Tuesday, December 03, 2024

KABAR DARI BUKIT (Edisi 29 September 2019)

KABAR DARI BUKIT (Edisi 29 September 2019)

 

Ibadah dan Kecukupan

 

Firman Tuhan hari Minggu ini diberi kepada kita dari 1Tim 6:6-19 dengan pokok renungan tentang ibadah, cinta uang dan kebajikan. Ibadah berasal dari kata abodah, avodah (Ibrani) yang menurut KBBI berarti "Perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya." Alkitab meminta kita orang percaya agar janganlah menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah (Ibr 10:25a). Artinya, ritual rutin, seperti doa pagi dan membaca Alkitab/Renungan, doa syukur malam, ibadah Minggu, doa-doa bersama, PA bulanan, semua itu wajib menjadi bagian dari kehidupan kita.

 

Tetapi Alkitab juga memberikan pemahaman bahwa melakukan kegiatan, baik dalam kerangka pekerjaan, sosial, rumah tangga dan lainnya itu merupakan ibadah. Perintahnya cukup jelas, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia" (Kol 3:23). Dengan demikian seluruh kehidupan kita harus dianggap sebagai ibadah, dalam arti totalitasnya mewujudkan misi Allah di dunia ini.

 

Manusia perlu uang. Meski uang bukan segalanya, tetapi tanpa uang akan susah segala-galanya. Tetapi banyak juga kesaksian dari orang kaya raya bahwa uang tidak bisa membeli kebahagian. Uang juga tidak bisa membeli keselamatan. Oleh karena itu nas minggu ini menekankan jangan cinta uang sebab itu menjadi akar semua kejahatan (ayat 10). Kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia saat lahir dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa saat mati (ayat 7). Cinta uang menghalalkan secara cara dan/atau menumpuk uang serta harta menjadi tujuan dan menjadikannya mammon penyembahan berhala (Kol. 3:5; Ef. 5:5).

 

Kita diajar untuk memahami sukacita mencukupkan diri dan terhindar dari keserakahan. Kita diminta bijak membedakan keperluan hidup dan keinginan hidup. Keinginan mudah terkontaminasi dengan godaan kedagingan, kuasa dunia, dan pengaruh iblis; semua dipadu melalui jerat dan nafsu keserakahan. Dan, motivasi ibadah kita janganlah untuk mencari berkat kekayaan. Waspada, tidak sedikit yang kecewa, berakhir dengan penjara, rasa malu, tekanan pikiran, atau putus asa.

 

Pemazmur berkata, "Lebih baik yang sedikit pada orang benar dari pada yang berlimpah-limpah pada orang fasik" (Mzm. 37:16). Bersyukurlah atas apa yang sudah diterima. Perasaan syukur lebih dinikmati saat dapat memberi. "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima" (Kis 20:35b). Kita anak-anak Allah atau manusia Allah disebut dalam nas ini (ayat 11) diminta: "engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." Jelas. Jangan kalah, jadilah pemenang pertandingan dan rebut hidup yang kekal. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati, amin.

 

(Pdt. Em. Ramles M Silalahi)

 

Khotbah lainnya bagian leksionari hari Minggu ini Jurang yang Tak Terseberangi (Luk 16:19-31) dapat mengklik web www.kabardaribukit.org.

Khotbah Minggu 29 September 2019 - Minggu XVI Setelah Pentakosta

Khotbah Minggu 29 September 2019 - Minggu XVI Setelah Pentakosta

 

JURANG YANG TAK TERSEBERANGI

(Khotbah Luk 16:19-31)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yer 32:1-3a, 6-15 atau Am 6:1a, 4-7;

Mzm 91:1-6, 14-16 atau Mzm 146; 1Tim 6:6-19 (berdasarkan

http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

 

Nas Luk 16:19-31 selengkapnya:

Orang kaya dan Lazarus yang miskin

19 “Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. 20 Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, 21 dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya. 22 Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. 23 Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. 24 Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. 25 Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. 26 Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. 27 Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, 28 sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. 29 Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. 30 Jawab orang itu: Tidak, Bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. 31 Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.”

 

-------------------------------------------------------------------------------------------

 

Pendahuluan

Minggu ini kita masih diberikan pengajaran tentang konsekuensi penggunaan harta dan kekayaan yang salah dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Kisah dalam nats ini yakni tentang orang miskin yang penuh iman dan tentang orang kaya yang tidak peduli dan membekukan hatinya terhadap sesama dan tidak memiliki belas kasih. Kisah ini hanyalah perumpamaan yakni tidak sungguh-sungguh terjadi. Lazarus dalam kisah ini berbeda dengan Lazarus yang disebutkan dalam Yoh 11 yang dibangkitkan Yesus. Akan tetapi yang ditekankan dalam kisah ini adalah bahwa segala hal yang kita lakukan dan perbuat selama kita hidup di dunia ini akan membawa konsekuensi ketika kita nanti dipanggil Tuhan menghadap-Nya. Konsekuensi ini permanen dan tidak ada yang bisa merubahnya. Dari kisah yang kita baca minggu ini diberikan beberapa pengajaran sebagai berikut.

 

Pertama: adanya yang kaya dan miskin (ayat 19-21)

Kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan miskin memang sudah ada sejak manusia mengenal sistim kepemilikan individu. Tidak dapat dipungkiri manusia diciptakan Allah dengan berbagai kemampuan yang tidak sama khususnya dalam mencari nafkah dan penghasilan. Manusia dengan kemampuan tinggi akan dengan mudah memanfaatkan segala sumber alam dan produksi untuk menjadi miliknya, di bawah penguasaannya, dan juga untuk dinikmatinya. Sistim ini pernah dicoba untuk dihilangkan melalui sistim sosialis komunis, dengan konsep kepemilikan bersama dan komunal, namun dari pengalaman beberapa dekade di berbagai negara sistim ini gagal untuk meningkatkan keadilan dan harkat manusia. Sistim ekonomi tidak bisa menghilangkan individualitas yang dianggap justru meningkatkan kemakmuran bagi semua.

 

Kecendrungan manusia untuk mencoba meningkatkan harkat dan derajatnya melalui kepemilikan yang banyak dan berlebih dari kebutuhannya bukanlah sesuatu yang tabu. Manusia diberi talenta dan karunia yang berbeda. Berbagi kepemilikan dengan sistim sama rata sosialisme juga tidak efektip sebagaimana disebutkan di atas. Maka yang menjadi masalah adalah ketika yang memiliki banyak kemudian mengeksploitasi mereka yang memiliki sedikit dan kurang berpendidikan, seperti majikan mengeksploitasi buruh, pemilik modal menindas pekerja, tuan tanah menindas buruh tani, pejabat memeras rakyat, yang pintar menipu yang bodoh, dan sebagainya. Hal ini akan jelas terlihat ketika mereka yang kaya kemudian melupakan yang miskin dengan hanya menikmati untuk dirinya sendiri saja.

 

Itulah gambaran yang diberikan dalam nats ini. Orang kaya yang disebutkan dalam kisah ini selalu ingin menunjukkan kekayaannya dengan memakai jubah ungu mahal, bersukaria setiap hari dengan penuh kemewahan. Ia benar-benar menikmati kekayaannya dan mementingkan dirinya sendiri, bahkan mungkin secara atraktif memperlihatkan kepada banyak orang. Sementara di lain pihak kita membaca bagaimana Lazarus (yang berarti “Allah adalah pertolonganku”) dan hidup benar di hadapan Allah, harus hidup dengan mengais-ngais sisa makanan yang dilemparkan dari rumah orang kaya itu, dan itupun mungkin harus bersaing dengan anjing!!! Bahkan kadang anjing itu datang untuk menjilati borok Lazarus yang papa dan ia tidak mampu untuk mengusirnya. Sungguh gambaran yang tragis sikap orang kaya terhadap orang miskin.

 

 

 

Kedua: semua orang akan mati dan mendapat yang setimpal (ayat 22-25)

Akan tetapi segalanya akan berakhir ketika semua orang dipanggil kembali kepada Tuhan. Umur manusia tidak ada yang bisa memperpanjang dan Allah pemegang mutlak atas itu. Untuk itu tidak ada perbedaan kaya dan miskin, berbaju bagus atau compang-camping, pintar atau bodoh, Allah yang menentukan kapan akan menghadap Dia, meski diakui hikmat dalam pengetahuan bisa membawa dampak pada umur rata-rata orang terkait kesadaran kesehatan. Kalau semasa di dunia orang kaya mendapatkan kenikmatan dengan baju dan makanan yang enak dan melupakan mereka yang miskin, atau mendapatkan kehormatan dengan di tempatkan di tempat-tempat khusus dan utama, maka ketika kematian tiba, semua itu tidak ada artinya. Allah yang menjadi hakim bagi semua orang dengan melihat semua yang dilakukan terlepas dari kondisi kaya miskinnya.

 

Seperti semua orang Lazarus dan orang kaya itu memang akhirnya mati tanpa perlu dijelaskan penyebabnya. Akan tetapi Lazarus yang miskin itu langsung dibawa malaikat dan duduk di pangkuan Abraham. Di sini Abraham digambarkan sebagai bapak orang beriman sehingga dapat dipastikan bahwa Lazarus penuh dengan iman pada masa hidupnya. Meski ia miskin dan kelaparan, namun melalui imannya ia percaya ada dalam pemeliharaan Allah dan tidak pernah mengeluhkannya. Oleh karena itu ia diangkat ke Firdaus dan tinggal bersama-sama Abraham dan bahkan mendapat tempat yang istimewa di pangkuan Abraham (band. Yoh 1:18). Pangkuan disini dalam pengertian “berbaring” yakni dalam suasana pesta di Firdaus (zaman dahulu menikmati pesta sering dilakukan dengan berbaring).

 

Berbeda dengan Lazarus yang menikmati kehidupan setelah kematiannya, orang kaya yang selalu hidup mewah tadi digambarkan menderita di alam maut. Orang kaya itu melihat Lazarus dan mengatakan kepada Abraham agar mengasihaninya. Ia sangat kesakitan dalam nyala api ini di neraka dan meminta Lazarus agar mencelupkan ujung jarinya ke dalam air untuk menyejukkan lidahnya. Sebuah gambaran yang menyedihkan. Ia dihukum bukan karena kaya akan tetapi karena mempergunakan kekayaannya secara tidak benar. Dalam kehidupan dunia, orang kaya ini telah menggunakan miliknya untuk kesenangan, kemewahan dan kepentingan dirinya tanpa memperdulikan mereka yang miskin, maka Allah tidak berkenan akan hal itu dan memberikan hukuman kepadanya dengan berat. Apa yang ia dan kita lakukan di dunia pasti akan mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah.

 

Ketiga: jurang yang tidak terseberangi (ayat 26-29)

Ada pemahaman Yahudi dalam perjanjian lama bahwa mereka yang meninggal akan dikumpulkan bersama dengan nenek moyang mereka (Kej 15:15; Hak 2:10; Mat 8:11). Oleh karena itu Lazarus digambarkan bersama-sama dengan Abraham. Orang kaya itu juga setelah mati digambarkan berada di alam maut di tengah nyala api. Alam maut (Yun: hades dan Ibr: syeol) memang gambaran dalam kekristenan sebagai tempat berkumpulnya roh orang mati dan sering disebut neraka. Mereka yang tidak berkenan dan mendapat penghukuman karena perbuatannya di dunia tidak sejalan dengan kehendak Allah, maka mereka akan berakhir tragis di tempat ini. Penderitaan orang kaya itu pasti lebih hebat dari penderitaan Lazarus sewaktu hidup dalam kemiskinannya. Apalagi, dari cerita yang kita baca tampak bahwa orang kaya itu sebenarnya mengenal Lazarus pada masa hidupnya. Akan tetapi ia mengeraskan hatinya, matanya menjadi buta dan telinganya menjadi tuli akan penderitaan orang lain dan tidak peduli dengan yang disekelilingnya.

 

Berbeda dengan gambaran Firdaus yakni tempat damai sejahtera, maka mereka yang berkenan kepada Allah melalui iman dan perbuatannya di dunia akan berada di sini bersama-sama dengan bapak iman kita Abraham. Ini juga sebagai kiasan tempat sorgawi (band. Luk 23:43 dan Kis 7:59). Gambaran yang diberikan dalam nats ini yakni kedua tempat ini dipisahkan oleh jurang yang dalam dan tidak terseberangi. Dunia orang yang berkenan kepada Allah kelak akan berada jauh dari dunia tempat mereka yang tidak diselamatkan. Memang ada penafsiran bahwa sesama orang akan dapat melihat bagaimana mereka berkumpul kelak di sorga dan juga dapat melihat mereka yang berada di neraka (band. Yes 66:24).

 

Hal yang ingin ditekankan dalam ayat-ayat ini bahwa keberadaan akhir seseorang setelah kematiannya adalah hak Allah yang bersifat final, tidak seorang pun dapat merobah atau menolongnya. Riwayat akhir perjalanan manusia memang hanya ada dalam dua tempat yakni tempat menerima penghukuman kekal dan tempat menikmati kebersamaan dengan mereka yang dikasihi Allah. Jurang adalah perlambang yang membedakan tempat yang maha indah dan maha buruk, seperti penggambaran domba dan kambing. Dalam kekekalan itu semua akan terkondisikan tanpa ada yang bisa berbuat sesuatu. Kita manusia yang hidup saat ini diminta untuk belajar dari situasi ini sehingga kelak tidak mengalami yang sama dengan orang kaya ini.

 

Keempat: dengarlah pesan nabi dan Tuhan Yesus (ayat 30-31)

Kalau di atas digambarkan adanya jurang di antara surga dan neraka yang bersifat jauh dan tetap, maka dalam ayat-ayat berikutnya ini yang digambarkan adalah adanya jarak yang permanen antara dunia orang mati dan dunia orang hidup. Orang kaya itu dalam penderitaannya masih berpikir agar ada yang mengingatkan mereka yang hidup yakni ayah dan saudara-saudaranya, untuk bertobat dan tidak melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan, terlebih lagi bila pesan itu disampaikan oleh mereka yang sudah mati dan mengalami. Namun, firman yang kita baca menegaskan bahwa hubungan itu sudah terputus sama sekali. Dunia orang mati yakni tempat roh-roh berkumpul sudah terlepas dari dunia orang yang hidup saat ini di dunia.

 

Firman Tuhan berkata biarlah pesan Tuhan melalui para nabi dan rasul cukup untuk mengajar mereka. Semua pesan dan kesaksian itu sudah tertulis dalam Alkitab baik perjanjian lama (termasuk yang disampaikan dan kesaksian Nabi Musa) dan kesaksian para rasul dalam perjanjian baru. Utusan orang mati tidak lebih hebat dari firman yang tertulis. Kesaksian orang yang pernah melihat surga tidak lebih dahsyat dari gambaran yang ada dalam Alkitab. Maka biarlah (tulisan) Alkitab itu yang mengajar kita, dengan membaca dan mempelajarinya, mendengarkan dan merenungkan uraian para hamba Tuhan agar kita tidak tersesat dan jauh dari kehendak Tuhan. Firman Tuhan mengatakan, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2Tim 3:16). Semua itu diberikan Allah agar kita membaca, mendengar, merenungkan dan menjadi pelaku-pelaku firman Tuhan.

 

Hal lainnya yakni terputusnya dunia orang yang masih hidup dengan orang yang sudah mati membawa konsekuensi yang sangat besar bagi iman kekristenan, khususnya tentang doa bagi mereka yang sudah meninggal. Sering muncul pertanyaan: apakah orang yang masih hidup dapat mendoakan mereka yang sudah meninggal? Maka sebagaimana dinyatakan dalam ayat tadi, doa orang yang masih hidup tidak mempunyai arti lagi bagi mereka yang sudah meninggal, keduanya sudah terputus dan tidak ada satupun yang bisa merubahnya kecuali melalui pertobatan dan keselamatan di dalam Tuhan Yesus semasa ia hidup. Iman Kristen protestan sangat ketat dalam hal ini dengan melarang mendoakan mereka yang sudah meninggal, meski kita akui saudara kita dari gereja katholik masih memperkenannya dengan mendasarinya dari Kitab Makabe yang merupakan bagian dari kitab Apokrifa (2Mak 12:41-45) yang tidak diterima oleh umat Protestan.

 

Kesimpulan

Melalui bacaan kita minggu ini, Tuhan Yesus bukan mengajarkan agar kita membenci atau menghindari kekayaan, akan tetapi bagaimana kita mensikapi dan diajarkan mempergunakan kekayaan itu. Yesus mengajarkan bahwa ketidak-pedulian kita akan orang-orang miskin sementara kita menikmati kekayaan yang ada, akan diperhitungkan oleh Allah dan membawa konsekuensi setelah kita mati nanti dan masuk dalam kekekalan. Orang miskin selalu ada di sekitar kita. Kita tidak dapat berbuat apa-apa lagi ketika kita sudah mati, bahkan semua kekayaan dan keluarga termasuk orang tua dan saudara-saudara tidak dapat merubah ganjaran yang kita harus terima. Mari kita belajar dan mendengar firman Tuhan dan menjadi pelaku-pelaku agar hidup kita kelak jauh dari nyala api yang merindukan setetes air pun tidak akan kesampaian. Tuhan Yesus memberkati.

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 714 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8029109
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
1167
80866
180394
7546890
180394
883577
8029109

IP Anda: 172.70.188.155
2024-12-04 00:24

Login Form