2025
2025
Khotbah (2) Minggu Keempat Setelah Pentakosta - 6 Juli 2025
Khotbah (2) Minggu Keempat Setelah Pentakosta - 6 Juli 2025
IMAN DAN PEMULIHAN (2Raj. 5:1-14)
“Mengapa engkau mengoyakkan pakaianmu? Biarlah ia datang kepadaku, supaya ia tahu bahwa ada seorang nabi di Israel” (2Raj. 5:8b)
Ketaatan dan pemulihan melalui iman adalah tema firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini, yakni 2Raj. 5:1-14. Ini kisah Naaman, panglima raja Aram (Syria), yang sembuh dari penyakit kusta dengan mandi di sungai Yordan. Namun sesungguhnya ini kisah berantai, tentang cara Allah bekerja pada berbagai tipe manusia.
Atas nasihat gadis Israel tawanan yang menjadi pembantunya, Naaman pergi menghadap raja Israel dengan surat pengantar dari raja Aram, agar dapat disembuhkan (ay. 2-5). Berbagai persembahan dibawanya, berharap raja Israel bersedia. Tetapi raja Israel malah marah, mengoyakkan pakaiannya, merasa dilecehkan (ay. 7).
Namun, nabi Elisa meminta agar mengirimkan Naaman kepadanya. Naaman pun datang. Nabi Elisa, tanpa keluar rumah, meminta Naaman pergi mandi tujuh kali di sungai Yordan. Naaman gusar. Kok? Tetapi pegawainya mengatakan, sebaiknya mencoba dan taat, dan Naaman melakukannya. Mukjizat pemulihan pun terjadi, penyakit kusta Naaman sembuh dan tahir (ay. 14).
Allah bekerja kadang berliku, tidak mudah ditangkap akal. Pada masa itu, penyakit kusta jelas belum dapat disembuhkan. Tetapi Allah memakai semua orang, untuk mengambil bagian menjadi saksi bagi kebesaran-Nya. Seorang tawanan pembantu rumah dengan imannya, berpikir sederhana, memberi informasi, ingin menolong tuannya meski dari lain bangsa, untuk sembuh dan sekaligus mengenalkan Allah Israel.
Raja Aram berpikir bahwa kuasa dan harta dapat menyelesaikan semua masalah. Ada salah pengertian dan cara berpikirnya. Ia meminta menyembuhkan dengan imbalan hadiah, yang membuat raja Israel marah. Nabi Elisa justru melihat peluang bagus untuk menyatakan kebesaran Tuhannya, maka ia meminta Namaan dikirimkan kepadanya. Ketaatan Namaan akhirnya membuktikan, bahwa kuasa mukjizat Allah tidak mesti melalui proses yang rumit dan meriah. Cukup mandi tujuh kali di sungai Yordan.
Melalui nas minggu ini, kita diajarkan beberapa hal. Pertama, kita semua diminta untuk ikut menjadi saksi kebesaran dan kekuasaan Allah. Tidak harus menjadi orang penting. Nyatakanlah bahwa Allah Israel, Allah yang kita kenal dalam Yesus Kristus, adalah Allah yang dahsyat, berkuasa atas semua umat manusia. Berikan informasi sekecil apapun, sebagai kesaksian, tabur benih pembuka pengenalan terhadap Allah kita.
Kedua, maklumi, penyampaian informasi mudah terdistorsi dan dibelokkan. Pembantu kecil mengatakan yang menyembuhkan Allah Israel melalui nabi Elisa, ternyata berbelok menjadi raja Israel yang tidak percaya mukjizat. Oleh karena itu, jika ada informasi tidak menyenangkan diterima, jangan cepat kesal, ngambek, apalagi marah. Usahakan mencari informasi yang benar. Jangan juga cepat-cepat pasrah berserah. Allah bukanlah pembantu kita, melainkan kitalah pembantu-Nya untuk menyatakan kebaikan dan kebenaran.
Ketiga, iman dan ketaatan adalah inti semua solusi. Iman setia pembantu Namaan yang berani berbicara. Iman Elisa yang tahu Allah juga berkarya bagi mereka yang tidak mengenal-Nya. Iman pegawainya yang membuat Namaan taat. Iman yang menjadi kunci segalanya, sepanjang dilakoni untuk menyatakan kasih dan kemuliaan Tuhan.
Saudaraku dalam Kristus. Mungkin saat ini kita dalam situasi beban penyakit atau beban hidup lainnya. Jangan pernah putus harapan. Jangan juga terkesima dengan bentuk atau proses ritualnya. Allah tidak selalu bekerja demikian. Bila dokter sudah angkat tangan, atau kita tidak punya dana dan daya, air putih yang kita minum dalam iman dan doa, akan menjadi “obat” jalan mukjizat bagi kesembuhan dari Allah. Semua dalam kehendak-Nya.
Mintalah kesediaan hamba Allah untuk ikut mendoakan (Yak. 5:14). Roh Allah dapat bekerja dengan perkataan saja (Mat. 8:13; Yoh. 5:9), apalagi dengan air putih. Dalam bidang lain juga sama, ketika jalan lain sudah buntu. Imanlah yang membuat segalanya mungkin bagi orang percaya, tetapi cobalah untuk taat dan jadikan kesaksian yang hidup.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (3) Minggu Keempat Setelah Pentakosta - 6 Juli 2025
Khotbah (3) Minggu Keempat Setelah Pentakosta - 6 Juli 2025
TABUR TUAI (Gal. 6: [1-6] 7-16)
Firman Tuhan bagi kita pada Minggu IV setelah Pentakosta ini diambil dari Gal. 6: [1-6] 7-16. Nas ini berbicara tentang hukum tabur tuai dan kewajiban membantu mereka yang berkekurangan. "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus" (ayat 1b-2). Saling menanggung dalam nas ini tidak terbatas pada kebutuhan hidup, tetapi juga dalam berbagai kesulitan hidup lainnya. Ada yang miskin, ada yang lemah secara rohani, belum kuat dan teguh dalam kepribadian, dan lainnya. Maka kita yang lebih mampu dan lebih kuat, baik secara ekonomi atau keteguhan rohani, perlu menolong dan mendukung. Mereka yang terjatuh dalam dosa, perlu dituntun keluar dari kubangan itu (ayat 1a; Yoh. 13:34).
Ini pentingnya ada para pengajar, penunjuk jalan atau hamba-hamba Tuhan. Berangkat dari hukum dan tradisi Israel, adanya suku Lewi dan para imam menjadi tanggungan jemaat (ayat 6). Tentu tujuannya agar mereka dapat lebih fokus dalam pelayanan. Memang Rasul Paulus juga memberi arahan dan contoh, agar para pengajar tidak terlalu tergantung pada pemberian orang, berupaya hidup mandiri. Paulus memberi teladan dengan membuat dan menjual tenda, bahkan dengan itu mendukung teman sepelayanannya (Kis. 20:34-35).
Nas minggu ini menekankan agar pengikut Kristus tidak menekankan hal-hal fisik, lahiriah, legalisme semu, seperti bersunat, berpantang makan minum, memakai asesoris rohani khusus, menonjolkan diri agar mendapat pujian orang. Rasul Paulus mengatakan itu nonsens, sia-sia (ayat 12, 15). Untuk itu semua orang perlu menguji dirinya sendiri, dan bertanggung jawab atas tindakannya; merenung dan berefleksi. Kerendahan hati akan membawa orang pada Kristus; Kesombongan dan mencari pujian akan menghambat pelayanan (ayat 3-5). Tujuan utama, kita menjadi manusia baru dan terus bertumbuh menyenangkan hati Kristus (ayat 15).
Firman Minggu IV setelah Pentakosta ini mengajak kita untuk terus menabur kebaikan. "Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu" (ayat 7b-8). Setiap kesempatan, detik, dan menit yang kita miliki bisa menjadi berkat bagi sesama. Mulai dari berbuat ramah menyapa, senyum, memberi kehangatan dan sukacita bagi orang lain, semua itu dapat menjadi berkat. Mereka yang menanam padi akan memanen padi. Mereka yang menanam semak, tentu akan menumbuhkan semak. Hukum tabur tuai adalah keniscayaan. Hukum alam dan hukum Kristus selalu hidup bergandengan.
Firman Tuhan berkata: "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima". Terutama ini dimaksudkan membantu orang-orang yang lemah (Kis. 20:35). Mereka yang ditebus harus ikut merasakan hadirnya kerajaan sorga saat ini, bukan hanya nanti pada saat semua digenapi. Untuk itu, kebahagiaan memberi dapat dirasakan karena dasarnya adalah kasih Tuhan Yesus. Oleh karenanya, ayat penutup nas ini, dikuatkan dalam doa Rasul Paulus: "Dan semua orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah" (ayat 16). Damai sejahtera dan rahmat. Itulah segalanya. Haleluya.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah Minggu Ketiga Setelah Pentakosta - 29 Juni 2025
Khotbah Minggu Ketiga Setelah Pentakosta - 29 Juni 2025
HARGA MENGIKUT YESUS (Luk 9:51-62)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: 2 Raj 2:1-2, 6-14; Mzm 16; Gal 5:1, 13-25
Pendahuluan
Pada minggu ini bacaan kita tentang perjalanan Tuhan Yesus beserta murid-murid-Nya yang akan pergi ke Yerusalem sebab saat Yesus dimuliakan dan ditinggikan sudah hamper tiba. Mereka berniat untuk melintasi wilayah Samaria sebab rutenya akan lebih dekat. Namun sikap permusuhan yang selama ini terjadi antara orang Yahudi dan orang Samaria membuat rombongan Tuhan Yesus tidak diperkenankan untuk melewati wilayah itu, sehingga timbul respon dari beberapa murid. Dari nats tersebut kita mempelajari beberapa hal dalam kehidupan ini sebagai berikut.
Pertama: dendam kesumat lama (ayat 51-53)
Suku Samaria sering disebut sebagai Setengah Yahudi sebab mereka merupakan campuran antara orang Yahudi dengan bangsa Assyria. Hal ini berawal ketika kerajaan Assyria mengalahkan kerajaan Israel Utara pada tahun 721 sM dan rajanya menempatkan serdadu-serdadu mereka di Palestina (2Raj 17:24-41). Pergaulan yang terjadi membuat mereka saling kawin dan juga sekaligus merubah kebiasaan termasuk ritual agamanya. Bagi orang Samaria yang sudah tercampur, Yerusalem bukan lagi menjadi pusat ibadah, melainkan mereka lebih menyukai gunung Garizim sebagai tempat pemujaan dan pemberian persembahan kurban-kurban. Maka bagi orang Yahudi, suku ini dipandang tidak murni lagi dan murtad sehingga membenci mereka. Sebaliknya, suku Samaria karena sikap dan perbedaan itu juga tidak menyukai orang Yahudi dan membuat kedua suku ini menjadi bermusuhan.
Orang Yahudi dari Galilea apabila ingin melakukan perjalanan menuju Yerusalem atau wilayah Yudea selatan termasuk dalam melakukan ziarah, sebenarnya bisa langsung melalui wilayah Samaria ini. Oleh karena sikap bermusuhan tadi, maka orang Yahudi biasanya menghindar dan berjalan memutar ke utara terlebih dahulu sehingga jarak yang ditempuh lebih jauh. Akan tetapi Yesus berpikiran berbeda, Ia berusaha mendekatkan diri pada mereka, sebagaimana kisah Yesus beristirahat di tepi sumur dan berdialog dengan perempuan Samaria (Yoh 4:1-26). Oleh sebab itu ketika hendak kembali ke Yerusalem, Yesus mengirimkan utusan untuk menanyakan apakah mereka boleh melewati wilayah tersebut, namun sambutan orang Samaria ini tertutup dan tidak bersahabat.
Pelajaran pertama yang dapat kita ambil dari kisah ini adalah tidak ada gunanya membuat permusuhan, sebab buah permusuhan selalu merugikan dan tidak pernah menguntungkan. Sikap bermusuhan ini karena adanya dendam yang bersemayan di hati, padahal dendam itu hanya merupakan beban kepahitan yang merusak diri sendiri. Bermusuhan terhadap orang yang "jahat" sekalipun pasti merugikan, apalagi bermusuhan terhadap orang-orang baik, maka itu akan lebih merugikan lagi. Sikap bermusuhan akan menutup dialog dan interaksi, sekaligus tidak dapat mengembangkan peluang adanya kerjasama atau sinergi. Padahal, sinergi hanya bisa terjadi apabila ada kesatuan dan kesejajaran, sehingga untuk membangun sinergi semua pihak harus mengutamakan sikap terbuka dan kebersamaan dan bukan egoisme. Tuhan Yesus mengajarkan agar kita tetap rendah hati dan mengasihi musuh yang membenci kita dan dengan demikian maka tujuan kita untuk menyampaikan kabar baik dari Tuhan Yesus akan tercapai.
Kedua: penghakiman dan penghukuman hak Tuhan (ayat 54-56)
Dalam ayat sebelumnya diceritakan bagaimana sikap kita apabila suatu rumah atau kota tidak menerima kita dengan ramah dan baik, maka sebagai pemberita Injil kita diajarkan agar keluar dari kota itu dan mengkebaskan debu dari kaki kita sebagai peringatan terhadap mereka (Luk 9:4-5). Artinya, kita tidak perlu memaksa atau beradu argumentasi akan maksud baik kita dalam mengunjungi mereka. Demikianlah yang terjadi pada rombongan Tuhan Yesus, suku Samaria tidak bersedia memberikan izin kepada mereka untuk melintasi wilayah tersebut dalam tujuan mereka menuju Yerusalem. Penolakan ini membuat reaksi keras pada murid-murid Tuhan Yesus.
Rasul Yohanes dan Yakobus rupanya belum memahami perkataan Tuhan Yesus tersebut, sehingga mereka berdua berpikir lain dan ingin menghukum penduduk Samaria dengan cara menurunkan api dari langit untuk membinasakan mereka. Yohanes dan Yakobus terpengaruh akan perbincangan sebelumnya (ayat 8, 19 dan 30), bahwa Yesus itu sama dengan Elia, sebagaimana Elia pernah melakukannya pada pelayan raja yang jahat (2Raj 1). Yakobus dan Yohanes merasa tersinggung dengan menganggap penolakan itu merupakan penghinaan terhadap Tuhan Yesus. Kedua murid ini merasa sombong dan berpikir seharusnya Tuhan Yesus harus diperlakukan dengan hormat dan tidak perlu melarang mereka melintasi wilayah Samaria tersebut dan ingin langsung menghukum orang Samaria tersebut.
Ini cara berpikir yang salah, yakni kita yang menjadi hakim dan pelaksana hukuman. Semangat dan hasrat yang berkobar-kobar serta kesetiaan pada Kristus tidak perlu menjadikan kita pelaku tindak kekerasan pada orang yang hidup di dalam dendam dan kegelapan. Kita harus mengendalikan roh mana yang menguasai diri kita sehingga tidak terjerembab dalam dosa dan akibatnya tujuan mulia yang kita emban malah tidak akan tercapai. Kita dipanggil bukan untuk membinasakan orang, melainkan untuk menyelamatkan mereka. Firman Tuhan mengatakan biarlah penghakiman dan penghukuman itu menjadi milik dan hak Allah (Rm 12:19; Ibr 10:30; Ul 32:35-36) dan Allah tidak pernah memberi kuasa atau wewenang kepada kita untuk melakukan hal itu.
Ketiga: jangan mencari alasan untuk tidak mengikut Dia (ayat 57-61)
Dengan banyak melakukan kebaikan kasih dan mukjizat, maka semakin banyak orang yang ingin mengikuti Tuhan Yesus, meski dengan motivasi yang beragam. Ada yang terpanggil memang untuk melayani dan siap berkorban meninggalkan segala kehidupan lamanya, namun tidak sedikit yang ingin untuk kepentingan diri sendiri seperti penonjolan diri, kehebatan, keuntungan atau kesombongan. Tuhan Yesus mengetahui motivasi mereka ini, sehingga hal yang diungkapkan oleh-Nya adalah akan kemiskinan-Nya atas harta benda duniawi, dan Ia mengatakan yang sebenarnya kepada seseorang yang ingin mengikut Dia, "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Yesus secara tidak langsung mengungkan bahkan orang Samaria juga menolak kehadiran-Nya.
Tetapi kepada orang lain Yesus mengajak agar dia mengikut Dia, orang tersebut bersedia namun dengan syarat, agar ia bisa pulang terlebih dahulu untuk menguburkan ayahnya. Respon Tuhan Yesus cukup keras dengan mengatakan, "Biarlah orang mati menguburkan orang mati." Dalam hal ini kita perlu hati-hati menafsiran ucapan Tuhan Yesus ini. Tafsiran pertama mengatakan tidak jelas persis apakah memang ayah orang ini benar-benar sudah meninggal atau dalam keadaan sakit kritis, sehingga ia hanya berdalih saja. Tafsiran kedua mengatakan bahwa pengertian orang mati dalam hal ini adalah mereka yang mati rohani, yang tidak merasa terpanggil untuk mengikut Dia, maka biarlah orang yang mati rohani juga mengurusnya. Tafsiran lainnya menyebutkan mungkin ayahnya memang sudah meninggal dan ia hanya ingin melakukan tugasnya sebagai anak untuk menguburkannya. Tetapi Yesus bukan berarti mengajarkan agar kita mengabaikan tanggungjawab kepada keluarga, melainkan Ia menyadari sering kali orang melepaskan tanggungjawab melayani dan mengabarkan Injil atau perbuatan kasih hanya dengan alasan keluarga.
Tuhan Yesus menekankan bahwa mereka yang siap mengikut Dia haruslah memiliki respon cepat dalam sikap dan tindakan, tidak ragu-ragu dan memberi alasan-alasan tertentu yang tidak benar dan prinsip. Tuhan Yesus dengan segala kebenaran dan panggilan-Nya haruslah ditempatkan pada prioritas yang utama dan kita harus bersedia membayar harga untuk itu, termasuk mengorbankan kepentingan keluarga. Yesus mengatakan demikian kepada orang ini sebab Ia tahu bahwa orang ini hanya mencari-cari alasan agar terhindar dari panggilan untuk melayani Dia dan memberitakan kerajaan Allah. Mengikut Yesus berarti menyadari konsekuensi dan harga yang harus kita bayar dan kita harus siap dengan hal itu. Itulah pelajaran ketiga yang diberikan kepada kita.
Keempat: jangan melihat ke belakang (ayat 51 dan 62)
Pada ayat 51 disebutkan Yesus pergi ke Yerusalem, meski Ia tahu akan penderitaan dan kematian yang menantinya. Yesus menatap terus ke depan akan tanggungjawab dari Bapa yang diemban-Nya. Kita seharusnya juga demikian, panggilan Tuhan kepada kita untuk melayani harus kita sikapi dan bersedia membayarnya dengan rasa sakit dan penderitaan, bukan menghindari atau menyurutkannya. Kalau kita menginginkan mahkota maka kita harus siap dengan memikul salib sekaligus. No gain without pain. Kalau kita berhitung untung dan buahnya saja tanpa bersedia membayar dan menanggung resiko, maka akan mudah terjadi penyesalan dan kita kembali melihat ke belakang.
Tuhan Yesus memberi perumpamaan dengan menyebut, "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah", maksudnya agar kita selalu menatap ke depan. Seorang yang membajak tanah apabila menoleh ke belakang maka hasil bajakannya pasti akan bengkok-bengkok dan sangat sulit untuk ditanami maksimal. Apabila kita fokus pada arah, maka tidak akan mudah pihak lain untuk menarik kita dari tujuan yang ingin kita capai.
Inilah harga yang diminta oleh Yesus dari kita yakni komitmen total dan bukan setengah hati. Jangan mudah sebentar-sebentar melihat ke belakang dan berpikir mengapa kita mengambil jalan yang sekarang ini. Kita jangan memilih jalan salib yang kita sukai saja, dan menghindar dari jalan susah dan tidak senangi. Kita harus memiliki prinsip sebagaimana Rasul Paulus nyatakan, "berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." Rasul Paulus melupakan yang ada di belakangnya yang dahulu dianggap keuntungan, tetapi sekarang dianggap rugi karena telah mendapatkan Kristus" (Flp 3:7-14).
Kesimpulan
Minggu ini kita diberkati dengan firman Tuhan yang mengajarkan betapa tidak bermanfaatnya permusuhan dan memelihara dendam. Semua itu akan merugikan. Demikian juga dalam sikap kita yang berbeda dengan orang lain, kita tidak diberi hak untuk menghakimi apalagi untuk menghukum, sebab itu adalah hak dan milik Allah. Yang paling utama adalah kita diminta untuk berkomitmen penuh dan total dalam melayani Dia dan jangan melihat ke belakang dalam pengertian seolah-olah terjadi penyesalan. Sebab dengan sikap menerima salib demikianlah kita tahu harga yang harus kita bayar untuk mengikuti Dia sebelum kita menerima mahkota dari-Nya.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Kabar dari Bukit, Minggu 29 Juni 2025
Kabar dari Bukit
KRISIS DAN PURNA TUGAS (1Raj. 19:15-21)
“Pergilah, kembalilah ke jalanmu, melalui padang gurun ke Damsyik" (1Raj. 9:15a)
Ada kalanya kita merasa lelah dalam menjalani kehidupan pekerjaan/pelayanan sehari-hari, apalagi ditambah dengan krisis yang datang bersamaan, baik dari diri sendiri maupun dari luar. Dampaknya bisa muncul perasaan lebih baik mati saja. Bagi yang tidak kuat imannya, ini bisa pemicu tindakan bunuh diri atau masuk rumah sakit jiwa.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah 1Raj. 19:15-21. Nas ini merupakan respon Allah terhadap Nabi Elia yang merasa kelelahan dalam pelayanannya dan ingin mati saja. Perasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada Elia, juga pada Nabi Yunus yang lari dari perintah Tuhan dan akhirnya dimakan ikan dan dalam perutnya tiga hari. Demikian juga Musa dan Yeremia.
Elia setelah bertempur di Gunung Karmel melawan nabi-nabi Baal dan mengalahkannya, ia dikejar oleh Ratu Izebel yang ingin membunuhnya. Elia pun ketakutan dan melarikan diri ke Gunung Horeb. Ia merasa sendirian, ingin berhenti melayani Tuhan dan bersembunyi dari-Nya. Tapi tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya, bahkan Elia mendapat pengalaman rohani yang baru yakni Tuhan menyatakan diri-Nya di angin yang sepoi-sepoi. Dalam keheningan, Tuhan memerintahkan Elia untuk menyelesaikan tugasnya, yakni mengurapi Hazael sebagai raja Aram, Yehu sebagai raja Israel, dan Elisa sebagai nabi penggantinya.
Rencana Tuhan selalu tetap, pasti dan terwujud; tidak ada satu kuasa apapun yang dapat menghentikan. Melihat kondisi Elia, Allah memaklumi dan membekali Elia dengan makanan dan minuman serta memberi semangat (ay. 5-8). Elia juga meresponnya dengan positif, siap menyelesaikan perintah-Nya. Elia sadar bahwa proses suksesi akan berjalan.
Sebagaimana Elia, bila kita merasakan lelah, atau takut menjalani tugas, pekerjaan dan pelayanan, Tuhan dapat memaklumi. Ia akan memberi kekuatan. Tetapi kadang Tuhan marah seperti dialami Yunus, dimakan ikan. Tapi kasih setia-Nya tetap selama-lamanya. Allah penuh kesabaran dan kasih sayang (Mzm. 103:8). Yang penting, sebagaimana Elia dan Elisa. kita memperlihatkan ketaatan dan kesetiaan serta berespon positif dalam menjalankan perintah-Nya. Ada kalanya kita akan mengalami kesulitan dan tantangan, namun Tuhan akan menolong sebagaimana dialami Musa dan Yeremia.
Hal kedua, manusia terbatas pemahamannya dan seringnya berorientasi pada diri sendiri. Padahal, Tuhan memiliki rencana dan tujuan yang lebih besar. Tuhan juga tidak mesti bekerja melalui satu orang, dapat melalui banyak orang yang dipilih dan dipanggil-Nya. Oleh karena itu, percayalah, jika hal yang kita lakukan seturut kehendak atau kepentingan Tuhan, Ia tidak akan membiarkan kita sendirian dan kalah; jalan dan kuasanya tidak terbatas. Bila pun kita tidak dapat menyelesaikannya, Tuhan punya cara untuk menuntaskan sesuai rencana-Nya.
Mari kita menjalankan tugas panggilan, pekerjaan dan pelayanan dengan penuh percaya diri dan tekun. Tantangan dan situasi boleh berubah yang membuat kita merasa kelelahan, kurang dukungan dan sumber daya, takut dan khawatir gagal, kecewa sehingga tidak termotivasi, kurang percaya diri, godaan iblis dan ego yang membuat prioritas berubah. Tapi tetaplah teguh dan setia, minta pertolongan Tuhan untuk membuka perspektif pandangan kita dan jujur kepada-Nya, maka Tuhan akan membuka jalan, menolong dan kita mampu menyelesaikan dengan baik. Krisis pasti berlalu, dan tugas selesai paripurna.
Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (2) Minggu Ketiga Setelah Pentakosta - 29 Juni 2025
Khotbah (2) Minggu Ketiga Setelah Pentakosta - 29 Juni 2025
JABATAN DAN PELAYANAN (2Raj. 2:1-14)
“Anakku…, jadilah engkau seperti emas, sebab bila ada pun yang melontarkanmu ke lumpur atau selokan, engkau tetaplah emas” (Abel Kaswol Silalahi)
Hal di atas itu adalah pesan ayah kepada saya sebelum saya berangkat melanjutkan sekolah ke Bandung. Dan saya berusaha tetap memegangnya. Sebab saya sadar, jika itu bekal dasar, maka kita tidak takut lagi menghadapi jalannya kehidupan. Kita akan berusaha terus untuk menjadi berkat emas berharga bagi banyak orang dan sekaligus melayani Tuhan. Memang tidak sempurna, tapi upaya menjadi lebih baik tetaplah dilakukan.
Jabatan dan pelayanan adalah tema firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini, yakni 2Raj. 2:1-14. Kisahnya tentang nabi Elia yang akan terangkat ke sorga, dan penggantinya nabi Elisa telah ditunjuk (ay. 3, 5). Namun ada kekhawatiran nabi Elisa, apakah dia akan mampu seperti Elia? Elia telah membuktikan kuasanya dengan memukulkan jubahnya ke atas air sungai Yordan, dan air itu terbelah sehingga mereka dapat melewatinya. Elisa kemudian meminta khusus, agar Elia mau memberikan dua bagian dari "kuasa" yang dimilikinya (ay. 9).
Elia dengan penuh hikmat berkata: “Yang kauminta itu adalah sukar. Tetapi jika engkau dapat melihat aku terangkat dari padamu, akan terjadilah kepadamu seperti yang demikian, dan jika tidak, tidak akan terjadi” (ay. 9-10). Elia tahu bahwa kuasa yang dimilikinya berasal dari Tuhan dan hanya DIA yang berhak memberi. Tapi Elia memberi tanda, jika Elisa melihat ia terangkat ke sorga, maka kuasa itu akan ada padanya. Dan puji Tuhan, suksesi pelayanan berjalan baik.
Rasa takut di awal pasti ada ketika hendak memegang jabatan, sebagaimana Elisa ingin ada kepastian memiliki kuasa yang sama dengan Elia. Untuk itu Elisa tetap setia mengikuti Elia kemana pun ia pergi hingga melihat Elia terangkat ke sorga. Dan akhirnya kuasa yang sama diberikan Tuhan kepada Elisa, ia dapat membelah sungai Yordan (ay. 14). Elisa pun dapat merasakan kedahsyatan Allah yang dia sembah dan layani.
Jabatan adalah sesuatu yang dibuat manusia dalam organisasi untuk tempat mengabdi dan melayani. Oleh karena itu, kita senang melihat orang ingin memiliki jabatan. Mungkin agar ia lebih optimal dalam melayani. Tetapi hati kita miris jika melihat suksesi dan pelayanan seperti bergelut jabatan. Ada yang ingin tetap mempertahankan, ada yang membuat jabatan dengan membentuk organisasi baru. Malah ada yang menghalalkan segala cara demi meraih jabatan: sikut kiri kanan, meninggalkan teman, menyebar info bohong, dan sebagainya.
Firman Tuhan minggu ini mengajarkan kita hal penting tentang jabatan dan pelayanan, dengan meneladani Elisa. Pertama, Elisa setia terus mengikuti Elia. Kedua, Elisa terus meningkatkan kemampuan dirinya. Ia semangat ingin belajar dan tidak membiarkan dirinya tanpa persiapan. Ketiga, mendapat dukungan dari kelompoknya, sebagaimana Elisa memperolehnya dari nabi-nabi yang lain (ay. 5-6).
Seperti pesan ayah saya di atas, keberhasilan menjalani kehidupan menjadi emas dibentuk oleh empat faktor: kemauan, kemampuan, karakter, dan kesempatan. Kemauan untuk melakukan sesuatu yang lebih besar dan lebih baik, didasari motivasi yang tulus dan siap melayani sesama dan Tuhan; kemampuan juga terus diasah dan dikembangkan. Karakter sangat menentukan, menjadi orang yang selalu berpikir positif, memiliki integritas satunya kata dan perbuatan, penuh kasih dan pengampunan. Dan terakhir, kesempatan selalu Tuhan yang memberi, dan jalan Tuhan mestinya penuh damai.
Saudaraku, jika saat ini telah memiliki atau rindu akan jabatan, atau tidak memegang jabatan dan rindu melayani, ujilah dan belajarlah dari nabi Elisa. Jangan sampai peran yang dipegang bukan lagi sebagai berkat dan teladan bagi banyak orang. Dan tetaplah percaya, sepanjang motivasi memang baik dan dijalankan penuh kasih, Tuhan akan membuka jalan untuk kita dapat melayani lebih baik, lebih sungguh dan menyenangkan hati-Nya.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025Khotbah Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025 PERBUATLAH...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025Khotbah (2) Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025 LAYAK...Read More...
-
Khotbah (3) Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025Khotbah (3) Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025 ACT...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 25 guests and no members online