2019
Alternatif kedua: Khotbah Minggu 7 April 2019
Alternatif kedua: Khotbah Minggu 7 April 2019
MENGENAL DIA DAN MENJADI SERUPA DENGAN DIA
(Khotbah Flp 3:4b-14)
Minggu V Pra-Paskah
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 43:16-21; Mzm 126; Yoh 12:1-8
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nas Flp 3:4b-14 selengkapnya: Kebenaran yang sejati
Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: 3:5 disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, 3:6 tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat. 3:7 Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. 3:8 Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, 3:9 dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan. 3:10 Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, 3:11 supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati. 3:12 Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. 3:13 Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, 3:14 dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.
------------------------------------
Pendahuluan
Apakah kita sudah mengenal Kristus? Apakah kita sudah puas dengan pengenalan tentang Pribadi-Nya dan kuasa-Nya? Salah satu bahaya orang percaya adalah bila ia telah merasa mengenal dengan baik dan berhenti untuk mencari kebenaran yang lebih dalam akan Pribadi-Nya khususnya akan kuasa kebangkitan-Nya. Adalah benar bahwa kita telah dibenarkan karena iman dan itu hanya merupakan awal dari kebenaran yang penuh mengenai hubungan kita dengan-Nya. Apabila kita telah merasa puas mengenal-Nya maka itu menjadi sebuah kemandekan dan menjadi sebuah bahaya, sebab gangguan yang lebih besar dapat terjadi dan pengetahuan kita sangat terbatas khususnya dalam pengalaman bersama Dia. Melalui nas minggu ini kita diberi pengajaran tentang bagaimana mengenal Dia dan menjadi serupa dengan Dia sebagaimana dijelaskan sebagai berikut.
Pertama: Percaya bukan pada hal-hal lahiriah (ayat 4b-6)
Sekilas, Rasul Paulus seolah-olah ingin menyombongkan diri dengan semua latar belakang dan prestasinya. Ia menjelaskan khususnya kepada umat non-Yahudi bahwa ia adalah orang yang istimewa dan sempurna secara lahiriah sebagai orang Yahudi tulen. Ia dari bangsa Israel (2Kor 11:22), orang Ibrani asli yang artinya tidak tercampur dengan suku lain, disunat pada hari kedelapan (Luk 1:59). Ia dari keturunan suku Benyamin (Rm 11:1), garis silsilah yang dianggap istimewa bagi orang Yahudi, sebab dari suku ini lahirnya Raja Israel pertama yakni Saul (1Sam 10:20-24). Suku Benyamin dan Yehuda juga adalah suku yang kembali dari pembuangan (Ezra 4:1). Rasul Paulus termasuk golongan kaum Farisi (Kis 23:6), suku Yahudi yang dianggap paling religius dan saleh serta paling teliti dan ortodox dalam aturan-aturan hukum Musa yang begitu banyaknya. Mereka sangat ketat dalam pengamalan hukum taurat, adat-istiadat, ritual legalistik dan mengutamakan moralitas. Ia juga memiliki beberapa keistimewaan lainnya, seperti pendidikan yang bagus dan kewarganegaraan (untuk keunggulan lainnya lihat di 2Kor 11; Gal 1:13-24).
Begitu pula sebagai pemimpin Yahudi yang ortodok, ia sangat bersemangat menganiaya jemaat Kristen (Kis 8:3). Ia bahkan mengejar umat Kristen hingga keluar Yerusalem untuk dapat dibunuh. Sama sepikiran dengan pemimpin-pemimpin agama Yahudi yang telah mapan, mereka melihat Kekristenan sebagai kegiatan sesat. Mereka melihat Yesus tidak seperti yang diharapkan tentang gambaran Mesias yang mereka miliki, sehingga ucapan-Nya yang menyamakan diri-Nya dengan Allah dinilai sebagai tindakan menghina Allah. Kesaksian Yesus bagi mereka adalah palsu dan dianggap sebagai kejahatan. Kemampuan-Nya membuat mukjizat dianggap bersumber dari kuasa jahat dan bukan karena Ia adalah Allah yang menjadi manusia. Di lain pihak, mereka juga melihat kekristenan dengan Yesus sebagai pemimpin sebagai ancaman politik yang dapat mengganggu hubungan yang baik antara pemimpin Yahudi dengan pemerintah Romawi. Banyak hal yang selama ini mereka telah nikmati dengan saling memanfaatkan dan menguntungkan bagi kedua belah piha, dan itu dapat terganggu dan merugikan pemimpin Yahudi. Namun kemudian, Rasul Paulus menyadari semua yang dia lakukan sebelumnya adalah salah, pengabdian kepada Allah menurut Taurat yang ditafsirkan secara salah.
Tetapi kalau dilihat lebih dalam suratnya, ia sebenarnya ingin menekankan bahwa pencapaian manusia - betapa pun hebatnya, tidak memiliki arti dalam memperoleh keselamatan dari Allah dan kehidupan kekal. Ia menekankan perubahan statusnya menjadi orang percaya pada Kristus bukanlah atas apa yang dia capai (Kis 9), melainkan anugerah Allah semata. Ia tidak menonjolkan keistimewaan yang dimilikinya sebagai hal khusus yang menyenangkan hati Tuhan, sebab dalam pandangannya itu ternyata sia-sia, hal yang paling hebatpun dari seluruh keistimewaan dan prestasinya itu sangat jauh dari standar kekudusan Allah. Melalui surat ini Rasul Paulus juga mengingatkan kesombongan Yahudi sebagai keturunan Abraham dan membuat puas diri. Ia tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah tersebut, sebagaimana dikatakan Tuhan Yesus, “…Allah dapat menjadikan anak-anak Abraham dari batu-batu ini” (Mat 3:9). Pertanyaan bagi kita: apakah kekristenan kita tergantung kepada kedudukan ayah/kakek kita, denominasi dan jabatan gereja, atau hanya semata orang baik dan benar di hadapan Allah? Apakah kita menjadi manusia palsu dengan bermegah dalam persekutuan dan ibadah dengan menonjokan hal-hal lahiriah, seperti kekayaan, jabatan, atau hal lainnya? Kelebihan dan keistimewaan melalui pencapaian, reputasi, semua itu tidak dapat menghasilkan keselamatan, sebab keselamatan hanya datang dari iman kepada Yesus Kristus.
Kedua: Masa lalu milik masa lalu (ayat 7-9)
Sama seperti kecendrungan banyak orang, Rasul Paulus mengungkapkan hal yang sudah dia capai dalam hidupnya. Sejumlah kehebatan dan keistimewaan yang dicapainya dapat dianggap sebuah nilai dan memiliki harga. Itulah sebabnya Rasul Paulus berbicara tentang keuntungan dalam nas ini. Ia merasakan pencapaian, martabat dan kesuksesannya memiliki nilai dan harga. Namun ketika ia merasakan dirinya telah diselamatkan oleh Yesus, maka ia menganggap semua kelebihan dan pencapaiannya itu sebagai "sampah", dibanding dengan nilai yang dia dapatkan ketika menerima Kristus. Dia menganggap semua yang lalu itu tidak hanya sebagai kerugian, melainkan juga “keuntungan” yang dirampas dari yang seharusnya ia dapat peroleh sejak dahulu (band. Mat 13:44-46). Namun ia tidak menyesalinya, yang penting baginya masa lalu adalah masa lalu, the past belong to the past. Oleh karena itu kita perlu hati-hati dalam menilai prestasi masa lalu yang dianggap penting yang dapat mempengaruhi hubungan kita dengan Kristus. Menunda jelas salah apalagi demi untuk memprioritaskan yang lain. Tidak satupun dari perbuatan baik, ketaatan pada hukum-hukum legalistik, pengembangan diri, disiplin, atau upaya badani lainnya yang dapat membuat kita benar di hadapan Allah. Kita tetap manusia berdosa yang tidak layak masuk dalam kerajaan-Nya yang kudus. Pembenaran hanya datang dari Allah dan kelayakan untuk masuk ke hadirat-Nya hanya melalui percaya kepada Kristus, sebab Kristus Yesus telah menggantikan dosa-dosa dan kelemahan kita dengan kebenaran yang utuh (2Kor 5:21).
Melalui nas ini juga diperbandingkan kebenaran manusia melalui ketaatan pada hukum Taurat dan perbuatan baik dengan kebenaran melalui iman karena kepercayaan kepada Kristus yang merupakan anugerah Allah (Ef 2:8). Hal yang diyakininya adalah semua itu bukan dengan kebenarannya sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan (Gal 2:16; Rm 3:21). Dengan kata lain, Rasul Paulus mengatakan kepercayaan itu pun sebenarnya adalah karunia iman yang diberikan Allah (1Kor 12:9), bukan karena latar belakang atau prestasi. Tak seorang pun benar karena usahanya sendiri. Untuk bisa memahami hal itu, kita perlu melakukan perubahan radikal dalam cara berpikir dan pola hidup keseharian. Seperti Rasul Paulus yang meninggalkan semua masa lalunya, yakni keluarga, teman-teman, dan kebebasannya untuk dapat berada dalam Dia. Dengan cara itu ia berusaha mengalahkan pandangan umat Yahudi yakni dasar yang salah tentang kebanggaan mereka sebelumnya tentang keturunan Abraham dan apa yang mereka telah capai. Hal yang penting justru supaya memperoleh Kristus dengan bersedia dan terbuka untuk menerima panggilannya. Dengan menerima panggilannya, mengenalnya, kemudian berada di dalam Dia melalui persekutuan yang menghasilkan kebenaran sejati sebagai karunia dari Allah (Fili 1:10-11; 1Kor 1:30). Semua hal yang dapat mengganggu proses itu harus dibuang.
Kita bisa mendapatkan jalan untuk pengetahuan ini dan kuasa-Nya, namun kita harus rela berkorban untuk dapat menikmatinya dengan penuh. Apa yang bisa kita berikan dari hidup kita saat ini untuk dapat menerima dan lebih mengenal Kristus? Tapi apapun itu, mengenal Kristus lebih berharga dari semua pengorbanan itu (Yoh 17:3; Ef 4:13). Menyisihkan waktu dari semua kesibukan beberapa menit untuk dapat berdoa dan belajar firman? Atau beberapa dari semua rencana atau kesenangan pribadi? Pertanyaannya: Apakah kita siap merubah drastis nilai-nilai yang kita miliki saat ini untuk mengenal-Nya lebih baik? Apakah kita bersedia menetapkan atau mengatur kembali jadwal tertentu di tengah-tengah kesibukan yang ada agar dapat menyisihkan beberapa menit setiap hari untuk bersekutu dengan-Nya dan belajar firman? Apakah kita merubah rencana, sasaran, dan keinginan agar sesuai dengan hidup Kristus yang kita pelajari? Atau, perlu persetujuan teman atau keluarga? Apapun yang kita rubah dan serahkan, memiliki Kristus dan berada menjadi satu dengan Dia merupakan hal yang lebih berharga dibanding persembahan yang kita berikan.
Ketiga: Mengenal Dia dan menjadi serupa dengan Dia (ayat 10-11)
Apakah kita mengenal Kristus dengan baik? Apakah kita mengenal kuasa-Nya? Mengenal Kristus secara pribadi dan juga mengetahui Pribadi-Nya seperti yang dinyatakan dalam Alkitab, seyogianya merupakan tujuan akhir kita. Berikut beberapa pedoman untuk kita bisa mengenal-Nya dengan baik:
Dengarkan Firman-Nya melalui khotbah di gereja, radio, TV lainnya.
Pelajarilah kehidupan Kristus dalam Injil. Lihat bagaimana Yesus menjalani kehidupan dan memberi respon terhadap yang lain (Mat 11:29)
Pelajarilah seluruh referensi bacaan yang berhubungan dengan pelayanan Kristus di dalam perjanjian baru (Kol 1:15-2:15).
Bertekunlah dalam doa dan menyembah-Nya, biarkanlah dan ikuti Roh Kudus mengulang kembali perkataan-perkataan Kristus (Yoh 14:26).
Beri respon atas segala pemberian-Nya dengan iman dan ketaatan penuh.
Ambillah bagian dalam misi Kristus seperti pelayanan kasih atau memberitakan Injil, dan teladanilah penderitaan-Nya (Mat 28:19; Flp 3:10).
Rasul Paulus mengatakan bahwa bahwa tujuannya adalah mengenal Kristus dan kuasa kebangkitan-Nya. Dengan mengenal kedua hal tersebut maka ia berkeinginan menjadi serupa dengan Dia. Ada orang yang mengenal Yesus dalam pengertian hafal dan tahu riwayat hidup Yesus dan bahkan mengetahui segala mukjizat-Nya. Namun kalau sebatas menghafal seperti itu, pengenalan Pribadi dan kususnya kuasa kebangkitan-Nya belum terlaksana. Segala pengetahuan dan teori hanya menjadi efektip ketika kita mengalaminya secara pribadi dalam kehidupan sehari-hari. Apakah kita sudah mengalami mukjizat Yesus? Apapakh kita sudah melihat hidup kita saat ini adalah sebuah mukjizat? Mengalami kuasa kebangkitan-Nya berarti memahami diri sendiri yang sudah lepas dari kuasa dosa, terus dalam proses pembaharuan budi, dan bersaksi atas karya Allah dalam hidup kita (Rom 6:4; Ef 2:5-6).Kuasa yang sama perkasa ini akan menolong kita untuk membaharui kehidupan moral dan hidup yang baru, dan menjadi serupa dengan Yesus dengan semua pikiran Kristus ada di dalam diri kita. Menjadi serupa dalam pengertian kita tetap taat, menyangkal diri dan menyalibkan manusia lama, menyebarkan kasih, mengambil bagian dalam penderitaan Kristus yakni kerelaan berkorban(Kis 9:16; Rm 6:5-6; 2Kor 4:10; Kol 1:24; 1Pet 4:13).
Ketika kita bersatu dengan Kristus dan percaya kepada-Nya, hal yang lebih utama adalah kita mengalami kuasa kebangkitan-Nya dari kematian. Sebagaimana Yesus telah bangkit dari kematian, maka kita pun akan dibangkitkan dari kematian sebab kuasa itu tetap ada pada Yesus. Sama seperti Kristus ditinggikan setelah kebangkitkan-Nya, maka kita juga menerima kemuliaan Kristus di suatu hari kelak (Why 20:5,6; 22:1-7). Untuk kita dapat masuk kedalam kehidupan kekekalan, kita harus terlebih dahulu mati dalam perbuatan dosa. Kita tidak dapat mengetahui kemenangan kebangkitan tanpa menerapkan penyaliban dosa-dosa pribadi. Sama seperti kebangkitan memberi kita kuasa Kristus untuk hidup di dalam Dia, penyaliban-Nya juga merupakan tanda kematian dari sifat-sifat keberdosaan kita. Ketika Rasul Paulus menuliskan, "supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati", ia tidak memperlihatkan ketidakpastian atau keraguan. Sebagai orang yang di penjara, Rasul Paulus tahu bahwa ia akan mati segera namun tidak merasa pasti bagaimana dan kapan saatnya ia akan bertemu dengan Tuhan: apakah dengan jalan hukuman mati atau kematian yang alami. Tetapi ia memiliki iman bahwa ia akan dibangkitkan dari antara orang mati dan kembali hidup (Ef 1:18-20). Dia tidak ragu bahwa ia akan dibangkitkan, tetapi pencapaiannya merupakan kuasa Allah dan bukan dari dirinya.
Keempat: Mengejar kesempurnaan keselamatan (ayat 12-14)
Paulus memiliki alasan untuk melupakan yang di belakangnya saat ia masih bernama Saulus - ia yang memegang jubah Stefanus martir pertama Kristen (Kis 7:57, 58). Kembali ia menegaskan bahwa dirinya menerima anugerah ketika "ditangkap" oleh Kristus dalam perjalanan ke Damsyik Paulus (Kis 9). Ia ditangkap bukan karena kehebatannya tapi dipilih seperti hewan yang ditangkap pemburu.Mungkin kitamelakukan sesuatu di masa lalu yang membuat kita malu, dan kita hidup di dalam tarikan dari diri kita sebelumnya dan hendak kemana kita pergi akan berubah. Oleh karena pengharapan kita adalah Kristus, bagaimanapun, kita boleh melupakan semua kesalahan yang lalu dan melihat ke depan kepada apa yang menjadi kehendak Allah inginkan. Jangan terjebak dalam masa lalu. Tetapi, tetaplah bertumbuh dalam pengenalan Kristus dengan berkonsentrasi pada hubungan pribadi dengan-Nya mulai saat ini. Yakin dan sadarlah bahwa kita sudah diampuni dan mulailah hidup dengan iman dan ketaatan. Lihat ke depan pada kehidupan yang penuh dan berarti sebab pengharapan kita ada dalam Kristus. Sebagaimana Rasul Paulus yang ingin berlari dalam perlombaan (band. 1Kor 9:24; Ibr 12:1) dengan memusatkan pikiran dan mengerahkan segala daya untuk dapat mengejar kesempurnaan dalam pengenalan itu, maka demikianlah juga kita, diminta focus sungguh-sungguhmencapai sasaran.
Dalam persekutuan dengan Tuhan ada tiga tahapan kesempurnaan yang terjadi:
Kesempurnaan dalam hubungan: kita menjadi sempurna sebab kesatuan kekal kita dengan Kristus yang kekal sempurna. Ketika kita menjadi anak-anak-Nya, kita dinyatakan “Tidak Bersalah” dan dibenarkan sebab apa yang dilakukan Kristus Anak Allah telah menebus kita dengan lunas. Kesempurnaan yang dimiliki adalah mutlak dan tidak terubahkan, dan dengan hubungan yang sempurna ini akan memberikan jaminan bahwa suatu saat kelak kita akan sempurna dengan penuh (band. Kol 2:8-10; Ibr 10:8-14)
Kesempurnaan dalam pertumbuhan: Kita dapat tumbuh dan dewasa secara rohani jika kita sepenuhnya percaya kepada-Nya, terus berupaya mengenal Dia, menjadi dekat dengan-Nya, dan taat kepada-Nya. Ini berbeda dengan kesempurnaan dalam hubungan yang bersifat permanen. Pertumbuhan kita sesuatu yang dinamis dan berubah sesuai dengan perjalanan hidup kita, dan setiap hari kita semakin dewasa karena pertumbuhan itu. Kita semakin cepat dewasa apabila kita masuk ke dalam penderitaan-Nya. Perbuatan baik tidak membuat kita lebih sempurna melainkan Allah-lah yang menyempurnakan sebab kita menderita oleh karena Dia.
Kesempurnaan penuh. Ketika Kristus datang kembali (K4) membawa kita ke dalam kerajaan-Nya yang penuh, kita dimuliakan dan dijadikan sempurna seutuhnya (band. 1Kor 13:10; Flp 3:20, 21).
Setiap tahapan kesempurnaan ini diikat dengan dasar iman kepada Kristus dan semua yang telah Ia lakukan dan bukan karena apa yang kita lakukan. Kita tidak dapat menyempurnakan diri sendiri, sebab hanya Tuhan yang dapat melakukan-Nya di dalam diri kita sampai Ia dating kembali kelak.
Dalam kehidupan banyak tantangan yang terjadi melalui kekuatiran, keinginan daging, godaan iblis, keinginan menonjolkan diri, kekayaan, dan lainnya, yang semua itu dapat menghalangi hubungan dan arah kita berjalan dengan Kristus(band. Mrk 4:19; Luk 8:14; 9:62; 17:32). Akan tetapi sebesar apapun itu, yang terbaik adalah mengarahkan hidup kita ke depan yakni panggilan sorgawi dan ini yang menyerap semua tenaga Paulus. Ini merupakan contoh bagi kita. Kita tidak boleh membiarkan mata kita jauh dari tujuan itu yakni kemuliaan sorga. Dengan tetap fokus sebagaimana seorang atlit dalam latihan, kita juga harus mengenyampingkan setiap hal yang dapat merusak atau mengganggu kita untuk menjadi serupa dengan Dia (1Tim 6:12). Bersikaplah seperti Paulus, yang menyatakan dirinya belum sempurna dan pengenalan tuntas akan Kristus. Ia sadar telah ditangkap. Tapi ia terus mengejar kesempurnaan. Telitilah hal yang membuat kita tidak maju. Kita pun seharusnya menilai hubungan kita dengan Kristus lebih penting dibanding dengan yang lain. Seperti meneladani Rasul Paulus, pengenalan dan kedekatan dengan Kristus dijadikan tujuan tertinggi hidup kita. Mari jadikan kerinduan kita terbesar mengenal Kristus dan mengalami persekutuan pribadi dengan Dia secara lebih akrab. Itulah wujud anak-anak Tuhan sejati yang rindu akan mahkota sorgawi (2Tim 4:8; Why 2:10).
Penutup
Setiap orang memiliki latar belakang dan perjalan hidup yang berbeda. Banyak orang berasal dari keturunan atau keluarga yang dianggap hebat dan memiliki tempat khusus di dalam pergaulan masyarakat. Demikian pula banyak orang yang merasa telah banyak melakukan perbuatan baik sehingga ia layak mendapatkan kehidupan kekal nantinya. Namun melalui nas minggu ini firman Allah melalui surat Rasul Paulus kita diajarkan agar tidak percaya pada hal-hal lahiriah dan keturunan yang menjadikan kita istimewa di hadapan Allah. Demikian juga dengan segala perbuatan dan prestasi tanpa dasar iman kepada Kristus maka itu semua adalah sia-sia. Rasul Paulus menekankan bahwa semua masa lalunya yang dianggap penuh dengan keistimewaan dan prestasi itu dianggapnya sebagai sampah. Ia melupakan masa lalunya yang kelam dan juga tidak berharga itu. Tujuan hidupnya berubah menjadi lebih mengenal Kristus dan kuasa kebangkitan-Nya, sebab dengan pengenalan yang lebih itu akan membawanya menjadi serupa dengan Dia. Itu tidak berlebihan sebab pengenalan Kristus tidak dapat berhenti dan terus berlangsung.. Itulah yang kita kejar yakni kesempurnaan dalam keselamatan melalui kesempurnaan dalam hubungan, kesempurnaan dalam pertumbuhan dan kesempurnaan penuh hingga kita bertemu dengan-Nya muka dengan muka. Itulah yang lebih penting dan menjadi tujuan dalam hidup kita.
Tuhan Yesus memberkati.
(Pdt. Em. Ramles M Silalahi, Ketua Umum Alumni ITB Gaja Toba dan Ketua Majelis Pertimbangan Sinode GKSI)
Khotbah Minggu 7 April 2019
Khotbah Minggu 7 April 2019
Minggu V Pra-Paskah
MEMBERI DENGAN TULUS DAN PENUH SYUKUR
(Khotbah Yoh 12:1-8)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 43:16-21; Mzm 126; Flp 3:4b-14
Berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
12:1 Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati. 12:2 Di situ diadakan perjamuan untuk Dia dan Marta melayani, sedang salah seorang yang turut makan dengan Yesus adalah Lazarus. 12:3 Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu. 12:4 Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata: 12:5 "Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?" 12:6 Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya. 12:7 Maka kata Yesus: "Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. 12:8 Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu." 12:9 Sejumlah besar orang Yahudi mendengar, bahwa Yesus ada di sana dan mereka datang bukan hanya karena Yesus, melainkan juga untuk melihat Lazarus, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati.
Pendahuluan
Perjalanan Tuhan Yesus menuju Yerusalem tinggal beberapa hari lagi. Meski Ia sudah dinyatakan lepas dari perlindungan hukum (Yoh 11:57) namun Yesus tetap dalam langkah-Nya yang berani untuk menyelesaikan misi-Nya yang agung. Sebelum masuk kota Ia singgah di Betania pinggiran Yerusalem, bertemu dan dijamu oleh sahabat-sahabat-Nya. Di situ ada Simon (band. Mat 26:6-13; Mrk 14:3-9) dan juga hadir Marta dan Maria saudara Lazarus yang dibangkitkan oleh-Nya dari kematian. Kejadian dalam rumah itulah yang merupakan bacaan nats kita minggu ini, dan memberi kita pelajaran penting sebagai berikut.
Pertama: Memberi dengan tulus dan penuh syukur (ayat 1-3)
Marta yang hadir sangat sigap melayani Tuhan Yesus karena talenta paling berharga yang ia miliki adalah melayani. Ia tidak kecil hati dengan perannya itu meski hanya menyiapkan makanan dan minuman, sebab yang utama adalah hati dalam melayani tersebut. Berbeda dengan Maria, yang memiliki simpanan berupa minyak Narwastu, parfum mahal yang biasanya diimpor dari India. Jumlahnya pun tidak kecil yakni setengah kati, kurang lebih seperempat kilogram dan disimpan dalam buli-buli (semacam gelas kaca).
Ketika ia melihat Yesus ada dalam rumah itu, maka ia masuk dan tersungkur menuangkan minyak mahal itu ke kaki Tuhan Yesus. Kemudian ia mengusap kaki Tuhan Yesus itu dengan rambutnya yang tergerai panjang. Kita bisa bayangkan bahwa kaki Tuhan pada saat itu mungkin kotor karena baru dari perjalanan. Tetapi itulah yang dilakukan Maria, memberikan hatinya dengan minyak mahal dan mengusap kaki Tuhan Yesus dengan mahkota tubuhnya. Ia tidak peduli dengan pikiran orang, bahwa mengusap dan memperlihatkan rambut pada masa itu tentu dapat dikonotasikan dengan perempuan tercela, tetapi ia tidak peduli, karena yang terpenting baginya adalah memberi kasihnya dengan tulus dan sepenuh hati kepada Yesus.
Hal lainnya yang perlu kita amati adalah Maria sengaja memberi minyak narwastu tersebut di kaki Tuhan Yesus. Ini melambangkan bagaimana kerendahan hatinya dalam memberi itu. Ia tidak mengusapkan minyak mahal itu di kepala Tuhan Yesus atau dijubah-Nya, tetapi justru pada bagian yang paling "kotor" saat itu karena debu jalanan. Tetapi itulah sikap kita seharusnya dalam memberi kepada Tuhan, harus dengan rendah hati. Jangan pernah berpikir bahwa pemberian kita yang berharga kemudian kita bisa berbangga bahkan menyombongkan. Meski banyak yang menafsirkan bahwa pemberian minyak tersebut merupakan "urapan" sebelum Tuhan Yesus mati di kayu salib, tetapi bagi Maria, ia melihat hanya layak mengoleskannya di kaki Tuhan Yesus. Demikian juga, ia mengusap kaki Tuhan kita itu dengan rambutnya yang merupakan mahkota dirinya.
Bagi Maria, bertemu dan mengasihi Tuhan Yesus adalah hal yang utama, sebagaimana dinyatakan dalam bacaan lain pada minggu ini dari Flp 3:4b-14, "Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus" (ayat 8).
Kedua: Jangan berpura-pura dalam memberi (ayat 4-6)
Sikap lainnya yang diperlihatkan oleh Maria adalah tidak hitung-hitungan dalam memberi. Maria tampaknya mengetahui bahwa itulah kesempatan yang dia miliki untuk mengungkapkan kasihnya kepada Tuhan Yesus. Apa yang menjadi miliknya paling berharga itulah yang dia berikan kepada Tuhan Yesus. Baginya tidak ada kemunafikan atau kepura-puraan bahkan terlebih lagi mengharapkan imbalan dari pemberian itu. Tidak ada yang tersembunyi sehingga tidak membuat ada ketakutan (nothing to hide, nothing to fear).
Ini berbeda dengan sikap Yudas yang mencela pemberian minyak mahal itu. Yudas menyebut nilai minyak itu 300 dinar (setara dengan upah pekerja setahun saat itu atau kurang lebih Rp. 20 - 30 juta). Di sini Yudas sudah mulai menghitung-hitung pemberian kepada Tuhan, dan hal itu bukan ungkapan kasih. Kasih sejati melepaskan hitung-hitungan. Demikian juga Yudas berpura-pura mengatakan bahwa lebih baik minyak itu dan hasilnya diberikan kepada orang miskin. Padahal, sebenarnya ia berpikir minyak itu kalau dijual seharga 300 dinar maka ia sebagai bendahara akan memegangnya dan dapat mencuri dari kas sebagaimana ia biasa melakukannya (ayat 6;band. Yoh 2:24-25; 6:64-70). Yudas memakai topeng dalam sikapnya.
Itulah contoh buruk dalam memberi, ada maksud dan motif tersembunyi. Ada topeng untuk ingin dipuji, topeng dengan kata-kata manis bahkan berlabel rohani. Ada yang terselubungi oleh iblis dengan pikiran jahat dan menipu. Lain di mulut lain di hati. Kalau pikiran kita sudah bengkok maka pandangan kita juga akan bengkok sehingga apa yang sebetulnya bagus menjadi buruk. Jangan-jangan pikiran kita yang buruk atau ada lapisan penghalang yang membuat pandangan kita kemudian melihatnya kotor. Ada kisah orang yang melihat pakaian tetangga yang dijemur menurutnya selalu kotor, padahal jendela kaca rumahnya yang kotor, sehingga pakaian yang dijemur itu selalu tampak kotor. Hikmatnya, apabila kita melihat sesuatu itu buruk, maka sebaiknya kita renungkan terlebih dahulu, apakah cara melihat kita ada yang salah?
Yudas sadar ada kesempatan untuk mencuri. Ini pelajaran yang penting: Jangan membenarkan diri karena alasan rohani seperti Yudas. Kita mungkin tergoda untuk memberi yang berharga, tetapi jangan tergoda memberi untuk mendapat pujian. Kita mungkin tergoda untuk sebuah jabatan atau kedudukan, tetapi jangan untuk maksud bisa mencuri seperti Yudas. Itu sama semua dengan penghianat. Dalam kisah ini Yesus juga tidak perlu menghentikan perbuatan Yudas, karena saatnya akan tiba Tuhan yang mengatur semua buah perbuatan jahatnya.
Ketiga: Memberi untuk menjadi berkat bagi yang lain (ayat 3 dan 7)
Maria mungkin sadar bahwa kesempatan untuk mengungkapkan pengabdian kepada Yesus segera akan berakhir, karena itu dia memanfaatkan kesempatan yang tersedia. Ia berpikir ini adalah saat yang sukar ditemukan bisa bertemu dan memberikan yang terbaik bagi Tuhannya. Karena itu, ia ingin pemberian itu menjadi ingatan baginya tanpa memperhitungkan nilai dan pengorbanan yang harus dia bayar untuk itu. Walau tidak dijelaskan bahwa Maria mengetahui itulah saat-saat terakhir Tuhan Yesus, namun insting wanitanya bekerja dan memutuskan pemberian itu.
Memberi sesuatu yang berharga dalam hidup kita kepada Tuhan dan dapat menjadi ingatan atau kenangan indah, jelas merupakan pilihan dan keputusan yang baik. Maria memberi parfum mahal dan menumpahkan semuanya. Kita tidak dapat mengatakan hal itu sebagai pemborosan, sebab arti pemborosan tergantung kepada makna rohani bagi yang memberi dan nilai apa yang kita anut sebagai paling berharga diberikan kepada Allah kita. Maria telah melihat bagaimana Yesus telah membangkitkan saudaranya Lazarus dari kematian. Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa apa yang diperbuat Maria itu akan disebut dalam setiap pemberitaan Injil.
Hal itu terjadi karena pemberian itu bukan saja menyenangkan hati Tuhan sebagaimana respon Tuhan Yesus, tetapi apa yang dilakukan Maria juga menjadi berkat bagi semua yang hadir saat itu, tatkala ruangan menjadi harum dari parfum mahal itu. Itulah yang membuat pemberian Maria itu menjadi kesan sendiri bagi Tuhan Yesus sehingga Ia mengatakan bahwa kejadian itu akan selalu menjadi ingatan. Pemberian seperti itulah yang diinginkan oleh Tuhan Yesus.
Pernahkah kita terpikir untuk memberi yang terbaik milik kita dengan tulus dan ekspresif seperti yang dilakukan oleh Maria? Pemberian tidak harus dalam bentuk materi. Sebagaimana Simon dari Kirene memberi yang terbaik kepada Yesus tenaganya untuk memanggul salib bagi Yesus. Mungkin juga kita pernah diberi kesempatan terbaik seperti itu, tetapi mungkin kita menundanya. Mungkin kita tidak menyadarinya. Mungkin kita berhitung sehingga kesempatan itu hilang. Mungkin saja dan untuk itu kita perlu merenungkannya. Apa yang sudah terbaik kita berikan kepada Tuhan Yesus dari hidup kita? Ingatlah janji Tuhan dalam bacaan lain minggu ini Mzm 126, "Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai" (ayat 5).
Keempat: Tanggungjawab kepada orang miskin (ayat 8)
Apa yang disampaikan Tuhan Yesus kepada Yudas bahwa tidak masalah Maria memberikan minyak narwastu yang mahal itu itu, dan mengatakan orang miskin masih tetap ada, bukan berarti Tuhan Yesus mengabaikan mereka. Maksud Tuhan Yesus adalah persoalan orang miskin akan ada terus menerus dan itu tetap menjadi tanggungjawab kita orang percaya. Penekanan tanggungjawab pemeliharaan orang miskin ini sudah sejak perjanjian lama dan itu merupakan keharusan.
Apa yang lebih ditekankan Tuhan Yesus adalah sikap responsip dan tulus dari Maria atas keinginannya memberi yang terbaik, sekaligus Tuhan Yesus juga menyadari bahwa sikap itu merupakan pengurapan atas dirinya menjelang kematian-Nya. Iman dan pengabdian Maria kepada Tuhan Yesus merupakan teladan yang sangat baik yang diinginkan Allah dari orang percaya. Itu jelas perbuatan iman dan kesiapan berkorban demi Tuhan. Kesiapan berkorban sebagai pemberian yang terbaik kepada Tuhan Yesus dapat berupa kesetiaan, di kala kita sakit berat, terjerat hutang, tergoda cepat kaya dengan cara menipu atau mencuri, dan sebagainya. Itulah pemberian dan pengorbanan kita.
Yesus telah naik ke sorga. Pesan itu diberikan kepada kita orang percaya dan kepada gereja agar terus memperhatikan mereka yang miskin. Memberi kepada Tuhan dan menjadi berkat bagi yang miskin, merupakan jalan dan cara yang berkenan kepada Tuhan. Sering kali orang percaya memberi kepada hamba Tuhan dan gereja yang sudah berkelimpahan, dan kadang gereja atau hamba Tuhan ini tidak menyalurkannya bagi orang miskin. Inilah pergumulan kita. Banyak jemaat tidak mepunyai gedung gereja yang tidak layak. Apabila kita jalan ke wilayah-wilayah kemiskinan tempat orang percaya sebagai mayoritas (Tapanuli, Mentawai, Nias, NTT, Kalbar, Papua, dan lainnya) kita akan melihat bangunan gereja yang sederhana dan jemaat miskin yang perlu diberdayakan. Kesanalah mestinya hati kita arahkan, agar nama Tuhan Yesus semakin dimuliakan. Seperti firman Tuhan melalui Rasul Paulus, "Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku (Flp 3:13).
Kesimpulan
Minggu ini kita mempelajari kisah yang sangat hebat, ketika Maria memberikan yang paling berharga dari miliknya kepada Tuhan Yesus. Ia memberi dengan merendahkan diri tersungkur dan hati yang tulus. Tidak ada kepura-puraan, tidak ada yang tersembunyi dari kasihnya. Maria meggunakan kesempatan yang bagus untuk menjadi kenangan indah bagi semua orang, tanpa kita melupakan tanggungjawab kepada mereka yang masih berkekurangan. Mereka banyak sekali di desa-desa. Kesanalah hati kita diarahkan minggu ini.
Tuhan Yesus memberkati.
(Pdt. Em. Ramles M Silalahi, Ketua Umum Alumni ITB Gaja Toba dan Ketua Majelis Pertimbangan Sinode GKSI)
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII Setelah...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 17 November 2024Kabar dari Bukit HUKUM DI DALAM HATI (Ibr. 10:11-25) ”Aku...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 757 guests and no members online