2024
2024
Kabar dari Bukit Minggu 2 Juni 2024
Kabar dari Bukit
PANGGILAN DAN PELAYANAN (1Sam. 3:1-20)
”Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar" (1Sam. 3:9b)
Salah satu perbedaan pekerjaan dengan pelayanan adalah perihal upah. Upah pekerja sudah ditetapkan sebelumnya, langsung dapat dinikmati; sementara pelayanan khususnya untuk Tuhan, upah sifatnya janji iman, belum nyata. Namun hal yang lebih prinsip lagi, dalam pelayanan faktor panggilan sangat utama; bukan melamar seperti pekerja. Oleh karena itu, menghayati panggilan sangat penting dalam pelayanan.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah 1Sam. 3:1-20. Kisah ini tentang Samuel yang masih remaja, belum mengenal Tuhan, sedang tidur dan merasa namanya dipanggil (ay. 2-7). Ia yang tinggal bersama Nabi Eli di Bait Allah, kemudian berlari menghadap Eli, tapi merasa tidak memanggilnya. Tiga kali berulang, dan Nabi Eli tahu yang memanggilnya adalah Allah sendiri. Eli pun menasihati, bila ada panggilan lagi, agar Samuel menjawab: "Berbicaralah, Tuhan, sebab hamba-Mu ini mendengar” (ay. 9-10). Allah pun berbicara langsung kepada Samuel (ay. 11-18).
Samuel yang memang sudah dinazarkan ibunya Hana untuk menjadi hamba Tuhan (pasal 1), perlu mendapat pelatihan dan persiapan. Eli bersedia membimbingnya sebab anak-anaknya telah gagal dibimbingnya, karena suka mencuri persembahan yang dibawa oleh umat (pasal 2). Samuel yang lugu, mendengar suara Tuhan menyampaikan kekecewaan-Nya terhadap anak-anak Eli. Samuel pun semakin teguh hingga ia menjadi nabi besar umat Israel (ay. 19-20).
Memenuhi panggilan Tuhan ke dalam pelayanan perlu dihayati dasar dan motivasinya. Pertama, Tuhan memberi talenta dan karunia rohani kepada setiap orang untuk dipakai secara efektip dalam hidupnya; ada yang besar dan kecil sesuai rencana-Nya. Mat. 25:14-30 menjelaskan, ada yang diberi lima talenta dan menghasilkan lima talenta juga. Namun ada diberi satu talenta, malah menyembunyikannya dalam tanah sehingga tidak menghasilkan sama sekali. Tuhan pun menghukumnya, mencampakkan ke tempat gelap yang penuh ratap dan kertak gigi karena dianggap jahat dan malas.
Hal kedua, dalam pekerjaan kita bisa bernegosiasi soal imbalan upah. Tapi dalam pelayanan, memperoleh sesuatu dari pelayanan bukanlah motivasi baik, melainkan ungkapan syukur dan terima kasih kepada Tuhan atas anugerah keselamatan dan berkat yang diperoleh, sebagaimana Hana mempersembahkan hidup Samuel.
Hal ketiga, pelayanan memerlukan kesiapan pengorbanan diri. Seseorang yang melayani mesti membuat dirinya bagaikan lilin yang memberi terang, meski dirinya sendiri hancur dan lenyap. Pelayanan mesti dilihat sebagai upaya mendapatkan pertumbuhan rohani dan bukan imbalan kenikmatan daging dan dunia. Motivasi yang salah, akan membawa kekecewaan dan kegaduhan, tidak membawa damai (Mat. 5:9).
Hal keempat, melayani Tuhan tidak terbatas dalam gereja atau jabatan. Semua orang percaya diminta menjadi terang dan garam di tengah dunia, terlepas bidang pekerjaan dan tempat. Pandangan Howards Hendricks sangatlah bagus yang mengatakan, tidak ada ayat alkitab yang menyuruh orang sesat agar pergi ke gereja, tetapi banyak ayat yang menyuruh orang percaya untuk pergi ke dunia orang sesat. Mereka ini memerlukan terang dan garam untuk memaknai hidup. Tugas panggilan kitalah untuk menebarkannya.
Hal terakhir, kita tidak boleh berdalih bahwa Tuhan tidak pernah memanggil untuk melayani-Nya. Kita pasti pernah membaca firman-Nya, atau mendengar khotbah di gereja dan persekutuan. Khotbah yang alkitabiah adalah suara Tuhan melalui hamba-Nya, masuk ke hati nurani, berbisik memanggil kita. Sekarang, semua tergantung respon kita, melayani-Nya dan bertumbuh secara rohani, atau terus mengejar dunia.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah Minggu II Setelah Pentakosta - 2 Juni 2024
Khotbah Minggu II Setelah Pentakosta
SABAT DAN MANUSIA (Mrk. 2:23 - 3:6)
"Lalu kata Yesus kepada mereka: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat" (Mrk. 2:27-28).
Firman Tuhan hari Minggu ini dari Mrk. 2:23 - 3:6, memberi pesan tentang makna hari Sabat; kisah tentang murid-murid Yesus memetik bulir gandum dan Dia menyembuhkan seorang yang mati sebelah tangannya di hari Sabat. Bagi umat Yahudi khususnya kaum Farisi, hari Sabat adalah hari yang sakral seperti tertuang dalam 10 perintah Allah (Kel. 20:10 ). Orang dilarang bekerja termasuk memetik gandum.
Sabat berarti perhentian, tatkala Allah menciptakan alam semesta enam hari lamanya dan beristirahat di hari ketujuh. Siklus yang baik dan teruji. Konon, negara Korea pernah mencoba siklusnya diubah menjadi sepuluh hari untuk meningkatkan produktivitas, tetapi hasilnya lebih buruk. Oleh karena itu kita perlu memahami Sabat dari beberapa sudut pandang. Pertama, Allah menciptakan perintah itu untuk kebaikan manusia. Allah memberi kesempatan beristirahat dan bersekutu (lebih lama) dengan-Nya untuk menikmati berkat-Nya (Kej. 2:3; Kel. 20:11). Manusia perlu dan wajib disegarkan jiwa dan tubuhnya.
Kedua, Allah memberi perintah bukan sebagai beban, atau kuk kaku yang membuat manusia terbelenggu. Hakekat semua perintah Allah ada pada dua hukum utama: Mengasihi Allah dan sesama. Kasih mengalahkan legalitas. Murid-murid yang sedang lapar, sama seperti penjelasan Yesus tentang Daud memakan roti sajian (1Sam. 21:1-6), atau orang yang sakit, perlu segera disembuhkan. Tuhan melihat hati. Sabat merupakan halte bagi manusia untuk bersekutu dan lebih peduli dengan sesama.
Ketiga, Sabat memberi pesan bahwa Allah adalah pengendali hidup kita semua. Sabat merupakan peringatan akan kasih Allah, yang membebaskan dan menyelamatkan (Ul. 5:15). Allah adalah pemilik dan Tuhan atas hari Sabat. Sebuah kesempatan "bersenang-senang karena Tuhan" (Yes. 58:14).
Keempat, Sabat juga perlu dipahami sebagai hari pertama dalam seminggu sebagai peringatan akan kebangkitan-Nya. Manusia perlu menyadari hubungannya dengan Allah telah dipulihkan melalui pengorbanan di kayu salib, dan memperoleh kemenangan melalui kebangkitan Yesus.
Ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum-hukum Alkitab sesuatu yang baik, tetapi itu jangan sampai membuat kita kehilangan hukum kasih, dan terutama pengecualian saat yang khusus untuk lebih peduli sesama. Bagi Tuhan itu intinya, dan tidak mesti demi Tuhan lantas berdebat demi kedegilan ego (Mrk. 3:5). Hukum dan peraturan demi kebaikan manusia, dan kita perlu berhikmat menjalani semua itu.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Kabar dari Bukit Minggu 26 Mei 2024
Kabar dari Bukit Minggu 26 Mei 2024
MENANG ATAS PENDERITAAN (2Kor. 4:7-15)
”Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami" (2Kor. 4:7)
Salah satu ketakutan manusia adalah merasa sendirian, tidak berdaya. Hal itu terjadi jika kondisinya sudah pada titik nadir, dampak situasi ekonomi, kesehatan, perseteruan, atau penolakan. Pikiran buntu, melihat tidak ada lagi peluang pengharapan seolah lenyap. Situasi neurotik ini menurut pakar psikologi sangat berbahaya, dapat menimbulkan rasa frustasi, ketakutan, merasa gagal dan bersalah, hingga depresi dan bunuh diri.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu Trinitas yang berbahagia ini adalah 2Kor. 4:7-15. Judul perikopnya: Harta rohani dalam bejana tanah. Pada ayat 7 dituliskan, “Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami.”
Pesan pertama renungan kita yakni agar manusia tidak sombong. Kemanusiaan dan kedagingan kita lemah, bagaikan bejana tanah liat yang rapuh, mudah pecah berkeping. Semakin hari tubuh kita merosot dan tidak ada yang dapat menghentikannya. Kita dengan mudah mengalami rasa sakit, kesusahan, kesedihan dan tangisan. Namun orang yang rendah hati lebih siap menghadapinya, sebab hikmat Tuhan ada padanya (Ams. 11:2).
Pesan kedua nas ini, agar jemaat di Korintus dan kita tidak mudah menyerah dan tawar hati. Meski tubuh kita merosot dan kedagingan kita merana, namun kita tidak perlu takut dan gentar. Di dalam bejana yang rapuh itu tersimpan harta sorgawi, yakni “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami” (ay. 10). Keteladanan dan kuasa Tuhan Yesus menjadi pegangan.
Pesan ketiga, kita jangan sampai kalah meski tekanan yang datang berat. Ancaman, rasa sakit dan penderitaan jangan sampai mengubah hidup kita. Rasul Paulus menyingkapkan sesuai pengalaman hidupnya, “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa” (ay. 8-9). Orang percaya selalu kuat, menyadari manusia sesungguhnya tidak pernah sendirian pada segala situasi, jika hidupnya dalam iman akan penyertaan dan pemeliharaan Allah. Inilah kekayaan rohani yang dimaksudkan dalam nas tersebut.
Pesan keempat, iman Kristiani kita hidup, bahwa Tuhan mempunyai rencana yang baik bagi anak-anak-Nya. Meski kita dalam penderitaan dan kelemahan, kuasa Tuhan bekerja agar kita tidak menang, melihat “justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2Kor. 12:9).
Jemaat Korintus dihadapkan adanya guru-guru palsu yang mengajarkan hal berbeda dengan yang disampaikan Rasul Paulus. Ini membuat jemaat sedih, tertekan, dan kebingungan sebab terjadi pertikaian di antara mereka. Rasul Paulus pun menulis surat 2Korintus ini untuk menghibur dan menguatkan jemaat. Firman-Nya mengajarkan, meski maut giat mengancam, orang percaya tetap bangkit bersaksi berkata-kata dengan roh iman yang dianugerahkan kepada kita (ay. 12-13).
Iman dan pengharapan merupakan sauh yang kuat dan aman agar kita tidak tenggelam dan terpuruk (Ibr. 6:19). Yesus yang telah bangkit mendorong kita untuk melakukan hal terbaik, yakni “supaya kasih karunia, yang semakin besar berhubung dengan semakin banyaknya orang yang menjadi percaya, menyebabkan semakin melimpahnya ucapan syukur bagi kemuliaan Allah” (ay. 15). Jurgen Moltmann dalam bukunya Theology of Hope menekankan, berpeganglah pada janji Tuhan yang pasti, semua akan baik-baik saja. Ada sesuatu yang perlu dilihat dengan mata rohani, yakni "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia" (1Kor. 2:9).
Tidak ada hal yang lebih besar dari sikap dan perbuatan manusia selain menjadi pemenang dan menyenangkan hati Allah.
Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah (2) Minggu II Setelah Pentakosta - 2 Juni 2024
Khotbah (2) Minggu II Setelah Pentakosta
BUKAN DAFTAR BELANJAAN (Mzm. 139:1-6, 13-18)
Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN (Mzm 139:4)
Firman Tuhan di Minggu hari ini, Mzm. 139:1-6, 13-18, dengan perikop: Doa di hadapan Allah yang maha tahu. Sejak awal tahun, penekanan bacaan firman menurut leksionari, adalah kekaguman dan rasa takjub serta hormat terhadap kekuasaan dan kebesaran Allah. Kali ini ungkapkan tentang kemahatahuan Allah atas segala sesuatu.
Raja Daud sebagai pemazmur meyakini bahwa hidupnya sejak dari kandungan telah diketahui Allah. ’Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya" (ayat 13-14).
Apakah benar demikian? Bagaimana logika kemahatahuan Allah terhadap hidup seseorang? Daud dengan lugas mengatakan dengan rinci: ”Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh.... Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring “(ayat 2-3).
Tentu semua adalah iman dari akal sehat yang berpegang, bahwa ada Kuasa yang mengendalikan alam semesta ini beserta seluruh isinya. Tidak ada sesuatu tanpa penyebab, dan semua ada awalnya serta tentu juga pasti ada akhirnya. Soal ada pembaruan bumi baru langit baru itu tidak masalah. Ilmuwan besar seperti Einstein dan filsuf besar Immanuel Kant juga sampai pada kesimpulan itu. Oleh karena itu pemazmur menuliskan dengan cara sederhana, “Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya ... Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah” (ayat 6 dan 17). Maka benar, ketika akal pikiran tidak mencapai, imanlah yang bekerja.
Pemahaman ini juga membawa kita pada prinsip tidak ada hal yang tersembunyi bagi Tuhan. Manusia tidak dapat berbuat seenaknya, khususnya terkait dosa, seolah-olah tidak ada yang mengetahui. Allah melihat dan maha tahu serta menilai semuanya kelak. Tetapi setiap perbuatan baik yang kita lakukan yang bukan untuk kepentingan diri sendiri, yang tidak dilihat orang, Allah maha tahu. Tujuan dari itu adalah agar Allah dapat melindungi kita sesuai dengan rencana-Nya (ayat 15).
Mazmur ini juga mengatakan bahwa segala sesuatu itu telah tertulis dalam Alkitab. Iman jelas harus berlandaskan “sesuatu” dan bukan atas pandangan orang seorang. Jika ada orang tidak percaya Tuhan karena mengikut filsuf Nietzsche atau lainnya, ya itu kurang berkhikmat saja. Bagi kita orang percaya, pedoman hidup itu adalah Alkitab. “... Dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya,” demikian ditulis di ayat 16. Alkitab adalah jalan kita mencari jawaban dari Tuhan atas segala peristiwa yang terjadi.
Hal terakhir pesan nas ini kepada kita, doa ternyata tidak harus berupa permintaan. Mazmur ini adalah doa kepada Tuhan berupa pujian dan sanjungan. Maka mari kita hindari membuat doa sebagai shopping list atau daftar belanjaan keperluan kita kepada Tuhan. “Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN,” itu pengakuan pemazmur bahwa Allah tahu yang perlu bagi kita.
Tugas kita adalah mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk semakin layak dipakai menjadi alat kemuliaan-Nya, dan dapat dapat melihat hal besar (Yoh. 1:43-51). Dan jangan lupa, doa pokok kita saat ini agar kita dan keluarga selamat dari Covid-19, hingga badai ini berlalu. Tetaplah memuji dan memuliakan Tuhan, maka hidup kita akan dipakai sesuai dengan rencana indah-Nya.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah (1) Minggu I Setelah Hari Raya Pentakosta 26 Mei 2024
Khotbah Minggu I Setelah Hari Raya Pentakosta 26 Mei 2024
MENJADI ANAK-ANAK ALLAH (Rm. 8:12-25)
Bacaan lainnya: Kej. 28:10-19a; atau Yes. 44:6-8; Mzm. 139:1-12, 23-24 atau Mzm. 86:11-17; Mat. 13:24-30, 36-43
Pendahuluan
Kita tahu bahwa banyak orang Kristen yang belum memahami arti sebagai pengikut Kristus. Pola kehidupannya sering kali belum mencerminkan maksud dan kehendak Tuhan Yesus dalam hidupnya sebagai anak-anak Allah, dan masih banyak yang hidup dengan pola manusia lama. Hal itu bisa tampak dari hal sederhana, misalnya, masih hidup dalam ketakutan: takut pada kegelapan, takut akan hari esok dan lainnya, sampai yang paling “berat” yakni wajib peduli dan berbuat baik terhadap orang lain. Firman-Nya berkata: “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa” (Yak. 4:17). Hal itu mungkin didasari belum dipahaminya rencana Allah dalam hidupnya dan juga janji pasti yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada kita. Melalui nas minggu ini kita diberi pengajaran tentang hidup sebagai anak-anak Allah dan sekaligus pewaris kerajaan-Nya saat ini hingga di kekekalan nanti.
Pertama: Kita adalah orang berhutang (ayat 12-13)
Kita tahu banyak orang yang merokok. Adanya keharusan pemerintah mencantumkan gambar-gambar yang menyeramkan di bungkus rokok dan tulisan "Merokok Membunuhmu" dengan tujuan untuk memberi kesadaran dan rasa takut kepada pembeli, tampaknya tidak efektif. Kenaikan pita cukai juga tidak terlalu menolong, meski dianggap terlalu kecil sehingga harga jual rokok masih murah dibanding di luar negeri. Oleh karena itu jumlah perokok di Indonesia terus bertambah dan bahkan sudah merembet ke dunia remaja muda. Industri rokok pun semakin jaya dengan keuntungan semakin besar. Para pemilik pabrik rokok menjadi orang-orang terkaya di Indonesia. Alasan orang tetap menjadi perokok jelas, yakni susah menghentikan sebab telah adanya racun di dalam tubuh (darahnya) berupa zat adiktif nikotin yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah yang menyebabkan kecanduan. Setiap saat racun ini meminta kembali nikotin yang memaksa perokok untuk kembali ingin mengepulkan asap rokok demi untuk memenuhi kebutuhan racun tadi. Dengan demikian dapat dikatakan, seolah-olah seorang perokok merasa berhutang bagi tubuhnya, bagi dagingnya, sehingga perlu "membayar" pada saat yang dibutuhkan. Kecanduan memenuhi keinginan tubuh dan daging bukan hanya merokok, hal lainnya bisa kita lihat pada kecanduan narkoba, alkoholisme, kecanduan seksual, makan berlebih yang berakibat menjadi mudah lapar, termasuk kecanduan yang bukan tubuh seperti judi, menonton film porno, dan lainnya.
Anehnya, semua orang tahu bahwa merokok tidak baik, banyak minum alkohol (berlebih) tidak baik, narkoba itu tidak baik. Namun tetap saja orang memulai dan akhirnya terjerat dalam hutang ketergantungan kepada daging. Mereka mungkin melupakan awalnya, bahwa memulai itu berarti membuat hutang pada tubuh. Betul ada jalan pemulihan, seorang perokok dapat menghentikan kebiasaannya dengan komitmen penuh. Kalau ada yang mengatakan tidak bisa, maka sebenarnya hanya belum memiliki komitmen kuat. Lain lagi, memulihkan seseorang yang terjerat alkoholisme, ini memerlukan biaya yang besar. Sama dengan narkoba, biasanya harus masuk panti khusus pemulihan yang membutuhkan biaya besar dan menjalani proses "siksaan" pada tubuh untuk menetralisir tubuh yang sudah terkontaminasi racun-racun yang ada di dalam darah. Untuk masuk dalam proses pemulihan itu pun memang perlu ada "kesadaran" sehingga proses pemulihan menjadi lebih mudah dan tidak merasa terlalu berat. Seseorang harus proaktif dalam memenangkan peperangan yang dipakai iblis melalui kedagingan kita. Dalam hal ini "kerjasama" dibutuhkan antara tubuh dengan roh (kesadaran) untuk proses pemulihan.
Namun banyak yang membuktikan, kesadaran dan kekuatan dari roh (kecil) kita saja tidak cukup untuk dapat melawan mematikan racun-racun tubuh itu. Seorang perokok atau pecandu narkoba biasanya bisa berhenti sebentar namun kumat lagi. Orang yang merokok kalau tidak sadar tujuan hidupnya, akan mudah kembali kecanduan. Demikian juga dengan kecanduan lainnya, sehingga yang dilakukan dalam pemulihan sering tidak efektif. Oleh karena itu, panti pemulihan alkohol dan narkoba yang dilengkapi dukungan kerohanian dengan memperkenalkan Tuhan Yesus biasanya lebih efektif. Seseorang yang mengenal Tuhan Yesus tentunya memahami bahwa mengikuti keinginan dengan membayar hutang kepada tubuh dan daging adalah sesuatu yang sia-sia dan membawa kita pada kematian. Juga perlu dibayangkan, berapa nilai rokok yang kita bayar, harga narkoba dan alkohol yang kita harus beli, semua hanya membentuk hutang kepada tubuh, yang kita harus membayarnya setiap saat sebelum dipulihkan. Ini masih ditambah dengan kerusakan tubuh. Apalagi, untuk membeli semua kebutuhan yang merusak itu harus mengorbankan keperluan yang lebih penting, untuk anak, keluarga, berobat dan lainnya. Dalam hal ini bukan saja kematian fisik yang terjadi, tetapi juga kematian secara rohani, sebab kita melakukan hal yang tidak berkenan kepada Tuhan (Gal. 5:16-18; Ef. 6:12; 1Pet. 2:11). Oleh karena itu, hanya Roh Allah yang bekerja dalam kesadaran dan komitmen (roh kita) yang dapat menghentikan semua kecanduan itu. Nas minggu ini menuliskan, "jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." Roh itulah yang menghidupkan seseorang pecandu dari penyakit yang merusak dan sekaligus memahami arti kehidupan ini untuk tidak dijalani dengan sia-sia, hanya memuaskan diri sendiri, dan tidak peduli dengan orang lain.
Kedua: Kita tidak dipimpin roh perbudakan (ayat 14-17a)
Rasul Paulus menggunakan kata adopsi sebagai ilustrasi hubungan baru orang percaya dengan Tuhan. Ia menggunakan kata Yunani hiuos yang berarti "anak yang sudah diangkat secara sah." Di dalam budaya Romawi, seseorang yang diadopsi oleh keluarga lain, maka hak-haknya pada keluarga lama akan hilang, namun akan mendapatkan hak-hak dari keluarga yang baru. Dengan demikian ayat yang dipakai dalam nas ini menggambarkan posisi orang percaya, ketika menjadi orang Kristen dan lahir baru kita diangkat menjadi anak-anak Allah (Yoh. 1:12; 3:4-5), maka kita pun memiliki hak penuh dan istimewa sebagai anak (Gal. 3:26; 4:5; Ef. 1:5). Salah satu keistimewaan menjadi anak-anak Allah adalah hubungan kita dengan Allah Bapa menjadi begitu dekat. Kita dapat memanggil dengan panggilan akrab, yakni: Abba, yang berarti Bapa. Kata Abba berasal dari bahasa Aram yang sering digunakan pada saat kehidupan sehari-hari Tuhan Yesus. Perkataan "ya Abba, ya Bapa" juga merupakan seruan Tuhan Yesus tatkala Ia berdoa di bukit di Getsemani (Mar. 14:36; Gal. 4:3-9).
Dengan hubungan yang dekat dan mesra antara kita anak-anak-Nya dengan Allah, kita tidak lagi menjadi budak-budak yang was-was dan takut (2Tim. 1:7); melainkan kita adalah anak-anak "Tuan Besar". Sungguh alangkah menyenangkan, roh perbudakan itu telah lenyap. Roh perbudakan pada dasarnya adalah akibat pemahaman hukum Taurat yang membangkitkan rasa takut dan mencoba menyenangkan Allah dengan cara-cara yang sia-sia. Allah telah memberikan kita hadiah kasih karunia terbesar dalam hidup kita, yakni: Yesus Kristus, pengampunan, dan kemerdekaan. Dengan menerima Yesus, kita masuk ke jalan kemenangan dan kehidupan kita dipimpin oleh Roh Kudus (Gal. 4:5-6), serta kita dimampukan mematikan perbuatan-perbuatan tubuh dan menganggap kecenderungan dan kuasa dosa di dalam tubuh sudah mati (band. Rm. 6:11; Gal. 5:24). Kita menjadi tahu tentang makna dan hakekat kehidupan yang sebenarnya, yakni kasih karunia. Kita memiliki tujuan hidup yang sekaligus menjalankan misi Allah sambil mengucap syukur, sambil terus mematikan keinginan daging sebagai bagian ketaatan kita pada-Nya (Rm. 1:5). Nilai sebuah kemenangan sangat tinggi sesuai dengan perjuangan yang kita korbankan. Konsekuensi positif lainnya, secara sadar kita dapat mengabaikan pencobaan kedagingan yang sering dimanfaatkan iblis (Gal. 6:8).
Keistimewaan lainnya sebagai anak yang sah, kita menjadi pewaris dari keluarga kerajaan Allah. Kita mendapat hak penuh sebagai pewaris dari keluarga sorgawi (Gal. 4:7; Ef. 3:6). Kita memperoleh bagian dari kekayaan sorga bersama orang percaya lainnya, berhak menerima janji-janji Allah. Kasih Bapa kepada kita sebagai anak-anak-Nya sama dengan kasih bagi Anak-Nya yang tunggal yakni Yesus Kristus (Yoh. 14:21, 23; 17:23). Mungkin kadang kala kita tidak merasa bahwa kita adalah anak-anak Allah. Iblis akan mengganggu dan menggoyang iman kita, namun Roh Kudus adalah saksi atas sikap dan keberadaan kita. Kehadiran-Nya di dalam hati mengingatkan (kembali) siapa kita dan menguatkan diri kita dengan kasih Allah Bapa (Rm. 5:5; Tit. 2:11-12). Ia menjamin kehidupan yang kekal, dan meneguhkan kita atas setiap permintaan kebutuhan sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.
Ketiga: Kita masih mengeluh dan menderita (ayat 17b-23)
Sebagai ahli waris kerajaan Allah, cobaan dan penderitaan tidak otomatis lepas dari kehidupan kita. Orang percaya harus menghadapi berbagai jenis penderitaan yang mungkin terjadi. Kadang pencobaan datang tidak terduga dan terselami seperti yang dialami Ayub. Pada awal abad pertama, orang Kristen menghadapi pencobaan berupa pengucilan dan penyiksaan yang berdampak dalam kehidupan sosial ekonomi, bahkan termasuk risiko kematian. Demikian juga kita saat ini harus siap menghadapi risiko yang akan datang, dan siap membayar harga untuk itu. Di beberapa belahan dunia ini, ada tekanan-tekanan yang harus diterima oleh orang Kristen, dalam kegiatan dan karier di pemerintahan atau perusahaan, termasuk dalam pekabaran Injil. Kita di Indonesia yang mengaku sebagai negara yang memiliki toleransi tinggi, juga mengalaminya di beberapa daerah. Kekristenan tidak otomatis menjadi mulus dan langsung memuaskan. Namun itu tidak boleh menghentikan pola hidup sebagai orang Kristen yang harus melayani sesama, membela ketidakadilan, membela nilai-nilai hakiki yang universal, yang selalu mempunyai harga. Namun betapa pun beratnya, perlu kita ingat beban itu tidak akan melebihi yang ditanggung oleh Yesus pada masa pelayanan-Nya untuk dapat membela dan menebus kita dari dosa dan penderitaan kekal.
Betul, Allah telah menciptakan dunia dan alam semesta ini dalam keadaan amat baik (Kej. 1:31). Kejatuhan Adam ke dalam dosa merusakkan semua konsep dan ciptaan. Dosa menyebabkan seluruh ciptaan menjadi jauh dari nilai-nilai hakiki saat awal Tuhan menciptakan. Manusia hanya makan dari buah-buahan pohon dan dedaunan di Taman Eden (Kej. 2:9, 16), kemudian boleh makan daging hewan setelah peristiwa penyelamatan Nuh dengan air bah (Kej. 9:3-4). Ini mungkin konsekuensi keserakahan. Akibatnya, semua mengalami kerusakan nilai-nilai hakikinya akibat dosa Adam hingga peristiwa Nuh. Alam semesta juga semakin menanggung berbagai kerusakan akibat bencana alam, seperti gempa, tsunami, ledakan gunung, kekeringan, banjir, dan kerusakan lingkungan hidup lainnya. Memang semua ini masih dalam kendali kehendak-Nya akibat ketidaktaatan manusia. Semua makhluk mengeluh dalam pengertian ketidak puasan, namun harus menyadari keluhan sebagaimana orang bersalin pasti menghasilkan hidup baru dan kelegaan. Alam dan manusia mengharapkan pelangi baru sebagai tanda kasih Allah. Dunia mengalami kefrustasian dan terbelenggu dalam kelemahannya, sehingga tidak dapat memulihkan hakekat nilai asli sesuai dengan tujuan Tuhan.
Orang Kristen perlu melihat dunia ini sebagaimana adanya, dunia yang semakin melorot dan secara rohani dosa telah merasuk. Alkitab yang kita imani mengatakan suatu saat Tuhan pasti memulihkan semua ciptaan-Nya, terbebas dan ditransformasikan. Bersamaan dengan masa yang datang itu, semua berharap adanya pemulihan anak-anak Allah dibangkitkan. Namun kita orang percaya tidak perlu pesimis, sebab ada pengharapan kemenangan di masa depan. Sementara itu, orang Kristen di dunia ini terus bersaksi dan berbuah dengan menyembuhkan penyakit masyarakat, baik fisik, ekonomi, sosial maupun jiwa-jiwa yang masih haus akan kedamaian dan sukacita yang telah dirusak oleh iblis. Kita juga akan dibangkitkan dengan tubuh kemuliaan sebagaimana tubuh Yesus setelah kebangkitan-Nya yang saat tinggal di sorga (1Kor. 15:25-58). Pembebasan tubuh kedagingan berarti bebas dari rasa sakit dan penderitaan akan berlalu bagi setiap orang percaya. Perubahan lengkap tubuh dan kepribadian kita kelak akan dinyatakan setelah kehidupan saat ini, ketika kita menjadi serupa dengan Kristus (1Yoh. 3:2). Kita telah mendapatkan "karunia sulung" berupa pemberian pertama atau uang muka yakni Roh Kudus sebagai jaminan semua pembebasan itu (2Kor. 1:22; 5:5; Ef. 1:14).
Keempat: Mengharapkan yang tidak dilihat (ayat 24-25)
Rasul Paulus dalam bab-bab sebelumnya telah menyodorkan ide yang berdasarkan pandangan hidup di dunia Romawi saat itu, bahwa keselamatan ada di masa lampau, di masa kini, dan di masa mendatang. Di masa lampau kita diselamatkan pada saat kita pertama kali mengaku Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat. Kehidupan kita yang baru yakni jaminan hingga kekekalan dimulai pada saat pengakuan itu (Rm. 3:24-25; 5:8-11; 8:1). Pada saat ini kita tetap diselamatkan dalam sebuah proses berkelanjutan dan pengudusan. Kekalahan sesaat kita terhadap iblis tidak menghapus janji dan jaminan keselamatan, sepanjang kita memperlihatkan sikap penyesalan dalam dan pertobatan. Di saat yang sama kita akan menerima penggenapan seluruh upah dan berkat dari keselamatan yang menjadi milik kita, ketika nanti kerajaan Kristus dinyatakan utuh sempurna sepenuhnya. Ini merupakan keselamatan kita di masa mendatang. Kita berkeyakinan penuh atas seluruh keselamatan itu, teguh memandang dengan penuh pengharapan dan iman. Pengharapan adalah sauh yang kuat untuk menjaga agar kita tidak terombang-ambing dalam menghadapi pergumulan hidup sehari-hari (Ibr. 6:19), dengan demikian kita diberi jalan yang menyelamatkan melalui pengharapan.
Namun, tetap kita perlu memahami pertanyaan dasarnya: Apa yang kita nantikan dalam menyongsong pasca hidup kita di dunia ini? Sesuatu yang kita lihat saat ini bukanlah pengharapan melainkan realitas yang dihadapi tanpa perlu keluhan. Sejatinya, sesuai dengan gambaran yang diberikan Alkitab, kita mengharapkan tubuh yang baru, keluarga dan rumah yang abadi, sebuah bumi baru dan langit baru, kedamaian dan kelimpahan berkat, ketiadaan dosa dan penderitaan, dan yang terutama kita dapat bertatap muka dengan Tuhan Yesus sebagai sumber pengharapan kita! Seperti gambaran kitab Wahyu, kita/mereka "tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi, dan matahari atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi. Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka" (Why. 7:16-17). Kita melihat ke depan menunggu pada bumi baru dan langit baru sebagaimana yang Allah janjikan, bebas dari perbuatan dan konsekuensi dosa. Gambaran itu tidak bisa kita uraikan sebagaimana dikatakan firman-Nya: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia" (1Kor. 2:9). Semua ditaklukkan melalui pengharapan.
Adalah sesuatu yang alamiah untuk seorang anak mempercayai penuh orangtuanya, meskipun kadang kala orangtuanya tidak bisa memenuhi janjinya karena keterbatasan tertentu. Tetapi, Bapa sorgawi kita, bagaimanapun, tidak akan pernah mengabaikan janji yang diberikan-Nya (Ibr. 6:13; 2Pet. 3:9). Namun daripada berlaku seperti anak yang tidak sabar menunggu semua dinyatakan di dunia ini, lebih baik kita tetap meletakkan iman di dalam hikmat dan kebaikan Allah. Betul, kadangkala, waktu yang diberikan-Nya jauh dari pengharapan kita. Rencana-Nya tidak terselami dan bisa jauh dari perkiraan kita. Namun kita percaya rencana-Nya adalah yang terindah. Kita diberi berbagai peristiwa untuk menguji kesabaran kita, ketaatan kita, dan terutama ketekunan kita dalam penantian itu (2Tim. 2:12; 1Pet. 4:13). Ketidaksabaran seorang anak harus diisi dengan menjalankan tugas panggilan, bukan dengan keluhan atau gerutuan. Itulah yang membuktikan bahwa kita adalah anak-anak sejati yang berhak atas tubuh kemuliaan menggantikan tubuh fana ini.
Penutup
Melalui nas minggu ini kita diingatkan kembali tentang hak-hak kita sebagai anak-anak Allah, yakni kita tidak perlu berhutang (lagi) kepada tubuh dan kedagingan, melainkan kita berhutang kepada Yesus yang telah menyelamatkan hidup kita. Kita tidak perlu lagi berhutang wajib memenuhi keinginan tubuh sehingga ada ketergantungan, keterikatan, kecanduan yang membuat kita sebagai budak dari tubuh. Sebagai anak-anak Allah yang sudah dimerdekakan dan diberi kuasa Roh Kudus, kita tidak lagi memiliki roh perbudakan, bahkan kita adalah ahli waris yang sah dari Allah Bapa. Namun, dalam menanti penggenapan warisan kerajaan sorga itu, kita masih perlu berkorban dan bahkan menderita di dunia ini, yang hal itu sebagai ujian ketaatan dan kasih kita kepada Bapa. Ujian juga dimaksudkan agar hal yang kita akan terima nanti memang merupakan sesuatu yang istimewa, yang kita sendiri tidak bisa bayangkan dan gambarkan keistimewaannya. Yang jelas, warisan kerajaan sorga itu pasti melebihi gambaran dan penglihatan yang kita miliki, sebab kalau kita sudah melihatnya di dunia ini, maka itu bukan lagi pengharapan. Namun untuk semua itu, kita perlu bertekun dalam segala ujian dan pengharapan itu, disertai rasa syukur sehingga kita terbukti adalah anak-anak Allah yang sejati.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 8 Desember 2024 - Minggu Adven IIKhotbah Minggu 8 Desember 2024 – Minggu Adven II KEBENARAN...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 8 Desember 2024 - Minggu Adven IIKhotbah (2) Minggu 8 Desember 2024 – Minggu Adven II PEMURNIAN...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 1 Desember 2024Kabar dari Bukit MENYEGARKAN DAN MEMPERBARUI PERJANJIAN (Mzm....Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 743 guests and no members online