Friday, October 10, 2025

2025

Kabar dari Bukit, Minggu 13 Juli 2025

Kabar dari Bukit

 KITA SENANG, ALLAH BERGEMBIRA (Ul. 30:9-14)

 ”Tuhan, Allahmu, akan melimpahi kamu dengan kebaikan dalam segala upaya tanganmu, buah kandunganmu, hasil ternakmu dan hasil tanahmu. Sebab Tuhan akan bergembira kembali karena kamu dalam kesejahteraanmu, seperti Ia bergembira karena nenek moyangmu dulu” (Ul. 30:9, TB2)

Salah satu keistimewaan doktrin Kekristenan adalah keindahan mendefinisikan hubungan keintiman kita orang percaya dengan Allah sebagai Pribadi; Bapa kita dalam Roh yang memiliki perasaan, pikiran, kehendak, kasih, dan mau berelasi. Panggilan Bapa sudah ada sejak PL (Mzm. 89:26; Yes. 63:16), kemudian diperluas dan dipopulerkan oleh Yesus sesuai khotbah-Nya di bukit, "Bapa kami yang di sorga" (Mat. 6:9; lihat juga Mat. 5:16, 6:14-15, 26, 32; 7:11, 21; Mrk. 11:25-26 dan Rm. 8:15, "Ya Abba, ya Bapa").

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Ulangan 30:9-14; bagian penutup kitab tulisan Musa tentang janji Allah memberkati umat-Nya berlimpah-limpah dalam segala bidang kehidupan (lihat ayat pembuka), dan Allah dengan senang hati melakukannya (ay. 9).

 

Namun untuk itu Allah meminta agar umat mendengarkan suara-Nya, berpegang pada perintah dan ketetapan-Nya. Hal ini juga diuraikan pada ayat 1-8 yang judul perikopnya: Pemulihan setelah pertobatan. Pesannya lebih tegas lagi pada nas berikutnya, pilihannya: Kehidupan atau kematian.

 

Hubungan Bapa dengan kita anak-anak-Nya memang diminta sempurna. Pada khotbah di bukit sebelumnya dikatakan: "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna" (Mat. 5:48).

 

Dalam pikiran kita, tentu ini sesuatu yang berat. Tetapi jalan telah disiapkan Allah. "Sesungguhnya perintah yang kusampaikan kepadamu pada hari ini tidak terlalu sukar bagimu dan tidak pula terlalu jauh. Bukan di langit tempatnya sehingga kamu berkata: Siapa yang akan naik ke langit untuk mengambilnya.... Juga bukan di seberang laut tempatnya sehingga kamu berkata: Siapa yang menyeberang laut untuk mengambilnya bagi kita... supaya kita melakukannya? Tetapi, firman itu sangat dekat padamu, di dalam mulutmu dan   hatimu, untuk dilakukan" (ay. 11-14).

 

Sangat jelas petunjuknya, semua dimulai dengan mencintai firman-Nya, dekat di mulut dan hati (ay. 14). Ada kesadaran dan ketaatan bahwa rajin membaca dan merenungkan firman-Nya sesuatu yang mandatori, wajib! Bagaimana kita dapat taat bila kita tidak memahami aturan? Bagaimana kita berkenan dan lolos dari hukuman Tuhan, jika kita tidak tahu kehendak-Nya?

 

Pertobatan memang sesuatu yang gampang-gampang susah; tidak bisa dilakukan dengan setengah hati. Tetapi seperti nas minggu ini sampaikan, perlu "berbalik kepada Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu” (ay. 10).

 

Pertobatan tidaklah seperti membalik tangan. Ada kesungguhan, proses dan progres agar semakin sempurna. Dan bisa dilihat dengan beberapa ukuran, yakni:

 

1. Ada pengakuan dosa dan penyesalan yang jujur dan tulus kepada Allah dan orang lain yang terlibat;

 

2. Siap bertanggung jawab atas kesalahan yang telah diperbuat;

 

3. Berupaya memperbaiki kerusakan dosa yang telah terjadi, berbalik mengikuti jalan yang benar;

 

4. Ada perubahan perilaku yang konkrit dan konsisten dalam keseharian;

 

Kunci keberhasilannya: jika kita katakan tidak bisa, maka pasti tidak bisa!; tetapi jika kita katakan bisa, maka Tuhan akan menolong kita meski harus jatuh bangun. Kita akhirnya senang dan Allah pun bergembira. Percayalah.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025

Khotbah Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025

 

 PERBUATLAH KASIH, MAKA ENGKAU AKAN HIDUP (Luk. 10:25-37)

 

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: Am 7:7-17 atau Ul 30:9-14; Mzm 82 atau Mzm 25:1-10; Kol 1:1-14

 

 

 

Pendahuluan

 

Bagi umat Yahudi, ahli Taurat adalah seorang pakar hukum perjanjian lama. Mereka sangat menghapal teks ayat-ayat yang tertulis dan sering dijadikan sebagai nara sumber dalam diskusi-diskusi pengajaran agama dan kerohanian. Oleh karena itu, kadang mereka bersikap sombong dan merendahkan pihak lain. Dalam nats minggu ini kita membaca tentang ahli Taurat yang sedang menguji Yesus dengan sebuah pertanyaan yang menjebak. Pertanyaannya dihubungkan dengan hidup yang kekal, yang dalam perjanjian lama dan bagi umat Yahudi tidak terlalu banyak pembahasannya dan merupakan pokok diskusi yang hangat. Dari bacaan nats minggu ini kita diberikan pemahaman sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: hukum pertama yakni kasih kepada Allah (ayat 25-27a)

 

Tuhan Yesus menjawab ahli Taurat tersebut dengan pertanyaan balik, bagaimana tertulis dalam kitab perjanjian lama tentang memperoleh hidup yang kekal? Sebagai ahli Taurat yang menghafal teks, ia mengutip Ul 6:5 dengan benar, diambil dari pengakuan iman (kredo) mereka, yakni pertama adalah mengasihi Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan dan akal budi. Dari teks tersebut tampak mengasihi Allah haruslah dengan seluruh kemampuan dari diri kita, tidak hanya hati (perasaan) melainkan juga dari kedalaman batin, perasaan, kepribadian, fisik jasmaniah, pikiran dan seluruh hidup kita.

 

 

 

Allah menginginkan pengenalan dan persekutuan kita dengan Dia harus istimewa dan dari seluruh hidup yang kita miliki. Allah kita adalah Allah pencemburu dan tidak mau diduakan (Kel. 20:5; 1Kor. 10:22). Kita menempatkan diri sebagai ciptaan dan pengemban misi-Nya dengan rasa syukur yang penuh kasih, taat dan memberi prioritas utama kepada Dia (band. Rm. 13:9-10; 1Kor. 13:1-13). Kasih kepada Allah juga membuat kita tetap harus menaruh rasa hormat dan kerinduan dalam persekutuan dengan-Nya, menciptakan keterikatan yang kokoh, penyerahan diri dan ketergantungan sebagaimana hubungan Bapak dengan anak. Semua ini dibungkus dalam iman yang kuat dan tidak goyah di dalam Kristus Yesus.

 

 

 

Mengasihi Allah juga berarti ketaatan dalam standar firman dengan menjauhi dosa dan mengikuti kehendak-Nya. Ulangan 11:13 menyebutkan “Jika kamu dengan sungguh-sungguh mendengarkan perintah yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, sehingga kamu mengasihi TUHAN, Allahmu, dan beribadah kepada-Nya dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu….”  Kita mengaku bahwa keberadaan di dunia ini sebagai utusan-Nya dan ikut mengambil bagian dalam memperluas kerajaan-Nya, mempergunakan semua talenta yang diberikan oleh Allah kepada kita. Mengasihi Allah juga berarti kesiapan berkorban dengan mengurangi keinginan diri sendiri bahkan kesiapan dalam penderitaan apabila situasi menghendakinya. Kita harus mengakui bahwa Allah telah mengasihi kita dan mengirim dan mengorbankan Anak-Nya kepada dunia untuk menebus dosa dan kesalahan kita sehingga kita diselamatkan.

 

 

 

Kedua: hukum kedua yakni kasih kepada sesama (ayat 27b-29)

 

Hukum kedua yang disebutkan ahli Taurat tersebut merupakan kutipan dari Im. 19:18, 34 yakni mengasihi sesama (band. Mat. 19:16-22 dan Mrk. 10:17-22 tentang kasih yang lain). Tuhan Yesus dengan sengaja menceritakan perumpamaan ini karena didasari permusuhan berat yang telah lama berlangsung antara orang Yahudi dengan orang Samaria. Oleh karena itu, dalam menjawab Yesus, ahli Taurat itu tidak menyebut dan membenarkan orang Samaria tersebut, meski ia mengetahuinya. Ia justru tampak tidak memahami makna kasih yang sebenarnya.

 

 

 

Mengasihi sesama manusia adalah sesuatu yang mutlak. Kita mengasihi manusia karena mengasihi Allah, dan keduanya memang tidak dapat dipisahkan. Bahkan dikatakan, kita tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak kita lihat kalau kita tidak mangasihi manusia yang jelas kita lihat. Dalam 1Yoh. 3:11 dikatakan, “Sebab inilah berita yang telah kamu dengar dari mulanya, yaitu bahwa kita harus saling mengasihi” (band. Mat. 22:39; Rm 13:9; Yak. 2:8). Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengasihi orang lain dan tidak ada alasan bagi kita untuk membenci mereka, sebab dalam ayat berikutnya disebutkan, membenci mereka itu ibarat kita seperti pembunuh.

 

 

 

Makna dari mengasihi sesama juga bisa kita bandingkan dengan Luk. 6:31, “Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.” Atau dalam bahasa lain, “apa yang tidak kau kehendaki dilakukan orang kepadamu, janganlah perbuat hal itu terhadap mereka.” Ahli Taurat menyadari bahwa dirinya telah terjebak oleh kata-katanya sendiri, mungkin ia tidak menaati hukum tersebut, sehingga ia berdalih tentang definisi. Kurangnya kasih dalam diri kita mungkin mudah untuk dijustifikasi, tetapi sebaliknya kita diminta agar jangan berpandangan picik tentang kasih terhadap sesama, sebab mengasihi sesama berarti mengasihi Allah. Bagi kita yang tidak peka terhadap penderitaan dan kebutuhan orang lain, Alkitab dengan jelas menyatakan dengan jelas bahwa kita tidak akan masuk kedalam hidup kekal (Mat. 25:41-46; 1Yoh. 3:16-20).

 

 

 

Ketiga: siapakah sesama kita (ayat 31-36)

 

Tuhan Yesus memberikan perumpamaan yang sangat bagus karena melibatkan banyak pihak. Pertama ia menyebut lokasi kejadian yakni di jalan dari Yerusalem ke Yerikho yang memang terkenal menyeramkan yang secara otomatis orang yang dirampok itu kemungkinan besar beragama Yahudi. Orang tersebut selain dirampok juga dipukuli sehingga tergeletak tidak berdaya. Seorang imam lewat dan Yesus mengatakan ia terus berjalan sambil menghindar, mungkin dengan pemikiran bahwa orang tersebut telah mati dan ia ketakutan tersentuh sehingga tidak tahir dan tidak bisa melaksanakan tugas keimamannya. Artinya, ia mementingkan seremoni ibadah dibandingkan dengan perbuatan kasih terhadap seseorang yang jelas-jelas sangat membutuhkan.

 

 

 

Ketika seorang suku Lewi (pembantu imam) lewat, maka hal yang sama ia lakukan, menghindar, mungkin dengan pemikiran tidak mau mengambil resiko, berpikiran bisa saja itu jebakan dan buat apa menyusahkan diri. Namun, seorang Samaria lewat dan orang tersebut kemudian berhenti mengambil resiko atas harta dan nyawanya, menolong dia yang terluka, membawanya ke tempat penginapan, dan membayar semua biaya-biayanya. Tuhan Yesus langsung menohok kemunafikan ahli Taurat tersebut, yang meganggap orang Samaria lebih rendah, menganggap sesama manusia itu hanya orang Yahudi, tetapi justru orang Samaria tersebut menolong orang (Yahudi) tersebut sampai tuntas. Ia tidak membedakan orang yang dikasihinya, tidak bersikap diskriminasi, meski mungkin ia tahu orang itu adalah orang Yahudi, tetapi ia menjalankan apa yang dikatakan Tuhan Yesus, yakni agar kita mengasihi “musuh”.

 

 

 

Pengertian kasih kepada sesama jangan disempitkan kepada satu golongan saja. Kasih itu universal dan tidak terbatas sumber dan aplikasinya. Pengertian sesamamu dalam ayat tersebut bukanlah sekedar teman kita saja, golongan, kelompok suku bahkan agama kita saja. Memang dalam Alkitab ada ayat yang memberi petunjuk, agar dalam mengasihi kita terlebih dahulu mengutamakan perbuatan baik kepada kawan-kawan yang seiman (Gal. 6:10), tetapi itu bukan berarti kita menutup diri berbuat baik bagi siapa saja, khususnya pada saat mereka sangat membutuhkan, sebagaimana kejadian kepada orang yang dirampok dan dilukai itu.

 

 

 

Keempat: pergilah dan perbuatlah demikian (ayat 37)

 

Dari uraian di atas, maka sikap kita ketika melihat setiap orang dalam kesusahan, maka haruslah merasa mereka itu sebagai sesama dan wajib menolong meski kita orang itu “musuh”. Kasih tidak cukup hanya diutarakan dalam sikap belas kasihan dan perasaan sedih. Kasih berarti tindakan yang memenuhi kebutuhan seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari, kita banyak melihat orang yang benar-benar membutuhkan, terlebih apabila ia dalam keadaan yang tidak mampu, maka pertolongan itu harus konkrit tidak cukup hanya dalam perasaan dan belas kasihan saja.

 

 

 

Para ahli Taurat banyak beranggapan bahwa hidup kekal dapat diraih dengan berusaha menaati hukum Taurat. Akan tetapi berbeda, kita dinilai bukan atas kehadiran kita di gereja tiap minggu atau atas pengakuan iman (creed) yang kita ucapkan, melainkan atas kehidupan dan perbuatan kasih yang kita lakukan setiap hari. Kasih kepada sesama yang konkrit bagi yang benar-benar membutuhkan, itu jelas lebih berharga dibanding persembahan kita ke dalam kantong persembahan. Dalam 1Yoh. 3:18 disebutkan, “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.”

 

 

 

Di lain pihak Tuhan Yesus juga ingin menyampaikan kepada ahli Taurat bahwa hidup kekal yang dimaksudkannya bukanlah soal ketaatan legalistic atau berhubungan dengan  keturunan, melainkan kepada pemahaman dan aplikasi dari ajaran yang diberikan. Kebanggaan ahli Taurat akan penghafalan ayat-ayat tidak memiliki makna dalam kelayakan masuk dalam kehidupan kekal. Tuhan Yesus menekankan bahwa hidup kekal itu bukan sesuatu yang utama menjadi sasaran, melainkan bagaimana melalui kasih dalam kehidupan sehari-hari, sebab itulah yang penting sehingga Tuhan Yesus berkata, “perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” 

 

 

 

Kesimpulan

 

Melalui nats minggu ini, Tuhan Yesus membongkar anggapan ahli Taurat atau kita tentang makna Taurat yang sesungguhnya. Ia menyadarkan kita bahwa hidup kekal bukan masalah pengakuan iman atau warisan, melainkan kepada hubungan pribadi dengan Allah dan aplikasinya pada sesama. Kita tidak mencari siapa-siapa orang yang layak disebut sebagai sesama akan tetapi harus berpikir bagaimana kita bisa menjadi sesama bagi orang lain. Perumpamaan ini juga berlaku bagi gereja, apakah kita sudah membuat gereja sebagai tempat penginapan atau penampungan bagi mereka yang terluka dan membutuhkan, sebab iblis sebagai perampok terus menerus melakukannya kepada orang berdosa atau yang belum terselamatkan, sebab mereka ini adalah yang dirampok dan dilukai. Sebab, hanya orang yang mempraktikkan kasih menunjukkan bahwa ia memiliki hubungan dengan Allah dan hidup yang kekal.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (3) Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025

Khotbah (3) Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025

 

 ACT – ACTION KASIH (Amos 7:7-17)

 

 “Sesungguhnya, Aku akan menaruh tali sipat di tengah-tengah umat-Ku Israel; Aku tidak akan memaafkannya lagi” (Amos 7:8b)

 

 

 

Beberapa tahun lalu ACT viral lagi. Tetapi buruk. Aslinya, ACT singkatan Aksi Cepat Tangggap, layanan membantu yang kesusahan khususnya akibat bencana. Ini dikelola saudara kita di sebelah. Tapi menurut media, dana donasi diambil pengurus melebihi ketentuan Kementerian Sosial; Kehidupan pengurus pun tidak sesuai dengan visi misi, hidup mewah; Yayasan, yang menurut aturan baku, pengurus tidak boleh menikmati, ternyata dilanggar. Bahkan, pernyataan KPK bahwa ada dana yang mengalir mendukung teroris. ACT pun dipelesetkan menjadi Ayo Cepat Transfer. Menurut media, Yayasan ini akan ditutup. Sungguh ironi, niat baik untuk berbuat kasih berbuntut buruk.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini dari Amos 7:7-17. Pasal 7 – 9 kitab ini, menceritakan lima penglihatan nubuatan nabi Amos terkait hukuman Allah yang akan dialami kerajaan Israel. Dua penglihatan pertama hukuman telah dinubuatkan. Tapi nabi Amos, seorang peternak desa, memohon pengampunan. Allah pun setuju bersabar.

 

 

 

Penglihatan ketiga adalah nas minggu ini. Nabi Amos melihat Tuhan berdiri dekat sebuah tembok yang tegak lurus, dan di tangan-Nya ada tali sipat (ay. 7). Sipat adalah timah hitam yang dipakai para tukang, digantung dengan benang untuk melihat tegak lurusnya dinding atau tiang bangunan. Jelas ini pesan Allah ingin menegakkan kebenaran dan keadilan, menghukum yang salah. Amos kembali memohon pengampunan, tetapi tidak lagi diberi kesempatan. "Sesungguhnya, Aku akan menaruh tali sipat di tengah-tengah umat-Ku Israel; Aku tidak akan memaafkannya lagi," firman-Nya seperti di atas.

 

 

 

Melalui nas minggu ini, Allah berpesan kepada kita: dosa pasti mempunyai konsekuensi. Dosa yang merupakan perbuatan melanggar firman-Nya, akan berdampak buruk. Ya, mungkin kadang Allah bersabar, apalagi jika hamba-Nya ikut memohon. Tetapi tidak selamanya demikian. Keadilan dan kebenaran, tetap harus ditegakkan.

 

 

 

Nabi Amos mengingatkan bangsa Israel, bahwa Allah menghukum bangsa Israel karena tidak memedulikan keadilan sosial. Orang miskin tidak diperhatikan, malah diperlakukan buruk (Am. 2:7; 4:1). Uang dan harta menjadi hal yang utama (3:10,15; 6:4-6). Ibadah dibuat megah, tetapi kasih nyata tidak diwujudkan bagi yang memerlukan. Bangsa Israel yang dipilih untuk menjadi teladan, menjalankan rencana Allah di kawasan dan bagi dunia, ternyata gagal!

 

 

 

Kasus ACT refleksi bagi kita dan gereja. Jangan terlalu terus mengutamakan ibadah, perayaannya, keriuhan dan makan-makannya. Jangan terlalu sibuk bernyanyi dan bersekutu, lupa memberi bagi yang memerlukan. Wujudkan kasih dengan nyata. Lihat kaum miskin dan yang membutuhkan kasih sayang serta pertolongan, agar tidak sesat. Penelitian dan disertasi saya menjelaskan hal ini juga, dana persembahan umat hanya sedikit sekali yang dipakai gereja untuk pelayanan sosial dan kasih nyata.

 

 

 

Kehebatan dan keistimewaan manusia di masa lampau, jangan terlalu disombongkan. Itu bisa hilang dan diabaikan, seperti kepada bangsa Israel yang umat pilihan-Nya. Nubuatan ketiga ini bentuk kemarahan Allah terhadap mereka yang tidak bertobat, agar berpaling menjalankan perintah-Nya (nubuatan keempat dan kelima dijelaskan pada renungan minggu berikutnya). Allah menghukum Israel untuk memberi pelajaran. Ini juga pesan kepada kita umat-Nya. Dia adalah Allah semesta. Allah mengasihi umat-Nya, kadang mengajar dengan cara menghajar.

 

 

 

Mari melihat diri kita sendiri. Sudahkah cukup besar memberikan kasih nyata kepada yang membutuhkan, termasuk keluarga? Semoga demikian kita adanya.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (2) Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025

Khotbah (2) Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025

 LAYAK DAN BERKENAN (Kol. 1:1-12)

 

Firman Tuhan bagi kita pada Minggu V setelah Pentakosta ini diambil dari Kol. 1:1-12. Nas ini berbicara tentang bagaimana kehidupan orang Kristen yang sebenarnya. Melalui nas ini Rasul Paulus menjadi teladan bagi kita, dalam memberi salam pembukaan, ungkapan rasa syukur disertai doa pengharapan, yang merupakan ciri khasnya. Begitu pulalah yang diperbuatnya untuk jemaat di Kolose yang tidak dikenalnya. Kita pun, dalam berkomunikasi, termasuk lewat telepon/SMS/WA, hendaknya menampilkan hal-hal itu sebagai ciri umat Kristiani, selalu mengawali dengan salam pembuka.

 

Jemaat Kolose dibimbing oleh Epafras, murid Rasul Paulus di Efesus (Kis. 19:10; Kol. 4:12-13). Semula wilayah ini penuh dengan ajaran palsu, kekuatan mistik dan penyembahan berhala. Rasul Paulus menekankan kembali Injil yang diajarkannya, yakni: berpusat pada Kristus (ayat 4), firman kebenaran (ayat 5), yang berkembang di seluruh dunia, dan mengenalkan kasih karunia Allah (ayat 6). Inilah yang menjadi sukacita bagi Rasul Paulus dan kita semua, ketika Injil itu berbuah, dan buahnya adalah beriman kepada Kristus Yesus, berwujud kasih terhadap semua orang percaya (dan sesama), serta kuatnya pengharapan yang disediakan bagi kita di sorga (ayat 4-5, band. 1Kor. 13:13).

 

Tujuan semua itu, pertama, agar hidup kita semakin layak di hadapan Tuhan, serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik. Tujuan kedua, agar pengenalan dan pengetahuan kita yang benar tentang Allah terus bertumbuh (ayat 10). Ini akan terjadi jika setiap orang percaya, menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna (ayat 9).

 

Kita hidup di dunia ini dengan segala hasrat keinginan daging, ingin mendapat hormat dan pujian, serta tawaran dunia, bahkan juga dengan segala ujian, tantangan dan rasa sakit, yang semuanya itu tidak mudah diabaikan. Oleh karenanya, kita perlu berdoa agar terus dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya, untuk menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar (ayat 11). Tetapi kadang-kadang kita kalah dan jatuh, mengikuti keinginan daging dan iblis. Tidak apa, bila kita memiliki kuncinya yakni kembali kepada Kristus dengan penyesalan dan mohon pengampunan. Kunci pengampunan dalam Kristus adalah seketika itu; tidak ada istilah nanti atau ditunda dulu.

 

Rasa syukur wajib dinaikkan kepada Bapa, yang telah melayakkan kita dengan melepaskan kita dari kuasa kegelapan, dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih, Yesus Kristus; di dalam Dia kita memiliki penebusan, yaitu pengampunan dosa (ayat 13-14). Maka teruslah berbuah, menjadi berkat di setiap saat, bertambah hikmat memahami kehendak Bapa, dan semakin berkenan kepadaNya.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 6 Juli 2025

Kabar dari Bukit

 

 PENGHIBURAN SORGAWI (Yes. 66:10-14)

 

 "Sebab, beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepadanya damai sejahtera seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang meluap; kamu akan menyusu, digendong, akan dibelai-belai di pangkuan" (Yes. 66:12)

 

 

Begitulah gambaran visual yang diberikan Nabi Yesaya tentang kehidupan sorga, Yerusalem baru. Gambaran ini lebih kepada seorang ibu yang memberi penghiburan kepada anaknya, setelah melalui masa yang sulit. "Bersukacitalah bersama Yerusalem, dan bersorak-sorailah karenanya, hai semua orang yang mencintainya! Bergiranglah bersama-sama dia segirang-girangnya, hai semua orang yang berkabung karenanya, supaya kamu menyusu dan menjadi puas dari susu yang menyegarkan kamu, supaya kamu mengisap dan menikmati susu dari buah dadanya yang bernas" (Yes. 66:10-11).

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Yes. 66:10-14; bagian terakhir kitab Yesaya. Sebelumnya pada pasal 65 telah diberikan gambaran sorga yang serupa dengan kitab Wahyu, seperti:

 

 

 

- tidak ada lagi kedengaran bunyi tangisan dan bunyi erangan (ay. 19; Why 21:4)

 

 

 

- semua orang berumur panjang dan tidak ada kematian bayi (ay. 20; Why. 21:4)

 

 

 

- banyak kebun anggur, buahnya enak dimakan (ay. 21)

 

 

 

- berkumpul bersama anak cucu (ay. 23)

 

 

 

- ada kemah Allah, dan akan sering bersekutu dan berjumpa dengan-Nya (ay. 24; Why. 21:3)

 

 

 

- hewan liar dan ternak piaraan hidup rukun (ay. 25a)

 

 

 

- tidak ada lagi kejahatan, semua hidup kudus (ay. 25b)

 

 

 

Perjanjian Lama memang seringnya tidak secara langsung menggambarkan sorga, tetapi lebih memberikan kesan kemuliaan dan kebesaran Allah yang berdiam di sorga. Kita lihat beberapa ayat:

 

 

 

- "Engkau yang berpakaian keagungan dan semarak, berselimutkan terang seperti kain, yang membentangkan langit seperti kain" (Mzm. 104:2-3)

 

 

 

- "Seperti busur pelangi, yang terlihat pada musim hujan di awan-awan, demikianlah kelihatan sinar yang mengelilinginya. Begitulah kelihatan gambar kemuliaan TUHAN" (Yeh. 1:28a)

 

 

 

- Takhta Allah dikelilingi oleh jutaan malaikat, dan takhta itu bersinar seperti api (Dan. 7:9-10).

 

 

 

Alkitab memang  berbeda dengan kitab suci agama lain dalam menggambarkan sorga. Ada kitab suci (lain) yang lebih menekankan sensualitas dan kenikmatan tubuh, termasuk dilayani oleh para bidadari. Tetapi Alkitab lebih menekankan aspek damai sejahtera dan kehadiran Allah. "Aku mengalirkan kepadanya damai sejahtera seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang meluap.... Seperti seorang yang dihiburkan ibunya, kamu akan dihibur di Yerusalem" (ay. 12-13). Dalam PB dituliskan lebih indah, "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: Semua itu disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia" (1Kor. 2:9).

 

 

 

Nabi Yesaya mengingatkan, semua itu hanya dapat dinikmati orang percaya dengan memperlihatkan kesetiaan dan ketaatan. Tuhan akan menghakimi dengan adil semua orang berdasarkan perbuatannya di dunia (2Kor. 5:10). Oleh karenanya, pada ayat 15-24 kembali diberikan gambaran hukuman dan siksa. Kitab Yesaya pasal terakhir ini memang secara bergantian memberi gambaran keselamatan, kasih karunia dan penghakiman, yang tidak dapat dipisahkan.

 

 

 

Melalui nas minggu ini kita diberi pesan, Tuhanlah sumber penghiburan, kekuatan dan keselamatan. Tuhan juga selalu peduli dengan kesulitan dan pergumulan anak-anak-Nya, bukan hanya di dunia ini tetapi juga di sorga, Yerusalem baru. Berbahagialah kita yang percaya dan setia.

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 38 guests and no members online

Statistik Pengunjung

12880538
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
3994
3598
28922
0
46496
152208
12880538

IP Anda: 216.73.216.14
2025-10-10 22:40

Login Form