Thursday, November 21, 2024

2022

Khotbah Minggu Adven III - 11 Desember 2022

 Khotbah Minggu Adven III Tahun 2022

BERSABAR DAN BERTEGUH HATI (Yak. 5:7-10)

Bacaan lainnya: Yes. 35:1-10; Mzm. 146:5-10; Mat. 11:2-11

 

Pendahuluan

Kitab Yakobus salah satu kitab yang padat sebab membahas hubungan iman dengan perbuatan. Pasal 1 kitab ini menjelaskan orang percaya harus berdiri teguh sebab memiliki iman. Dengan iman itu kita harus berkarya dan bukan iman yang mati (pasal 2), sementara pasal 3 mengajar kita untuk memelihara lidah dalam bercakap-cakap sebagai buah iman yang baik. Pasal 4 tentang perasaan kita sebagai orang percaya yang diminta taat dan tunduk pada kehendak Allah, dan terakhir pasal 5 yang menjadi bahan renungan kita minggu ini, berbicara tentang sikap kita dalam bersabar dan berteguh hati. Bagian ini sebenarnya merupakan terusan dari peringatan Yakobus terhadap orang kaya yang membuat orang miskin menjadi menderita, dan nas ini merupakan kekuatan dan penghiburan bagi mereka.

 

Pertama: Bersabar seperti petani menunggu musim (ayat 7)

Ada beberapa ayat dalam Alkitab yang menempatkan petani sebagai referensi. Pertama, Alkitab menyebutkan bahwa "seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya" (2Tim. 2:6). Kedua, sesuai dengan nas minggu ini, bahwa petani harus bersabar menanti hasil itu. Pada kitab Injil Matius dan lainnya diibaratkan juga soal kerajaan Allah itu seperti menabur benih (seperti petani), dan petani yang baik akan menaburkan di tanah yang baik, bukan dipinggir jalan atau di tanah yang keras atau penuh semak duri, dan menjaga tanamannya dari segala gangguan dan hama. Dari ketiga pokok nas itu dapat dilihat bahwa seorang petani untuk dapat memperoleh hasil yang baik, hendaklah penuh dengan hikmat: dari masa mulai menanam, melihat lahan dan musim, bekerja keras selama masa pengolahan dan pemeliharaan, dan terakhir bersabar dalam menanti hasil yang baik dari semua jerih payahnya itu.

 

Meskipun benihnya baik dan ditabur di tempat yang baik, saat menanam yang tepat, dijaga dari segala gangguan, seorang petani juga tetap harus bersabar agar tanamannya bertumbuh; ia tidak dapat mempercepat proses panen yang lebih cepat. Petani mesti menanti dengan pengharapan akan hujan musim semi (untuk masa pertumbuhan) yang memberi hasil banyak pada ladangnya. Namun dalam penantian itu banyak hal yang dapat dilakukan oleh petani, seperti memberi pupuk dan menjaga agar ilalang, hama dan pencuri tidak datang merusak tanamannya. Itu semua pekerjaan dan karya yang harus ia lakukan dan juga melalui rintangan yang harus dia hadapi agar panennya tidak rusak dan mendapatkan hasil buah yang baik. Ia harus bersabar dan itu merupakan pengharapan dan kepercayaan pada pemeliharaan Allah yang Mahakuasa atas tanamannya itu.

Demikian juga orang percaya dalam penantian datangnya Kristus menjemput kita dari dunia ini. Kita tidak dapat melakukan apapun agar Kristus datang lebih cepat. Tapi pengharapan dan penantian kita bukanlah pengharapan yang pasif. Dalam penantian itu kita diminta untuk terus bekerja dan berkarya mewujudkan buah dari iman dalam membangun kerajaan-Nya. Datanglah kerajaan-Mu dalam Doa Bapa Kami bermakna demikian. Orang percaya sama halnya dengan petani harus hidup dalam iman, mencari dan melihat pengharapan di depan akan buah dari kerja dan karya iman dalam kehidupan yang dipraktekkan. Jangan berpikir bahwa Kristus tidak datang. Berkaryalah dalam iman untuk membangun kerajaan-Nya, yang pasti datang bila saatnya tiba. Dalam berkarya itu mungkin dapat muncul kesulitan dan penderitaan, menanggung ketidakadilan dan penganiayaan, tetapi seperti petani tadi kita diminta bersabar dan percaya tetap pada pemeliharaan Allah (Rm. 8:28; 12:12).

Kedua: Jangan bersungut-sungut dan mempersalahkan (ayat 8-9a)

Ketika sesuatu terjadi tidak sesuai dengan keinginan hati, maka lazimnya yang muncul adalah kecewa, rasa kesal dan dapat timbul sungut-sungut. Bahkan ada kalanya kita menyalahkan orang lain atas ketidaksesuaian itu, kerugian atau rasa sakit yang kita alami. Memang lebih mudah menyalahkan orang lain dibanding dengan ikut merasa bertanggungjawab dan prioritas mencari jalan keluar dari masalah yang ada. Akan tetapi perlu disadari, bersungut-sungut dan menyalahkan pihak lain adalah perbuatan yang dapat merusak dan menjadi dosa. Sebelum kita menyalahkan dan menghakimi orang lain, kita ingatlah Kristus yang akan datang menghakimi (Mat. 7:1-5; 25:31-46). Kristus tidak membiarkan kita lari dari tanggungjawab dan memindahkan segala perbuatan dosa itu kepada orang lain.

 

Jelas, setiap orang pasti tidak menyukai masalah dan tidak seorang pun yang tahu eaktunya mendapat masalah. Semua orang berusaha jauh dari masalah dan penderitaan. Doa Bapa Kami juga menegaskan agar kita jauh dari pencobaan. Kalau seseorang melakukan korupsi atau pembunuhan, maka tentu sudah terpikirkannya bahwa suatu saat ia akan menghadapi masalah pengadilan dan penjara. Mungkin saja ia berpikir dapat lolos dari pengadilan di dunia ini, tetapi ia tidak akan lolos dari pengadilan sorgawi. Ia juga bisa menyalahkan atasan atau orang lain untuk berdalih atau menghindar, tapi itu menjadi percuma dan sia-sia. Hidup juga tidak selalu demikian, bahkan seringkali kita tidak tahu mengapa masalah itu datang kepada kita? Kadang Tuhan tidak menjawab alasannya dan karena itu menuduh Tuhan tidak adil, bertindak sewenang-wenang atau tidak peduli. Padahal, Allah memiliki rencana sendiri yang manusia kadang kala tidak bisa menjangkau dan memahaminya.

 

Kita mendapatkan pelajaran hidup dari kisah Ayub bahwa mengenal dan mengetahui Allah lebih baik daripada mendapatkan jawaban-Nya. Ia berbuat kesalahan dengan cara menuruti keinginannya dengan berdialog dengan teman-temannya untuk mengetahui mengapa ia harus menderita dan terus bertanya kepada Tuhan, mengapa semua itu terjadi pada dirinya. Ayub yang berusaha menyalahkan Tuhan karena dihasut teman-temannya, akhirnya menyadari Allah mengasihinya, dan menyadarkan kita bahwa tidak selamanya penderitaan merupakan penghukuman karena dosa. Oleh karena itu penderitaan harus dihadapi dan dijadikan sebagai ujian dan jalan pertumbuhan iman. Sebagaimana Ayub, seorang yang penuh dengan iman, sabar dan tabah dalam penderitaan memberi inspirasi dan keteladanan, akhirnya memperoleh kemenangan dan berkat yang lebih banyak.

 

Ketiga: Hakim berdiri di depan pintu (ayat 9b)

Sebagaimana dinyatakan pada bagian awal, nas ini merupakan kelanjutan peringatan kepada orang kaya. Mereka yang kaya sering bertindak sewenang-wenang dan tidak peduli pada mereka yang miskin. Tindakan seperti itu jelas membuat mereka dihukum dan peringatan datangnya hari Tuhan membuat firman ini mengambil istilah: hakim pada hari Tuhan itu sudah berdiri di depan pintu. Artinya, mereka yang mengabaikan keadilan dan kasih sayang akan diadili dan memperoleh hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka yang jahat. Kita tidak bisa mengatakan bahwa firman itu salah, sebab kenyataannya setelah 2000 tahun Hakim itu tidak datang dan dunia belum berakhir. Poin yang ditegaskan adalah bahwa kesempatan akhir dari pertobatan itu terbatas dan pintu itu bisa tertutup setiap saat dan Hakim yang adil itu ada berdiri di sana (band. Mat. 24:33; Mrk. 13:29).

 

Kedatangan Tuhan Yesus dan berdirinya Sang Hakim di pintu merupakan dasar kesabaran dan pengharapan orang percaya. Itu menjadi motivasi agar kita bertekun dalam iman dan menjadi sumber penghiburan atas penderitaan yang kita alami. Tuhan Yesus menjadi Hakim yang adil bagi mereka yang berbuat jahat dan memberi pahala dan upah bagi mereka yang setia dan bersabar, serta membebaskan dari beban yang diderita. Melalui cara pandang dan melihat dengan mata rohani akan rencana Tuhan yang indah, semakin menguatkan kita dalam menghadapi masalah dan penderitaan yang ada. Sebagaimana dikatakan oleh ahli, seseorang dapat kuat menanggung dan melewati beban penderitaan hanya didasarkan keyakinan bahwa beban itu memiliki arti dan makna dalam hidupnya. Tanpa kesadaran dan pemahaman itu, maka biasanya orang dapat mudah kalah dan mengambil jalan pintas untuk mengakhiri penderitaannya, yang sayangnya sering tidak berkenan kepada Tuhan.

 

Keempat: Meneladani penderitaan para nabi (ayat 10)

Nas ini mengingatkan kita juga untuk mengambil teladan dari penderitaan para nabi. Kita dapat melihat banyak nabi-nabi yang menderita dan bahkan harus dibunuh demi untuk membela Allah, mulai dari Musa yang harus menderita karena menyediakan keinginan umat Israel (Kel. 17:1-7), Daud yang harus menderita oleh perbuatan jahat Saul (1Sam. 20-27), para nabi yang dibunuh (1Sam. 22 dan 1Raj. 18:3-4), Daniel bersama rekan-rekannya harus dimasukkan ke dalam kandang singa (Dan. 6), dan kisah Ayub di atas yang harus kehilangan harta dan anak-anaknya (Ay. 1:8-12; 2:3-7). Penderitaan tokoh dan para rasul di Perjanjian Baru juga merupakan kisah yang memberi keteladanan dan inspirasi bagi kita, seperti Stefanus yang dibunuh (Kis. 6-7), Petrus, Yohanes, Timotius, dan Paulus yang dipenjara tanpa ada kejelasan, bahkan Yakobus yang dibunuh oleh Herod demi untuk menyenangkan orang Yahudi (Kis. 12:1-2).

 

Penderitaan dapat datang karena ketaatan pada Tuhan sebagaimana dialami oleh para nabi (dan rasul) di atas. Demikian juga dengan umat Israel harus menanggung beban yang lebih berat karena ketaatan mereka dengan mengerjakan pembuatan batu bata yang lebih banyak (Kel. 5:4-9). Tetapi semua itu tergantung kepada kita, bagaimana merespon atas penderitaan itu. Kisah Ayub memberikan bukti bahwa respon itu tergantung kepada bagaimana kita beriman kepada Allah (Ay. 3:11; 21:22) Rasul Paulus melihat bahwa hal yang dideritanya membawa kemajuan dalam pemberitaan Injil (Flp 1:12-14). Semua itu akan memberikan pengembangan internal kerohanian kita, sebagaimana dikatakan dalam firman-Nya, “Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya (1Pet. 5:10; band. Im. 26:40-45)

 

Kita lihat juga Tuhan Yesus harus menderita bagi kita, diolok-olok para Imam dan ahli Taurat (Mrk. 15:31). Akan tetapi itu semua membuat Yesus semakin sempurna, “Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah -- yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan ---, yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan (Ibr. 2:10). Alkitab berkata, “Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu" (Mat. 5:12). Oleh karena itulah kita diminta untuk terus berkarya, tidak putus asa dan lalai, menggunakan waktu yang tersedia untuk menyambut Sang Raja Kemuliaan, meninggalkan segala perbuatan yang jahat dan membuat diri kita tidak bercatat dan kudus, sebab itulah yang berkenan kepada-Nya.

 

Penutup

Dalam menyongsong peringatan lahirnya Sang Raja Kemuliaan itu, Yakobus mengingatkan orang percaya untuk bersabar sampai kedatangan Kristus yang kedua kali. Kita harus bersabar bagaikan petani yang menanti hasil panen. Kerja keras dan menjaga gangguan dari segala godaan menghasilkan buah yang baik dan lebat. Apabila dalam melaksanakan karya itu kita harus menderita, walau tidak jelas sebab musababnya, maka kita tetap diminta sabar dan berteguh hati, tetap setia kepada Allah. Bersabar dan berteguh dalam pengharapan dan penantian sampai Hakim itu berdiri di depan pintu, menegakkan kebenaran dan menghukum mereka yang jahat, sebagaimana para nabi (dan rasul) telah menderita, begitu jugalah sikap kita dalam menghadapi segala penderitaan.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 4 Desember 2022

Kabar dari Bukit

RAJA DAMAI DAN KITA (Yes. 11:1-10)

Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh

gunung-Ku yang kudus (Yes. 11:9a)

 

Salam dalam kasih Kristus.

Dalam Alkitab ada 300 lebih nubuatan kedatangan Yesus Raja Damai, di PL mulai Kej. 3:15 tentang kelahiran-Nya dari anak dara hingga Mal. 2:17-3:5; 3:1-6, serta di awal kitab PB pesan Yohanes Pembaptis dan Zakharia (Luk. 1:67-80).

Firman Tuhan bagi kita di Minggu Adven II ini diambil dari kitab Yes. 11:1-10. Judul perikopnya: Raja Damai yang akan datang. Pasal ini menggambarkan kebangkitan baru Israel yang akan penuh damai sejahtera, setelah Asyur kalah diporak-porandakan. Dan seorang keturunan Raja Daud akan tampil sebagai raja damai.

Damai adalah pengharapan dan sekaligus upaya. Sebuah kerinduan, yakni terwujudnya keadaan aman tenteram, saling mengasihi dan mendukung, tidak ada permusuhan, kebencian, dan niat jahat, seperti digambarkan nas minggu ini di ayat 6-9a: “Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, .... Lembu dan beruang akan sama-sama makan rumput dan anaknya akan sama-sama berbaring, sedang singa akan makan jerami seperti lembu. Anak yang menyusu akan bermain-main dekat liang ular tedung dan anak yang cerai susu akan mengulurkan tangannya ke sarang ular beludak. Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus.” Gambaran sorga yang indah (band. Rm. 14:17).

Menyambut kedatangan Yesus Raja Damai, diperlukan respon yang seirama dan senada dari kita. Untuk bisa menerima damai yang dibawa Yesus, maka hati dan pikiran (state of mind) kita juga harus dalam keadaan damai. Tidak mungkin menerima Yesus, tapi hati kita berisi kebencian, permusuhan, niat jahat, dan senang menyusahkan sesama (SMS).

Sama seperti mengikuti perjamuan kudus, selalu ditanya, apakah masih ada hati dan perbuatan kita yang tidak sesuai dengan firman-Nya? Kini menyambut Yesus, mari kita periksa diri, apakah layak menerima Dia? Jika damai bersemayam, pertanyaan sederhana:

 

1.         Apakah kita masih mendendam?

2.         Apakah kita memalingkan muka bila bertemu seseorang?

3.         Apakah kita tidak mau berjabat tangan dengan seseorang?

4.         Apakah kita masih mau menyakiti hati orang lain?

 

Bila menginginkan damai, itu dimulai dari diri kita. Bilamana empat hal di atas masih ada di dalam hati, segeralah bereskan. Orang yang cinta damai pasti bukanlah pendendam dan pemarah, bukanlah yang suka menghujat. Keluarga kita juga pembawa damai, penentang perpecahan, dan ikut berupaya dengan segala cara agar tercipta damai sejahtera.

 

Pemeriksaan kedua, apakah kita berdamai dengan sesama, mulai dari keluarga lingkar kecil (orang tua dan kakak beradik) hingga lingkar besar (satu marga atau satu kumpulan). Agak susah kita merasakan dan mengatakan damai, tetapi kita tidak berdamai dengan mereka. Ini jelas tidak logis. Oleh karena itu, bereskanlah itu sebagai prioritas (band. 1Pet. 3:8-12).

 

Damai sejahtera merupakah tanggungjawab pengikut Yesus. "Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh” (Kol. 3:15a). Orang yang berbicara damai sejahtera tanpa hatinya dipenuhi damai, pastilah pembohong dan bermuka dua, seperti orang Farisi dalam nas paralel minggu ini (Mat. 3:1-10). Integritasnya tidak ada, tidak satu kata dan perbuatan.

 

Damai sejahtera yang sejati, hanya dapat kita miliki di dalam Yesus Raja Damai. Tidak ada damai dalam diri seseorang, jika ia tidak menyerahkan hidupnya ke dalam tangan-Nya. Tidak ada Kristus, tidak ada damai; tahu Kristus, maka tahu akan damai. “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu” (Yoh. 14:27), itulah yang kita pegang dan perlukan meyambut sukacita natal ini.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 27 November 2022

Kabar dari Bukit

JALAN DI KEGELAPAN (Yes. 2:1-5)

Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem (Yes. 2:3b)

 

Salam dalam kasih Kristus.

Dalam buku Jhon S. Feinberg Masih Relevankah PL di Era PB, salah satu penulisnya mengatakan bahwa Alkitab paling baik dipahami dalam lingkup gereja. Sisi lainnya, Yesus Kristus adalah puncak kebenaran rohani (Ibr. 1:1-3). Ia adalah sarana menuju kesatuan dengan Allah. Sebagai Tuhan, Dia juga merupakan tujuan kita. Amin.

Firman Tuhan bagi kita di Minggu Adven I ini, diambil dari kitab Yes. 2:1-5. Judul perikopnya: Sion sebagai pusat kerajaan damai. Ini adalah nubuatan Yesaya tentang datangnya Mesias, puncak pengharapan umat Yahudi. Pada saat kedatangan-Nya, “rumah TUHAN akan berdiri tegak di hulu gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; segala bangsa akan berduyun-duyun ke sana. Dan banyak suku bangsa akan datang” (ay. 2-3a).

Gambaran ini berbeda dalam Perjanjian Baru. Mesias itu telah datang, yakni Yesus Kristus. Rumah Tuhan bukan lagi berupa bangunan menjulang megah di gunung, tetapi berada di dalam hati setiap orang percaya, tempat Roh Kudus bersemayam dan memimpin hidup orang percaya. “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Kor. 3:16).

Demikian juga rumah Tuhan atau gereja, bukan hanya dalam pengertian fisik bangunan, melainkan gereja lebih kepada organisme hidup, kumpulan orang percaya yang dipanggil keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib, untuk memberitakan perbuatan-perbuatan-Nya yang besar (Ef. 5:8; Kol. 1:13; 1Pet. 2:9)

Pada bagian lain buku Feinberg di atas yang ditulis oleh Willem Van Gemeren dengan mengutip Ursinus, disebutkan adanya perbedaan PL dan PB. Beberapa diantaranya adalah, ibadah dalam PL bersifat seremoni, sementara PB ibadahnya bersifat rohani. Kasih karunia yang diberikan kepada umat, dalam PL itu mendahului kedatangan Mesias, tetapi dalam PB kasih karunia yang diberikan DEMI Mesias. Selain itu, pencurahan Roh Kudus dalam PL bersifat terbatas termasuk waktunya, sementara dalam PB pencurahan Roh Kudus bersifat penuh dan selamanya. Dialah yang mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya (ay. 3).

Namun selain ada perbedaan, ada banyak kesamaan PL dan PB yang digambarkan Van Gemeren, beberapa diantaranya adalah adanya pengampunan, ada kehidupan kekal, ada iman, dan keduanya meminta tuntutan kepatuhan. Sebagaimana dijelaskan dalam nas minggu ini, kesamaan lainnya Mesias akan menjadi hakim antara bangsa-bangsa dan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa, dan ajaran-Nya lebih kepada damai dan bukan perang. (ay. 4, band. Mat. 25:31-46; Yoh. 5:22).

Poin terakhir paling penting kesamaan PL dan PB adalah, umat diminta berjalan di dalam terang TUHAN! (ay. 5). Jalan terang inilah yang dibawa Tuhan Yesus, Sang Mesias yang kita akan sambut dan rayakan nanti. "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup" (Yoh. 8:12).

 

Jalan terang dan damai yang dibawa Yesus, bukan mengajak orang memakai pedang, melainkan pedang diubah menjadi mata bajak untuk berproduksi (ay. 4). Jalan terang menyingkirkan permusuhan, menghalau rasa benci dan dendam hilang kendali, tetapi menawarkan kasih sayang dan damai sejahtera. “Karena itu perhatikanlah supaya terang yang ada padamu jangan menjadi kegelapan” (Luk. 11:35). Itulah jalan terang yang diminta kita terus lalui, bukan jalan di kegelapan.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin 

Pdt. (Em.) Ramles M. Silalahi

 

Khotbah Minggu Adven II - 4 Desember 2022

Minggu Adven Kedua Tahun 2022

TARUK DARI PANGKAL ISAI AKAN TERBIT (Rm. 15:4-13)

Bacaan lainnya: Yes. 11:1-10; Mzm. 72:1-7, 18-19; Mat. 3:1-12

 

Pendahuluan

Bacaan minggu ini diambil dari Rm. 15 berbicara tentang pentingnya kita belajar Perjanjian Lama, sebab banyak hikmat yang diberikan dan khususnya janji di dalamnya. Janji datangnya Mesias melalui tahta Isa dan Daud telah menjadi kenyataan 2000 tahun lalu. Melalui nas yang kita baca, kita diberi pelajaran kehidupan sebagai berikut.

 

Pertama: Pengharapan oleh ketekunan dari PL (ayat 4)

Hal yang dimaksudkan pada kalimat "segala sesuatu yang ditulis dahulu" merupakan kitab Perjanjian Lama (PL) dan bukan mengacu kepada surat-surat dalam Perjanjian Baru (PB) yang sudah beredar pada saat itu. Memang ini menjadi hal yang prinsip bagi umat Kristiani, mengapa kita tetap menganggap PL itu sebagai kitab suci, meski kisah perihal Tuhan Yesus secara spesifik ditulis dalam PB. Hukum Taurat yang merupakan salah satu inti dalam PL juga telah “dibaharui” dengan semangat kasih yang lebih besar, tidak hanya dibaca secara harafiah sebagaimana layaknya umat Yahudi saat itu.

 

Namun kita tetap perlu berpegang pada kitab PL sebab itulah yang mendasari PB. Tanpa PL maka PB seolah kisah dan janji yang terputus dan melayang. Kitab suci memang tidak hanya berisi aturan dan norma etis saja, melainkan juga suatu risalah gambaran masa lampau alam semesta ini dengan segala isinya dan nubuatan eskatalogis akan masa depannya. Memang yang dimaksudkan bukan harus dalam pengertian sejarah atau antropologis lengkap, sebab kitab suci bukanlah kitab sejarah. Maka berdasarkan hal itu, kita bisa mengatakan bahwa kitab PL (bersama PB) adalah yang terbaik dari seluruh kitab suci yang ada. Di samping tentang pengenalan kita akan Allah sebagai Pencipta alam semesta dan isinya, dan terjadinya kejatuhan dosa pada manusia, hal utama lainnya pada kitab PL adalah: Pertama, kitab PL merupakan dasar dari segala janji keselamatan - yang sudah digenapkan sebagian dalam PB dan kegenapan sepenuhnya akan terjadi pada kedatangan Yesus kedua kalinya. Kedua, kitab PL berisi banyak sejarah jatuh bangunnya pribadi, pemimpin, kelompok dan bangsa-bangsa yang menjadi pelajaran penting bagi setiap umat dan pembacanya. Ketiga, kitab PL banyak berisi hukum moral dan hikmat yang menuntun orang percaya dalam bertindak sebelum amanat hidup baru dalam PB.

 

Oleh karena itu, nas minggu ini mengatakan bahwa kita dapat belajar tentang pengharapan, ketekunan dan penghiburan dengan membaca kitab PL, sebab begitu banyak kisah dan pengalaman manusia sebagai pribadi, kelompok, suku dan bangsa (Israel) yang dapat kita petik dan jadikan sumber inpirasi dan referensi. Ini sangat penting dan berharga bagi kehidupan praktis. Demikian juga kita dapat melihat bahwa mereka yang setia dan bertahan dalam pencobaan di jalan yang sulit, maka Tuhan akan memberi kekuatan dan menjadi pemenang. Ketabahan dalam jalan Allah menjadi ujian bagi orang percaya untuk tetap setia dan berserah. Sementara bagi mereka yang tidak setia dan jahat maka Tuhan akan memberikan hukuman. Semua kisah itu menjadi janji-janji dan pedoman Allah. Dapat dikatakan, mengetahui PL dan memahaminya akan mempengaruhi perilaku dan sikap kita secara langsung. PL memberikan firman dan kisah sebagai sumber inspirasi kekuatan dan pengharapan, maka kitab PB memberikan Tuhan Yesus sebagai sumber kekuatan itu sendiri.

 

Kedua: Rukun dan terimalah satu yang lain serta layani (ayat 5-7)

Salah satu masalah yang paling besar di bumi ini adalah tidak adanya kebersamaan. Kebersamaan merupakan energi yang dahsyat dalam memecahkan masalah. Sebaliknya egoisme dan berpikir sempit hanya untuk kepentingan diri sendiri atau apatisme jelas membuat masalah semakin membesar dan melebar. Hal itu dapat kita lihat ketika manusia lebih banyak membelanjakan hal-hal yang tidak perlu seperti persenjataan dan perang sementara masih begitu banyak masalah kelaparan dan kemiskinan yang melanda. Demikian juga dengan pertikaian antar suku, ras, golongan dan agama (SARA) jelas bukan sesuatu yang produktif. Tapi itulah kelemahan manusia yang dimanfaatkan oleh iblis.

 

Allah menciptakan keragaman dengan kesetaraan. Nas ini diberikan Tuhan melalui Rasul Paulus sebab gereja Roma saat itu berisi keragaman jemaat: Yahudi dan bukan Yahudi, kaya dan miskin, majikan dan hamba dan lainnya. Mereka tidak bisa menikmati keragaman itu dan bahkan terus mempertahankan gengsi. Padahal, Allah menciptakan kesetaraan: warna hitam setara dengan warna putih, kuning atau biru; warna hitam dapat memberi aksentuasi, tidak selamanya berkonotasi gelap. Kita diberikan realitas perbedaan adalah untuk mencari keseimbangan. Kaya-miskin dimaksudkan untuk terjadinya kesejahteraan. Pintar-bodoh dimanfaatkan untuk terciptanya pengajaran dan hikmat. Kuat-lemah diharapkan menjadi ikatan yang lentur dan sigap. Majikan dan pekerja ada untuk produktifitas. Oleh karena itu melalui ayat dalam nas ini disebutkan agar mereka yang imannya kuat membantu mereka yang imannya lemah. Dasar imannya kuat mungkin karena lebih pintar dan menjadi sombong (band. 1Kor. 8:1). Tujuannya agar saling memperhatikan dan menolong. Harmoni dalam kerukunan adalah tujuan dari semua perbedaan.

 

Maka dalam perbedaan itu kita diminta untuk terbuka, yang kuat menerima yang lemah, dan yang berkecukupan berbagi dengan yang berkekurangan. Kita kuat dalam satu bidang tetapi mungkin lemah dalam bidang lain. Saling mengisi. Tentu sangat bagus mengetahui kedua hal ini, agar kita bisa menghindari banyak terlibat dalam bidang yang lemah ini dan membuat kehidupan rohani kita terganggu. Kita menyenangkan hati Allah hanya dengan menyenangkan hati sesama. Pertengkaran apalagi permusuhan karena perbedaan dengan sesama membuat Allah berduka. Semua itu hanya dapat terwujud apabila kita satu hati dalam melihat tujuan Allah, yakni kebaikan bagi semua dan tidak ada yang lepas dari keselamatan. Cukup sudah kedukaan Allah melalui pemusnahan di masa Nuh dan disalibkannya Tuhan Yesus, kita tidak perlu menambahinya. Maka berusahalah rukun dan terimalah satu dengan yang lain, sebagaimana Kristus telah menerima kita orang yang hina dan berdosa (band. 1Kor.1: 10; Ef. 4:3; Flp. 2:2). Kristus adalah kuncinya yang dibuat sebagai teladan dan batu penjuru dalam kehidupan.

 

Ketiga: Bersukacitalah, hai bangsa-bangsa, dengan umat-Nya (ayat 8-11)

Kristus hadir di bumi untuk melayani. Ia datang bukan untuk dilayani dan dengan keteladanan itulah Yesus memperlihatkan kasih sebagai dasar kerukunan dan persatuan (band. Yoh. 17:21; Mzm. 69:9). Itulah tujuan Dia datang dan menjadi manusia. Kesamaan dalam melihat tujuan membuat kebersamaan dan damai sejahteranya kelompok, baik dalam wujud gereja, bangsa dan perkumpulan. Jadi di dalam setiap wujud kelompok itu tidak ada lagi perbedaan yang memicu konflik, semua dalam kesetaraan dan kebersamaan. Tidak tampak adanya kuat-lemah, kaya-miskin, majikan-pekerja, bos-anak-buah, perbedaan suku kedaerahan, bangsa dan bahasa, semua menjadi satu untuk menghasilkan sukacita bersama. Jadi mereka yang kuat (iman dan hal lainnya) yang pada umumnya orang bukan Yahudi pada masa itu, bisa menjadi berkat bagi orang lemah (pada umumnya orang Yahudi), sebagaimana Kristus Yesus telah melayani mereka.

 

Sukacita hanya bisa timbul ketika adanya persatuan itu. Pertengkaran tidak mungkin menimbulkan sukacita. Kita juga dapat menikmati sukacita itu ketika bersekutu dengan Allah. Ada yang kita agungkan bersama, ada yang kita sembah, ada yang kita tinggikan. Dialah Yesus. Sikap kita adalah sikap memuji dan siap mengumandangkan kidung-kidung bagi kemuliaan Allah Bapa dan Tuhan kita Yesus Kristus. Simponi yang indah muncul ketika paduan variasi nada bahkan yang setengah nada (minor) sekalipun. Kuncinya adalah mencari aransemen harmoni yang bagus. Dalam kehidupan nyata itu semestinya bisa dipadu bersinergi sehingga semua orang bersukacita.

 

Salah satu bukti kedewasaan rohani adalah tatkala kita tidak lagi mengutamakan diri sendiri, melainkan menyebarkan kebaikan bagi banyak orang. Alangkah sukacitanya hati kita ketika melihat seseorang bangkit, pulih, tegak dari situasi yang pedih terpuruk. Gereja juga harus bersikap demikian. Kesiapan melayani semua manusia dan bukan hanya warga gereja, merupakan bukti penerapan keteladanan Yesus yang datang untuk semua. Itu tanda dan bukti gereja yang sehat. Janji itu menjadi milik semua ketika orang yang belum mengenal Kristus juga merasakan kasih dari kita sesama. Kebersamaan dan kesatuan orang-orang yang mengikut Dia mendatangkan kemuliaan bagi Allah. Dengan demikian maka seruan firman ini “bersukacitalah, hai bangsa-bangsa, dengan umat-Nya, pujilah Dia....” bukanlah hanya untuk kita saja.

 

Keempat: Taruk dari pangkal Isai terbit (ayat 12-13)

Pengharapan, keteguhan dan penghiburan yang menjadi pokok bahasan di awal tadi, menjadi kunci bagi terwujudnya semua kerinduan itu. Pengharapan harus menjadi pilihan pada setiap kesulitan dan pergumulan yang terjadi. Kita tidak boleh pesimis bahkan putus asa melihat keadaan saat ini: melihat pertentangan-pertentangan, perang, kesenjangan yang berbuah menjadi kejahatan dan kriminalitas. Kita harus bisa melihat setiap persoalan pasti ada titik lemahnya untuk masuk sebagai kunci penyelesaian. Kuasa Allah merupakan kekuatan yang tidak habis-habisnya untuk membereskan hal yang tidak dikehendaki, dan itulah dasar utama pengharapan kita. Itu kita dapatkan dalam kuasa firman dan untuk itu kita perlu taat.

 

Situasi yang dihadapi bangsa Israel sedemikian lama dalam penantian, hampir 400 tahun setelah nabi Maleakh yang membuat banyak orang berputus asa. Mereka tidak lagi memiliki keyakinan dan keteguhan. Mereka jauh dari pengharapan dan penghiburan atas kesusahan yang dihadapi. Sukacita menjadi hilang. Janji Allah dari keturunan Daud belum memberikan tanda-tanda. Kekhawatiransemakin dalam seolah-olah Allah telah meninggalkan mereka. Maka suara Tuhan melalui Rasul Paulus memberikan peneguhan pengharapan baru sebagai kekuatan dalam menghadapi kehidupan. Pengharapan itu ada dalam iman kepada Tuhan Yesus Kristus, Sang sumber kehidupan.

 

Oleh karena itu, dalam menyongsong perayaan lahirnya Tuhan Yesus di akhir bulan Desember ini, kita diminta untuk semakin rajin dan tekun membaca dan mendengarkan firman Tuhan. Marilah kita saling memperhatikan dan mendukung sesama, hidup dalam kerukunan dan saling melayani agar damai sejahtera terwujud dalam kehidupan berkelompok kita, baik di keluarga, gereja, kesukuan atau berbangsa. Ketika kita menerima orang lain, maka itu berarti kita juga mengakui karya Kristus ada pada orang itu.  Janji Tuhan keturunan tanduk Isa (Isa adalah ayah dari Raja Daud - 1 Sam. 16:1) telah terwujud 2000 tahun yang lalu dengan lahirnya bayi Yesus dan menjadi pemenang ketika Ia dibangkitkan dan naik ke sorga (band. Why. 5:5). Maka janji Tuhan kepada kita melalui firman-Nya juga diwujudkan sehingga kita menikmati hidup yang berkelimpahan bersama-sama dan khususnya bersama Dia Sang Raja.

 

Penutup

Firman Tuhan minggu ini mengajarkan kita agar kita belajar firman Tuhan yang ada pada kitab PL dan PB. Hikmat Tuhan begitu kaya di dalamnya yang memberi kekuatan, keteguhan, penghiburan dan pengharapan. Kita perlu meneladani Yesus Kristus, yang telah menerima kita semua tanpa perbedaan demi kemuliaan Allah. Setiap orang percaya harus menerima orang lain dengan keberadaannya dan rukun dengan melayaninya; bukan menjadi batu sandungan, tetapi menjadi berkat. Kita tidak diminta menonjolkan dan membedakan kuat-lemah, kaya-miskin, kulit hitam-putih, majikan pekerja, hamba Tuhan-anggota, sebab persekutuan umat Tuhan yang indah dapat menjadi kesaksian bagi mereka yang belum mengenal-Nya. Ini merupakan tantangan besar bagi kita.

Tuhan Yesus memberkati, amin 

Pdt. (Em.) Ramles M. Silalahi

 

Khotbah Minggu 27 November 2022

Khotbah Minggu Adven Pertama 2022

 HENDAKLAH KAMU JUGA SIAP SEDIA (Mat. 24:36-44)

 Bacaan lainnya: Yes. 2:1-5; Mzm. 122; Rm. 13:11-14

(khotbah Rm.13:8-14 juga dapat ditemukan pada Minggu XIII Setelah Pentakosta)

 

Pendahuluan

Sebagaimana kita ketahui, kalender gerejawi diawali dengan minggu adven selama empat minggu berturut-turut menjelang hari natal. Kata adven (adventus=Latin) berarti kedatangan. Minggu adven sendiri bermakna ganda, yakni minggu perayaan atas kedatangan Tuhan Yesus yang pertama kali pada 2000 tahun yang lalu, dan sekaligus adven merupakan minggu peringatan akan Kedatangan Kristus kedua kalinya (K4) ke dunia. Biasanya pada minggu adven pertama dan kedua, tema khotbah memberikan gambaran kedatangan-Nya yang kedua dengan gambaran eskatalogis, dan minggu adven ketiga dan keempat lebih kepada sambutan sukacita perayaan kelahiran-Nya 2000 tahun lalu, untuk keselamatkan orang berdosa. Kalau dalam peristiwa kedatangan di Betlehem digambarkan Tuhan Yesus datang sebagai Bayi Kudus yang lemah lembut, lahir di kandang domba dengan segala kerendahannya, maka kedatangan Yesus Kristus yang kedua digambarkan penuh dengan kemuliaan sekaligus sebagai akhir dari dunia dengan segala penghukuman dan penggenapan janji bagi yang percaya dan taat kepadaNya.

 

Bacaan Mat. 24:36-44 dalam minggu pertama adven leksionari tahun A ini memberikan gambaran yang eskatalogis tersebut. Kita memperoleh beberapa pelajaran hidup sebagai berikut.

 

Pertama: Tentang hari Tuhan (ayat 36-39a)

Dalam bacaan yang paralel Luk. 21:25-38 tentang hari dan saat itu (hari Tuhan) ada diberikan tanda-tanda perubahan alam semesta yang mendahului kedatangan-Nya yakni pada matahari, bulan dan bintang-bintang. Gangguan alam juga terjadi pada bumi sebab kuasa-kuasa langit akan goncang, yang disertai dengan deru dan gelora laut serta menimbulkan katakutan pada umat manusia. Dalam kitab Matius 24 ini diberikan gambaran lain, yakni tanda-tanda umum berupa datangnya mesias palsu dan adanya pertentangan antar bangsa (ayat 3-14), kemudian siksaan yang berat (ayat 15-28), serta tanda-tanda alam yang menakjubkan mengiringi kedatangan Tuhan Yesus di atas awan penuh dengan kekuasaan dan kemuliaan (ayat 29-35).

 

Kalau kita telaah dari seluruh Alkitab, memang ada banyak uraian dan gambaran mengenai tanda-tanda K4 atau disebut dengan akhir zaman atau hari akhir. Meski banyak yang mencoba meramalkan tibanya hari itu dengan beberapa peristiwa alam dan sosial politik sesaat, namun sampai saat ini belum ada yang mampu mengartikan semua nubuatan Alkitab tersebut dengan penuh kepastian. Akan tetapi sangat baik juga kita tidak mengetahui kedatangan Kristus kedua kalinya. Apabila kita mengetahui tanggal atau tahun yang pasti, maka mungkin sikap kita akan berubah banyak, seperti kita akan bermalas-malasan dalam bekerja, memanfaatkan waktu yang tersedia untuk kesenangan diri sendiri, atau kecenderungan berbuat kejahatan dan berpikir tepat pada saat akhir-akhir waktunya kita akan bertobat.

 

Tuhan Yesus mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang tahu waktunya. Ia sendiri sebagai Anak dan Utusan Allah tidak mengetahui waktu tersebut. Ini mungkin membingungkan, sebab bagaimana mungkin yang menyebut sama dengan Allah Bapa tidak mengetahuinya? Di sini yang perlu kita lihat adalah adanya kerendahan hati Yesus sebagai manusia (band. Dan. 12:9). Tuhan Yesus merasa perlu mengatakannya sebab tidak ada gunanya juga mengungkapkan nubuatan yang pasti. Yang kita tahu pasti, kemuliaan itu ada pada-Nya maka Ia mengetahui tanggal yang pasti itu (band. Yoh. 17:4-8). Tuhan Yesus memberikan gambaran tanda-tanda agar kita tetap siaga dalam masa penantian ini dan semakin banyak melakukan seturut dengan kehendak-Nya, baik melalui gereja maupun kehidupan di luar gereja. Ini adalah jalan terbaik untuk mempersiapkan kedatangan Kristus dan hari Tuhan itu, yakni ketika semua orang diminta mempertanggungjawabkan kehidupan yang dijalaninya, baik mereka yang masih hidup maupun mereka yang sudah mati.

 

Kedua: Kedatangan Anak Manusia (ayat 39b)

Yang perlu kita ingat adalah akan ada masa yang berat bagi isi dunia dan masa itu tidak bersifat lokal, sebagaimana peristiwa tsunami di Aceh pada tahun 2006 atau badai topan Hayan di Filipina baru-baru ini. Mereka yang mencoba menarik itu sebagai nubuatan dan menyerukan agar pengikutnya bersiap-siap dan menyerahkan seluruh hartanya adalah jelas mesias palsu. Ini yang dikatakan oleh Tuhan Yesus dalam nubuatan tersebut. Yang penting untuk kita sadari, kedatangan Tuhan itu tiba-tiba dan seketika. Tidak cukup saat-saat yang ada untuk pertobatan dan memohonkan pengampunan. Pilihan hidup yang kita lakukan saat ini merupakan arah dari tujuan akhir hidup kita: neraka atau sorga. Tuhan juga mengetahui pasti kalau sikap kita itu hanya berupa kepura-puraan saja atau kemunafikan yang sejatinya tidak dikehendaki oleh-Nya.

 

Ada yang mencoba menafsirkan bahwa kedatangan Tuhan melalui tahapan dengan bertakhta di atas awan-awan untuk sementara waktu berdasarkan Mat. 24:30 (band. Mat. 26:64; Mrk. 13:26; 14:62; Why. 1:7). Tuhan Yesus digambarkan seolah-olah datang namun “singgah” sementara dan bertakhta dari awan-awan. Demikian juga penafsiran tentang masa seribu tahun yang kemudian dicoba dikaitkan dengan dengan masa kesengsaraan tribulasi (Mat. 24:21), termasuk adanya periode sebelum (pra-tribulasi), mid-tribulasi dan pasca (post) tribulasi (band. Why. 20:2-7). Adapula penafsiran tentang adanya pengangkatan orang kudus atau gereja yang mendasarkan pada ayat-ayat dalam 1Tes. 4:16-17. Namun saya kira kita tidak perlu memikirkan hal itu atau menjadikan sebuah skenario yang diciptakan manusia. Hal pokoknya adalah: Ia akan datang kembali, dan kedatangan-Nya tiba-tiba bagaikan pencuri malam, ada kejutan dan ketakterdugaan. Jangan sampai kita terlelap tidak tahu apa yang sedang terjadi.

 

Memang di sini perlu kita cermati ayat yang menjelaskan peristiwa air bah di masa Nabi Nuh yang melenyapkan semua yang berdosa. Ada pesan mendahului dan Nabi Nuh diselamatkan bersama keluarganya (beserta hewan dan tumbuhan), sebab hanya mereka yang berkenan pada Tuhan di masa itu. Mungkin demikian pula digambarkan halnya akan terjadinya K4. Semua orang jauh dari Tuhan dan melupakan pentingnya pertobatan dan pengampunan. Maka ada penafsiran bahwa pada kedatangan Tuhan Yesus untuk kedua kalinya, akan ada orang yang mengetahui atau menerima pesan atau tanda-tanda itu sebagaimana diberikan pada Nabi Nuh, sebelum Tuhan Yesus mengakhiri semua zaman ini. Bagaimana pun itu merupakan kerinduan bagi kita yang percaya dan taat kepada-Nya, sehingga kita lebih baik lagi dalam melakukan tugas dan panggilan yang diberikan kepada kita dalam kehidupan sehari-hari, khususnya menjadi berkat dan pertolongan bagi orang lain. Nabi Nuh tidak menerima tanggal yang pasti datangnya air bah itu, tapi ia bertekun mempersiapkan bahtera dan tetap mengumandangkan pertobatan bagi semua orang.

 

Ketiga: Seseorang dibawa dan yang lain ditinggalkan (ayat 40-41)

Hal yang dimaksud Tuhan Yesus dalam memberikan tanda-tanda bukanlah bertujuan berspekulasi untuk kepentingan diri sendiri, melainkan agar kita selalu berjaga-jaga dan siap sedia. Memang ada yang mengatakan bahwa sorga adalah tujuan hidup manusia yang ditafsirkan sebagai akhir dunia, tetapi itu bukanlah semata-mata tujuan hidup kita, apalagi dengan mengasingkan diri atau melakukan askese (pertapaan). Kita juga tidak menjadikan dunia ini sebagai tujuan akhir dan menikmatinya. Kita harus bekerja di dunia ini dan terus berkarya hingga ajal datang menjemput kita, atau bilamana secara tidak terduga Kristus hadir untuk menjemput kita orang-orang percaya maka kita tetaplah orang yang siap dan waspada.

 

Tuhan Yesus juga mengingatkan bahwa tujuan sorga itu tidak bisa didasarkan pada kelompok atau ikatan dunia dalam bentuk keluarga, kerabat atau kelompok bangsa. Memang ada pemikiran pada bangsa Israel bahwa mereka adalah bangsa yang terpilih sehingga ada sikap arogansi keterpilihan itu. Namun melalui ayat yang kita baca, Tuhan Yesus mengingatkan bahwa keselamatan itu bersifat individu, pribadi lepas pribadi, sesuai dengan iman dan perbuatan yang dilakukan dalam kehidupannya. Seseorang diselamatkan bukan karena ia keturunan raja atau pejabat, bukan karena suku bangsa, bukan pula karena memiliki harta banyak dan telah menyumbangkan banyak bagi banyak orang, melainkan keselamatan didasarkan pada iman kepada Tuhan Yesus dan iman itu berbuah pada ketaatan dan perbuatan yang menyenangkan hati-Nya.

 

Keistimewaan Israel sebagai bangsa sudah tidak berlaku lagi sepanjang mereka tidak taat, dan demikian juga keistimewaan orang beriman juga tidak menjadi prioritas apabila dalam kehidupannya segala perbuatan dan tindakannya jauh dari imannya. Firman Tuhan berkata, banyak orang terpanggil tetapi sedikit yang terpilih. Kita yang keluar dari kegelapan kepada terang menjadi bagian dari bangsa yang terpilih dan imamat yang rajani, hanya terjadi apabila kita memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia (1Pet. 2:9). Meskipun kebersamaan kita di dunia ini ada di dalam ikatan keluarga yang kuat atau emosional yang tinggi, semua itu tidak ada artinya, sebab Tuhan akan membawa mereka yang taat, setia dan berbuah, dan akan meninggalkan mereka yang lupa akan panggilan keberadaannya di dunia ini. Apakah kebersamaan itu di ladang, di batu kilangan, bahkan di tempat tidur (sebagai suami istri), maka itu tidak berarti apa-apa.

 

Keempat: Berjaga-jagalah dan siap sedia (ayat 42-44)

Tawaran dunia ini memang bisa membuat kita lupa dan lalai dalam menghayati panggilan hidup di dunia ini. Banyak orang akhirnya tidak siap sedia menghadapi akhir zaman yang dalam pengertian sempit ketika hidup kita selesai dan dipanggil Tuhan menghadap-Nya melalui kematian, maupun dalam pengertian luas yakni K4. Dunia memang menawarkan kenikmatan jasmani dan kesenangan hati yang bersifat sesaat sehingga kita bisa tidak sadar terus menerus masuk dalam jeratan itu, melupakan Tuhan dan sesama manusia yang membutuhkan pertolongan kita. Kita hanya sibuk dengan urusan makan dan minum, kawin atau mengawinkan, dan membuat semua menjadi ajang meninggikan diri kita sendiri dan melupakan Dia yang memberi semuanya kepada kita.

 

Tuhan Yesus kembali tidak hanya untuk orang percaya saja, melainkan kepada seluruh umat manusia. Ia akan datang memperlihatkan kemuliaan yang Allah berikan kepada-Nya dan menjadi hakim atas bangsa-bangsa. Kita akan mengetahui dan memahami bagaimana semua yang terjadi di dunia ini dengan banyaknya misteri berupa ragamnya suku bangsa, keberadaan dan perpecahan bangsa-bangsa, kaya miskin, yang sakit dan sehat, adanya nabi-nabi dan agama serta kepercayaan, maka kebenaran yang hakiki akan disampaikan kepada kita yang taat dan percaya kepada-Nya. Pertanyaan-pertanyaan yang ada saat ini tidak harus membuat kita apatis, apalagi menjauh dari sikap percaya kepada Yesus Tuhan yang menjadi manusia 2000 tahun yang lalu. Kembalinya Yesus ke dunia adalah kemenangan bagi kita orang percaya. Dunia ini pasti menuju suatu titik akhir yakni kemusnahan dalam menyongsong bumi baru dan langit baru yang dijanjikan-Nya. Ia akan datang untuk mengumpulkan orang-orang yang percaya dan dikasihi-Nya.

 

Nasihat Tuhan Yesus ini sangat penting bagi kita di tengah-tengah persiapan sukacita kita dalam menyongsong natal dan tahun baru yang tiba sebentar lagi. Musim pesta akan hadir dan semua orang bersuka cita dengan perayaan yang menghabiskan daya dan dana yang besar. Atau mungkin saat ini kita sedang diterpa oleh pergumulan yang berat dan membuat kita menjauh dari Tuhan. Semua itu merupakan pilihan hidup yang harus kita lakoni dalam menyongsong pengadilan yang akan terjadi. Pertanyaannya adalah: Apakah kita sudah siap seandainya Ia datang? Pilihan yang aman dan pasti adalah tetaplah taat setia kepada-Nya serta tabah dan berbuah bagi banyak orang untuk meninggikan Dia. Alangkah bahagianya ketika Yesus datang, kita sudah bertobat dan menjadi manusia baru serta sigap melakukan tugas pelayanan yang disampaikan. Sikap berjaga-jaga merupakan ekspresi iman, penguasaan diri, dan merupakan pengharapan yang kuat bagi Dia.

 

Penutup

Minggu adven datang membawa pesan agar di samping sukacita perayaan memperingati lahirnya Sang Juruselamat ke dunia ini, sekaligus juga mengingatkan bahwa kedatangan-Nya kedua kali merupakan hari Tuhan dengan segala kuasa dan kemuliaan yang menyertai-Nya.  Kita diminta membaca tanda-tanda alam dan zaman yang memperlihatkan Tuhan Yesus pasti datang kembali yang merupakan penggenapan janji-Nya. Sebagai orang percaya yang diminta taat kepada firmanNya maka kita perlu untuk siap sedia dan berjaga-jaga sehingga kita luput dari penghakiman dan masuk ke dalam sorga yang akan digenapkan-Nya. Kita rindu sebagai orang percaya mengetahui Tuhan akan datang untuk menjemput beserta dengan orang-orang yang kita kasihi, bukan hanya diri kita sendiri, melainkan banyak orang sebagai buah dari pemberitaan kita melalui kesaksian dan perbuatan, dan Tuhan kita yang Maha baik itu akan menyambut: "Berbahagialah engkau, hai hamba yang setia". Siap sedialah dan berjaga-jagalah, sebab waktu-Nya tidak kamu tahu.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 783 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7398023
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
41138
61324
150789
7204198
432885
1386923
7398023

IP Anda: 162.158.163.196
2024-11-21 16:51

Login Form