Wednesday, February 05, 2025

2025

Khotbah (2) Tahun Baru 1 Januari 2025 Perayaan Tahun Baru

Khotbah (2) Tahun Baru 1 Januari 2025 - Perayaan Tahun Baru

 

 IA MEMISAHKAN DOMBA DARI KAMBING (Mat. 25:31-46)

 

 Bacaan lainnya: Pkh. 3:1-13; Mzm. 8; Why. 21:1-6a

 

 

 Pendahuluan

Saya dan keluarga pertama-tama mengucapkan Selamat Tahun Baru 2025 kepada sahabat semua pengunjung website kita ini. Salam Kasih.

Dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dari sisi tampak luar, sedikit sulit membedakan murid Yesus yang sejati dengan murid yang asal-asalan. Seringnya seseorang hari Minggu ke gereja dan menyatakan Pengakuan Iman Rasuli tidak menjadi jaminan bahwa hal yang dinyatakannya itu sesuai dengan perbuatanya sehari-hari. Ada orang yang pintar menyembunyikan kejahatannya atau dosa-dosa di tengah-tengah masyarakat, dan ada juga yang melakukan perbuatan baik tapi bertujuan kamuflase atau pencitraan. Namun Tuhan pasti mengetahui semua itu dan menjadi ukuran masuknya seseorang dalam kerajaan-Nya dan akan terlihat saat penghakimam di akhir zaman. Melalui nas minggu ini kita memperoleh pelajaran hidup penting sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: Penghakiman dan pemisahan (ayat 31-33)

 

Dalam sebuah seminar di Eropa baru-baru ini tentang masa depan bumi dan seluruh isinya, seorang ahli mengatakan bahwa nasib bumi ini tergantung kepada manusia. Meski sudut pandangnya adalah soal kecukupan pangan, energi, perubahan lingkungan dan lainnya, memang hal ini benar di satu sisi. Maksudnya, kelangsungan hidup manusia dari sisi fisik-biologis tersebut sangat tergantung kepada hikmat manusia sendiri, cara manusia mengelola dan menyepakati masa depannya sendiri. Beberapa hal yang pokok, misalnya, adalah soal pertumbuhan penduduk, pengelolaan dalam soal kebutuhan makanan, penghematan energi penjagaan lingkungan hidup, sangat menentukan dalam ketahanan dan daya dukung alam ini. Apakah bangsa-bangsa penghuni bumi, misalnya, dapat melakukan kebijakan pertumbuhan nol penduduk (zero population growth) atau bahkan "satu anak cukup" seperti di negeri China, tentu sangat menentukan nantinya. Mungkin dalam hal ini kita sedikit optimis bahwa suatu saat bangsa-bangsa akan dapat menyesuaikan diri sendiri, dalam arti muncul apa yang disebut sebagai  "wisdom of the nations" atau "wisdom of the crowd" yakni bersatunya bangsa-bangsa dan penduduk dalam menghadapi masalah bersama.

 

 

 

Namun di samping faktor fisik-biologis, masa depan dunia ini juga ditentukan oleh sikap dan tingkah laku manusia itu sendiri secara moral rohani. Sudut pandang rohani seperti, misalnya, bagaimana manusia mensikapi keberadaannya dan tentang peran Tuhan dalam perjalanan hidupnya sebagai pribadi, sebagai komunitas atau bangsa-bangsa. Dengan teknologi dan informasi yang semakin maju, memang ada kecenderungan bahwa manusia semakin mengandalkan akal pikirannya sendiri, lebih ego-sentris, dan bahkan tidak lagi memerlukan Tuhan. Manusia berpikir bahwa kemegahan manusia dapat dicapai dengan teknologi, atau persoalan manusia yang ada sebenarnya hanyalah karena ketidakmampuan manusia itu sendiri dan tidak memerlukan Tuhan dalam penyelesaiannya. Dengan pikiran seperti itu, peristiwa menara Babel akan terulang kembali dan akhirnya Allah menghukum manusia. Itulah akhir zaman.

 

 

 

Di lain pihak manusia belum bisa menafsirkan nubuatan akhir zaman secara pasti. Ramalan demi ramalan dilakukan beberapa orang dengan tanda-tanda zaman seketika, tapi semua meleset, dan bahkan semuanya hanya untuk kepentingan pemimpin rohani itu saja. Alkitab sendiri menggambarkan akhir zaman atau datangnya Kristus kedua kalinya itu dengan berbagai tanda-tanda, namun sangat sukar menggabungkannya menjadi sebuah tanda atau tafsir yang pasti. Demikian juga dengan beberapa istilah, seperti kerajaan seribu tahun, penderitaan besar, bertakhta di atas awan, bunyi sangkakala, dan lainnya, sangat sukar dibayangkan. Meskipun demikian, satu hal yang pasti bahwa dunia ini akan berakhir, dan pada saat itu akan ada penghakiman bagi mereka yang taat dan berbuat baik dengan mereka yang murtad dan tidak melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Dalam penghakiman itulah Yesus akan datang sebagai Raja dengan malaikat-Nya, memisahkan mereka yang taat dan berbuah serta dikelompokkan-Nya dengan perumpamaan domba, dan mereka yang murtad dan egoistis dikelompokkan-Nya dengan perumpamaan kambing. Perumpamaan ini berangkat dari gembala pada masa itu biasanya menggembalakan kedua hewan itu bersamaan, dan setelah menjelang malam mereka dipisahkan. Masa penghakiman pun dimulai, pemisahan antara orang fasik dengan orang benar, antara domba dan kambing, yang kuasa-Nya telah diberikan kepada Yesus, sesuai dengan pesan-pesan-Nya dalam Alkitab. Pertanyaannya, apakah kita masuk kelompok domba atau kambing?

 

 

 

Kedua: Terimalah kerajaan yang disediakan (ayat 34-40)

 

Alkitab mengatakan bahwa saat akhir zaman dan Tuhan Yesus kembali ke dunia, masih banyak orang hidup yang ditemui-Nya (1Tes. 4:15-16; band. Yoel. 3:1-2). Maka pemisahan orang yang hidup (dan yang mati dibangkitkan) menjadi kelompok domba dan kambing akan dilaksanakan dengan dua kriteria utama: apakah ia beriman kepada Yesus Kristus, dan apakah imannya itu berbuah nyata atau hanya OMDO, alias Omong Doang. Jadi iman orang tersebut bukan hanya di mulut atau di hati, tetapi juga dalam perbuatan. Pada saat penghakiman tidak ada lagi keistimewaan atau preferensi sebagai bangsa terpilih, negara kaya atau miskin, mayoritas Kristen atau muslim, kumpulan orang, pengusaha kaya, seorang pendeta, atau preferensi lainnya, melainkan semua dihakimi berdasarkan kedua hal tersebut: iman dan perbuatannya. Dalam hal ini perbuatan yang paling diutamakan adalah hukum kasih, yakni mereka yang mengasihi orang-orang yang memerlukan pertolongan dan belas kasihan sebagaimana diuraikan pada nas ini.

 

 

 

Tuhan Yesus sendiri ketika pertama kali masuk dalam pelayanan, setelah menyerukan agar manusia bertobat sebab Kerajaan Allah sudah dekat (Mat. 4:17), Ia menyampaikan bahwa tujuan-Nya secara implisit: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku. untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang" (Luk. 4:18-19). Memang ini merupakan kutipan dari nabi Yesaya dengan nuansa baru oleh Yesus. Dengan demikian sangat jelas bahwa hal yang menjadi perhatian utama Tuhan Yesus adalah mereka yang miskin, para tawanan, mereka yang tertindas, dan kelepasan.

 

 

 

Maka tidak mengherankan bahwa kriteria yang dipakai oleh Tuhan Yesus dalam menghakimi adalah dasar dan buah iman itu, yakni sikap dan respon: ketika mereka melihat yang miskin, lapar dan haus, apakah mereka memberi makan dan minum? Ketika melihat mereka yang tuna wisma (seorang asing), apakah memberi tumpangan? Ketika melihat yang telanjang, apakah memberi mereka pakaian? Ketika melihat yang sakit, apakah mereka melawatnya? Ketika ada orang yang di penjara, apakah kita mengunjunginya? Personifikasi Tuhan Yesus dengan orang-orang yang lemah ini sangat sah, demikian juga bagi murid-murid dan pengikut-Nya, sebab bagi merekalah kedatangan utama Tuhan Yesus. Orang yang benar adalah mereka yang memahami dan mengikuti tujuan Yesus adalah para domba-Nya, sehingga Tuhan Yesus mengatakan: "kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan."

 

 

 

Ketiga: Enyahlah hai orang-orang terkutuk (ayat 41-44)

 

Anugerah keselamatan adalah kasih karunia berdasarkan pertimbangan Allah semata. Namun prinsip itu tidak boleh diterjemahkan sederhana, bahwa Allah itu baik, kita manusia berdosa, dan kalaupun kita berdosa terus, sepanjang KITA juga melakukan perbuatan baik, maka kita tidak masuk neraka. Prinsip seperti ini salah dan berbahaya. Itu bukan iman Kristen. Iman Kristen yang benar adalah kita manusia berdosa dan tidak muda menghilangkan kecenderungan berdosa. Keberdosaan kita hanya bisa dihilangkan dengan memohon pengampunan dan pengakuan bahwa Yesus menjadi tebusan-Nya, dan kemudian beriman dan taat kepada-Nya, menyerahkan seluruh hidup kita di bawah pimpinan-Nya untuk berbuah bagi banyak orang.

 

 

 

Maka apabila kita melakukan perbuatan baik, itu bukanlah sebagai "balasan" atas anugerah keselamatan yang diberikan-Nya, melainkan semata-mata karena pimpinan dan kasih-Nya memampukan kita melakukan perbuatan baik itu. Pemikiran perbuatan baik sebagai "balasan" seolah-olah membuat ada perhitungan besar kecilnya yang harus kita lakukan. Padahal, secara prinsip, semua yang kita lakukan haruslah merupakan "perbuatan baik" dan khususnya kepada sesama, terlebih-lebih lagi untuk mereka yang membutuhkan, seperti yang disebutkan Tuhan Yesus dalam nas ini. Jadi perbuatan baik atau melakukan hal baik itu bukan hanya untuk diri sendiri atau keluarga saja; atau hitung-hitungan pamrih dengan pengharapan upah yang besar.

 

 

 

Bagi mereka yang mengabaikan tujuan-Nya yakni kepedulian kepada mereka yang membutuhkan dan menderita, maka Allah akan mengelompokkannya menjadi sekumpulan kambing yang tidak penurut. Mereka yang berbangga hati dan mengharapkan upah yang besar juga akan dikatagorikan pada kelompok ini, sebab tidak melakukannya dalam semangat pengorbanan, ketulusan dan kerendahan hati, melainkan hanya bermotivasi untuk memuliakan diri sendiri. Bagi mereka ini, Tuhan Yesus dengan tegas mengatakan, "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya." Mereka tidak layak mendapatkan bagian dalam kerajaan Allah, sebab yang mereka imani hanya di mulut, bukan pada kehidupan sehari-hari. Mereka layak dihukum setelah kelompok domba diberkati, agar anak-anak Tuhan dapat melihat apa yang terjadi.

 

 

 

 

 

Keempat: Masuk ke tempat siksaan kekal (ayat 45)

 

Gambaran hukuman yang diberikan kepada mereka yang tidak terlalu taat dan setia, yakni mereka yang hanya melakukan sebagian saja perintah Tuhan, ini memiliki dua aspek: pertama siksaan, dan kedua kekal. Gambaran yang sangat umum di dalam Alkitab tentang siksaan ini adalah dalam bentuk api neraka, mendambakan setetes air saja demikian sulitnya, api yang panas membakar yang menahan sakitnya saja akan penuh ratapan dan kertakan gigi (Mat. 13:42, 50). Namun gambaran siksaan lainnya ada juga dalam Alkitab yang berbentuk penyakit bisul yang dahsyat, dimakan ulat, dan lainnya yang membuat kesakitan seperti saat melahirkan, atau menggigit lidah karena rasa sakit yang hebat (Why. 12:2; 16:11).

 

 

 

Aspek kedua dari hukuman itu adalah bentuknya yang kekal. Ini sejajar dengan mereka yang mendapatkan bagian dalam kerajaan Allah juga akan mengalaminya dalam kekekalan. Pengertian kekekalan disini adalah waktu yang sangat lama sekali, bukan hanya ratusan atau ribuan tahun, tapi waktu yang bagi manusia tidak mungkin menghitungnya. Pengertiannya abadi dan selama-lamanya. Kekekalan hanyalah milik Tuhan sebab Dia adalah Allah yang kekal. Jadi pengertian penghukuman yang kekal dan selama-lamanya adalah semata-mata waktu yang ditetapkan Tuhan saja, namun itu yang pasti lama sekali. Hukuman itu tidak hanya diberikan kepada mereka yang tidak taat dan tidak mengasihi tadi, tetapi juga bagi iblis dan malaikat-malaikat jahatnya. Bertobatlah, sebab kerajaan sorga sudah dekat.

 

 

 

Mereka yang taat dan terus berbuat baik haruslah seperti domba, penurut dan lembut, sabar, bukan seperti kambing yang susah diatur dan liar. Domba-domba-Nya yang berkenan kepada-Nya layak ditempatkan di sebelah kanan, sebagai simbol kepercayaan dan akan dibawa masuk dalam Kerajaan-Nya yang kekal (band. Mat. 13:43; Why. 20:4).

 

 

 

Penutup

 

Firman Tuhan melalui nas di tahun baru ini mengajak kita untuk memeriksa diri dalam memasuki tahun yang baru, hari-hari yang baru agar iman yang selalu kita nyatakan benar-benar sesuai dengan perbuatan kita. Iman tanpa perbuatan adalah mati. Kita harus menyadari bahwa kita pasti mati dan dunia ini akan berakhir serta akan ada penghakiman bagi seluruh manusia berdasarkan iman dan perbuatannya. Pertanyaannya adalah: apakah kita akan ditaruh di sebelah kiri sebagai kelompok kambing, dan dimasukkan dalam penghukuman siksaan yang kekal? Atau, kita dikelompokkan ke dalam kelompok domba yang memperoleh berkat dan masuk ke dalam kerajaan kekal-Nya? Seandainya kita melakukan yang benar maka hendaklah itu bukan motivasi mendapatkan upah yang besar semata, melainkan hanya untuk menyenangkan hati-Nya.

 

 

Selamat TAHUN BARU 2025 dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

Khotbah (3) Tahun Baru 1 Januari 2025

Khotbah (3) Tahun Baru 1 Januari 2025 - Perayaan Tahun Baru

  LANGIT DAN BUMI YANG BARU (Why. 21:1-6a)

  “Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi” (Why. 21:1)

 

Saya dan keluarga pertama-tama mengucapkan Selamat Tahun Baru 2025 kepada sahabat semua pengunjung website kita ini. Salam Kasih.

Kitab Pengkhotbah mengatakan, “Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari” (Pkh. 1:9). Maksudnya, dunia ini bukanlah semua monoton. Banyak hal baru yang ditemukan dalam gagasan dan kehidupan. Tetapi umat manusia tetaplah sama, tidak ada yang baru, yakni memiliki keinginan, hasrat, nafsu, ambisi, mencari jati diri dan eksistensi, biarpun dengan sasaran-sasaran pribadi yang baru.

 

 

 

Tahun baru merupakan kesepakatan umat manusia tentang tanggal dimulainya penanggalan atau kalender. Tujuannya tentu untuk mempermudah komunikasi. Ada berbagai versi kalender. Versi internasional yang umum dipakai adalah kalender Gregorian yang dikenalkan pertama kali tahun 1582. Di Indonesia sendiri ada beberapa versi kalender yang umum dikenal, yakni tahun Hijriah, kalender Cina, Jawa, Sunda dan Bali. Masing-masing berbeda tergantung pengambilan acuannya, yakni dari perputaran matahari, bulan atau gabungannya. Dengan demikian, tanggal yang penting tiap versi kalender juga berbeda.

 

 

 

1 Januari kita memulai tanggalan yang baru. Mulai hari ini ke hari-hari seterusnya, penulisan tanggal dan bulan sama dengan tahun sebelumnya, tapi tahunnya berubah dengan bertambah satu. Ada perubahan. Seperti itulah kira-kira cara kita memahami bumi baru dan langit baru dalam nas ini. Bukan berarti kita harus pindah ke planet lain. Bumi baru dan langit baru merupakan transformasi dari bumi saat ini dengan tatanan yang baru. Tentu kita tidak diajak untuk menghayal dan memikirkan terlalu detail wujud dan prosesnya.

 

 

 

Langit baru juga demikian halnya. Pandangan dan cakrawala penglihatan manusia baru kelak akan berbeda. Pola pikir atau mindset berubah dan lebih kepada yang sesuai dengan kehendak Kristus. Gambaran dunia baru lebih kepada kepenuhan sukacita dan damai sejahtera. “Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu" (ayat 4).

 

 

 

Kota Yerusalem baru dalam nas ini hanyalah kiasan, sebuah simbol akan pusat Kerajaan Allah. Ini tidak ada hubungannya dengan suatu lokasi di Israel. Demikian juga dengan gambaran nas ini tentang, “... dan laut pun tidak ada lagi”. Dalam pasal sebelumnya dijelaskan bahwa laut menyerahkan orang-orang mati, yang berarti laut sebagai tempat buangan orang-orang mati, orang-orang yang tidak termasuk dalam buku kehidupan (Why. 20:12-13). Ada disebut pula laut maut dan kerajaan maut yang merupakan simbol dan gambaran kejahatan (band. Why. 12:18). Jadi, pasti ada kebangkitan dan penghakiman.

 

 

 

Tahun baru selalu membawa harapan. Memang harapan kadang-kadang bisa menjadi sumber kekecewaan, jika tidak terwujud atau terlambat. Francis Bacon berkata, “harapan sangat bagus sebagai sarapan, tetapi tidak bagus untuk makan tengah malam.” Tetapi harapan lebih memiliki nilai plus yang besar, yakni menjadi pendorong dalam kehidupan. Harapan adalah sauh kuat (Ibr. 6:19) sehingga tetap bersukacitalah dalam pengharapan (Rm. 12:11). Harapan yang besar membuat orang menjadi besar, kata Thomas Fuller. Alkitab menegaskan, jangan terjebak realitas. “... karena hal-hal yang dilihat bersifat sementara; tetapi hal-hal yang tidak terlihat adalah abadi (2Kor. 4:18).

 

 

 

Saya percaya segala sesuatu memiliki awal dan akhir. Seperti dalam ayat 6 nas firman Tuhan ini: “Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Orang yang haus akan Kuberi minum dengan cuma-cuma dari mata air kehidupan.” Saya juga percaya pada proses. Dalam proses ada yang berjalan sesuai hukum alam, dan kadang-kadang ada campur tangan Tuhan secara langsung. Orang beriman layak menyadari hal itu.

 

 

 

Dalam proses tersebut, firman Tuhan menekankan, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mzm. 90:12). Kita harus tetap berpegang bahwa Tuhan itu baik, sangat baik. Untuk itu “Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya” (Mzm. 107:1). Dengan bersyukur maka kita tahu Tuhan bekerja dan memberi yang terbaik dalam hidup kita dalam memasuki hari-hari baru di tahun yang baru ini.

 

 

Mari kita berpegang pada narasi lagu Lagu PKJ. 241, Tak Kutahu Hari Esok:

 

 

 

Tak 'ku tahu 'kan hari esok,

 

Namun langkahku tegap.

 

Bukan surya 'ku harapkan,

 

Kar'na surya 'kan lenyap.

 

O tiada 'ku gelisah akan masa menjelang;

 

'Ku berjalan serta Yesus, maka hatiku tenang.

 

 

 

Selamat TAHUN BARU 2025 dan selamat melayani.

 

 Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 189 guests and no members online

Statistik Pengunjung

11598715
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
3020
2870
17288
11315195
22372
1949916
11598715

IP Anda: 162.158.162.12
2025-02-05 16:43

Login Form