2020
2020
Khotbah Minggu 19 Januari 2020 - Minggu II Setelah Efipani
Khotbah Minggu 19 Januari 2020 - Minggu II Setelah Efipani
YESUS KRISTUS, TUHAN KITA, ADALAH SETIA
(1Kor 1:1-9)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 49:1-7; Mzm 40:1-11; Yoh 1:29-42
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Ayat 1Kor 1:1-9 selengkapnya dengan judul: Salam dan ucapan syukur
1:1 Dari Paulus, yang oleh kehendak Allah dipanggil menjadi rasul Kristus Yesus, dan dari Sostenes, saudara kita, 1:2 kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita. 1:3 Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu. 1:4 Aku senantiasa mengucap syukur kepada Allahku karena kamu atas kasih karunia Allah yang dianugerahkan-Nya kepada kamu dalam Kristus Yesus. 1:5 Sebab di dalam Dia kamu telah menjadi kaya dalam segala hal: dalam segala macam perkataan dan segala macam pengetahuan, 1:6 sesuai dengan kesaksian tentang Kristus, yang telah diteguhkan di antara kamu. 1:7 Demikianlah kamu tidak kekurangan dalam suatu karunia pun sementara kamu menantikan penyataan Tuhan kita Yesus Kristus. 1:8 Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. 1:9 Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia.
-----------------------------------
Pendahuluan
Surat 1 dan 2 Korintus ini merupakan penjelasan Tuhan kepada jemaat Allah di Korintus melalui Rasul Paulus tentang masalah gereja yang muncul di sana, yakni terjadinya perpecahan, ketidakdisiplinan, irihati, masalah moral mengingat Korintus adalah kota pelabuhan yang maju dan berkembang pesat. Rasul Paulus sendiri pernah tinggal di Korintus selama 18 bulan (Kis 18:1-18). Mengacu pada perkembangan kontekstual, gereja-gereja pada masa kini juga dipanggil untuk melihat dirinya: apakah selalu di jalan Tuhan?; dan apakah selalu dalam panggilan tugas dan misi-Nya, yakni menjalankan persekutuan, kesaksian dan pelayanan sosial secara berimbang, dengan tidak hanya fokus ibadah minggu saja. Melalui bacaan kita minggu ini, kita orang percaya dan semua gereja kembali diingatkan beberapa hal sebagai berikut.
Pertama: Tuhan kita yang memanggil dan terus menyertai (ayat 1-3)
Nats ini juga menegaskan bahwa jemaat Korintus adalah jemaat Allah. Maksud intinya, sekumpulan orang percaya yang bersekutu akan menjadi jemaat Allah, sekaligus jemaat Kristus (band. 2Kor 1:1; Rm 16:16). Ini lebih penting ditekankan daripada menyebut jemaat sebuah denominasi, atau memperdebatkannya. Surat Paulus ini juga dibuka dengan kata yang indah, yakni "dipanggil menjadi kudus", yang merupakan contoh pengantar atau introduksi yang layak kita tiru dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Allah memanggil kita untuk kudus dan terpisah menjadi anggota kerajaan sorgawi. Hanya Dia yang bisa mengesahkan kita sebagai warga sorgawi sebab Dia telah menghapus dosa-dosa kita. Kita menerima kewargaan itu hanya apabila kita menerima Dia, percaya, berseru dan berpengharapan kepada-Nya.
Sebagaimana bacaan minggu lalu yang mengingatkan bahwa setiap orang sama seperti Paulus dipanggil untuk menjadi bagian dari Misi Agung Yesus, sesuai dengan peran dan bentuk kontribusi yang dapat diberikan, yang semuanya atas kehendak Allah. Kita hidup ditengah-tengah masyarakat dengan berbagai permasalahan nyata, baik masalah sosial ekonomi, kemiskinan dan penderitaan, hukum keadilan, sakit penyakit, penyebaran narkoba yang sedemikian menakutkan, dan masalah sosial lainnya. Dalam panggilan berpartisipasi itu, kita tidak perlu mempersoalkan besar-kecilnya peran yang diambil, juga tidak perlu sombong atau rendah diri dalam peran itu, sepanjang semua dilakukan dengan ketulusan dan sukacita, serta sudah merasa yang terbaik diberikan, dan semua bertujuan untuk menjadi kemuliaan bagi Tuhan. Keterlibatan dalam peran itu juga bukan untuk meninggikan diri atau mencari upah sorgawi yang lebih besar. Dasarnya hanyalah Ia telah mati bagi dosa-dosa kita, maka sewajarnya kita memberi yang terbaik bagi Dia.
Bagi warga Korintus yang demikian majemuk dalam pengertian penduduknya yang beragam suku bangsa, aneka budaya, bermacam profesi pekerjaan, perbedaan tingkat kesejahteraan sosial, dan lainnya, membuat kota Korintus memiliki daya tarik yang kuat. Oleh kekaisaran Romawi kota ini juga ditetapkan menjadi ibukota Akhaya (saat ini menjadi Negara Yunani). Korintus sebagai kota pelabuhan yang modern menjadi lalu lintas perdagangan dan transaksi bisnis, merupakan pusat kegiatan sosial ekonomi dengan segala permasalahan yang muncul, seperti penggelapan dan korupsi, kekerasan dan pemerasan, kebiasaan bermabuk-mabukan, banyaknya penyembahan berhala, bahkan prostitusi masuk di kuil-kuil yang ada, termasuk di kuil besar Afrodite, sang dewi cinta. Semua ini merupakan ladang dan tantangan bagi orang percaya di Korintus untuk menjadi saksi dan teladan sesuai dengan panggilan yang diterimanya.
Kedua: Bersyukur atas anugerah kepada orang lain (ayat 4)
Damai sejahtera dan rasa syukur ibarat dua sisi mata uang. Damai sejahtera itu bukan karena kecukupan materi, keamanan, sering berolah raga, pengendalian makanan dan kesehatan, dan lainnya, yang lebih banyak menjadi ukuran dunia. Damai sejahtera dari Allah yang diam dan menetap di dalam hati orang percaya, itulah yang diminta dan lebih diutamakan, sebab memiliki kekhususan yakni bersumber dari Yang Mahakuasa (Yoh 14:27). Damai sejahtera yang demikian ini yang akan menghasilkan rasa syukur dan diekspresikan setiap hari. Bahkan, rasanya tidak cukup hanya dengan mengatakan syukur dan terima kasih sebagai balasan kebaikan yang diberikan oleh Tuhan, orangtua, para sahabat, rekan kerja. Ucapan dari mulut saja rasanya sebagai balasan kebaikan dalam perbuatan tidak akan berimbang. Oleh karena itu perlu kita memberikan yang terbaik dalam tindakan dan kesaksian (band. 2Tes 2:13-15).
Melalui nats ini Paulus juga memberikan keteladanan dengan menyebutkan nama Sostenes (band. Kis 18:17) yang diduga adalah jurutulisnya dan pernah bersama-sama tinggal dengannya di Korintus. Kerendahan hati dan lebih menonjolkan orang lain adalah sikap yang harus kita teladani darinya, yang juga merupakan ekspresi rasa syukur. Ia juga bersyukur bukan untuk dirinya sendiri, melainkan ia bersyukur atas anugerah dan berkat yang diterima orang lain. Ini hebat. Seringkali kita fokus bersyukur bahkan kadang mengadakan acara khusus pengucapan syukur untuk berkat-berkat yang kita terima, dan memang itu tidak salah. Pertanyaannya, sebagai ucapan syukur yang menjadi hal wajib dalam kehidupan sehari-hari, sudahkah terpikirkan kepada siapa kita ingin mengatakan syukur dan terima kasih pada hari ini ? Lakukankanlah, jangan menunda.
Rasul Paulus bersyukur atas semakin banyaknya orang percaya, mengenal Tuhan Yesus dan memperoleh kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepada jemaat yang ada. Bersyukur atas anugerah yang diterima orang lain merupakan sikap berpikir positip yang jelas buah dari ketaatan pada Kristus. Bersyukur dan iri atau rasa tidak puas sebaliknya dua sisi yang bertentangan. Berkat yang diterima orang lain harus kita ikut mensyukuri, bukan malah menimbulkan iri hati, cemburu atau sinis terhadap anugerah yang diperoleh orang lain. Jangan hanya melihat dan berpusat pada diri sendiri atau membanding-bandingkan berkat yang diterima dengan orang lain, tapi syukurilah apa yang sudah diperoleh. Ketika sikap bersyukur itu menjadi pola hidup dan bersatu dalam hati dan pikiran, maka buahnya akan tampak yakni perubahan dalam bersikap setiap hari. Kita akan lebih bersikap dan berpikir positip, jauh dari pikiran negatif, murah hati, penuh belas kasihan dan rendah hati. Kita akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, dan itu semua membangkitkan syukur kepada Allah (2Kor 9:11).
Ketiga: Menjadi kaya dalam segala hal (ayat 5-7)
Sikap selalu bersyukur sebagaimana dijelaskan di atas juga membawa kita ke dalam pola pikir kecukupan. Kecendrungan manusia yang selalu merasa tidak puas atas yang diterimanya, akan terpinggirkan dengan sendirinya. Sikap merasa cukup yang membuat perasaan tidak ada yang kurang, membuat sedemian rupa mudah diatur sehingga apapun keperluannya sudah didasari cukup tadi. Pola pikir demikian itu membuat seseorang tidak merasa berkekurangan, dan ini jelas menjadi sikap kaya dan berkecukupan, sebab merasa masih ada dari dalam dirinya yang bisa dipakai untuk keperluan lain, apakah itu menolong orang lain dan untuk menyenangkan hati Tuhan. Keprihatinan yang diwujudkan ke dalam bentuk pertolongan bagi orang lain, akan semakin menguatkan pengharapan yang mereka miliki.
Warga Korintus yang dihadapkan pada tantangan paganisme dan masalah moralitas yang begitu hebat saat itu, diminta harus berdiri kuat agar tidak ikut terimbas dan melakukan hal yang tidak berkanan kepada Tuhan. Firman Tuhan mengingatkan bahwa Allah memberikan dan membekali setiap orang dengan karunia-karunia, khususnya karunia rohani. Jemaat harus saling mendukung dalam menggunakan karunia-karunia itu. Tetapi jemaat di Korintus bukannya menggunakan karunia rohani yang ada, malah mereka berdebat tentang karunia-karunia itu, mana yang lebih hebat dan mana yang lebih baik di mata Tuhan. Menurut firman Allah, hal itu tidak perlu mempersoalkan benar-tidaknya jenis pelayanan sebagaimana diperdebatkan mereka, termasuk jenis pelayanan apa yang terbesar di mata Tuhan, yang akibatnya malah menimbulkan irihati dan pertentangan diantara jemaat sendiri (band. Kor 12-14).
Demikian juga halnya dengan kita. Berbagai bekal, alat, dan senjata diberikan Tuhan, dalam wujud bakat, talenta, kelebihan dan keunggulan, dan berkat-berkat lainnya, semua itu adalah karunia rohani dan karunia khusus agar kita mampu menangkal semua hal yang jahat dan memberi yang terbaik. Tuhan memberi segala hal kemampuan untuk menjadi kaya dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasih (band. 2Kor 8:7). Sebagai jemaat yang saling mendukung, persekutuan akan menjadi bagian dari Kristus, yang tidak akan kekurangan suatu karunia pun dalam melayani (ayat 7). Salam damai sejahtera yang disampaikan oleh Paulus akan menopang kekayaan rohani yang tersedia. Itu harus menjadi kerinduan semua orang saat itu dan bahkan menjadi kerinduan jemaat saat ini. Pertentangan hanya membuat orang kehilangan rasa damai dan semua orang pada dasarnya tidak menginginkannya. Maka mari kita pakai karunia-karunia yang sangat berharga itu bagi pelayanan di jemaat/gereja dalam perasaan damai sejahtera. Damai itu diperoleh bila melihat Tuhan Yesus, Raja Damai bagi semua orang, yang kesaksiannya telah diteguhkan banyak orang dalam Injil. Itulah maksud dan rencana Allah dan Ia juga akan terus menyertai kita dalam melaksanakan panggilan itu.
Keempat: Sampai kesudahannya Ia adalah setia (ayat 8-9)
Semua ada kesudahannya. Ada awal dan ada akhir, alfa dan omega. Bumi dan segala isinya ini di antara galaksi alam semesta adalah sebuah "proyek" Tuhan. Sebuah proyek didefinisikan sebagai kegiatan atau proses yang ada awalnya dan ada akhirnya. Penciptaan bumi dan isinya adalah sebuah proses, kemudian dari penciptaan alam semesta manusia yang memperoleh mandat budaya masih terus mengeksplorasinya. Tapi bumi ini akan berakhir dan Allah membentuk bumi baru dengan langit yang baru dan kita menjadi bagian dari padanya. Kita memang tidak perlu terlalu pusing dengan planet antariksa di luar sana, ada Dia yang memiliki dan mengurusi hal itu. Lebih baik kita fokus pada apa yang terbaik dilakukan dan diberikan pada bumi ini dengan segala isinya, sesuai dengan mandat dari Allah.
Ini juga yang Paulus tekankan yakni pengharapan, dan pengharapan itu diletakkan pada jemaat. Pengharapan itu juga disertai adanya jaminan bahwa kita sudah disucikan hingga Kristus Yesus kembali datang kedua kalinya. Semua itu terjadi bukan karena usaha yang kita lakukan atau karena kehebatan diri kita, namun karena Kristus Yesus telah mati bagi kita dan kita percaya itu adalah penebusan bagi semua dosa-dosa kita. Kita harus terus berpikir sebagai orang yang berhutang kepada Yesus Kristus, atas berkat dan keselamatan yang sudah diberi dengan setia menjadi murid-Nya, taat dan terus setia berkarya bagi-Nya.
Kita memang perlu takut akan dosa dan orang Kristen juga tidak mungkin tidak berbuat dosa lagi. Akan tetapi jaminan adanya kasih karunia (1Pet 1:2), hubungan dan kedudukan anak-bapak yang terus terjalin (Yoh 1:12), penyertaan Roh Kudus dan kekuatan firman-Nya (Kis 20:32), membuat kita tidak ragu akan janji-Nya (band 1Tes 3:13). Pergumulan dan kesulitan yang kita hadapi pada masa ini, kegagalan yang kita alami pada masa lalu, itu bukanlah kisah yang sebenarnya. Tapi kita diajak agar tetap fokus pada kisah utama bahwa kita sudah diselamatkan dan menjadi warga sorgawi. Jangan semua rintangan dan hambatan itu sampai membuat kita kehilangan rasa syukur dan sukacita. Ini juga seperti yang dikatakan William Barclay, ketika hari penghakiman tiba, orang percaya tidak perlu takut menghadapinya. Kita datang menghadap Dia bukan dengan kebaikan yang kita lakukan, melainkan dibungkus oleh kebaikan-kebaikan yang Tuhan Yesus sudah lakukan, sehingga tidak ada yang bisa mendakwa, dan juga tidak ada tuduhan, kecuali hanya pembebasan. Sebab Ia yang memanggil kita, adalah Allah yang setia (band. Ibr 10:23; 11:11).
Penutup
Nats minggu ini merupakan surat terbuka kepada jemaat di Korintus dan juga bagi kita jemaat masa kini, untuk menyegarkan panggilan-Nya melalui berkat dan karunia-karunia rohani yang kita miliki masing-masing. Kita diingatkan sebagai orang yang berutang kepada Yesus Kristus atas anugerah keselamatan dari-Nya, sehingga perasaan damai sejahtera, ucapan dan sikap bersyukur menjadi hal yang utama dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada gunanya mempertentangkan berkat dan karunia-karunia yang kita miliki, sepanjang semua bagi pelayanan-Nya dan semua akan menjadi kaya apabila itu bersatu. Ini juga akan membuat jemaat semakin kokoh dan berkarya dalam sinergi melaksanakan amanat Tuhan. Maka sebagai anggota persekutuan jemaat, pertanyaannya adalah: apakah sumbangan yang akan kita beri agar jemaat kita semakin berkarya bagi Tuhan. Yesus Kristus telah setia dan Ia tetap akan setia, maka kita pun marilah setia.
Tuhan Yesus memberkati.
Kabar Dari Bukit ( 12 Januari 2020)
Kabar Dari Bukit ( 12 Januari 2020)
MANNA PAGI
ALLAH SEDANG BERBICARA
Bacaan: 1Samuel 3:1-15
NATS: Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman (Ibrani 3:7-8)
Beberapa tahun yang lalu, seorang warga negara senior dari Richmond Heights, Missouri, memutuskan pembicaraan lewat telepon ketika Presiden Reagan mencoba menghubunginya. Hal ini tidak hanya terjadi sekali, tetapi sampai enam kali! Ia tidak percaya pada operator yang memberitahunya bahwa ada telepon dari Gedung Putih. Ia mengira bahwa itu hanya kelakar belaka. Namun, operator dari Southwestern Bell dan seorang tetangganya berhasil meyakinkan dirinya bahwa itu memang benar. Akhirnya, orang itu mendapatkan kesempatan istimewa untuk bercakap-cakap dengan Presiden Reagan selama 15 menit.
Peristiwa tersebut mengingatkan saya pada panggilan yang diterima oleh seorang anak muda Israel bernama Samuel beberapa abad yang lalu (1Samuel 3:1-15). Ia tidak menyadari siapa yang memanggilnya -- meski panggilan itu terjadi berulang kali. Panggilan itu jauh lebih penting daripada panggilan seorang presiden, karena panggilan itu berasal dari Allah sendiri. Pada mulanya Samuel bingung, tetapi ketika Eli mengatakan siapa yang mencoba berbicara dengannya, ia pun sedia mendengarkan.
Pernahkah Anda mendengar Tuhan berbicara kepada Anda? Allah berbicara kepada kita saat ini lewat Firman-Nya yang tertulis, yaitu Alkitab (2Timotius 3:16-17), dan tinggal dalam diri kita melalui pribadi Roh Kudus, yang memampukan kita untuk mendengar suara-Nya (1Korintus 2:9-16).
Allah senantiasa mencoba berbicara dengan kita! Satu pertanyaan yang penting di sini adalah: Adakah kita menyediakan waktu untuk mendengarkan suara-Nya? --MRDII
We need to take the time each day
To read God's Word and pray,
And listen for what He might say
To guide us on our way. --Sper
ALLAH BERBICARA LEWAT FIRMAN-NYA
PADA SETIAP ORANG YANG MENDENGAR DENGAN HATINYA.
(Renungan PSM)
KABAR DARI BUKIT (Edisi 5 Januari 2020)
KABAR DARI BUKIT (Edisi 5 Januari 2020)
Resolusi 2020
Firman Tuhan bagi kita pada hari Minggu kedua setelah Natal, Ef. 3:1-12, menuliskan pengalaman Paulus sebagai Rasul pilihan Allah. Ia mengungkapkan rahasia yang disampaikan kepadanya tentang Kristus Yesus. Pertama, kepada warga Efesus yang masih hidup dalam penyembahan berhala, batu-batu ukiran, allah yang mati, dewa-dewa ciptaan manusia. Rasul Paulus peduli akan keselamatan kekal mereka.
Hal kedua, pandangan umat Yahudi, mereka adalah pilihan Allah yang khusus. Rahasia yang ingin diterima Paulus, yakni Kristus datang ke dunia bukan hanya untuk orang Yahudi tetapi bagi semua bangsa-bangsa. Umat Yahudi diikat janji melalui Abraham, tetapi semua orang percaya turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh dan peserta dalam janji oleh karena Kristus Yesus (ayat 6).
Rasul Paulus merasakan sendiri Allah telah bekerja melalui dirinya. Melalui wahyu yang diterimanya, setiap orang mendapat tugas penyelenggaraan kasih karunia Allah kepada semua orang, tidak mengenal Yahudi atau non Yahudi. Ia juga sadar akan keberadaan kedua belas rasul dan juga surat-surat yang sudah ditulis dan beredar saat itu (ayat 5, surat Matius, Markus dan Lukas ditulis beberapa tahun sebelum surat Efesus ini). Ikut dalam pemberitaan Kristus bagi semua orang sungguh merupakan anugerah Allah yang harus diterima dan dijalankan (band. Rm 1:5; 15:15–16; Gal 2:9).
Jika ada harga yang harus dibayar dengan pengorbanan dalam tugas pelayanan tersebut, seperti kesesakan di penjara yang dialami Rasul Paulus, kita tidak perlu tawar hati (ayat 13). Allah tidak akan membiarkan kita menanggungnya sendirian. Hidup memang penuh resiko. Hidup yang dijalani biasa-biasa saja, tentu tidak akan menarik dan memberi hasil buah yang spesial. Bila yang kita lakukan di tahun ini sama dengan tahun lalu, maka wajar hasilnya pasti tidak ada yang mengejutkan. Maka perlu melakukan sesuatu yang baru dan lebih baik.
Kita baru saja memasuki tahun 2020. Tentu ada resolusi-resolusi yang kita canangkan, berupa pengharapan dan komitmen yang ingin diwujudkan di tahun ini. Jika dalam resolusi tersebut belum ada keinginan untuk ikut memberitakan Kristus, rahasia rencana Allah, saatnya untuk merevisi dan menjadi misi utama. Melalui iman dan dengan rendah hati kita akan dilayakkan-Nya. Berperilaku penuh kasih, ikut aktif penginjilan ke luar, memberi hati dengan doa atau dana atau prasarana, ada banyak cara. Panggilan itu perlu dijawab dan jalanilah hidup di tahun ini dengan cara yang berbeda dan disukai Allah. Dan, kelak, lihatlah hasilnya. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ramles M. Silalahi
Minggu I setelah Efipani – Minggu 12 Januari 2020
Minggu I setelah Efipani – Minggu 12 Januari 2020
YESUS KRISTUS ADALAH TUHAN DARI SEMUA ORANG (Kis 10:34-43)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 42:1-9; Mzm 29; Mat 3:13-17
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Ayat Kis 10:34-43 selengkapnya:
(10-34) Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: "Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. (35) Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya. (36) Itulah firman yang Ia suruh sampaikan kepada orang-orang Israel, yaitu firman yang memberitakan damai sejahtera oleh Yesus Kristus, yang adalah Tuhan dari semua orang. (37) Kamu tahu tentang segala sesuatu yang terjadi di seluruh tanah Yudea, mulai dari Galilea, sesudah baptisan yang diberitakan oleh Yohanes, (38) yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia. (39) Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu yang diperbuat-Nya di tanah Yudea maupun di Yerusalem; dan mereka telah membunuh Dia dan menggantung Dia pada kayu salib. (40) Yesus itu telah dibangkitkan Allah pada hari yang ketiga, dan Allah berkenan, bahwa Ia menampakkan diri, (41) bukan kepada seluruh bangsa, tetapi kepada saksi-saksi, yang sebelumnya telah ditunjuk oleh Allah, yaitu kepada kami yang telah makan dan minum bersama-sama dengan Dia, setelah Ia bangkit dari antara orang mati. (42) Dan Ia telah menugaskan kami memberitakan kepada seluruh bangsa dan bersaksi, bahwa Dialah yang ditentukan Allah menjadi Hakim atas orang-orang hidup dan orang-orang mati. (43) Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena nama-Nya."
------------------------------------------
Pendahuluan
Kisah yang ditulis Lukas ini menceritakan permulaan perluasan gereja ke wilayah Yudea dan Samaria, yang pemicunya oleh penganiayaan yang muncul termasuk Stefanus dibunuh. Perluasan ini terjadi bukan karena visi dan rencana gereja, tetapi karena pengaturan Allah dalam memperluas orang-orang percaya. Nats minggu ini berupa pelayanan Petrus dalam bersaksi tentang Tuhan Yesus. Ia berkhotbah kepada orang-orang percaya yang tersebar termasuk hal pertama tentang pemberitaan Injil kepada orang bukan Yahudi. Khotbah Petrus merupakan respon atas pertanyaan Kornelius, seorang kafir yang merasa perlu menjadi orang Yahudi untuk memperoleh keselamatan, padahal keselamatan ada di dalam Yesus Kristus. Melalui bacaan minggu ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut.
Pertama: Allah tidak membedakan orang (ayat 34-35)
Hal yang paling menyulitkan pada masa awal gereja untuk pekabaran Iniil adalah adanya konflik antara orang Yahudi dengan orang non Yahudi. Pengikut awal Yesus umumnya orang Yahudi yang dalam pemikiran mereka kabar baik itu hanyalah bagi orang Yahudi saja. Bagi mereka, hal yang mengecilkan bilamana mengajak bangsa-bangsa lain menerima kabar baik itu. Bagi mereka, bangsa lain adalah najis di hadapan Allah. Mereka tetap berpikir bangsa Yahudi memiliki hak istimewa dan hanya mereka saja umat pilihan Allah. Oleh karena itu, para murid dan rasul tidak menunjukkan tanda-tanda adanya maksud untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia sebagaimana perintah Agung sebelum Yesus naik ke sorga (Mat 28:19-20; Kis 1:8), sehingga mereka lebih tetap tinggal di Yerusalem sambil bersaksi kepada orang-orang Yahudi saja. Meski dikisahkan dalam Alkitab bahwa Allah menunjuk Petrus untuk mengabarkan kepada orang Romawi, namun akhirnya ia juga berpikir ulang tentang hal ini (band. Gal 2:11-14). Petrus melakukan penginjilan, tapi perasaannya lebih kepada Yahudi saja.
Namun Allah menetapkan bahwa kabar baik itu bagi seluruh bangsa. Allah menciptakan semua suku bangsa sebagai manusia yang setara dan tidak membedakan status dan warna kulit, kelahiran, atau status (band. Yak 2:1). Semua manusia telah berdosa sehingga semua harus diselamatkan. Kita harus menghilangkan seluruh hambatan yang mungkin terjadi, seperti bahasa, budaya, wilayah geografis, tingkat pendidikan dan kekayaan, hambatan fisik dan lainnya untuk maksud Tuhan itu. Diskriminasi ras adalah dosa yang jahat, dosa yang menghina gambaran Allah, dosa yang menegakkan kesombongan dan meninggikan diri sendiri. Pandangan atau tradisi yang bertentangan dengan prinsip Allah haruslah dihapuskan dan diganti dengan kebenaran firman Tuhan. Kita telah melihat kejahatan perbudakan, perlakuan rasis terhadap umat Yahudi di zaman Hitler, bahkan kita sudah merasakan kejahatan apartheid di Afrika. Perjuangan Mandela adalah perjuangan Tuhan Yesus. Allah tidak membedakan kasih-Nya kepada siapa pun bagi seluruh umat ciptaan-Nya.
Kita tidak dapat menghakimi mereka yang mempercayai sesuatu yang berbeda. Akan tetapi jelas kita tidak percaya pada penyembahan berhala (1Pet 4:3), baik dalam bentuk tradisional maupun bentuk yang modern, seperti berhala pada pikiran manusia, berhala pada energi, harta kekayaan dan pendidikan, dan lainnya. Allah adalah Pengatur segala ciptaan dan berkenan kepada mereka yang rindu mencari-Nya dan bertobat, berbalik dari jalan yang jahat dan takut kepada-Nya dan berusaha hidup dengan benar di hadapan Allah (band. Rm 2:6-11; Yoh 15:10). Setiap bangsa yang rindu dan mencari Allah yang beanr pada dasarnya siap menerima kabar baik tentang Yesus. Untuk itu perlu seseorang melakukan hal itu, sebab mencari Tuhan tidaklah cukup, tapi harus menemukannya. Bagaimana mungkin seseorang menemukan Tuhan kalau tidak ada yang menunjukkan jalannya? Allah meminta kita semua untuk menunjukkan jalan itu kepada mereka (Rm 10:14-15). Untuk itulah kita dipanggil-Nya menjadi umat-Nya.
Kedua: Damai sejahtera dan berkeliling berbuat baik (ayat 36-38)
Apa yang disampaikan Petrus dalam nats ini merupakan khotbah yang penuh kuasa dan mengandung pernyataan yang jelas tentang Injil. Kehidupan yang sempurna dari Yesus dan pelayanan-Nya, kematian-Nya di kayu salib, kebangkitan-Nya, yang seluruhnya itu disaksikan secara pribadi oleh Petrus. Petrus mengkhotbahkan perbuatan kasih-Nya, tindakan damai sejahtera-Nya. Ia melihat Yesus menyembuhkan penyakit, mengusir setan, dan membangkitkan orang dari kematian. Yesus baginya adalah penggenapan Taurat. Ia menyadari kuasa yang mengutus Yesus adalah kuasa dari Allah yang demikian besar. Kuasa itu tidak akan mengalahkan segala halangan, ancaman, penderitaan dan bahkan kematian sekalipun. Yesus melakukan penyembuhan bagi penyakit sebab tujuannya adalah menghilangkan rasa sakit dan penderitaan dari dunia ini. Yesus bertindak nyata dengan mengamalkan kebenaran yang dikatakan-Nya.
Adalah salah kalau kita berpikir Allah kita adalah Allah yang pemarah atau pendendam. Itu cara pandang umat Yahudi yang ketika datang kepada Allah harus dengan perantara dan penuh perasaan takut, dan mencoba "menebus" kesalahannya dengan berbagai hewan atau korban persembahan lainnya. Ia adalah Allah yang Mahakasih. Allah berkenan kepada semua orang ciptaan-Nya yang mengamalkan kebenaran. Kasih Allah telah dinyatakan melalui Yesus yang sudah menjadi manusia. Yesus telah menyampaikan seluruh pesan dari Allah dan pesan itu dalam firman yang memberitakan damai sejahtera di dalam Tuhan Yesus, Tuhan dari semua orang. Meski firman itu disampaikan kepada orang-orang Israel terlebih dahulu, akan tetapi firman itu adalah untuk semua, sebab Yesus datang untuk semua orang.
Manusia memang selalu lebih mudah merasakan pada akibat yang terjadi, akan tetapi agak sulit mencerna sebab-sebabnya. Manusia dengan cepat merasakan sakit ketika terjatuh kecelakaan, tanpa mau berpikir susah tentang mengapa ia terjatuh dan apa yang harus dilakukannya setelah terjatuh sehingga tidak masuk lobang kedua kalinya. Mengetahui sebab-sebabnya akan membantu kita memahami apa yang terjadi dan makna dari semua kejadian yang kita alami. Demikian juga dengan Allah menjadi manusia. Kita mendengar kisah Yesus dan apa yang dilakukan-Nya. Yesus harus disalibkan padahal Ia tidak bersalah dan tidak layak untuk itu. Tapi itulah kekejaman manusia. Hanya dengan memahami mengapa Allah menjadi manusia dan harus mati tersalib, maka kita dapat memahami bagaimana kita dapat ditebus oleh-Nya. Dengan mengakui kasih-Nya, damai sejahtera-Nya, maka kita juga perlu untuk berbagi kasih dan damai sejahtera itu kepada semua orang, yakni dengan berbuat kebaikan.
Ketiga: Menjadi saksi dan kesaksian (ayat 39-41)
Agama Kristen adalah agama yang berdasarkan sejarah yang jelas. Injil dan Kitab Suci bukan dongeng atau mistik, dan bukan pula dimaksudkan sebagai Yesus Sejarah dalam arti demithologisasi (menghilangkan hal-hal yang tidak rasional seperti mukjizat). Injil berisikan fakta-fakta tentang perjalanan hidup Yesus, kematian dan kebangkitannya. Para murid yang merupakan orang-orang pilihan Allah mengalami berbagai peristiwa nyata selama empat puluh hari bersama Yesus setelah kebangkitan-Nya, makan dan minum bersama, dan melihat dengan mata bagaimana Ia naik ke sorga. Injil memberitakan karya Kristus, yang bukan pemikiran manusia, bukan gagasan-gagasan filosofis, meskipun hal yang diucapkan Yesus juga pemikiran filosofis.
Allah menetapkan para murid dan rasul melihat peristiwa kebangkitan-Nya dan Allah juga melalui Roh Kudus menetapkan mereka dapat bersaksi dengan menulis Injil dan surat-surat, agar kita menjadi percaya. Kesaksian dan khotbah Petrus dalam nats minggu ini menguatkan para pendengarnya dan inilah yang dituliskan oleh Lukas melalui Kisah Para Rasul ini. Kita pun yang membacanya, merenungkannya, merasakannya, dan mengalami pertemuan pribadi dengan Yesus melalui pertolongan Roh Kudus, akan mendapatkan inspirasi dari kisah itu, menghayati, dan kemudian percaya, menjadikan kita saksi yang bisa dipercaya. Semua itu akan menguatkan iman orang-orang yang mendengar dari kita. Kita yang dipanggil untuk menjadi saksi bagi-Nya adalah yang sudah menerima kasih karunia itu dan merasakannya dalam kehidupan sehari-hari. Yesus bukan hanya seorang tokoh fiksi bagi kita, tokoh sebuah dongeng atau cerita. Bagi kita yang dipanggil, Yesus adalah Tokoh yang selalu hidup, guru, teladan, dan Pribadi yang terus menyertai. Para pendeta, pengkhotbah dan guru-guru sekolah minggu adalah mereka yang sudah merasakan itu dan mengalami perjumpaan hati dengan-Nya. Mereka yang bersaksi adalah yang dapat membayangkan penderitaan Yesus, dan mengakui bahwa Yesus mati untuk dia, dan telah memberi jalan hidup yang baru. Oleh karena itu, kita perlu untuk bersaksi sebagaimana murid-murid sudah bersaksi dan menuliskan kisah-Nya.
Iman timbul dari pendengaran (Rm 10:14, 17) maupun dari penglihatan (Yoh 20:27-29; band. 1Pet 1:8). Iman yang sama yang dimiliki oleh para murid dan para rasul diharapkan dari kita, sehingga kita dapat bersaksi sama seperti mereka, dan semua itu hanya melalui pembacaan dan perenungan Injil dan perjumpaan hati kita dengan Yesus. Kita menjadi saksi melalui para rasul apa yang Tuhan Yesus alami di bukit Golgota. Kita akan menjadi saksi tentang kebangkitan-Nya. Memang kita tidak menyaksikan Ia bangkit dan makan minum bersama para murid, akan tetapi melalui kesaksian mereka itu dan kuasa Roh Kudus, kita dapat menyatakan yang sama dengan kesaksian mereka. Mereka telah dipilih Allah untuk bersaksi dan kita juga dipilih Allah untuk bersaksi bagi-Nya. Allah telah mengutus Yesus untuk menebus dosa semua orang yang hidup dan mati dan semua rasul menyatakannya demikian. Maka kita pun hendaklah mengatakan yang sama, bahwa mereka yang percaya pada-Nya akan menerima pengampunan.
Keempat: Hakim atas segala bangsa dan mendapat pengampunan (ayat 42-43)
Semua orang akan dihakimi dengan adil oleh Allah yang Mahakasih, tidak ada pengecualian. Pengadilan itu akan dilakukan dengan Yesus sebagai Hakim, sebab Ia telah menerima kuasa dari Allah Bapa (Yoh 5:22). Agama lain juga mengakui peran sentral Yesus dalam penghakiman akhir zaman. Semua kecongkakan dan kesombongan akan dimusnahkan. Pada penghakiman, sebagian orang akan dihukum dan sebagian orang akan diberi upah, mereka yang ada dalam Kristus dan taat serta berkarya bagi-Nya. Penghakiman itu nyata dan pasti mendebarkan, sebab itu gambaran pengadilan dalam Why 6:14-17 cukup mengerikan. Melalui kebangkitan-Nya, Yesus Kristus ditinggikan dan sebagaimana disebutkan dalam ayat 36, Yesus adalah Tuhan dari semua orang. Ia berkuasa atas orang percaya dan orang yang tidak percaya atau tidak pernah mendengar akan Dia.
Injil berisi pemberitaan tentang penghakiman pada masa mendatang atas orang yang hidup dan yang mati. Pada akhir zaman pasti ada orang yang masih hidup dan banyak yang sudah mati. Alkitab berkata yang mati akan dibangkitkan untuk sama-sama menerima penghakiman (1Tes 4:13-14). Akan tetapi oleh Yesus yang telah bangkit, pengampunan dosa diberikan kepada semua orang yang percaya kepada-Nya. Ia adalah Mesias atau Yang Diurapi yang sebenarnya dinantikan bangsa Israel, dan yang menjadi pembuka tabir bagi semua keselamatan bagi bangsa-bangsa. Dari Alkitab kita tahu bahwa Ia dapat mengalahkan iblis oleh karena itu Ia adalah Tuhan, Kurios atau Yehova. Manusia tidak dapat mengalahkan iblis dan tidak dapat pula menghapus dosa-dosanya, baik melalui usaha kebaikan atau persembahan. Nyawa Yesus itu mulia sehingga kita tidak menghargai kematian-Nya dan kuasa kebangkitan-Nya dengan perbuatan baik, melainkan ketaatan dan menyerahkan seluruh hidup kita bagi-Nya.
Penyerahan seluruh hidup inilah yang membangun hubungan spesial antara orang percaya dengan Yesus dan melahirkan sebuah persahabatan. Hubungan special ini jelas menjadi dasar pemulihan atas segala kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh seorang sahabat. Dalam kehidupan manusia, seorang sahabat pasti membela sahabatnya, apalagi Yesus adalah Sahabat Sejati. Ia juga Penasehat Ajaib sehingga mampu untuk membebaskan kita dari segala tuduhan. Ia tidak akan mempermalukan kita. Ini yang menjadi dasar dari pengampunan dan pembebasan kita dari segala penghukuman.
Penutup
Khotbah Petrus yang menjadi nats kita minggu ini merupakan undangan bagi semua orang untuk percaya kepada Yesus agar memperoleh pengampunan dosa. Allah tidak membeda-bedakan dan mengasihi semua orang dan yang takut kepada-Nya dan melakukan hal yang benar. Mereka yang percaya kepada-Nya akan dipanggil untuk membawa damai sejahtera dari-Nya dan berkeliling membagikan kebaikan sebagaimana dilakukan Yesus. Dalam melakukan kebaikan itu kita juga bersaksi bahwa Ia adalah Juruselamat bagi semua orang. Kesaksian para rasul sama kuatnya dengan kesaksian kita, dan semua itu dimampukan karena pertolongan Roh Kudus yang menyertai kesaksian kita. Maka persoalannya kembali kepada kita, bagaimana kita meresponnya? Semoga kita siap dan ketika akhirnya tiba waktunya, semua orang akan dihakimi-Nya dan kita adalah umat yang dibebaskan-Nya.
Tuhan Yesus memberkati.
Khotbah Minggu 5 Januari 2020 - Minggu Epifani Tuhan Yesus
Khotbah Minggu 5 Januari 2020 - Minggu Epifani Tuhan Yesus
JANGAN HANYA MANIS DIMULUT
(Mat 2:1-12)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 60:1-6; Mzm 72:1-7, 10-14; Ef 3:1-12
(Sebagian ayat-ayat dalam nats ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah dan petunjuk hidup baru)
----------------------------------------------------------------------------------------------
"Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya aku pun datang menyembah Dia." (Mat 2:8)
Pendahuluan
Nats ini menceritakan peristiwa setelah natal saat Yesus sudah berusia 1-2 tahun, tatkala Raja Herodes berkuasa di wilayah Israel dari kekuasaan Romawi. Ia seorang yang cerdas dan keras sehingga dapat berkuasa selama 30 tahun. Minatnya sangat luas termasuk kepada hal-hal sejarah dan agama, sehingga ia juga dikenal sebagai raja yang merenovasi bait Allah dengan memperluas dan mempercantiknya. Ini dilakukannya tentu agar menarik simpati orang Yahudi. Ia banyak mengetahui isi Perjanjian Lama termasuk pengharapan datangnya Mesias. Herodes sendiri diberi gelar “Raja Yahudi” oleh Kaisar Romawi sebab ia memiliki darah Yahudi, meski orang Yahudi tidak menyukainya, sebab acapkali ia bertindak kejam dan bersikap keras kepada yang tidak disukainya. Salah satu yang dikenal dalam sejarah adalah ketika ia memutuskan untuk membunuh para bayi yang berusia di bawah dua tahun, setelah mengetahui bahwa telah lahir sekitar dua tahun lalu yaitu Yesus, Mesias dan Raja Yahudi yang dinanti-nantikan oleh umat Yahudi tersebut.
Nats minggu ini memberi pelajaran kepada kita beberpa hal, sebagai berikut:
Pertama: Memahami Petunjuk (ayat 1-6)
Adanya petunjuk kepada orang-orang majus dengan munculnya “bintang-Nya di Timur” membuktikan berita kelahiran itu juga disampaikan ke seluruh dunia. Kedatangan Tuhan Yesus sebagai manusia sebagai Juruselamat bukan hanya untuk orang Yahudi, melainkan untuk segala bangsa. Ahli waris itu tidak hanya umat Israel melainkan sudah terbuka kepada semua orang (lihat bacaan lainnya Ef 3:1-12) Meski dianggap memiliki kedudukan tinggi di wilayah Patria, Babylonia, latar belakang orang majus sendiri tidak terlalu jelas dalam Alkitab, sehingga dalam tradisi gerejawi sering ditafsirkan dengan beberapa kemungkinan, seperti mereka adalah para ahli astrologi (perbintangan), mungkin keturunan orang Yahudi yang ada di pembuangan, atau mungkin juga mereka mendapat pesan langsung dari Allah atas berita tersebut. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan adanya nubuatan dalam Perjanjian Lama, “bintang terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari Israel” (Bil 24:17, yang mendorong mereka datang dari Timur ke Yerusalem.
Tetapi yang utama sikap diperlihatkan oleh orang majus yakni langsung bertindak dengan adanya petunjuk yang mereka terima dari Tuhan. Petunjuk bintang itu juga terus mengikuti mereka hingga tiba di Yerusalem (ayat 9). Hal ini dapat dikaitkan dengan bacaan lainnya yakni Mzm 72:1-7; 10-14, yang menekankan hukum itu harus diberikan kepada para raja-raja, sehingga raja membawa keadilan dan damai sejahtera bagi bangsa; orang yang tertindas dan orang miskin akan ditolong, tetapi justru Allah akan meremukkan para pemeras.
Bagaimana dengan kita? Adakah kita merespons petunjuk dari Allah dalam hidup kita dengan datang kepada-Nya, seperti otang majus yang berjalan ribuan kilometer dari dekat Roma hanya untuk melihat Raja yang lahir itu dan menyembah Dia? Atau kadang kala kita dibutakan, meski Allah telah memberi petunjuk dengan tanda-tanda baik berupa berkat keberhasilan maupun dalam “sakit”, namun respon kita belum sama dengan orang majus tersebut?
Atau mungkin juga kita tidak berusaha meminta petunjuk dari Allah dalam perjalanan hidup kita? Sebab adakalanya kita dihadapkan pada pilihan yang sulit, pada pilihan antara yang baik dengan yang baik, “mana yang lebih baik”? Kalau pilihannya soal baik dan buruk, menurut firman Allah jelas, yakni harus kepada yang terbaik dan berkenan kepada Allah.
Meminta petunjuk pada masa kini memang bisa mengundang perdebatan teologis. Alkitab sendiri banyak menyebutkan cara-cara manusia meminta tanda atau petunjuk tersebut, seperti melalui mimpi, penglihatan, atau bahkan memilih dengan cara “dadu” seperti penunjukan murid Yesus Mathias pengganti Thomas. Memang meminta cara mendengar suara langsung dari Allah (audible) sudah diragukan dan tidak dilakukan oleh Allah, meski hak prerogatifnya tetap ada pada Allah. Tetapi permohonan dan kerinduan untuk menerima tanda atau petunjuk yang didasari doa dan hikmat dalam menentukan “mana yang lebih baik”, saya kira tidak bermasalah, sepanjang hal tersebut semuanya berkenan dan berorientasi kepada Allah. Doa dan hikmat sangat diperlukan dalam hal ini, sehingga yang lebih utama tidak terjadi “kebutaan dan ketulian” akan tanda-tanda yang sebenarnya sudah diberikan kepada kita dalam persoalan menjalani kehidupan kita ini.
Kedua: Jangan Hanya Manis di Mulut (ayat 7-8)
Umat Yahudi sendiri berfikir bahwa Mesias yang datang itu adalah Raja yang memiliki kepemimpinan yang kuat secara politik dan militer, seperti Alexander Agung, dengan pengharapan dapat mengusir tentara Romawi yang menjajah di sana. Herodes mengetahui itu, oleh karenanya ketika ia mendengar lahirnya Raja itu, Herodes menjadi ketakutan dalam hatinya. Herodes bertanya kepada semua imam kepala dan ahli taurat, di mana Mesias itu akan dilahirkan, yang dijawab: di Betlehem tanah Yehuda (Mi 5:1).
Padahal sebenarnya ia memiliki maksud tersembunyi agar dapat membunuh bayi itu. Ia tidak mau disaingi sebagai raja Yahudi yang sudah ditetapkan oleh Kaisar Romawi. Ia bermanis mulut dengan memanggil orang majus itu dan mengatakan, bilamana bintang itu nampak? (ayat 7). Demikian juga ia bermulut manis dengan menyuruh orang majus itu ke Betlehem, katanya: "Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya aku pun datang menyembah Dia"(ayat 8).
Tetapi kenyataannya niatnya sangat buruk, dalam bahasa gaulnya, Herodes bersikap “muna”, lain di mulut lain di hati. Ia ketakutan dan ingin membunuh bayi itu. Maka ketika Herodes tahu bahwa orang majus tidak kembali dan malah menyembunyikan berita itu, maka untuk mengamankan rencananya dan menutupi ketakutannya, ia memerintahkan membunuh semua bayi yang berusia 2 tahun ke bawah. Alangkah sadis dan kejamnya.
Pernahkah kita bersikap demikian? Apakah kita mudah tergoda bahwa “persaingan” di dalam keluarga, di kantor, di tempat kerja, atau di tempat lain membuat kita seolah-olah bermulut manis namun sebenarnya hati kita dilingkupi niat busuk untuk memangsa siapa saja yang mencoba menghalangi karir atau keunggulan kita? Kita perlu hati-hati dari godaan iblis. Mempertahankan prestasi dan kedudukan hanyalah dengan memberi dan menghasilkan yang terbaik bagi pihak lain. Menutupi kelemahan dan kekurangan dengan niat buruk, suatu saat pasti gagal. Bau bangkai pasti terkuak. Apalagi dalam hal rencana dan kehendak Allah, maka tiada yang dapat menggagalkannya, sebagaimana Herodes berusaha membunuh Yesus.
Ketiga: Mempersembahkan yang Sesuai (ayat 9-11)
Orang majus ini saat datang dari jauh sudah mempersiapkan persembahan bagi Raja yang lahir itu. Mereka dengan ketulusan hati mempersiapkan segala sesuatu, dan untuk alasan itu pulalah kelihatannya Allah memberitahukan berita sukacita itu kepada mereka. Mereka berangkat membawa persembahan yang mahal sesuai dengan kemampuan mereka yakni emas, kemenyan dan mur. Tradisi dalam gerejawi, jenis persembahan ini ditafsirkan dengan emas sebagai lambang persembahan kepada keluarga raja; kemenyan sebagai lambang persembahan untuk Tuhan; dan mur sebagai lambang persembahan untuk seseorang yang akan mati, karena Yesus memang mati bagi penebusan dosa-dosa kita.
Mazmur 72 menekankan persembahan ini juga, yakni agar raja-raja dari Tarsis dan pulau-pulau membawa persembahan-persembahan; kiranya raja-raja dari Syeba dan Seba menyampaikan upeti! Kiranya semua raja sujud menyembah kepadanya, dan segala bangsa menjadi hambanya! (ayat 10-11).
Kita diingatkan untuk mempersiapkan dan memberi persembahan bagi Tuhan. Apakah kita sudah memberikan yang terbaik dan sesuai dengan “maksud” Tuhan dan “keberadaan” kita? Mungkin kita tidak peduli dengan mengatakan bahwa kita sudah memberikan persembahan kepada/melalui gereja. Saya sendiri tidak menganut doktrin bahwa semua persembahan harus diberikan kepada gereja, kalau gereja kita itu tidak menggunakan dananya dengan baik, khususnya untuk kepentingan pekabaran Injil dan pelayanan kasih. Kita harus memperhatikan dan menyesuaikan rencana Allah dengan apa yang “dibutuhkan” oleh lingkungan di sekitar kita. Mungkin kita memberi persembahan tanpa memikirkan bahwa itu sebenarnya “tidak cocok” dengan maksud Allah. Kalau kita ada dalam lingkungan suatu tempat, maka Allah bermaksud lingkungan kita adalah tempat Allah dimuliakan, dipersembahkan kepada mereka-mereka yang ada di sekitar kita dahulu, yang tentunya dalam kerangka pelayanan iman dan kasih kita sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus. Kalau gereja kita sebagai anggota sudah melakukan pengelolaan dana persembahan dengan baik, maka kita tentu harus sukacita memberikan kepada gereja tersebut apa yang terbaik untuk pelayanannya.
Keempat: Berubah setelah bertemu Tuhan
Mungkin kita lebih sering mempertanyakan siapakah Tuhan, siapakah Yesus itu? Kita lebih sering meminta agar Tuhan lebih dahulu menjelaskan diri-Nya kepada kita dan setelah itu baru kita mau menyembah Dia. Ini berbeda dengan orang majus, begitu mereka menerima tanda yang kecil saja, sikap untuk menyembah dan memberikan yang terbaik langsung terlihat dalam hidup mereka. Mereka langsung berubah ketika menerima pesan dari Tuhan terhadap mereka.
Demikian juga setelah kembali melihat Yesus, mereka merubah jalan pulang tidak lewat Yerusalem agar maksud Herodes tidak kesampaian untuk membunuh Yesus. Pesan dari peristiwa ini adalah agar banyak orang merubah jalan hidupnya setelah bertemu dengan Yesus. Apakah kita sudah merubah jalan hidup kita karena sudah mengenal dan percaya kepada Yesus?
Bacaan dari nats lainnya pada minggu ini ada di Yes 60:1-6a, yang juga menekankan: “Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu”. Kita semua diminta bangkit. Allah memberikan pelbagai hikmat dan talenta dalam pelayanan kita, sebagaimana dinyatakan dalam bacaan lainnya, “supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga, sesuai dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (Ef 3:10-11).
Penutup
Ada empat pesan dari nats minggu ini yakni agar dalam menjalani kehidupan ini, mulailah memahami petunjuk dari Allah, sebagaimana orang majus tadi. Kalau memang belum ada, jangan ragu untuk meminta tanda atau petunjuk sepanjang itu adalah pilihan baik dengan baik, bukan pilihan antara baik dengan buruk. Persaingan hidup selalu ada, tetapi janganlah kita bersikap munafik, hanya manis di mulut seperti Herodes. Hatinya disembunyikan dengan maksud jahat.
Allah sering memberi tanda atau petunjuk dalam perjalanan hidup kita. Maka persiapkanlah yang sesuai dan terbaik untuk kemuliaan Tuhan dan balasan atas pengorbananNya di Golgota. Pengenalan dan pertemuan dengan Tuhan harus membuat perubahan dalam jalan hidup kita, seperti orang majus yang merubah jalannya setelah bertemu dengan Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII Setelah...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 17 November 2024Kabar dari Bukit HUKUM DI DALAM HATI (Ibr. 10:11-25) ”Aku...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 765 guests and no members online