada. Itulah Yesus Anak Allah yang kepada-Nya iman kita dibenarkan dan janji-Nya akan digenapkan.
Penutup
Kembali minggu ini kita diingatkan betapa pentingnya iman dalam berhubungan dengan Allah. Melalui nats yang kita baca hukum Taurat ternyata tidak menyelamatkan bahkan memberi konsekuensi pelanggaran dan hukuman murka Allah. Sebab tidak ada seorang pun yang mampu sempurna melaksanakan hukum Taurat sehingga murka Allah akan tetap ada. Namun sebagaimana Abraham dan Daud, ternyata kasih Allah melebihi hukum Taurat dan terbukti semua dasarnya itu adalah iman, iman yang berkenan kepada Yesus yang telah menebus dosa-dosa manusia. Memang masih banyak orang mengutamakan dan menempatkan perbuatan baik sebagai dasar untuk berkenan kepada Tuhan, dengan melakukan ketaatan pada ritual-ritual ibadah namun ketika menghadapi masalah, iman tidak ditempatkan sebagai hal yang utama. Maka tanpa iman maka semua itu tidak berkenan kepada Allah (Ibr 11:6). Denagn demikian, janji Allah kepada Abraham dan Daud, juga berlaku bagi kita yang percaya kepada Tuhan Yesus, untuk ikut mewarisi berkat-berkat yang disediakan bagi yang berkenan kepada-Nya.
Tuhan Yesus memberkati.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII Setelah...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 17 November 2024Kabar dari Bukit HUKUM DI DALAM HATI (Ibr. 10:11-25) ”Aku...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 34 guests and no members online