Monday, June 16, 2025

2025

KHOTBAH MINGGU TRANSFIGURASI – 2 Maret 2025

KHOTBAH MINGGU TRANSFIGURASI – 2 Maret 2025

NO GAIN WITHOUT PAIN (Luk 9:28-36)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kel 34:29-35; Mzm 99; 2Kor 3:12-4:2

 

 

Pendahuluan

Nas minggu ini merupakan lompatan kisah pelayanan Tuhan Yesus yang banyak diuraikan pada Luk 5 sampai Luk 9:27. Sudah banyak pengajaran yang Yesus sampaikan kepada para murid-Nya dan kepada umat Israel saat itu. Demikian juga pelayanan lain dalam perbuatan mukjizat sudah Tuhan Yesus lakukan, berjalan dari satu wilayah ke wilayah lain dengan tiada henti dan lelah. Yesus juga sudah mengindikasikan bahwa Mesias, Anak Manusia itu - yakni Dia sendiri - akan menderita, ditolak para imam, kemudian dibunuh tetapi akan bangkit pada hari ketiga (Luk 9:22).

 

Peristiwa dalam nas ini menguraikan ketika dalam suatu kesempatan Yesus naik ke gunung untuk berdoa, yang merupakan kebiasaan-Nya setelah memberikan pelayanan dan pengajaran. Ia disertai tiga murid-Nya yakni Petrus, Yohanes dan Yakobus. Apa yang dilihat murid-muridNya di gunung inilah yang diceritakan dan kemudian timbul permintaan mereka kepada Tuhan Yesus. Nats ini memberikan pengajaran kepada kita beberapa hal yakni sebagai berikut.

 

Pertama: Roh Allah melingkupi kita saat berdoa (ayat 29-29)

Menarik sekali mengetahui kebiasaan Tuhan Yesus selalu berdoa ketika Ia merasakan "kelelahan" dalam pelayanan dan juga ketika "berbeban" berat. Apa yg bisa kita dapatkan dari setiap kali Yesus berdoa (band. ayat 4:42; 5:16; 6:12; dst), maka Roh Allah ada di situ. Keberadaan Roh Allah tentu tidak hanya karena Yesus adalah Tuhan, sebab pada saat itu sebenarnya Yesus adalah "manusia". Keberadaan Yesus saat berdoa dan kehadiran Roh Allah digambarkan dengan rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan (ayat 29). Maka hal yang dapat kita simpulkan adalah ketika seseorang berdoa, memanggil dan berseru kepada Allah dengan ketulusan dan sepenuh hati, maka Roh Allah akan hadir. Keberadaan Roh Allah tentu tidak ada batasan kapan Ia mau hadir, sebab seperti dalam 2Kor 3 yang menjadi bacaan kita minggu ini disebutkan juga, "Sebab Tuhan adalah Roh". Ini juga yang digambarkan oleh nats leksionari lainnya minggu ini yang dialami Musa ketika kembali turun dari gunung Sinai membawa kedua loh hukum Allah bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN (Kel 34:29). Alangkah indah dan menyenangkan saat kita berdoa Roh Allah itu hadir.

 

Allah kita adalah Allah yang suka menolong. Allah yang senang disembah dan dipuji, diakui sebagai Allah yang Mahakuasa dan berkuasa atas alam semesta dan hidup kita secara langsung. Maka ketika seseorang ingin berdoa dengan maksud untuk menyembah dan memuji Dia, atau ingin memohon pertolongan, maka dengan sigap Allah kita yang Mahabaik itu akan hadir dengan Roh-Nya. Bahkan ketika seseorang ingin dan rindu berdoa tetapi tidak tahu apa yang diucapkannya, Roh Allah akan mengajari dan menuntunnya untuk bisa mengungkapkan kerinduan hatinya. Berdoa pada hakekatnya adalah sebuah pengakuan bahwa hidup kita tergantung kepada-Nya.

 

Inilah yang diperlihatkan Yesus ketika Ia naik ke bukit untuk berdoa kepada Bapa-Nya. Hati Yesus mungkin mulai terbeban dengan situasi dan kondisi yang dilihat-Nya dalam pelayanan yang sudah dilakukan. Oleh karena itu, Ia memutuskan berbicara dengan Bapa-Nya. Demikian jugalah kiranya ketika kita rindu untuk menyembah Dia atau memerlukan pertolongan, maka kita berdoa kepada Bapa di sorga. Janganlah ragu dan bimbang untuk berdoa sungguh-sungguh untuk menyembah dan memuji Allah, menyampaikan rasa syukur sekaligus pergumulan hati. Dari hati yang tulus dan merendah demikian, dari hati yang hancur, Roh Allah akan hadir sebagaimana Roh Allah hadir pada saat Yesus berdoa di gunung itu.

 

Kedua: Kita sering terlena dan tertidur (ayat 30-31)

Kenyataannya acap kali kita melupakan waktu untuk berdoa itu, malah kita asyik tertidur, seperti ketiga murid yang menyertainya (bandingkan dengan murid yang tertidur saat di Getsemani, Luk 22:19). Tidur memang sesuatu yang baik dan mengenakkan. Tetapi tertidur saat yang tidak tepat akan kehilangan kesempatan menikmati hadirat Roh Allah bersama kita. Inilah yang terjadi pada ketiga murid-Nya saat mereka bersama Yesus. Ketika Tuhan Yesus berdoa, mereka juga seharusnya ikut berdoa untuk meminta pertolongan atas pelayanan mereka yang mulai berat. Disebut berat sebab Tuhan Yesus sendiri pada nats sebelumnya sudah mengatakan bahwa Dia akan menderita. Namun, kemungkinan para murid belum menangkap maksud Tuhan Yesus akan datangnya penderitaannya. Terlebih para murid sudah lelah, dan seperti kata firman Tuhan, tubuh atau daging memang lemah (Mat 26:41).

 

Tetapi yang berbahaya adalah kita terus-menerus tertidur atau terlena dengan kenikmatan atau tantangan dunia sehingga kita tidak sadar melewatkan hadirat Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Kita melupakan atau mengabaikan ketergantungan hidup kita dengan Allah yang Mahakuasa itu. Kita seolah dapat melakukannya sendiri secara optimal. Padahal, berkat pertolongan selalu tersedia, namun karena kesibukan dengan diri sendiri terhadap berbagai persoalan yang mendera atau kenikmatannya, kita abaikan berkat tersebut dan memilih menjalaninya sendirian. Padahal, Tuhan selalu mengharapkan sukacita kita lebih setiap saat, baik dalam tugas yang berat maupun dalam keadaan santai selepas pekerjaan atau pelayanan.

 

Inilah yang terjadi ketika ketiga murid-Nya tertidur. “Tertidur” atau terlena juga dapat kelihatan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk yang beragam, seperti ketidakpedulian kepada orang lain, fokus pada diri sendiri, tidak taat, berprasangka buruk, malas atau menutup diri, tidak melihat makna yang lebih dalam, atau mau mudahnya saja. Ini semua akan membawa akibat buruk dalam hidup kita. Demikian juga ketika kita "asyik" dengan pikiran sendiri, maka yang terjadi adalah adanya ketumpulan atau selubung dalam pikiran kita tersebut. Ini yang diungkapkan dalam nats 2Kor 3, "Tetapi pikiran mereka telah menjadi tumpul, sebab sampai pada hari ini selubung itu masih tetap menyelubungi mereka…, karena hanya Kristus saja yang dapat menyingkapkannya" (2Kor 3:14).

 

Ketiga: No gain without pain (ayat 32-33)

Nas yang kita baca mengatakan mereka tidak melihat apa yang terjadi, yakni saat Musa dan Elia bercakap- cakap dengan Yesus. Ketika para murid terbangun, mungkin setengah sadar setengah mimpi, mereka melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya. Musa dan Elia yang berdiri di dekat-Nya itu sudah akan meninggalkan Yesus, tetapi Petrus berkata kepada-Nya: "Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia." 

 

Alkitab mengatakan bahwa Petrus tidak tahu apa yang dikatakannya itu. Tetapi justru itulah yang selalu menjadi permasalahan kita dalam kehidupan sehari-hari. Respon Petrus adalah respon manusia biasa, yang melihat bahwa suasana di atas gunung itu sangat menyenangkan dengan penuh cahaya kemuliaan. Petrus langsung merasa bahwa lebih baik mereka tinggal ditempat itu, lebih lama lagi menikmati suasana yang demikian menyenangkan tersebut. Mereka berfikir bahhwa lebih baik melupakan pelayanan yang sudah dirintis oleh Yesus bersama murid-murid lainnya yang tinggal di bawah. Situasi demikian itu yang sering terjadi pada diri kita, ketika kita masuk ke dalam keadaan yang menyenangkan (comfort zone), kita cenderung untuk menikmatinya saja dan melupakan sesuatu yang sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kita sebagai orang percaya. 

 

Problem menikmati comfort of zone itu merasuk kepada pikiran banyak orang dan sebenarnya pada hakekatnya itu sama dengan apa yang dijelaskan di atas tadi, yakni kita menjadi tertidur, terlena, tumpul dan terselubung. Padahal, apa yang mereka lihat itu bukanlah kemuliaan sesungguhnya, mungkin hanya sesaat saja. Sebab sebagaimana disampaikan oleh Yesus kepada mereka adalah bahwa Dia harus menderita dan bahkan dibunuh untuk kemuliaan yang sesungguhnya itu dapat terjadi. Apa yang ingin disampaikan oleh Yesus adalah tiada kemuliaan tanpa penderitaan, tiada kesembuhan tanpa rasa sakit, tiada buah tanpa pengorbanan, no gain without pain.

 

Sikap dan pandangan itulah yang ingin diajarkan kepada kita dalam minggu ini. Sebagai murid Kristus kita dipanggil untuk berkorban (dan bahkan menderita) untuk bisa menjadi “mulia” sebagaimana Yesus telah dimuliakan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Pengorbanan kita sebagai murid harus diungkapkan melalui kerelaan kita untuk meninggalkan kenyamanan hidup kita sehari-hari, kenikmatan atau kemalasan kita, untuk kita bisa berbuat dan bertindak sebagai murid Kristus dalam memuliakan Dia dalam kehidupan sehari-hari. Kita tidak boleh terus-menerus di “puncak” dan melupakan mereka yang ada di bawah, kita terus menikmati dan terlena dengan berkat-berkat yang kita terima dan melupakan untuk berbagi berkat tersebut dengan orang lain yang membutuhkan. Sebagai orang percaya dan juga gereja, kita harus terus terlibat dalam realitas dan tantangan yang ada di sekeliling kita, persoalan dan beban yang ada di sekitar kita, sehingga orang Kristen dan gereja tidak menjadi menara gading yang terpisah dari permasalahan sekitar yang ada.

 

Keempat: Yesus adalah Anak Allah (ayat 34-36)

Kehadiran Musa dan Elia dianggap mewakili dua figur dalam perjanjian lama, yakni Musa sebagai penerima dan penerus pesan Taurat dan Elia mewakili nabi-nabi terbesar yang dikasihi Allah dan mengangkatnya langsung ke sorga. Ini juga mencerminkan bahwa apa yang menjadi nubutan Musa bahwa Mesias itu akan datang suatu waktu digenapi (Ul 18:15, 18). Kehadiran awan di atas gunung tersebut juga mencerminkan adanya Roh Allah, sebab awan yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah syekina yang merupakan tanda kehadiran Allah dalam perjanjian lama (Kel 16:10; 40:34-38; Yes 4:5). Dalam bacaan leksionari kita minggu ini Mazmur 99 juga disebutkan bahwa “Dalam tiang awan Ia berbicara kepada mereka; mereka telah berpegang pada peringatan-peringatan-Nya dan ketetapan yang diberikan-Nya kepada mereka (Mzm 99:7.

 

Apa yang sudah dibuktikan dari peristiwa ini adalah bahwa Yesus adalah Mesias dan Tuhan segala bangsa. Yesus dimuliakan kembali dalam peristiwa ini sebagaimana dikukuhkan pertama sekali pada baptisan oleh Yohanes (Luk 3:22). Saat kedua ini juga, suara dari Sorga kembali berkumandang dan berkata: "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia" (ayat 35). Pada saat Yesus dimuliakan, Dia diubah di hadapan tiga murid-Nya yang melihat kemuliaan sorgawi-Nya sebagaimana Dia adanya yang masih dalam tubuh manusia. Pemuliaan Yesus yang kedua ini juga merupakan pengesahan Allah bahwa Yesus benar-benar Anak-Nya yang layak kita percaya kepada-Nya (ayat 35).

 

Itulah juga yang diminta dari kita sebagai anak-anak-Nya. Kita semua seyoganya mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan menjadi serupa dengan gambar-Nya. Rupa kita bukan lagi muka yang tidak berselubung melainkan rupa yang siap sedia berkorban untuk memuliakan Dia, atau kita tidak melulu menikmati comfort zone saat ini di atas gunung, melainkan yang turun dalam memenuhi tantangan panggilan Injil kepada kita. “Tinggikanlah TUHAN, Allah kita, dan sujudlah menyembah di hadapan gunung-Nya yang kudus! Sebab kuduslah TUHAN, Allah kita” (Mzm 99:9).

 

Kesimpulan

Nas minggu ini memberikan beberapa pelajaran kepada kita yakni: 

 

1. Saat kita berdoa sungguh-sungguh maka Roh Allah akan hadir dan siap menolong kita;

2. Kita diminta agar jangan tertidur atau terlena dengan kekinian kita dan melupakan tantangan panggilan tugas dan tanggungjawab kita sebagai murid Kristus;

3. Kita harus siap berkorban demi untuk memuliakan Tuhan Yesus, sebab seperti pengalaman Yesus atau banyak orang, tiada kemuliaan tanpa pengorbanan, no gain without pain;

4. Kita semakin diteguhkan bahwa Yesus adalah Anak Allah yang dikasihi dan kita tidak ragu lagi untuk mengikuti dan mendengarkan petunjuk hidup yang diberikan kepada kita melalui firman-Nya.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.) Ir. Ramles M. Silalahi, D.Min.

KHOTBAH (2) MINGGU TRANSFIGURASI – 2 Maret 2025

KHOTBAH (2) MINGGU TRANSFIGURASI – 2 Maret 2025

 

TRANSFIGURASI DAN TRANSFORMASI (Kel. 34:29-35)

 

“Apabila orang Israel melihat muka Musa, bahwa kulit muka Musa bercahaya, maka Musa menyelubungi mukanya kembali sampai ia masuk menghadap untuk berbicara dengan TUHAN” (Kel. 34:35)

 

Hari ini minggu terakhir rangkaian Epifani, masuk ke Minggu Transfigurasi, yakni 40 hari sebelum Yesus disalibkan. Kita akan masuk hari Rabu Abu dan Pra-Paskah minggu depan. Perayaan Minggu Transfigurasi dilakukan untuk mengingat Tuhan Yesus dimuliakan di atas gunung, saat bertemu dengan Musa dan Elia; Transfigurasi berarti perubahan muka/bentuk. Saat itu muka Yesus bercahaya, seperti matahari penuh dengan kemuliaan. Murid yang hadir yakni Petrus, Yakobus dan Yohanes terkesima, dan langsung tersungkur (Mat. 17:1-5).

 

Bacaan Firman Tuhan bagi kita dari Kel. 34:29-35. Nas ini bercerita tentang penampakan Allah kepada Musa di atas Gunung Sinai. Kita tahu loh batu pertama berisi Hukum Taurat telah hancur. Musa melemparkannya ke anak lembu emas yang disembah umat Israel (Kel. 32:19). Lalu Musa membuat dua loh batu baru, dan kembali naik ke gunung. Ia menyerukan nama TUHAN, berlutut memohon pengampunan atas dosa yang dilakukan umat. Allah mengampuni, kemudian berfirman, memberi janji dan petunjuk hidup yang harus dipenuhi oleh bangsa Israel (ay. 10-27).

 

Ketika Musa turun dari gunung Sinai – kedua loh hukum Allah ada di tangan Musa – tidaklah ia tahu, bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN (ay. 29).  Musa tinggal selama 40 hari di atas, bersekutu dengan Tuhan (ay. 28). Ia tidak makan minum, dan ini meneguhkan kuasa Allah dan pemeliharaan-Nya yang luar biasa, sekaligus membenarkan “bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa (Yoh. 6:27), dan hidup tidak semata-mata urusan roti” (Mat. 4:4).

 

Kini bagi kita, apakah ada kerinduan untuk “berjumpa” dengan Allah? Pernahkah kita merasakan, Allah hadir dalam hidup kita? Tentu tidak semua orang memiliki pengalaman yang sama. Ada yang merasakan Allah hadir saat berdoa pribadi, atau ketika menyanyikan pujian, atau saat beribadah di tengah jemaat. Semua itu adalah momen spesial bagi kita orang percaya, yang perlu memilikinya. Transfigurasi Roh Yesus menjadi aliran kuasa baru, perasaan membeludak, tanda-tanda dalam tubuh, dan hal lainnya yang dapat “dilihat” oleh mata rohani. Kita tidak dapat membatasi cara Allah menyentuh hati kita; Dia memungkinkan segalanya.

 

Pesan nas minggu ini, sesuai makna Minggu Transfigurasi, yakni agar hidup kita semakin berubah dan dibaharui menjadi serupa dengan Dia. Transfigurasi Tuhan Yesus perlu diikuti oleh transformasi diri kita. Untuk itu mari berupaya membuka selubung yang menutupi mata rohani kita, ingin “bertemu dan merasakan kehadiran” Allah. Rajinlah berdoa secara khusus, seperti Tuhan Yesus berdoa di bukit. Jaga kekudusan hidup, mohonkan ampun sebagaimana disampaikan Musa, dan meminta Tuhan memimpin dan menyerahkan hidup kita kepada-Nya (ay. 9). Ingatlah, perubahan itu sulit, tapi tiada yang mustahil bagi orang percaya, dan tidak ada yang mustahil bagi Allah (Mrk. 9:23; 14:36). Inisiatif seringnya bukan dari Allah, tetapi dari kita anak-anak-Nya yang rindu akan jamahan-Nya. Maukah kita?

Selamat beribadah dan selamat melayani.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah Minggu 23 Februari 2025 – Minggu VII Setelah Epifani

Khotbah Minggu 23 Februari 2025 – Minggu VII Setelah Epifani

 

 MENGASIHI MUSUH (Luk. 6:27-38)

 

 "Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu" (Luk. 6:27).

 

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita pada Minggu VII setelah Epifani ini diambil dari Luk. 6:27-38. Nas ini berpesan tentang sesuatu yang luar biasa dan menjadi ciri khas Kristiani: Kasihilah musuhmu. Dari tiga agama Semawi hanya Tuhan Yesus yang mengajarkan demikian. Memang ada ajaran dari Timur yang bernada serupa, tetapi melakukannya dengan upaya kekuatan sendiri, tanpa pendampingan Roh Allah yang memampukannya.

 

 

 

Wujud mengasihi musuh dijelaskan Tuhan Yesus dengan langkah konkrit: "mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu" (ayat 28-29). Dahsyat dan luar biasa, kan?

 

 

 

Pesan kedua nas minggu ini di ayat 30-33: "Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu.... Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu?" Perintah Yesus ini dikuatan dengan membandingkan: "Orang-orang berdosapun berbuat demikian." Jadi, di situlah kita pengikut Kristus memang harus berbeda.

 

 

 

Pesan terakhir, janganlah menghakimi, supaya kitapun tidak akan dihakimi. Dan jangan menghukum, supaya kita tidak dihukum; ampunilah dan kitapun akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi (ayat 37-38a). Tuhan Yesus menegaskan kembali pesan-Nya agar kita selalu murah hati, seperti Bapa sorgawi yang murah hati (ayat 36). Dalam memberi, Yesus mengibaratkan pedagang yang murah hati, selalu mengisi takaran yang baik, berlebih, dan mengoyang-goyangkannya untuk padat serta bahkan berlimpah tumpah keluar (ayat 38). Ukuran yang kita pakai untuk mengukur, itu juga yang akan dipakai Tuhan kepada kita.

 

 

 

Tentu melakukan itu semua pastilah berat. Sesuatu yang berat jelas perlu latihan. Ibarat dalam berlari Half Marathon 21,1 km tentu tidak terbayangkan oleh kita jauhnya. Tetapi dengan latihan dan ketekunan, kita bisa mencapai jarak itu. Jika kita bersedia melakukan latihan badani yang terbatas gunanya, maka semestinya kita juga mau untuk melakukan sesuatu yang jauh lebih penting yakni, "latihan ibadah yang berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang" (1Tim. 4:8). Apalagi, bersama Roh Allah, semua menjadi lebih mudah karena kita dimampukan. Haleluya. Pasti.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit Minggu 23 Februari 2025

Kabar dari Bukit

 

SAMPAI BERTEMU DI SORGA (1Kor. 15: 35-38, 42-50)

 

“Demikianlah pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Tubuh yang ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan; yang ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan; yang ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan” (1Kor. 15:42-43)

 

Kita sering mendengar renungan/khotbah penghiburan saat seseorang meninggal dunia, dikatakan bahwa meski mereka mendahului, namun kelak kita akan bertemu kembali di sorga. Kebangkitan orang mati memang salah satu doktrin Kristiani sebagaimana dinyatakan dalam bagian ketiga Pengakuan Iman Rasuli. Manusia dibangkitkan sebagaimana Kristus telah bangkit dan itulah kemenangan iman kita (lihat renungan minggu-minggu lalu 1Kor. 15:1-11 dan 1Kor. 15:12-20).

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah lanjutannya, 1Kor. 15: 35-38, 42-50. Judul perikopnya: kebangkitan tubuh; yang dimulai dengan pertanyaan menarik: "Bagaimana orang mati dibangkitkan? Dengan tubuh apakah mereka akan datang kembali?" (ay. 35). Pikiran yang sama muncul, apakah saat kita bertemu dengan keluarga dan sahabat kelak di sorga, perlu menggunakan tubuh fisik sehingga dapat saling mengenali? 

 

Rasul Paulus memulainya dengan menggunakan ilustrasi biji atau benih saat ditaburkan, lalu tumbuh dan hidup menjadi tanaman baru; sebuah proses kebangkitan (ay. 36-38). Tubuh yang baru selain memiliki keunikan masing-masing, juga merupakan transformasi ke tubuh rohaniah, sebagaimana tubuh Yesus saat bangkit dari kematian-Nya. Paulus juga menjelaskan tentang Adam, manusia pertama yang berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, namun manusia kedua (Yesus) berasal dari sorga (ay. 45-47).

 

Tubuh rohaniah memang tidak mementingkan daging, namun bisa berwujud sebagaimana Yesus kadang tampil di hadapan murid-murid. Kisah percakapan dalam perjalanan Yesus dengan dua murid ke Emaus, dan juga saat Ia menerobos pintu merupakan penjelasan yang pas untuk hal ini (Luk. 24:30-31; Yoh. 20:19-26). Nas minggu ini juga menjelaskan bahwa kita akan melihat Tuhan Yesus: “Namun, kita tahu bahwa apabila Kristus dinyatakan, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya" (1Yoh. 3:2b; Flp. 3:21).

 

Oleh karena itu kita kelak akan bertemu dengan orang-orang yang kita kasihi, meski tanpa tubuh fisik. Kita akan saling mengenali melalui komunikasi rohani, seperti melalui doa dan penglihatan (2Kor. 12:1-4; Ef. 6:18a); Maria mengenali Yesus saat dipanggil namanya (Yoh. 20:16); atau mengenali melalui pernyataan Roh (1Kor. 12:4-11). Kita bahkan akan saling mengenali lebih lengkap dan sempurna. "Sebab, sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal secara sempurna, seperti aku sendiri dikenal" (1Kor. 13:12; bdk. Mat. 8:11).

 

Tubuh manusia dari debu, lemah dan dapat binasa, namun tubuh kebangkitan berasal dari sorga, rohaniah, kuat dan mulia. "Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang sorgawi" (ay. 42-43; 48-49). Melalui iman kita percaya bahwa Allah telah menyediakan cara bagi orang percaya untuk saling mengenal dan berinteraksi dengan tubuh rohaniah kelak di sorga. Maka dalam kerendahan hati, jangan ragu mengatakan: Sampai bertemu di sorga.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (2) Minggu 23 Februari 2025 – Minggu VII Setelah Epifani

 Khotbah (2) Minggu 23 Februari 2025 – Minggu VII Setelah Epifani

 

 MELIHAT DENGAN IMAN (Kej. 45:3-11, 15)

 

 “Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu… Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah” (Kej. 45:7-8a)

 

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah Kej. 45:3-11, 15. Nas ini bercerita tentang reaksi Yusuf terhadap para saudaranya yang datang mengungsi ke Mesir, setelah kelaparan melanda Israel. Saudara-saudaranya tidak mengenalinya lagi. Sebelumnya, Yusuf mereka jual sebagai budak, karena iri dan benci sebab Yusuf diperlakukan istimewa oleh Yakub, ayah mereka (Kej. 37:3-4).

 

 

 

Sebagai manusia biasa, ketika ada hal buruk atau yang tidak mengenakkan hati datang, apalagi itu tampak sebagai “ulah manusia”, maka reaksi kita umumnya adalah kesal, kecewa dan bahkan ingin melakukan pembalasan. Namun melalui nas pengalaman Yusuf, kita diberi pengajaran agar selalu melihat dengan iman atas masalah, ujian/cobaan, tantangan yang terjadi dalam kehidupan.

 

 

 

Pertama, hilangkan pikiran untuk membalaskan hal buruk yang terjadi, terlebih jika itu saudara atau sahabat kita. Klarifikasi boleh saja untuk menjernihkan pikiran. Meski kemudian kita anggap orang itu salah, brengsek, jahat, tetaplah selesaikan dalam hati. Anggap semua terjadi atas seizin Tuhan sehingga kita kembalikan saja kepada-Nya. Dia-lah sebagai hakim dan memberi penghukuman (Ibr. 10:30; Rm. 12:19). Nas paralel hari ini Luk. 6:27-38 mengajarkan, orang Kristen wajib hidup dalam kasih dan pengampunan, bahkan mengasihi musuh.

 

 

 

Kedua, janganlah menghujat atau menganggap Tuhan tidak sayang sama kita; meski mungkin itu adalah ulah diri sendiri yang tidak disiplin. Alkitab mengajarkan, Tuhan pasti mempunyai maksud tertentu. Ini yang dikatakan Yusuf, “Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu” (ay. 5). Tuhan ingin kita lebih siap dan kuat, tidak mudah menyerah, lebih menggantungkan diri kepada-Nya (Rm. 5:3-4). Yusuf difitnah oleh istri Potifar dan dipenjara karena tidak mau menuruti nafsu jahatnya (Kej. 39: 20-21). Tapi Yusuf selalu takut akan Tuhan; tetap sabar, taat dan setia. Ia berserah, dan Tuhan pun bekerja membuka jalan, melalui kemampuan menafsir mimpi teman sepenjaranya (Kej. 41:15).

 

 

 

Ketiga, selalu bersikap positif dan berterima kasih atas “musibah” yang terjadi. Yang perlu adalah kita meminta pertolongan kepada Tuhan, agar dimampukan melewati ujian tersebut dengan kemenangan; bukan kalah sebagai pecundang yang menyesali diri semata. Hidup dijalani dengan integritas dan tanggung jawab. Percaya pada pemeliharaan Tuhan, sebab Ia tidak akan membiarkan anak-anak-Nya jatuh tergeletak (Mzm. 37:24).

 

 

 

Orang yang berhasil melewati badai akan lebih tangguh. Prinsip menjalaninya, tetaplah semangat dan melakukan yang terbaik. Jauhkan respon negatif yang mengurangi semangat dan daya juang. Jalan terjal menanjak akan membuat kita lebih kuat; angin kencang akan mendalamkan pondasi hidup kita. Yusuf bekerja keras dan akhirnya setelah Tuhan membuka jalan dengan menafsirkan mimpi Potifar, Yusuf dipercaya sebagai tangan kanannya (Kej. 39: 2-3). “Siapa mengejar kebenaran dan kasih akan memperoleh kehidupan, kebenaran dan kehormatan” (Ams. 21:21).

 

 

 

Pelajaran keempat, yakni menyadari tidak ada perubahan terjadi dalam sekejap. Perjuangan tidak selalu semudah membalik tapak tangan; tetapi Tuhan akan menolong kita memampukan untuk mengatasi segala cobaan. Semakin berat tantangan yang kita lalui, semakin matang dan berhikmat rohani kejiwaan kita (Yak. 1:3-4). Melihat dengan iman semua persoalan yang terjadi dalam hidup, berarti melihat Tuhan terlibat dalam situasi yang kita hadapi. Ini bedanya jika hanya melihat dengan akal pikiran (2Kor. 5:7). Allah Mahabaik pasti memiliki rencana, dan mari kita dengan rendah hati menyerahkan dan mengikutkan Dia dalam memenangkannya. “Yusuf mencium semua saudaranya itu dengan mesra dan ia menangis sambil memeluk mereka” (ay. 15). Alangkah indahnya kasih dan berkeluarga.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 41 guests and no members online

Statistik Pengunjung

001581
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
1581
3584
5165
12286367
1581
177003
1581

IP Anda: 216.73.216.198
2025-06-16 08:32

Login Form