Thursday, July 31, 2025

2025

Khotbah (2) Minggu VII Setelah Pentakosta - 27 Juli 2025

Khotbah (2) Minggu VII Setelah Pentakosta - 27 Juli 2025

 PERSELINGKUHAN (Hos. 1:2-10)

 “Tetapi Aku akan menyayangi kaum Yehuda dan

menyelematkan mereka demi TUHAN, Allah mereka” (Hos. 1:7)

 

Selamat pagi... saudaraku dalam Kristus.

 

Saat ini di media sosial dan khususnya grup WA/FB orang Batak, diskusi tentang kematian Brigadir Yosua Hutabarat menjadi topik hangat. Kematiannya yang dianggap tidak wajar, ditambah informasi dari pihak kepolisian yang terlambat dan sering berubah, semua menjadi kecurigaan dan diskusi publik. Bumbu ceritanya, diduga ada penganiayaan dan perselingkuhan dalam kejadian tersebut, membuat kisahnya bak sinetron. Pak Jokowi sendiri telah dua kali berbicara mengenai hal ini, tanda seriusnya masalah. Semoga pihak kepolisian dan penegak hukum lainnya, dapat mengungkap kisah sebenarnya dan menghukum yang bersalah sesuai aturan yang berlaku.

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini dari Hosea 1:2-10. Nas ini juga menyangkut perselingkuhan bangsa Israel dengan menyembah ilah-ilah lain dan tidak lagi taat pada perjanjian yang Tuhan buat dengan mereka. Maka Tuhan kembali memperlihatkan amarah-Nya, sebagaimana disampaikan melalui nabi Amos pada renungan minggu-minggu yang lalu. Namun, amarah Tuhan selalu disertai dasar kasih dengan tujuan agar terjadi pertobatan.

 

TUHAN berfirman kepada Hosea dengan maksud berbicara kepada bangsa Israel: “Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi TUHAN. Maka pergilah ia dan mengawini Gomer binti Diblaim, ...." (ayat 2-3a). Hosea pun patuh dan mendapat anak dari istrinya yang suka berselingkuh ini. Ada tafsiran, anak kedua dan ketiga adalah juga hasil perselingkuhan istrinya. Nama anak-anak ini pun diberi Tuhan, Yizreel, Lo-Ruhama, dan Lo-Ami (ay. 5-9). Ketiga nama itu menunjukkan sindiran Allah terhadap bangsa pilihan-Nya itu.

 

Jika jujur, kita juga tentu kadang "berselingkuh", tidak berupa fisik, tetapi dalam bentuk ketidaktaatan kepada Tuhan. Adakalanya kita mengikuti pikiran sendiri, tidak sesuai dengan firman-Nya. Kadang kita tergoda untuk mengikuti iblis, yang sering memperlihatkan kepalsuan: indah di awal tapi buruk di belakang. Bahkan, yang lebih berbahaya, kita tahu Tuhan tidak menyukainya, tapi kita tidak merasa takut dan bersalah, tidak menyesal, dan merasa itu tidak apa-apa. Dengan mudah kita beranggapan, Tuhan itu baik, Maha Mengerti dan Maha Pengasih. Tetapi cara pandang ini jelas tidak sesuai dengan ajaran Alkitab.

 

Nas minggu ini mengingatkan kita agar pertobatan dilakukan secara total, tidak suam-suam kuku. Amarah Tuhan dapat timbul sebagaimana nas minggu ini. Jika kita menuhankan jabatan, harta dan nafsu kedagingan serta dunia, itu jelas perselingkuhan yang Tuhan tidak menyukainya.

 

Saatnya kini kita berbalik, mengikuti dan setia kepada Dia. Bebaskan beban masa lalu dan terus bersyukur dengan lembaran baru. Jangan hilang niat atau kemauan kita untuk berubah, nyaman menjalani hidup seperti manusia lama. Tuhan akan terus melihat kita, tapi bukan dengan hati yang marah dan geram, melainkan hati yang penuh sukacita, melihat kita anak-anak-Nya bertumbuh terus menjadi manusia baru.

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (3) Minggu VII Setelah Pentakosta - 27 Juli 2025

Khotbah (3) Minggu VII Setelah Pentakosta - 27 Juli 2025

 

 BERAKAR DAN BERTUMBUH (Kol. 2:6-15)

 

             Firman Tuhan bagi kita pada Minggu VII setelah Pentakosta ini diambil dari Kol. 2:6-15. Nas ini memberi kita petunjuk tentang pentingnya berakar yang kokoh dalam Kristus, dan terus bertumbuh di dalam Dia. Untuk kita yang sudah lama lulus sidi atau baptis dewasa, topik ini tetap relevan bagi kita. Penerimaan dan pengakuan terhadap Kristus semestinya menjadi akar pemahaman. Dan iman kita semestinya semakin tumbuh berakar kuat ke bawah dan batangnya tumbuh ke atas, bertambah kokoh serta tahan badai goncangan. Semua itu tampak dalam buahnya di kehidupan kita.

 

 

 

            Memang ada godaan yang mengatakan isi Alkitab tidak masuk akal, sehingga tidak layak dipercaya. Itu jelas merupakan bisikan setan yang membohongi manusia. Pengutamaan hikmat manusia dengan ilmu pengetahuan dan filsafat kata-kata indah bersama tesis dan antitesis, yang seolah-olah lebih mampu menjelaskan dunia ini dan permasalahan manusia, jelas tidak berdasar (ayat 8). Semua ada tempat dan konteksnya, dan saling mengisi. Apalagi mengatakan ada ajaran atau agama lain yang lebih baik, jelas itu isapan jempol. Tidak ada ajaran lain lebih baik yang meminta mengasihi musuh dan Tuhan mau tetap campur tangan dalam segala urusan manusia. Itulah ajaran Alkitab, ajaran Kristiani.

 

 

 

            Hari kemarin kita mungkin tidak sempurna, hari ini pun belum sempurna semua perilaku kita. Kadang-kadang kita tidak puas. Itu tidak apa-apa. Yang penting semakin hari semakin lebih baik. Sebab, di dalam Kristus kita telah disunat hati, sunat Kristus, sunat yang mengutamakan penanggalan sifat-sifat dan perilaku yang membawa kita ke lembah dosa (ayat 11). Kadang-kadang kita kalah melawan godaan dunia, daging atau iblis. Mohonkanlah pengampunan, dan berusahalah agar menjadi lebih baik lagi. Itu hakekat menjadi manusia baru, hati yang terus diperbarui.

 

 

 

            Fokuslah melangkah ke depan menuju hidup yang semakin menyenangkan hati Tuhan. Jangan berpaling ke masa lalu yang mungkin penuh kotoran dan luka. The past belong to the past. Ingat yang dikatakan Rasul Paulus: "... aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus" (Flp. 3:13b-14). Manusia lama kita telah dikuburkan bersama kematian Tuhan Yesus melalui baptisan dan pengakuan sidi (ayat 12). Kita telah dibangkitkan dari kematian yang kekal.

 

 

 

            Yesus, Allah yang menjadi manusia jasmaniah, dan dapat dilihat manusia (lihat kabar sebelumnya yakni Kabar Minggu VII setelah Pentakosta yang berjudul Keutamaan Kristus), yang ajaran-ajaran-Nya mendobrak legalisme dan formalitas kaku Yahudi. Ia lahir bukan dari benih manusia, melakukan puluhan mukjizat, dan terangkat naik kembali ke sorga, benar-benar kepenuhan Allah ada pada-Nya (ayat 9). Ia berkuasa atas segala sesuatu. Ia menjadi pemenang dan kita pun ikut sebagai pemenang (ayat 15). Tetaplah kokoh kuat, bertumbuh dan terus berbuah, agar melalui hidup kita nama Tuhan Yesus semakin dipermuliakan dan kerajaan-Nya diperluas.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Minggu VI Setelah Pentakosta - 20 Juli 2025

Khotbah Minggu VI Setelah Pentakosta - 20 Juli 2025

 JANGAN MENYUSAHKAN DIRI DENGAN BANYAK PERKARA (Luk. 10:38-42)

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kol. 1:15-28; Am. 8:1-12 atau Ke.j 18:1-10a; Mzm. 52 atau Mzm. 15

 

 

Pendahuluan

Nats minggu ini berbicara tentang dua wanita kakak-beradik Marta dan Maria, yang rumahnya disinggahi oleh Tuhan Yesus dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem. Ketika Yesus masuk ke rumah mereka, Marta langsung sibuk dengan keramah-tamahan, sementara Maria langsung duduk bersimpuh mendengarkan kabar baik dari Tuhan Yesus. Hal ini menjadi persoalan bagi Marta. Maria dan Marta bersaudara dengan Lazarus yang dibangkitkan oleh Tuhan Yesus dari kematian. Dari nats yang singkat minggu ini, kita diberi pelajaran hidup sebagai berikut.

 

Pertama: pentingnya keramah-tamahan (ayat 38-39)

Marta merupakan kakak tertua dari Maria dan Lazarus. Memang kebiasaan dalam rumah tangga, kakak tertua yang mengambil kendali dan tanggungjawab. Oleh karena itu, ia langsung berperan sebagai orang yang sibuk atas urusan kunjungan Tuhan Yesus ke rumah mereka. Terlebih, keramah-tamahan merupakan kebutuhan sosial dalam budaya Yahudi, sama seperti bagi masyarakat Timur lainnya. Keramah-tamahan dianggap adat-istiadat dan sangat perlu diperhatikan. Tidak jarang, bagi masyarakat tertentu, tuduhan tidak beradat atau tidak tahu tata krama dianggap lebih kejam dari pada tuduhan tidak beragama atau tidak bertuhan.

 

Akan tetapi jelas ini cara pandang yang salah, sebab adat bukanlah yang utama atau dasar kita dalam berperilaku, melainkan kasih dari Tuhan (dapat dibaca melalui agama) adalah dasar kita. Kita tidak perlu melakukan sesuatu dalam adat atau keramah-tamahan – apapun itu – demi untuk mendapatkan pujian orang, sebab pelayanan demi mencari pujian adalah sesuatu yang salah. Memang ada orang yang bersedia bekerja keras dengan harapan dipuji orang lain, atau mendapatkan imbalan tertentu lainnya. Akan tetapi ketika tidak dipuji atau tidak diberikan oleh orang lain, maka ia akan marah-marah, mengeluh atau menggerutu seperti Marta. Bahkan, kadang kala persiapan atau pelayanan yang tidak sempurna saja, bisa menimbulkan menyalahkan orang lain yang berakibat keributan.

 

Perbedaan juga dapat terjadi antara pribadi yang suka sibuk dan ramai dengan yang menyukai ketenangan. Dalam hal kisah ini, tuan rumah Marta harus memahami tamu, apa yang menjadi keinginannya, bukan memaksakan pola yang dikehendakinya. Memang ini bukan masalah salah atau benar, akan tetapi bisa menjadi pemaksaan sesuai dengan selera dan keinginan kita. Tujuan tuan rumah adalah menyenangkan tamu, sehingga keinginan tamu yang mesti diikuti. Contoh kecil, misalnya, perlunya menanyakan apakah minuman yang dikehendaki: kopi, teh manis, air putih dingin atau lainnya? Tidak asal sajikan. Demikian juga dengan makanan, alangkah bijaknya kalau waktunya jam makan, maka makan bersama harus ditawarkan, tidak perlu dipersoalkan yang dihidangkan itu indomie atau pesan dari restauran. Kita tidak pelu mengabaikan keramah-tamahan tersebut, sepanjang pada tempat dan sikap yang wajar serta menyenangkan semua pihak.

 

Kedua: menempatkan prioritas (ayat 40)

Yesus dalam perjalanan ini sedang dalam pergumulan menuju ke penderitaan bahkan kematian-Nya, sehingga Ia memerlukan ketenangan. Kadang ketenangan memang mahal harganya. Ini tidak mudah dan memerlukan hikmat yang besar. Sementara Marta berpikir bahwa Tuhan Yesus memerlukan banyak hal untuk menyenangkan hati-Nya, sehingga ia sekuat tenaga berusaha untuk menyediakan hal yang banyak itu. Meski menyediakan banyak hal itu membuat kekuatiran sehingga timbullah keluhan.

 

Hal itulah yang terjadi pada Marta, sehingga ia memperlihatkan “kekesalannya” pada Tuhan Yesus dengan perkataan, "tidakkah Engkau peduli?". Marta berpikiran seolah-olah Yesus membiarkan Maria hanya duduk tenang mendengarkan kisah dan pengajaran dari-Nya. Marta juga mungkin merasa perhatian Yesus terhadap apa yang dilakukannya tidak seimbang, menganggap tidak ada empati dan antusias terhadap pelayanan yang diberikannya. Namun Tuhan Yesus menyambut kekesalan Marta tersebut dengan bijak, bukan Ia tidak peduli pada Marta yang bersusah payah menjadi tuan rumah yang baik, akan tetapi, Ia tidak membutuhkan banyak hal, melainkan ketenangan dan kesempatan untuk Ia dapat memberikan pengajaran kepada mereka yang rindu mendengar-Nya. Kehadiran Marta lebih berarti bagi Tuhan Yesus dibandingkan dengan segala makanan dan minuman yang disajikan Marta.

 

Inilah pesan kedua dari nats minggu ini. Jangan pelayanan kita bagi Tuhan sebenarnya adalah untuk menyenangkan diri sendiri dan bukan untuk Dia. Melakukan yang baik menurut kita tidak selamanya yang terbaik bagi Tuhan. Doing good is not always the best. Ia rindu agar kita memiliki waktu yang cukup untuk mendengar-Nya melalui firman dan renungan, agar kita lebih mengetahui maksud Tuhan dalam hidup kita. Itu juga sebabnya kata yang dipakai (ēkouen - Yun) berarti terus-menerus mendengarkan Tuhan Yesus. Kesibukan dalam pelayanan (fisik) di gereja atau tempat pelayanan lainnya jangan sampai membuat kita kehilangan saat-saat penyembahan, doa dan persekutuan dengan-Nya, melainkan mengambil waktu yang cukup agar jiwa dan rohani kita semakin bersih dan berkenan kepada-Nya.

 

Ketiga: jangan menyusahkan diri dengan banyak perkara (ayat 41)

Sebenarnya Maria dan Marta mencintai Yesus. Keduanya melayani -Nya. Tetapi Marta berpikir bahwa cara Maria melayani Tuhan Yesus itu salah dan membuat Yesus tidak senang. Namun yang terjadi sebenarnya adalah, Marta tidak menyadari bahwa ia justru mengabaikan Yesus, sementara Maria memberikan perhatian yang penuh. Atau mungkin Marta bisa juga cemburu dengan apa yang dilakukan oleh Maria dalam melayani Yesus tersebut, yang hanya duduk saja mendengar apa yang disampaikan oleh Tuhan Yesus.

 

Yesus tidak menyalahkan Marta karena dia mengurusi pelayanan rumah tangga berikut keribetannya itu. Akan tetapi, Yesus melihat bahwa Maria yang duduk di kaki-Nya yang menyambut Dia dengan tepat, dan Maria mengetahui yang utama dalam kunjungan itu. Yang utama adalah perlu prioritas, bagaimana caranya dan kapan kita perlu sibuk dengan banyak perkara (ribet tetek-bengek) itu. Saat bertemu Yesus adalah saat yang paling utama, sama seperti misalnya, hari minggu kita lebih mengutamakan apa? Apakah pergi beribadah atau urusan social lain hingga beribadah terlupakan?

 

Apakah kita demikian sibuknya sehingga tidak punya waktu lagi untuk bersama Yesus dan mendengarkan Dia? Jangan sampai kita ditegur oleh Yesus seperti Marta karena kuatir dan menyusahkan diri dengan hal-hal yang tidak hakiki, sehingga tidak mempunyai banyak waktu lagi untuk bertemu dengan-Nya. Melayani Allah dapat membuat kehilangan hakekat dengan menyibukkan diri sendiri yang sebenarnya tidak lagi sebagai pelayanan penuh bagi-Nya. Hal yang lebih fatal lagi, apabila kita berpikir bahwa cara yang benar melayani Yesus adalah hanya melalui perbuatan kasih, sehingga tidak perlu memperdengarkan kabar baik penginjilan. Itulah pesan ketiga minggu ini.

 

Keempat: memilih yang terbaik (ayat 42)

Melayani dan mengasihi Tuhan memang banyak pilihan. Akan tetapi jangan sampai kita melakukan kesalahan dalam memilih sehingga focus lebih pada diri sendiri. Perlu hikmat sehingga pemilihan waktu dan kegiatan benar-benar untuk menyenangkan hati-Nya. Memang di era modern kesibukan seperti saat ini, kecendrungan melayani Allah dengan berbagai kegiatan menjadi pilihan yang menyenangkan, terlebih bila melibatkan banyak orang dan masuk dalam liputan media gereja atau lainnya. Ini bisa berbahaya dan menjebak.

 

Tuhan Yesus menekankan sebaliknya. Ia lebih memuji Maria yang mengetahui yang terbaik. Duduk bersama Yesus berarti menyenangkan hati-Nya dan banyak sajian yang kita nikmati secara rohani. Mengutamakan Allah itulah kasih yang terbesar. Kita tahu apa yang menyenangkan hati Tuhan hanya apabila kita selalu memberi telinga bagi suara-Nya. Kesibukan kegiatan pelayanan di luar rumah juga dapat mengurangi intensitas dalam merenungkan firman Tuhan bersama-sama keluarga. Penting mengutamakan mendengar Firman Allah daripada mengerjakan berbagai hal yang bukan terbaik.

 

Apakah sikap sebagai orang percaya sudah sama dengan sikap Maria? Menjadi murid bukan berarti menyibukkan diri pada hiruk piruk pelayanan, melainkan membuat keseimbangan khususnya  belajar dan mendengar firman-Nya. Apa yang dilakukan oleh Marta dan Maria keduanya baik, sepanjang kita mengetahui dengan tepat saat dan waktu yang tepat. Kesibukan melayani Tuhan bukanlah alasan untuk tidak punya waktu merenungkan firman Tuhan dan mendapatkan yang terbaik. Terlebih, sebagaimana dikatakan oleh Tuhan Yesus, Maria mendapatkan sesuatu yang tidak akan diambil dari padanya.

 

Kesimpulan

Apa yang ingin disampaikan oleh Tuhan Yesus kepada kita melalui bacaan minggu ini adalah agar kita dengan tepat dapat memahami makna keramah-tamahan dengan sepatutnya dan sesuai dengan keinginan tamu. Jangan sampai kita terlalu mengurusi banyak perkara yang bahkan membuat tamu tidak nyaman, apalagi membuat kita kuatir dan penuh kekesalan, keluhan bahkan hujatan kepada orang lain. Justru yang terutama dan terpenting adalah mendapatkan prioritas dalam hidup dan memilih yang terbaik, yang orang lain  tidak akan dapat mengambilnya dari hidup kita, yakni lebih banyak dalam penyembahan, doa dan persekutuan dengan Dia. Haleluya, terpujilah Tuhan.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 20 Juli 2025

Kabar dari Bukit

 

 IRIHATI, KEBENCIAN, AMBISI, DAN KASIH (Mzm. 52)

 

 ”Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkau telah bertindak; Aku berharap pada nama-Mu sebab Engkau baik di hadapan orang-orang yang Kaukasihi! (Mzm. 52:11)

 

 Bayangkan jika seseorang menyakiti hati kita, atau membuat diri kita susah menderita. Secara manusiawi kita ingin membalaskan, dan mungkin berkata: Allah akan merobohkan engkau untuk seterusnya, Ia akan merebut engkau dan mencabut engkau dari dalam kemah, membantun engkau dari dalam negeri orang-orang hidup.

 

 

 

Sebagai pengikut Kristus, kita tegas berkata: Tidak boleh!

 

 

 

Tetapi itulah yang disampaikan oleh Daud kepada Allah, dalam mazmurnya yang merupakan bagian firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini, yakni Mzm. 52; terdiri dari dua bagian: ayat 1-7 pengaduan Daud terhadap Allah, dan ayat 8-11 berupa keyakinan akan pertolongan-Nya. Daud merasa kecewa terhadap Doeg, pembantu Raja Saul yang membunuh para imam bangsa Israel.

 

 

 

Kisahnya, karena iri hati, Saul ingin membunuh Daud. Daud pun melarikan diri dari istana dan menemui imam Ahimelekh. Ia dengan berbohong meminta makanan dan senjata, mengatakan ia dalam perintah raja Saul (1Sam. 21:2). Imam Ahimelekh atas kebaikan hatinya, karena tidak mempunyai makanan lain, memberikan makanan kudus khusus untuk para imam. Juga senjata. Rupanya perbuatannya ini dilihat oleh Doeg dan mengadukannya kepada Saul. Raja pun murka, menganggap pengkhianatan, lalu memerintahkan Doeg membunuh 85 imam; hanya lolos satu yakni Abiyatar, putra Ahimelekh.

 

 

 

Hal pertama dari nas ini, kita patut teladani sikap Ahimelekh: penuh ketulusan dan kebaikan hati. Ia tidak curiga mempertanyakan yang membutuhkan. Langsung dia berikan yang terbaik, makanan khusus para imam. Ia tidak menyesal, meski harga perbuatannya nyawanya dan para imam. Perbuatan baiknya ini bahkan dikutip Tuhan Yesus (Mat. 12:3-4). Maka, tetaplah berbuat baik meski harus berkorban (Rm. 12:9, 21).

 

 

 

Hal kedua, kita melihat kejahatan Doeg. Semestinya ia tahu bahwa Daud lari karena faktor iri hati Saul yang ingin membunuhnya. Namun Doeg menggunakan kesempatan tersebut untuk ambisi pribadinya, kebenciannya sebagai orang Edom, ingin sebagai pahlawan dengan menjilat atasannya hingga Saul murka. Matthew Henry dalam tafsiran kitab Mazmur menuliskan hal ini dengan bagus, "Berbuat jahat itu buruk, tetapi lebih buruk lagi bila orang menyombongkannya dan bermegah diri di dalamnya. Lebih buruk lagi bila kita bukan saja tidak malu..., melainkan membenarkannya dan membesar-besarkannya" (ay. 3-5).

 

 

 

Hal ketiga, kita mesti melihat kebohongan Daud sebagai langkah taktis, sebuah keterpaksaan. Memang ini tidak perlu diteladani, namun kita yakin ada konteks situasi yang mendasarinya. Kita percaya tangan Tuhan tetap bekerja, meski harga yang harus dibayar mahal. Resiko dalam perbuatan baik pun kadang ada, yang utama adalah ketulusan hati, bukan pamrih atau kepura-puraan. Tuhan bekerja, dan kita tahu kemudian Daud melindungi Abyatar meneruskan keimaman ayahnya (1Sam. 22:20-23).

 

 

 

Hal keempat, tindakan iman Daud mengadu kepada Tuhan layak kita teladani. Namun kutukan Daud terhadap Doeg perlu dilihat dalam konteks Perjanjian Lama. Tuhan Yesus telah membarui pendekatan dan ajaran tentang hal ini: "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu" (Luk. 6:27).

 

 

 

Terakhir, kita perlu meneladani iman Daud, yang teguh hati bahwa Tuhan akan menolong orang benar. Rasa benci, iri dilawan dengan kasih. "Tetapi aku ini seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah; aku percaya akan kasih setia Allah untuk seterusnya dan selamanya. Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya" (ay. 10-11a).

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (2) Minggu VI Setelah Pentakosta - 20 Juli 2025

Khotbah (2) Minggu VI Setelah Pentakosta - 20 Juli 2025

 

 IBADAH YANG BERCELA (Amos 8:1-12)

 

 TUHAN telah bersumpah demi kebanggaan Yakub: “Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka!” (Amos 8:7)

 

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari yang berbahagia ini dari Amos 8:1-12. Ini kelanjutan renungan minggu lalu (Amos 7:7-17). Melalui penglihatan ketiga kepada nabi Amos, Allah mengingatkan Israel dan kita semua, agar selalu memperhatikan orang miskin dan yang memerlukan pertolongan. Penglihatan keempat adalah nas minggu ini. Tuhan menunjukkan buah-buahan musim kemarau dalam bakul kepada nabi Amos. Buah-buahan adalah simbol persembahan umat kepada Allah di altar.

 

 

 

Tetapi Tuhan berkata kepada Amos: "Kesudahan telah datang bagi umat-Ku Israel. Aku tidak akan memaafkannya lagi. Nyanyian-nyanyian di tempat suci akan menjadi ratapan pada hari itu" (ay. 2b-3a). Tuhan telah marah, bangsa Israel tidak lagi menunjukkan perubahan dan pertobatan. Doa nabi Amos telah didengar dan dikabulkan di dua peringatan sebelumnya, tetapi kini Tuhan melihat tidak ada kemauan pertobatan lagi.

 

 

 

Pada masa itu, orang-orang kaya Israel memberi upah pekerja sangat rendah dan mencurangi, pedagang menjual terigu yang busuk. Semua mereka rancang untuk menginjak hak orang miskin dan lemah. Tidak ada rasa takut. Ini terjadi karena umat merasa mereka adalah bangsa pilihan. Mereka rajin beribadah di Bait Alah, menyanyi, berdoa dan memberi persembahan. Meski begitu, pemimpin umat lebih fokus pada megahnya bangunan, riuhnya ibadah raya, dan mengutamakan kepentingan mereka sendiri.

 

 

 

Ibadah mereka jalankan dan memberi persembahan menurut ukuran manusia. Semua berpikir itu akan menyenangkan hati Tuhan. Tetapi, Tuhan ternyata tidak melihat itu. Tuhan ingin agar umat lebih banyak berbuat konkret. Nyata. Jangan menipu, jangan berlaku curang. Jangan berpikir, yang utama adalah keuntungan semata.

 

 

 

Kemarahan Tuhan digambarkan begitu menyeramkan. Ada banyak bangkai: ke mana-mana orang melemparkannya dengan diam-diam. Tuhan menjauh (ay. 12) dan membuat malapetaka kekelaman: matahari terbenam di siang hari dan membuat bumi gelap pada hari cerah (ay. 9). Kelaparan akan datang melanda, begitu juga dengan kehausan. Nyanyian menjadi ratapan, mereka memakai kain kabung dengan kepala gundul sebagai tanda berkabung (ay. 10).

 

 

 

Nas minggu ini memperingatkan kita semua, jangan seolah kita telah mengikut Kristus maka semua aman selamat. Janganlah sibuk pada acara dan ritual ibadah semata termasuk jamuan kasih, membaca dan belajar firman, tapi dalam kenyataan mengabaikan kasih. Pusat keselamatan kita adalah Kristus, sehingga arah dan tindakan mestilah sama serupa dengan Kristus.

 

 

 

Jangan menindas, bersikap arogan. Tetaplah rendah hati, bertumbuh lebih baik di hadapan Tuhan. Pertobatan tidak pernah terlambat sebelum Tuhan memutuskan akan menghukum kita, sebagaimana penglihatan kepada nabi Amos. Semoga kita terus dimampukan untuk melakukannya.

  

Selamat beribadah dan selamat melayani.

  

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 64 guests and no members online

Statistik Pengunjung

12535784
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
964
2470
964
12481664
964
0
12535784

IP Anda: 216.73.216.194
2025-07-31 07:13

Login Form