2025
2025
Khotbah (2) Minggu 19 Januari 2025 - Minggu II Setelah Epifani
Khotbah (2) Minggu 19 Januari 2025 - Minggu II Setelah Epifani
ADA RUPA-RUPA KARUNIA, TETAPI SATU ROH (1Kor. 12:1-13)
Bacaan lainnya: Kis. 2:1-21 atau Bil. 11:24-30; Mzm. 104:24-34,35b; Yoh. 20:19-23 atau 7:37-39.
Pendahuluan
Karunia Roh atau kaunia rohani yang diberikan kepada setiap orang percaya oleh Roh Kudus adalah kemampuan khusus yang dipergunakan untuk pelayanan sesuai dengan kebutuhan jemaat. Daftar dalam nas minggu ini tentang karunia rohani, perlu digabung lebih lengkap dengan ayat-ayat lainnya (lihat Rm. 12; Ef. 4; 1Pet. 4:10-11 dan ayat lainnya). Ada banyak karunia rohani dijelaskan dalam Alkitabm namun setiap orang memiliki yang berbeda. Beberapa orang memiliki lebih dari satu, bahkan seseorang bisa memiliki karunia rohani yang "lebih baik". Yang jelas, setiap karunia rohani tidak perlu dianggap lebih hebat dari karunia rohani yang lain. Hal ini disebabkan semuanya bersumber dari Roh Kudus dan tujuannya adalah untuk membangun tubuh Kristus yakni gereja. Seluruh bentuk karunia yang ada pada manusia, pada hakekatnya bersumber dari Allah Bapa melalui Tuhan Yesus dan dipimpin oleh Roh Kudus. Memang, pemahaman tentang karunia rohani seringkali tidak sama: ada yang suka dan ada yang tidak suka, ada yang bingung. Tetapi paling tidak, berdasarkan nas bacaan kita minggu ini dan ayat-ayat lain kita diberi gambaran sebagai berikut.
Pertama: Pengakuan "Yesus adalah Tuhan", karunia dan pelayanan oleh Satu Roh (ayat 1-5)
Yesus memiliki banyak sebutan "gelar" sesuai dengan pemahaman masing-masing, meski panggilan yang sering oleh murid-murid-Nya adalah dengan sebutan Guru. Perempuan Samaria dalam percakapan dengan Yesus menyebutnya sebagai seorang nabi. Ada juga yang menyebutnya sebagai Rasul. Serdadu-serdadu menyebutnya dengan Raja Israel meski dengan sikap awal hanya olok-olok namun kemudian diakui sebagai Raja segala Raja. Saudara kita umat lain menyebut Yesus sebagai Nabi yang memiliki sejumlah kekhususan, seperti lahir dengan tidak dari benih laki-laki, memiliki kemampuan penyembuh dan lainnya, meski dengan nama Isa. Petrus menyebut Yesus sebagai Mesias yang kemudian ditegaskan Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga (Mat 16:17). Akan tetapi yang penting dari semua itu adalah pengakuan dan panggilan Yesus sebagai Tuhan, yang menurut ayat kita baca: "tidak ada seorang pun, yang dapat mengaku: "Yesus adalah Tuhan, selain oleh Roh Kudus" (band. 1Yoh. 4:2-3).
Pengakuan Yesus sebagai Tuhan bukanlah dari hasil olahan pikiran manusia. Manusia dengan segala kehebatannya hanya mampu mengakui Yesus sebagai Nabi, sebagai Guru, Rasul, Raja, Mesias (Yang Diurapi), namun untuk mengaku sebagai Tuhan dan Anak Allah, maka itu adalah iman dan anugerah Allah semata. Alkitab berkata, “Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada Yesus, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus-Nya” (Yoh. 6:44). Jadi, sangat jelas, bahwa yang datang dan percaya kepada Yesus (dan mengaku sebagai Tuhan) adalah mereka yang ditarik dan dipilih Allah Bapa. Hal ini juga diteguhkan dengan prinsip Kristiani bahwa dari berbagai bentuk karunia yang diberikan kepada manusia, iman (kepada Yesus) adalah karunia rohani khusus orang percaya kepada-Nya. "Kasih karunia atau karunia-karunia" (bahasa Yunani charismata berasal dari kata charis) dan Roh atau Pneuma menunjuk kepada karunia Roh Kudus, yakni penyataan Ilahi berupa kemampuan khusus yang diberikan kepada orang percaya untuk pelayanan dan kepentingan bersama. Pengertian penyataan Ilahi (bahasa Yunani phanerosis berasal dari kata phaneros yang berarti "berwujud") menekankan bahwa karunia rohani itu menjadi penyataan langsung dan dianugerahkan sebagai tanda bukti kelihatan kehadiran Roh Kudus di dalam persekutuan jemaat.
Berdasarkan telaah Alkitab, ada 18 karunia rohani yang diidentifikasi dan dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian utama, yakni:
• karunia rohani melalui perkataan atau berbicara, terdiri dari 7 karunia
• karunia rohani melayani dan memberi, terdiri dari 6 karunia
• karunia rohani untuk membuat mukjizat, terdiri dari 5 karunia.
Masing-masing karunia rohani tersebut dijelaskan pada bagian berikut.
Kedua: Karunia berbicara oleh satu Roh (ayat 8)
Sebuah kata atau rangkaian kata dapat menjadi pedang bermata dua, yakni membedah untuk tujuan baik, atau memotong/menyayat dengan tujuan buruk. Rangkaian kata-kata buruk dapat merusak suasana, menghancurkan mental dan motivasi, dan bahkan membuat seseorang merasa dirinya tidak berharga dan terhina. Sebaliknya rangkaian kata-kata indah dapat membuat seseorang menjadi senang dan bersukacita, membangun semangat dan motivasi, dan bahkan menimbulkan keberanian sehingga jauh dari rasa khawatir dan takut. Kemampuan dalam olah "berbicara" itu tentu juga didasari oleh hikmat kemampuan batin dan rohani yang dalam, termasuk dalam memahami pengetahuan dan keilmuan. Dalam hal ini pengertian berbicara juga dimaksudkan dengan menulis sebagaimana para rasul Tuhan, dipakai dalam menulis surat-surat rasuli atau kitab-kitab sebagaimana dalam Alkitab. Oleh karena itu, Allah menggunakan kemampuan mengeluarkan kata-kata sebagai karunia khusus bagi orang yang Tuhan pakai untuk menyampaikan pesan dan membangun jemaat-Nya (band. 1Ptr. 4:10).
Dalam Alkitab paling tidak ada tujuh karunia yang berhubungan dengan berbicara, yakni:
1. Karunia rasuli (Ef. 4:11; 1Kor. 12:28)
2. Karunia bernubuat/kenabian (Ef. 4:11; 1Kor. 11:14-15; 12:2)
3. Karunia penginjilan (Ef. 4:11; 2Tim. 4:5; Kis. 21:8)
4. Karunia penggembalaan (Ef. 4:11)
5. Karunia mengajar (Rm. 12:7; 1Kor. 12:28-29)
6. Karunia menasihati berkata-kata dengan hikmat (Rm. 12:8; 1Kor. 12:8)
7. Karunia berkata-kata dengan pengetahuan (1Kor. 12:8; 2Kor. 8:7)
Lima karunia yang pertama diambil dari Ef. 4:11 yang dianggap sebagai karunia jabatan yang ada dalam tubuh gereja, seperti rasul, penginjil, gembala dan pengajar (guru), terkecuali jabatan kenabian/nubuatan yang lazim dalam masa Perjanjian Lama. Namun dalam hal ini bernubuat tidak semata-mata berhubungan dengan ramalan-ramalan masa depan. Yohanes Calvin mengatakan bahwa menyampaikan firman dan pesan Allah kepada kumpulan orang percaya adalah kemampuan bernubuat yang dilaksanakan dalam berbagai khotbah sepanjang sejarah gereja. Nubuatan dalam khotbah disampaikan di tengah-tengah jemaat dalam rangka meneguhkan dan menguatkan jemaat tersebut. Memang, sebagian lain berkata bernubuat bukankah berkhotbah, tetapi sesuatu yang spontan, pesan yang diinspirasi Roh Kudus. Namun Alkitab mengatakan, Tetapi siapa yang bernubuat, ia berkata-kata kepada manusia, ia membangun, menasihati dan menghibur (1Kor. 14:3; band. Rm. 12:6; Yoel. 2:28). Sementara kemampuan dalam menyampaian kata-kata nasihat dengan penuh hikmat seperti isi kitab amsal, ini termasuk bagi mereka yang belajar psikologi konseling. Yang terakhir pada bagian ini adalah mereka yang memiliki ilmu pengetahuan yang bisa menjelaskan tentang gejala-gejala dan proses alam (scientist), maupun bidang sosial yang meliputi peristiwa-peristiwa sosial termasuk interaksinya, seperti antrhropolog, sosiolog, ahli sejarah, dan ilmu sosial lainnya.
Semua ini penting kita ketahui bahwa Allah benar-benar terlibat di dalam memberi, menggunakan, dan memberdayakan karunia rohani. Penggunaan karunia rohani, tempat pelayanan, jenis pelayanan, semua akan menjadi lebih efektif ketika karunia itu dipakai untuk membangun jemaat. Allah menciptakan tempat dan waktu yang tepat bagi setiap orang percaya di dalam tubuh Kristus. Karunia rohani dan pelayanan mungkin kadang tampak tumpang tindih, tetapi setiap orang percaya memiliki kekhususan, sebab Allah mendisain peran bagi kita semua. Salah satu yang menarik dan menantang dalam mengikut Kristus adalah menemukan karunia rohani dalam diri kita dan juga pada diri orang lain, dan menggunakannya dengan baik untuk kepentingan bersama dalam pembangunan jemaat (1Kor. 14:12; Ef. 4:12).
Ketiga: Karunia melayani oleh Roh yang sama (ayat 9a)
Kita orang percaya dipanggil untuk melayani. Kita hidup bukan untuk diri kita sendiri tetapi untuk Kristus dengan melayani orang lain. Allah memanggil anak-anak-Nya untuk melayani, dan tidak semua pelayanan dalam bentuk atau wujud yang tampak "hebat". Sebagaimana disebutkan dalam pendahuluan, setiap karunia rohani tidak lebih hebat dari karunia rohani yang lain. Ketika para rasul sibuk dengan pemberitaan Injil, harus ada yang mengurus meja dan agar mereka bisa lebih memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman. Untuk itu mereka menunjuk tujuh orang untuk melayani meja, dalam pengertian pelayanan sosial kepada janjda-janda miskin (Kis 6:1-4). Mereka yang dipilih melayani ini juga bukan sembarangan, sebab mereka adalah orang-orang yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat untuk melaksanakan tugas itu. Jadi sebenarnya tugas mereka melayani didasari oleh iman dan kemurahan hati.
Maka berdasarkan pengelompokan pelayanan khususnya yang berhubungan dengan waktu dan tenaga, kemurahan hati dan pelayanan, ada lima karunia, yakni:
1. Karunia iman (1Kor. 12:9)
2. Karunia melayani (1Kor. 12:7)
3. Karunia menolong (1Ko.r 12:28; Kis. 6:2)
4. Karunia memberi dengan murah hati (Rm. 12:8)
5. Karunia memberi tumpangan (1Pet. 4:9; 1Tim. 5:10)
6. Karunia memimpin atau mengelola (Rm. 12:8; 1Kor. 12:28)
Dalam hal ini karunia iman dikelompokkan ke dalam pelayanan sebab iman dilihat sebagai keteguhan hati dan kesungguhan dalam penyerahan diri, yang bermanfaat dalam pelayanan ke luar dirinya. Setiap orang percaya memiliki iman. Tetapi bagaimana pun, memiliki karunia iman merupakan ukuran yang tidak biasa atas kepercayaan dalam kekuasaan Roh Kudus (band. Mat. 17:19,20; 1Kor. 13:2). Penting kita ingat firman Tuhan yang mengatakan, karena Allah-lah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya (Flp. 2:13). Memang dalam hal ini pengelompokan yang diberikan dapat disebut sebagai pelayanan diakonia, yang mengutamakan kerendahan hati dan kesedian memberi yang bukan terbatas pada materi semata, dan juga bersikap benar-benar sebagai hamba pelayan (band. 1Kor. 12:27-31). Hal yang terpenting dalam kelompok ini adalah kemampuan dalam mengelola dan memimpin, baik dalam pengertian kepemimpinan tradisional dan kegembalaan, maupun dalam pengertian modern berbentuk organisasi yang komplek dan layanan multi dimensi. Ini jelas sebuah karunia yang khusus yang sangat diperlukan dalam dunia modern saat ini.
Keempat: Karunia membuat mukjizat (ayat 9b-10)
Dunia ini penuh dengan guru-guru palsu. Setiap orang dapat mengatakan telah berbicara dengan Allah. Di lain pihak ada yang mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada namanya mukjizat. Bagi mereka semua proses atau kejadian yang terjadi harus mengikuti hukum alam, baik itu sains, psikologi, ataupun ilmu sosial. Kalau ada sesuatu peristiwa yang tidak dapat dijelaskan oleh akal pikiran, maka sebenarnya itu hanya misteri yang belum dan menjadi tantangan bagi pikiran manusia untuk membukanya. Bagi mereka, adanya pelangi adalah gejala alamiah dan bukan tanda busur dari Allah sebagai ikatan janji. Kesembuhan seseorang dari penyakit tanpa melalui pengobatan medis, bagi mereka itu terjadi karena kembalinya kekuatan tubuh, adanya asupan makanan, dan lingkungan yang mendukung. Jadi kesembuhan sama sekali tidak ada hubungannya dengan kuasa doa, urapan kudus atau campur tangan Ilahi. Memang pengakuan tidak adanya mukjizat bukan selalu berarti atheis dan tidak perlu terlalu dipermasalahkan. Mereka hanya tidak mau mengakui campur tangan Tuhan dalam hidupnya dan berusaha melakukan sebaik mungkin berdasarkan usahanya sendiri. Bagi kita orang percaya, itu adalah hikmat dunia dan tidak menggunakan hikmat Allah.
Dalam Alkitab peristiwa mukjizat bukanlah monopoli Perjanjian Baru. Dalam peristiwa Musa mengeluarkan umat-Nya dari Mesir, mukjizat dipakai Tuhan sebagai alat untuk menyatakan kuasa dan kehadiran-Nya. Setelah Tuhan Yesus naik ke sorga, para murid juga melakukan banyak pekerjaan mukjizat, sesuai pesan Yesus kepada murid-murid-Nya (Mat. 10:1; Mrk. 16:18). Berdasarkan telaah dalam Perjanjian Baru, ada lima jenis karunia rohani yang berhubungan dengan pekerjaan mukjizat atau tanda-tanda, yakni:
1. Karunia menyembuhkan (Mat. 10:1; 1Kor. 12:9, 28, 30)
2. Karunia mengadakan mukjizat (1Kor. 12:10, 28-29; Ibr. 2:4)
3. Karunia berbahasa lidah dan berbahasa roh (Kis 1; 1Kor. 12:10)
4. Karunia membedakan roh (1Kor. 12:10; 14:28)
5. Karunia menafsirkan bahasa roh (1Kor. 12:10)
Kisah-kisah mukjizat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus membuktikan bahwa mukjizat itu nyata. Penyertaan kuasa Ilahi dalam proses alam yang khusus bukanlah hal aneh, meski unik, sepanjang seseorang itu bersedia melihat dan Allah berkenan memberikan untuk maksud dan tujuan-Nya. Allah dapat bekerja sendiri tanpa manusia, akan tetapi sebagaimana dalam Kisah Para Rasul para murid membuktikan karunia itu ada dan bekerja efektif pada murid dalam pekerjaan pekabaran Injil. Memang saat ini belum ada yang bisa membuktikan bahwa karunia itu ada pada orang-orang tertentu. Kita perlu berhati-hati dalam karunia berbahasa roh, dengan klaim memiliki kemampuan dalam berbahasa roh dan bahkan belajar berbahasa roh. Kita tidak mengingkari adanya bahasa roh (1Kor. 12:10, 30). Yang penting Alkitab mengatakan bahwa ketika seseorang berbahasa roh, harus ada yang mampu untuk menerjemahkannya, Kalau tidak, ini hanya seperti omongan yang tidak berarti dan lebih baik diam (1Kor. 14:26-28; band ay. 13). Dalam hal ini Rasul Paulus memberikan kita sebuah metode pengujian untuk membedakan apakah pesan yang diterima seseorang itu datang dari Allah atau tidak; apakah orang itu mengaku Kristus sebagai Tuhan. Kita tidak boleh bersikap naif dengan menerima kata-kata yang diakui dari Tuhan, tetapi ujilah apakah pengajarannya sesuai dengan Alkitab dan perkataan Kristus.
Kelima: Satu tubuh satu baptisan (ayat 11-13)
Meskipun kerunia roh itu dibeda-bedakan dan dikelompokkan sebagaimana di atas, namun sebenarnya itu saling melengkapi dan bahkan tidak mudah memberi batas yang tegas tentang kemampuan khusus yang diberikan kepada masing-masing orang. Semua kemampuan ibarat paduan tubuh yang terdiri dari anggota-anggota tubuh dan dibangun menjadi kesatuan utuh dalam jemaat. Namun alih-alih membangun dan menyatukan gereja sebagaimana di Korintus, karunia rohani bisa mencerai-beraikan. Karunia rohani dibuat menjadi kuasa rohani, menyebabkan persaingan, sebab beberapa orang berpikir mereka merasa "lebih rohani" dari yang lain karena adanya karunia tersebut. Ini menjadi hal yang buruk dan salah dalam penggunaan karunia rohani, sebab tujuan yang sebenarnya adalah membantu gereja agar lebih efektif, bukan untuk memecahnya. Kita dapat menjadi pemecah belah jika kita mengotot menggunakan karunia rohani dengan cara kita sendiri tanpa memerdulikan pihak lain. Kita tidak boleh menggunakan karunia rohani untuk memanipulasi orang lain, apalagi untuk kepentingan diri sendiri.
Seluruh karunia itu hakekatnya adalah rupa-rupa pelayanan, dan bersumber dari satu Tuhan. Meski ada berbagai-bagai perbuatan ajaib tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya pada semua orang percaya, sesuai dengan tugas dan misi Allah yang diberikan padanya. Kita perlu memperhatikan kesatuan dari semua karunia, kesatuan sumber dan tujuan penggunaan karunia itu. Sebagian orang akan diberi kemampuan dalam berbicara, sebagaian diberikan dalam kemampuan melayani, meski memang tidak mudah mendeteksi apakah kemampuan membuat mukjizat ini ada dalam jemaat. Alkitab berkata, “berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua. Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus” (Ef. 4:3-7). Baptisan "dalam satu Roh" bukanlah menunjuk kepada baptisan air tetapi mengacu kepada tindakan Roh membaptis orang percaya ke dalam tubuh Kristus (Mat. 3:11; Mrk. 1:8; Luk. 3:16) dan menjadikan orang percaya satu secara rohani dengan yang lainnya.
Kita tidak boleh seperti jemaat di Korintus yang mengutamakan karunia-karunia yang paling dirasakan hebat dan penuh tanda-tanda. Mereka lebih menonjolkan kehebatan karunia yang mereka punyai tanpa ingin mengetahui rencana Allah memberi karunia-karunia itu. Mereka meniru upacara-upacara kafir yang penuh dengan ritual “keanehan” demi untuk mendapatkan perhatian dan keistimewaan. Ini tidak terlepas dari jemaat Korintus yang dianggap masih bayi dengan sifat kanak-kanak dan belum dewasa, sebagaimana dijelaskan pada pasal-pasal sebelumnya. Rasul Paulus menekankan dengan perumpamaan tubuh manusia dengan anggota-anggota yang banyak menjadi satu, demikian pula pelayanan karunia rohani sebagai alat pemersatu dan penguatan gereja-Nya (Rm. 12:5; band. Gal. 3:28; Kol 3:11). Tujuan semua itu adalah memuliakan Yesus sebagai Tuhan atas gereja, dengan Roh sebagai pemberi karunia yang berdaulat dan kita hanyalah alat dan hamba-Nya. Hal yang penting justru ketika karunia itu diberikan kepada kita, maka kita memakainya dengan baik dan terus bertumbuh, dengan berprinsip menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh sehingga Tuhan Yesus semakin dipermuliakan.
Penutup
Melalui nas minggu ini kita diberikan sebagian pelajaran tentang karunia rohani dan berdasarkan tambahan ayat-ayat lainnya kita mencoba memadukannya, sehingga ditemukan delapan belas karunia rohani yang disediakan bagi orang percaya. Sebagian orang diberi kemampuan dalam berbicara, sebagian diberikan kemampuan melayani, dan sebagian (memang tidak mudah mendeteksi) kemampuan membuat mukjizat. Semua itu bersumber dari satu Roh dan kita juga melihatnya bahwa karunia-karunia yang kita miliki semata-mata dari Allah dan diperuntukkan bagi kemulian-Nya. Dengan karunia yang kita miliki maka tujuan dan motivasi kita haruslah membangun jemaat, sehingga penggunakan karunia rohani itu lebih efektif. Kita harus menjauhkan diri dari tindakan memanipulasi karunia yang diberikan, termasuk menggunakan untuk kepentingan diri sendiri, atau menonjolkan karunia-karunia yang dianggap hebat dan mempertunjukkan tindakan-tindakan yang dianggap spektakuler. Hal semacam itu adalah egoisme yang menonjolkan diri dan tidak ada faedahnya, sebab semua karunia itu suatu saat akan lenyap. Sikap kita haruslah menyatakan bahwa Dia satu-satu-Nya Tuhan bagi jemaat-Nya yang mendahulukan kasih dan kasih adalah hal yang terbesar. Sebagaimana ayat lanjutan dari pasal ini dinyatakan, “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing” (1Kor 13:1).
Selamat selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (3) Minggu 19 Januari 2025 - Minggu II Setelah Epifani
Khotbah (3) Minggu 19 Januari 2025 - Minggu II Setelah Epifani
NAMA BARU (Yes. 62:1-5)
Firman Tuhan bagi kita pada Minggu II setelah Epifani ini diambil dari Yes. 62:1-5. Nas ini berbicara tentang keselamatan Sion yang datang kembali. Umat Israel di zaman Yesaya berpikiran telah ditinggalkan Allah. Mereka merasa sunyi sepi, seperti janda atau anak dara menanti pasangan, sesuai ekspresi syair senandung di awal kitab: "Puteri Sion tertinggal sendirian seperti pondok di kebun anggur, seperti gubuk di kebun mentimun dan seperti kota yang terkepung" (Yes. 1:8).
Sebenarnya Tuhan telah mengembalikan mereka dari pembuangan. Tetapi situasi sulit masih terjadi dengan adanya penguasaan oleh bangsa asing. Suara Yesaya di bagian akhir suratnya ini memberi penghiburan dan pengharapan, bahwa Tuhan telah mengampuni mereka, dan akan memulihkan mereka. "Dia yang membangun engkau akan menjadi suamimu, dan seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu" (ayat 5). Haleluya.
Pesan nas ini sangat pas untuk kita yang merindukan suatu perubahan. Itu bisa di lingkup pribadi yakni seolah merasa Tuhan telah meninggalkan kita, tidak dikasihi Tuhan, atau kurang diberkati. Itu bisa juga berlaku dalam lingkup organisasi atau korporasi. Bahkan dalam lingkup suku atau bangsa pun bisa terjadi, yakni belum terwujudnya tujuan visi misi yang bahkan cenderung melenceng.
Janji Allah itu sesuatu yang pasti, sebab kasih-Nya besar tiada terperi. Kita akan dibuat-Nya bersinar seperti cahaya dan menyala seperti suluh (ayat 1). Dengan kita bersinar maka orang lain akan melihat kita dengan nama dan status baru (ayat 2), dan keagungan baru disematkan pada kita dengan serban mahkota (ayat 3). Cepat tidaknya semua itu terjadi tentu tergantung pada respon kita dan kemurahan hati Allah, sesuai dengan keseriusan doa permohonan dan upaya yang kita lakukan.
Tahun yang baru merupakan momen yang pas untuk memulai sesuatu yang baru. Bulan Januari bagaikan halte untuk kita beristirahat sejenak merenungkan, mengisi daya atau recharge, membarui semangat dan tujuan hidup. Saat ini tepat untuk mereorientasi kembali semangat dan tujuan hidup kita ke rencana Allah tentang keberadaan kita di dunia dan sekitar, yang membawa pemulihan hubungan kita dengan Allah. Sebagaimana ditulis pada ayat-ayat berikutnya (6-12), Allah akan terus menjaga kita agar janji-Nya menjadi nyata melalui ketekunan berdoa, bersyukur dan hidup kudus.
Nah, ini terpulang kepada kita. Apakah kita tetap percaya dan taat dalam bekerja sesuai dengan maksud dan rencana-Nya? "Berjalanlah, berjalanlah melalui pintu-pintu gerbang, persiapkanlah jalan bagi umat, bukalah, bukalah jalan raya, singkirkanlah batu-batu, tegakkanlah panji-panji untuk bangsa-bangsa!” (ayat 10).
Selamat selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah Minggu 12 Januari 2025 - Minggu I Setelah Epifani & Pembaptisan Tuhan Yesus
Khotbah Minggu 12 Januari 2025 - Minggu I Setelah Epifani & Peringatan Pembaptisan Tuhan Yesus
TEGUH DALAM BAPTISAN (Luke 3:15-17, 21-22)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 43:1-7; Kis 8:14-17
Pendahuluan
Minggu ini kita memperingati pembaptisan Tuhan Yesus di Sungai Yordan. Saat itu Yohanes Pembaptis masih terus berusaha untuk membawa umat Israel kembali ke jalan Allah dengan meneriakkan agar mereka bertobat dan tidak menjadi keturunan ular beludak. Pertanyaan di benak umat Yahudi pada saat itu adalah: apakah Yohanes ini sebagai Mesias yang dinanti-nantikan oleh umat itu? Mereka merindukan Mesias untuk dapat memimpin pembebasan dari penjajah bangsa Romawi.
Yohanes menyatakan sebagai tanda pertobatan mereka perlu dibaptis. Dalam tradisi Yahudi, seseorang penyembah berhala atau orang bukan Yahudi, sebelum resmi masuk sebagai pemeluk agama Yahudi terlebih dahulu dilakukan prosesi, seperti mempersembahkan korban, disunat dan kemudian dibaptis. Baptisan ini yang disebut sebagai baptisan proselit. Prosesi ini didahului oleh pembersihan tubuh termasuk potong kuku dan potong rambut dan kemudian setelah bajunya dibuka ditenggelamkan ke dalam air sebagai tanda baptisan. Ketika di dalam air sebelum ditenggelamkan, ia terlebih dahulu mengucapkan pengakuan iman Yahudi dihadapan wali baptisan. Kemudian dia diberi nasihat-nasihat, dinaikkan doa syukur serta Rabi mengikrarkan bahwa ia kembali menjadi bayi dan manusia baru, serta dosa-dosa lamanya dihapuskan. Pandangan ini juga berdasarkan Allah tidak mungkin menghukum dosa yang dilakukan sebelum lahir. Jadi bagi orang Yahudi, seseorang yang dibaptis dalam ritual Yahudi adalah bayi dan manusia baru.
Nats minggu ini tentang pembaptisan Tuhan Yesus memberi arahan kepada kita beberapa hal, sebagai berikut:
Pertama: Kerendahan hati
Pembaptisan Tuhan Yesus terjadi bukan karena Ia berasal dari penyembah berhala atau bukan keturunan Yahudi. Yesus dengan sukarela datang untuk ikut dibaptis oleh Yohanes karena itu merupakan penggenapan kehendak Allah dan Yesus memperlihatkan diriNya dengan rendah hati. Yesus melakukan itu sebelum masuk ke dalam tahapan pelayanan besarNya. Ini sangat penting diteladani agar kita tetap rendah hati di hadapan semua orang.
Kerendahan hati ini pula yang ditunjukkan oleh Yohanes Pembaptis, sebab ia tidak mengaku sebagai Mesias, melainkan diakuinya “Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak”. Sikap ini perlu kita teladani dengan tidak menempatkan pribadi kita di depan dan membuat Yesus justru sebagai backing. Pengakuan Yohanes bahwa membuka tali kasutNya pun tidak layak, merupakan cermin sikap bahwa sesungguhnya banyak di antara kita tidak layak untuk datang kepadaNya.
Tetapi Yesus adalah Allah kita yang Maha baik. Ia selalu dan terus menerus membuka pintu bagi kita untuk merendahkan diri kita dan datang kepadaNya untuk mohon pengampunan dan penebusan segala dosa-dosa yang kita lakukan. Melalui bilur-bilur darahNya, dosa kita akan dibersihkan dan kita akan menjadi seputih salju.
Kedua: Baptisan pengganti sunat
Hal kedua Yesus perlu dibaptis adalah karena Yesus ingin memperlihatkan aturan sunat sebagai tanda perjanjian atau meterai persekutuan dengan Allah yang diberikan kepada Abraham sudah tidak berlaku lagi (Kej 17:1-12). Pada ayat 8 Yohanes mengatakan bahwa menjadi keturunan Abraham bukan lagi menjadi jaminan keselamatan bagi mereka. Orang Yahudi jelas terkejut mendengar ini. Selama ini mereka berfikir bahwa mereka adalah “bangsa” pilihan Allah sehingga secara otomatis akan menjadi bangsa yang dikasihi Allah. Tetapi Yohanes menekankan bahwa sebenarnya garis keturunan tidak merupakan jaminan, sebab setiap orang datang secara sendiri-sendiri kepada Allah dan membuat komitmen sendiri terhadap Allah.
Yohanes dan Tuhan Yesus ingin memperlihatkan bahwa baptisan merupakan tanda persekutuan yang baru dengan Allah untuk menjadi umat Allah, bahkan kedudukan baptisan lebih tinggi daripada sunat karena baptisan bagi orang percaya harus disertai dengan sunat hati (Kol 2:11-12; Rm 2:28; 1Kor 7:18). Baptisan merupakan tanda dan meterai janji Allah akan pengampunan dosa, yakni kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru” (Rm 6:3-5).
Baptisan berarti menjadi milik Kristus, karena kita semua yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus (Gal 3:27). Hidup kita merupakan milik Kristus dan semua arah dan tujuan hidup kita adalah untuk Kristus.
Ketiga: Baptisan sebagai perintah Tuhan Yesus
Tuhan Yesus sebelum naik ke sorga meninggalkan amanat penting yakni menjadikan semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Mat 28:19). Dengan demikian baptisan adalah perintah untuk dilakukan bagi semua orang yang sudah percaya, bertobat dan bersedia dirinya dibaptis dalam nama Allah, Anak dan Roh Kudus.
Tetapi baptisan bukanlah jaminan, sebab jaminan adalah iman, iman yang membuahkan perbuatan. Hal ini tampak pada kisah Simon yang baru saja dibaptis, namun karena ia tidak taat dan ingin mempergunakan hak yang bukan miliknya akhirnya ditegur juga (Kis 8:9-24). Jadi hal yang penting dari baptisan (sama seperti sunat) adalah tuntutan hidup agar selalu tidak bercela, melainkan terus menerus berkenan kepada Tuhan.
Keempat: Baptisan percik sama dengan selam
Seringkali orang bertanya, baptisan mana yang benar: percik atau selam. Jawaban kita adalah keduanya adalah benar sepanjang semua dilakukan dengan kerendahan hati dan didukung oleh iman. Hal yang terpenting selain iman dalam baptisan adalah adanya “subjeck” yakni membaptis (Pendeta atau hamba Tuhan), dan adanya “object” yakni orang percaya yang akan dibaptis. Kedua, baptisan dilakukan dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Yang menyelamatkan bukan baptisannya, bukan pembaptisnya, melainkan iman yang menyertai pembatisan itu. Maka kalau baptisan dilakukan terhadap bayi atau anak kecil, maka iman orangtuanya yang menjadi dasar pembaptisan.
Bagi yang mempersoalkan bahwa pertobatan atau harus dimuridkan terlebih dahulu baru boleh dibaptis (selam), hal itu berarti mengingkari adanya anugerah Allah yang merupakan hak proregatif Allah. Allah juga berjanji bagi setiap orang percaya akan diselamatkan bersama dengan keluarganya (Kis 16:15-33). Perihal ayat 16 tentang baptisan air, roh dan api, maka baptisan air (percik atau selam) sering ditafsirkan sebagai unsur atau tanda pembaptisan itu yang dilakukan oleh manusia (pembaptis), namun baptisan Roh ditafsirkan bahwa Roh Kudus bekerja dalam pembatisan itu, dan baptisan Api merupakan symbol penyucian dan pengudusan atas proses baptisan itu. Kedua hal terakhir hanya dapat dilakukan oleh Tuhan Yesus dan Roh Kudus sendiri.
Oleh karena itu seyogianya tidak perlu dilakukan baptisan ulang terhadap seseorang apabila ia berpindah gereja. Penyangkalan baptisan percik sebagai bukan baptisan yang benar merupakan penyangkalan Allah yang bekerja secara Roh melalui hamba Tuhan dan iman orang tua dari anak tersebut pada waktu dibaptis. Hal ini dapat dikatagorikan sebagai dosa.
Penutup
Firman Tuhan kali ini memberi kita arahan hidup bagaimana kita harus merendahkan diri khususnya dalam menghadapi pembaptisan. Baptisan merupakan hal yang sejajar dengan sunat meski baptisan memiliki kedudukan yang lebih tinggi karena adanya sunat hati. Baptisan juga merupakan perintah Tuhan Yesus bagi kita semua orang percaya, termasuk kepada semua anggota keluarga, meski mereka belum “mengerti dan percaya”. Tidak perlu dipermasalahkan baptisan percik atau selam, tetapi unsur yang terpenting adalah iman dan dilakukan dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Pernyataan bahwa baptisan seseorang tidak sah, hal itu dapat membawa kepada kesombongan rohani dan berakibat menjadi dosa.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Kabar dari Bukit, Minggu 12 Januari 2025
Kabar dari Bukit
TERANG GELAP DI BUMI (Kej. 1:1-5)
”Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi” (Kej. 1:3)
Salah satu keistimewaan dan keunggulan kitab suci Alkitab - selain terbaik dalam menjelaskan keberadaan, Pribadi dan kekuasaan Allah, isinya sangat sistematis. Alkitab di bagian pembukanya mendeklarasikan penciptaan langit, bumi dan alam semesta dengan singkat padat oleh Allah, hingga diciptakan-Nya manusia sebagai makhluk sempurna.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Kej. 1:1-5, penciptaan hari pertama saja. Kita tahu Allah mencipta dalam enam hari, berhenti pada hari ketujuh, memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya (Kej. 2:2-3). Tentu ada alasan para pemimpin gereja menyusun leksionari nas Minggu ini dengan penggalan lima ayat, yang ditutup kalimat, “Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama” (ay. 5). Rahasia itulah yang ingin kita pelajari mengapa Allah pertama sekali menciptakan bumi dan terang, serta memaknai pentingnya terang dalam kehidupan.
Tuhan menciptakan bumi yang pertama karena dimaksudkan sebagai tempat berdiam manusia dan segala makhluk; bukan untuk tempat ujian apalagi tempat pengasingan. Oleh karena itu bumi diperlengkapi dengan ekosistem yang mendukung agar manusia dan segala makhluk hidup nyaman: berupa darat dan air, tumbuhan dan binatang, serta langit cakrawala dengan segala isi dan bentuknya. Bumi atau dunia ini juga dimaksudkan tempat kita berkarya sebagai garam dan terang (Mat. 5:13-14). Memang tantangan diberikan kepada manusia ketika diberi perintah, “penuhilah bumi dan taklukkanlah itu (Kej. 1:28), dengan mengembangkan semua potensi kecerdasan sekaligus menghadapi iblis, godaan kenikmatan dunia dan daging, serta ego - itulah ujian iman, hikmat dan moralitasnya.
Menurut Yohanes Calvin, sorga bukanlah "tempat", melainkan sebuah "keadaan pikiran" (states of mind), dan ini seturut pemikiran bahwa kerajaan sorga itu sudah ada di bumi. Allah jelas menempatkan Adam dan Hawa di Taman Eden dan masih bisa ditelusuri lokasinya di bumi, diperkirakan di wilayah Irak. Yesus juga berkata pertama kali, bahwa “Kerajaan sorga sudah dekat” (Mat. 4:17). Kemudian dilanjutkan-Nya, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah" (Mat. 21:31). Alkitab juga menegaskan, “Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rm. 14:17).
Terang diciptakan karena terang itu penting untuk melihat segala sesuatu lebih baik dan jelas. Allah hadir melalui Terang, melambangkan kebaikan dan keindahan kehidupan, sekaligus memisahkannya dengan kegelapan. Dengan terang, kita tahu akan kehadiran dan kekuasaan-Nya, melihat pengharapan dan kehendak Allah.
Adanya kegelapan berupa malam, sebagaimana di tengah kebaikan selalu saja ada kejahatan. Bagai orang menanam padi, selalu ada ilalang, namun mereka yang menanam ilalang tidak akan pernah mendapatkan padi; mereka yang menanam kejahatan tidak akan pernah mendapatkan kebaikan.
Dalam menjalani kehidupan di bumi, manusia diperlengkapi dengan Terang yakni Yesus, yang dalam hidup-Nya terang itu bersinar, memberi kita teladan, hikmat dan kuasa-Nya.
Hanya dengan Terang Tuhan Yesus kita dapat menjauhkan diri dari segala kejahatan dan kegelapan. “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan” (1Tes. 5:21-22). Berjalan dengan Terang Yesus, sungguh akan menyenangkan hati-Nya. Sudahkan Terang itu berkuasa dalam hati kita?
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (2) Minggu 12 Januari 2025 - Minggu I Setelah Epifani & Pembaptisan Tuhan Yesus
Khotbah (2) Minggu 12 Januari 2025 - Minggu I Setelah Epifani & Peringatan Pembaptisan Tuhan Yesus
TUMPANG TANGAN (Kis. 8:14-17)
Minggu I setelah Epifani adalah Minggu peringatan pembaptisan Tuhan Yesus. Firman Tuhan yang menjadi renungan kita diambil dari Kis 8:14-17. Nas ini berbicara tentang kisah tanah Samaria yang telah menerima firman Allah, tetapi Roh Kudus belum turun di atas seorang pun di antara mereka. Padahal, dua rasul yakni Petrus dan Yohanes telah berdoa bagi mereka supaya orang-orang Samaria itu beroleh Roh Kudus. Mereka bahkan sudah dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Kedua rasul menumpangkan tangan di atas orang-orang Samaria, lalu mereka menerima Roh Kudus (ayat 14-17).
Mungkin muncul pertanyaan, mengapa harus ada tumpang tangan? Apakah dengan doa saja tidak cukup untuk mendapatkan kuasa sehingga Roh Kudus berdiam dan bekerja pada seseorang?
Tumpang tangan sudah berlaku sejak zaman PL. Itu dilakukan oleh para imam dalam pelbagai upacara khususnya untuk berdoa (1Raj. 8:54), dan memohon berkat Tuhan (Im. 9:22; Luk. 24:50). Tetapi orang tua terhadap anaknya juga sering tumpang tangan, seperti ketika Yakub memberkati anak-cucunya (Kej. 48:8-20). Tuhan Yesus juga melakukan penumpangan tangan ketika memberkati anak-anak yang dibawa kepada-Nya (Mrk. 10:16; Mat. 19:13-15) dan kepada orang sakit (Mrk. 5:23; Mat. 9:18; Luk. 4:40).
Kita juga sering melihat penumpangan tangan dalam peneguhan panitia dan pejabat gerejawi. Ini sama dengan Musa yang menumpangkan tangannya saat Yosua diteguhkan sebagai penggantinya (Bil. 27:18-23; Ul. 34:9, band. 2Tim. 1:6).
Maka terlihat bahwa fungsi dan makna penumpangan tangan sangat penting sejak dahulu, dan merupakan simbol adanya kuasa dan berkat rohani yang turun dari Allah kepada orang yang ditumpang tangan (band. Mrk. 5:30).
Tujuan dari semua itu yakni Roh Kudus berdiam dan bekerja dalam diri orang tersebut. Maka kita yang sudah dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus oleh hamba Tuhan, perlu mengingat dan memahaminya dengan baik. Tidak ada yang dapat memindahkan atau menghalau kuasa yang telah diberikan. Terlebih bagi para pengerja gereja atau organisasi yang menyatakan dirinya Kristiani dan melakukan tumpang tangan, maka buah-buah karya Roh Kudus harus terlihat dalam kehidupan sehari-hari yakni: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal. 5:22-23). Bila itu tidak terlihat maka kuasa Roh Kudus yang diberikan melalui tumpang tangan menjadi sia-sia.
Orang yang hidup oleh Roh Kudus mestinya tidak suam-suam kuku; tidak terlihat semangat dan kuasa yang bekerja dalam dirinya. Ini teguran kepada orang-orang Kristen di Laodikia yang tidak panas dan tidak dingin (Why. 3:14-22). Mereka tidak menjadi sumber berkat dan kesegaran bagi orang lain; tidak menjadi pendorong semangat, sukacita, dan pengharapan bagi sesama. Allah sangat tidak menyukainya. Maka tetaplah bersemangat dan terus berbuah, sebab Roh Allah berdiam dan bekerja dalam diri kita.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu II Prapaskah 16 Maret 2025Khotbah Minggu II Prapaskah 16 Maret 2025 YERUSALEM, ENGKAU...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu II Prapaskah 16 Maret 2025KHOTBAH (2) MINGGU II PRAPASKAH 16 Maret 2025 TERANG DAN...Read More...
-
Khotbah (3) Minggu II Prapaskah 16 Maret 2025KHOTBAH (3) MINGGU II PRAPASKAH 16 Maret 2025 KEKUATAN PERCAYA...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 56 guests and no members online