Monday, December 29, 2025

2025

Khotbah Minggu Setelah Natal - 28 Desember 2025

Khotbah Minggu Setelah Natal - 28 Desember 2025

 

IA MEMBEBASKAN KITA DARI PERHAMBAAN (Ibr. 2:10-18)

 

Bacaan lainnya: Yes. 63:7-9; Mzm. 148; Mat. 2:13-23

 

 

Pendahuluan

 

Di penghujung minggu tahun ini bacaan kita masih tentang Allah menjadi manusia dan melalui penderitaan dan persembahan tubuh-Nya sebagai korban tebusan bagi kita, Ia menjadi pemimpin sekaligus Imam Besar kita. Natal selain memberi sukacita juga membawa damai sejahtera, sehingga melalui karya Tuhan Yesus kita dibebaskan dari segala ketakutan dan perhambaan. Allah menjadi manusia dengan tujuan melakukan penyelamatan dengan cara-cara yang bisa dialami oleh manusia. Melalui nas bacaan minggu ini, kita diberi pelajaran sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: Kerendahan hati dan penderitaan membawa kemuliaan (ayat 10)

 

Nas ini merupakan lanjutan dari ayat 1-9 yang menceritakan bagaimana Allah menjadi manusia, yakni Yesus datang ke dunia guna menyelamatkan orang-orang yang berdosa. Dari ayat sebelumnya sangat jelas bahwa kedudukan manusia itu di bawah malaikat, sehingga dapat dikatakan, Allah Bapa adalah Roh yang Mahatinggi sebagai penguasa  alam semesta, kemudian ada malaikat-malaikat sebagai roh tanpa tubuh, setelah itu manusia yakni roh dengan tubuh. Oleh karena itu dikatakan bahwa ketika Yesus menjadi manusia, maka kedudukan-Nya lebih rendah dari malaikat (ayat 7). Jadi, ada dua hal yang penting dari inkarnasi tersebut: pertama, menjadi manusia jelas bahwa sasaran yang dikasihi-Nya adalah manusia; kedua, yang dicari oleh Yesus ketika menjadi manusia bukanlah kedudukan, kehormatan atau status, sebab manusia adalah roh yang paling rendah (perlu kita pahami bahwa hewan tidak memiliki roh).

 

 

 

Dengan merendahkan diri itu pula Kristus diberikan jalan untuk kemuliaan. Flp. 2:6-8 mengatakan bahwa "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan", mengosongkan dirinya, merendahkan diri-Nya menjadi sama dengan manusia, taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Perjalanan hidup yang dialami-Nya juga bukan mudah. Hidup di keluarga miskin, lahir di kandang domba, dan dalam pelayanan-Nya hidup tanpa tempat tinggal, serta tidak mampu membayar pajak. Kematian yang harus dijalani-Nya juga penuh dengan siksaan dan penderitaan, yang berakhir dengan dipaku dan disalibkan di atas bukit gersang Golgota. Penyaliban, adalah cara manusia dihukum dengan terkutuk, sehingga dapat kita katakan, penderitaan Yesus sebagai manusia sudah lengkap dan sempurna.

 

 

 

Oleh karena itu, nas ini mengatakan bahwa Allah menyempurnakan Yesus dengan menjalani semua rencana Allah tersebut dengan taat, setia dan menyerahkan semua pada kehendak Allah. Yesus disempurnakan untuk menjadi tebusan yang lengkap dan utuh, darah-Nya pengganti korban bakaran dan korban ukupan, dan itu menjadi cara yang pertama (pionir atau perintis) bagi keselamatan kita (Ibr. 2:18). Melalui jalan itu pula akhirnya Allah meninggikan Dia, memuliakan Dia dan kini Dia menjadi pemimpin bagi kita (Flp. 2:9). Itulah kasih karunia Allah yang demikian besar, sehingga kita tidak perlu lagi direpotkan dan terutama ditakutkan dengan kematian. Jalan itu pula menjadi teladan bagi kita untuk memperoleh kemuliaan, seperti Yesus yang telah menjadi Pemimpin kita, perlu merendahkan hati dan kesediaan berkorban; bukan dengan mencari kedudukan atau status dan menyombongkan diri.

 

 

 

Kedua: Semua dari yang Satu dan menjadi saudara (ayat 11-14)

 

Yesus menjadi manusia dan sama dengan kita, berasal dari sorga, dari Allah. Ketika kita pun menerima Dia, maka kita pun diangkat menjadi anak-anak-Nya, yang berhak mendapat bagian atas segala kemuliaan dan kehormatan yang dimiliki-Nya, sepanjang kita taat setia dan berbakti kepada-Nya. Ketika kita menjadi anak-anak Allah, maka kita menjadi saudara, dan kita juga menjadi saudara dari Yesus (Mrk. 3:35). Kita dipisahkan atau dikuduskan untuk melayani Allah, diadopsi sebagai orang percaya menjadi sama yakni sebagai anak-anak Allah, sehingga dengan demikian kita menjadi saudara-saudara, dan Yesus juga memanggil kita sebagai saudara-Nya. Bagian dari ayat ini juga merupakan merupakan kutipan Mazmur yang mesianik dan juga dari kitab Yesaya.

 

 

 

Yesus menjadi manusia, menjadi darah dan daging, dan harus melewati kematian dan kemudian dibangkitkan. Ini sebagai simbol untuk mengalahkan kekuatan iblis atas kematian (Rm. 6:5-11). Yesus merasakan hidup sebagai manusia selama 33 tahun dan mengalami hal yang dengan pengalaman kita: berbagai perjuangan hidup, kesedihan dan penderitaan. Ia menjalani keseluruhan hidup manusia secara wajar, mengalami masa kecil, remaja dan bahkan menjadi dewasa ketika Ia harus hidup tanpa Yusuf ayah-Nya. Semua itu membuat-Nya dapat merasakan segala kesulitan dan pergumulan kita. Ia penuh dengan hikmat, sehingga mampu melihat kelemahan serta pergumulan yang kita alami. Hanya orang yang pernah mengalami penderitaan bisa dengan mudah berbelas kasihan kepada orang-orang yang menderita. Maka apabila kita dalam situasi penderitaan, bertanyalah pada Tuhan, bagaimana dengan penderitaan itu kita justru bisa melayani atau menolong orang lain?

 

 

 

Ketika kita menjadi anak-anak Allah dan menjadi saudara Yesus, maka kita juga secara otomatis dikuduskan. Proses pengudusan itu terjadi ketika kita sudah menerima Yesus dan mengaku Dia menjadi tebusan atas dosa-dosa kita.  Dengan semua dosa-dosa kita sudah ditebus, kita pun menjadi kudus. Hal itu makna dari firman Tuhan bahwa "karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus" (Ibr. 10:10; 13:12). Yesus layak menjadi pemimpin keselamatan kita, layak menjadi Imam Besar kita, karena Ia menyatukan umat-Nya yang kudus, saudara-saudara-Nya, membawa banyak orang kepada kemuliaan yang menjadi bagian-Nya. Kita juga dipanggil untuk melayani Dia, tapi bukan dengan kuk perhambaan, melainkan kemerdekaan penuh untuk melakukan perbuatan baik seiring dengan kasih-Nya yang sudah kita terima. Semua itu terjadi karena kita berasal dari yang Satu yaitu Allah Bapa, dan kita semua telah menjadi warga sorgawi (Yoh. 17:21; Ef. 2:19; Flp. 3:20).

 

 

 

Ketiga: Jangan takut kepada maut (ayat 15-16)

 

Mengapa orang takut mati? Tentu ada banyak alasan untuk orang takut terhadap maut atau kematian. Sebuah buku menceritakan bahwa ada tiga alasan kuat mengapa orang takut mati. Pertama, ia takut akan orang-orang yang ditinggalkannya, khususnya mereka yang dikasihinya. Terlebih, mereka yang dikasihinya itu masih tergantung padanya. Maka wajar pertanyaannya, kalau ia mati, bagaimana mereka nantinya? Kedua, ia takut bagaimana jalan kematian yang akan dilaluinya. Tidak sedikit mereka yang mati didahului oleh sakit yang berat dan berkepanjangan. Tentu itu sangat menakutkannya, apabila ia harus mati dengan cara yang demikian. Ketiga, takut, apakah setelah mati ia akan masuk neraka karena dosa-dosanya. Dosa-dosanya tentu dapat menghantuinya, dengan pemikiran pasti dibawa saat mati.

 

 

 

Dosa dan kematian merupakan pasangan setangkup dari buah pekerjaan iblis. Memang kematian fisik tidak bisa dihindari, ditiadakan atau ditunda-tunda. Semua itu kehendak Allah. Bagi manusia semua ada awal dan semua ada akhir, seperti alam semesta ini. Namun ketika kita di dalam Kristus, kita tidak perlu terlalu mengkhawatirkan hal yang kita tinggalkan, biarlah kita serahkan pada Allah Mahabaik yang memelihara mereka. Penyesalan pun tidak ada gunanya mengapa kita (mungkin) tidak mempersiapkan kemungkinan itu terjadi lebih cepat. Demikian juga dengan jalan menuju kematian, apakah melalui sakit berkepanjangan atau hanya melalui proses sekejap saja. Biarlah bagian kita saja yang kita jalankan dengan penuh tanggung jawab, dengan berusaha hidup sehat, berolah raga, menjaga makanan, dan hidup bersyukur yang jauh dari stress. Sementara untuk kehidupan setelah kematian, kita yakin bahwa kita yang sudah di dalam Kristus maka tempat kita adalah di Firdaus bersama Dia (Luk. 23:43; Rm. 8:1).

 

 

 

Dengan demikian, mereka yang hidup dalam ketakutan dan perhambaan takut mati, biarlah kita dibebaskan melalui hidup bersama Kristus. Terimalah Dia sepenuhnya. Ketika kita menjadi milik-Nya, menjadi anak-anak rohani Abraham, dan diadopsi menjadi anak-anak-Nya, maka kita tidak perlu takut, sebab kita mengetahui bahwa kematian itu hanyalah jalan untuk menuju ke kekekalan (1Kor. 15). Kematian Kristus dan kebangkitan-Nya membuat kita bebas dari rasa takut, sebab Tuhan Yesus telah mengalahkannya (Rm. 8:11). Setiap orang pasti mati, tapi mati bukanlah akhir segalanya, melainkan sebuah pintu menuju kehidupan baru (Why. 21-22). Oleh karena itu, siapapun yang takut mati, haruslah memiliki kesempatan untuk mengetahui pengharapan kemenangan Kristus yang dibawakan-Nya. Demikian juga kita, yang sudah menang akan rasa takut, bagaimana kita bisa berbagi dengan orang lain akan kemenangan itu?

 

 

 

Keempat: Ia menjadi Imam Besar (ayat 17-18)

 

Dengan turunnya Yesus menjadi manusia dan sama dengan kita, dan kebangkitan-Nya dari kematian serta naik ke sorga, maka lengkap sudah pemahaman kita bahwa Ia adalah Pemimpin kita. Ia menjadi Penasihat Ajaib bagi kita, sebab nasihat-nasihat-Nya memang paling super ajaib dari seluruh nabi-nabi yang ada. Ia juga menjadi Allah yang Perkasa sebab demikian besar kuasanya atas penyakit, roh-roh jahat dan bahkan kematian dikalahkan-Nya melalui mukjizat yang dilakukan-Nya. Dia adalah Allah yang kekal sebab Ia akan kembali menjemput kita anak-anak yang dikasihi-Nya. Semua itu menjadikan “Yesus adalah Raja Damai” di sepanjang hidup kita (band. Yes. 9:5 - Tema Natal PGI dan KWI tahun 2013).

 

 

 

Di dalam PL, Imam Besar adalah perantara antara Allah dengan jemaat-Nya. Tugasnya adalah secara rutin mempersembahkan korban hewan sesuai dengan aturan dalam PL dan memohonkan pengampunan dosa-dosa umat. Namun melalui peristiwa di Golgota, Tuhan Yesus telah menggantikan korban persembahan itu. Ia pernah menjadi manusia sehingga mengerti serta memahami kelemahan kita dan memperlihatkan belas kasihan kepada kita. Sebagai Imam Besar dan saat ini bersemayam di sorga dan di hati kita, itu menjadi jaminan pengampunan yang diberikan. Kuasanya jauh melampaui kuasa Imam Besar orang Yahudi. Ia hanya satu kali dan membayar lunas seluruh dosa-dosa kita dengan tubuh dan kematian-Nya, dan itu adalah jalan pemulihan hubungan kita dengan Allah. Kita dibebaskan dari jerat dan kuasa dosa ketika kita berkomitmen penyerahan diri pada Tuhan Yesus, percaya sepenuhnya terhadap semua hal yang terjadi dalam hidup kita.

 

 

 

Mengetahui Yesus telah menderita dan menghadapi pencobaan yang berat, menolong kita untuk menghadapi masa yang akan datang, menyongsong tahun baru ini. Tuhan Yesus mengetahui pergumulan kita. Ia bersimpati terhadap kita yang lemah dan kesalahan yang kita lakukan. Kita harus percaya Yesus akan menolong kita melewati setiap penderitaan dan mengalahkan pencobaan. Ketika kita menghadapi ujian, datanglah kepada Yesus untuk kekuatan dan ketabahan. Dia selalu memberikan pertolongan. Doa adalah jalan untuk datang kepada Yesus. Kita dapat datang dengan penuh keyakinan, tanpa perlu mempersoalkan sikap tubuh kita dalam menghampiri-Nya, sepanjang itu di dalam nama Yesus. Sebagian orang berdoa dengan tunduk kepala, sebagian menghadap ke atas dengan tangan terangkat, sebagian orang datang dengan berlutut, dan semua itu sah untuk kita lakukan sebagai jalan menghadap. Yang utama adalah sikap hormat di atas segalanya, sebab Dia adalah Raja, dengan keyakinan penuh sebab Dia adalah Sahabat dan Penasihat kita.

 

 

 

Penutup

 

Nas di minggu terakhir tahun ini kembali meneguhkan hati kita bahwa Yesus yang telah merendahkan diri-Nya melalui penderitaan yang berat adalah jaminan bahwa Ia adalah Allah yang menjadi manusia. Ia berhasil disempurnakan oleh Allah menjadi korban tebusan bagi dosa-dosa kita, serta menjadikan kita yang percaya kepada-Nya menjadi sama dengan Dia yakni anak-anak Allah. Dengan demikian kita disebut oleh Yesus sebagai Saudara karena kita berasal dari yang Satu yakni Allah Bapa. Semua itu membuat kita tidak takut lagi terhadap maut, sebab Yesus telah mengalahkan maut dengan bangkit dari kubur dan naik ke sorga. Dengan demikian juga Yesus menjadi Imam Besar kita, menguduskan kita, dan mempersiapkan untuk melakukan kehendak-Nya demi kemuliaan Allah Bapa. Kita tidak hanya menjadi sahabat dan saudara Yesus di ucapan kita saja, tetapi juga dalam perbuatan di lingkungan kita sehari-hari, di rumah, di kantor, tempat pelayanan dan dimana pun kita dipanggil untuk ditempatkan-Nya.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (2) Minggu Setelah Natal - 28 Desember 2025

Khotbah Minggu Setelah Natal - 28 Desember 2025 – Opsi 2

 

 PUJILAH TUHAN YANG SEJATI (Mzm.148:1-14)

 

 Baiklah semuanya memuji nama TUHAN, sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta (Mzm. 148:5)

 

 Firman Tuhan di Minggu I setelah Natal diambil dari Mzm. 148, dengan judul: Langit dan bumi, pujilah TUHAN! Lho, kenapa “benda mati” langit dan bumi ikut memuji Tuhan? Pemazmur tampaknya ingin melawan pendapat bangsa-bangsa lain di saat itu, yang masih menjadikan benda-benda langit atau makhluk sebagai allah yang mereka sembah. Mazmur ini lantas memerintahkan, selain makhluk hidup menyembah Tuhan, semua “benda mati” lainnya ikut menyembah, seperti bulan, bintang terang, air yang di atas langit, ular-ular naga dan segenap samudera raya, api dan hujan es, salju dan kabut, angin badai, dan lainnya.

 

 

 

Jika kita membaca buku History of Religion dari Prof. Allan Menzies, maka kita mengetahui mengapa sejak awal peradaban, manusia mulai menyembah benda-benda mati dan menjadikan mereka sebagai allahnya. Mereka membutuhkan kekuatan yang lebih tinggi, yang tidak dipahaminya dan melampaui kemampuan mereka. Menurut Menzies, motif ibadahnya adalah “ketakjuban, tidak diragukan lagi, selalu hadir di dalamnya....”

 

 

 

Memang dalam hal ini ada unsur kepercayaan dan proses intelektual, yang membawa mereka sampai pada titik kesimpulan, perlu menyembah benda mati tersebut. “Ketidakmampuannya untuk membantu dirinya sendiri atau untuk memenuhi kebutuhannya sendiri-lah yang mengantarkan penyembah kepada tuhannya (catatan: berupa benda-benda), yang memiliki daya yang ia sendiri tidak punya." Benda-benda seperti tanah atau bumi dan langit atau matahari, misalnya, memberikan kesuburan tanah dan hasil panen yang baik membuat mereka menyembah benda langit dan bumi.

 

 

 

Padahal, kepercayaan PL dan kita semua, langit dan bumi adalah ciptaan Allah, sehingga langit dan bumi tidak layak untuk disembah. Bumi dengan pohon yang besar atau gunung yang tinggi, dapat musnah hilang seketika oleh kuasa Allah dengan mematikan pohon itu atau meletuskan gunung sehingga hilang dari muka bumi. Demikianlah kuasa Allah, sehingga segala ciptaan-Nya tidak layak disembah, termasuk manusia dan nabi-nabi.

 

 

 

Pemazmur mengajak kita dengan iman percayanya, bahwa Allah berkuasa atas seluruh bumi dan carkawala dengan segala isinya, dan mengajak seluruh malaikat dan bala tentara surgawi untuk memuji dan menyembah-Nya. Semua raja-raja di bumi dan segala bangsa, pembesar-pembesar dan semua pemerintah dunia; para taruna dan anak-anak dara, orang tua dan orang muda (ayat 2, 11-12). Maka, lengkap sudah, penghuni surga, cakrawala dan isi bumi semua diajak, serta kita pun orang percaya, “baiklah semuanya memuji nama TUHAN, sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta” (ayat 5). "Dialah pokok puji-pujianmu dan Dialah Allahmu, yang telah melakukan di antaramu perbuatan-perbuatan yang besar dan dahsyat, yang telah kaulihat dengan matamu sendiri (Ul. 10:21).

 

 

 

Nas mazmur kita menekankan bahwa ibadah dan pujian terhadap Allah yang benar dan sejati, merupakan sentral kehidupan kita ke depan. Pujian tidak harus dengan mulut atau nyanyian, tetapi juga melalui perbuatan. Semua yang kita lakukan ke depan hendaklah merupakan ibadah kepada Tuhan (Kol. 3:23). Jangan lagi ada kegiatan kita yang sia-sia, apalagi hal yang tidak disukai-Nya (2Kor. 6:1; Ef. 4:17). Allah kita di dalam Tuhan Yesus adalah Roh dan kita pun menyembah Dia di dalam roh dan kebenaran (Yoh. 4:24). Dia telah menjadi daging dan turun ke dunia, tetapi kembali naik ke surga menjadi Roh.

 

 

 

Biarlah semuanya memuji-muji TUHAN, sebab hanya nama-Nya saja yang tinggi luhur, keagungan-Nya mengatasi bumi dan langit (ayat 13). Allah yang benar dan sejati, telah berkarya bagi umat Israel dengan meninggikan tanduk umat-Nya, serta membawa mereka kembali dari pembuangan (ayat 14). Kita pun telah ditinggikan dengan kasih Allah yang begitu besar, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16). Itulah dasar kita memuji-Nya. Haleluya.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 21 Desember 2025

Kabar dari Bukit

 PERTOBATAN DALAM TAHUN RAHMAT (Yes. 61:1-4, 8-11)

 ”Aku bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran” (Yes. 61:10a)

Kita sering mendengar kata pertobatan. Menurut Henry C. Thiessen dalam bukunya Teologi Sistimatika yang banyak dipakai sebagai rujukan, pertobatan merupakan tindakan berbalik kepada Allah, dan tindakan tersebut merupakan tanggapan manusia terhadap panggilan Allah. Tindakan itu sendiri terdiri atas dua unsuur: pertobatan dan iman, yang menghasilkan pembenaran, dan pembenaran membawa kepada hidup, dan bukan sebaliknya (Rm. 5:17-18).

 

Firman Tuhan bagi kita yang berbahagia di Minggu IV Adven ini adalah Yes. 61:1-4, 8-11. Judul perikopnya: Kabar baik kepada Sion. Pada ayat 1-2 dituliskan, “Roh TUHAN Allah ada padaku, karena TUHAN telah mengurapi aku. Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kelepasan dari penjara kepada orang-orang terkurung, untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang yang berkabung.”

 

Tuhan Yesus juga membacakannya saat memulai pelayanan-Nya (Luk. 4:17-18), setelah sebelumnya Ia mengatakan, “Bertobatlah sebab kerajaan surga sudah dekat!” (Mat. 4:17). Ketika Tuhan Yesus selesai membacakan ayat ini, Ia menegaskan dengan kalimat penutup, “Pada hari ini genaplah nas ini ketika kamu mendengarkamnya” (Luk. 4:21). Artinya, nas itu telah digenapi dalam diri-Nya.

 

Dengan demikian kita tahu bahwa kedatangan Tuhan Yesus selain untuk memberitakan tahun rahmat yakni menyelamatkan manusia agar tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16), Tuhan Yesus juga membawa misi membebaskan “orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kelepasan dari penjara kepada orang-orang yang terkurung, ... menghibur semua orang berkabung” (ay. 1-3).

 

Mungkin saat ini kita tidak mengalami situasi tersebut, dalam arti hidup (lumayan) berkecukupan, penuh sukacita tanpa kesusahan dan beban di hati, tidak sakit (parah), tidak sedang dipenjara. Terpujilah Tuhan. Bahkan kita sudah siap-siap menyambut Natal dengan menghias rumah, membeli baju dan makanan yang lezat atau berlibur. Namun kita perlu menyadari bahwa masih ada saudara-saudara kita yang memiliki permasalahan tersebut, baik sebagian atau bahkan seluruhnya dalam tingkatan serius.

 

Maka mari kita ikut berbagi kasih dan berkat bagi mereka. Mari ikut memberikan kabar dan tindakan baik sebagai wujud tahun rahmat bagi mereka yang melihat Natal tahun ini masih gelap. Minggu Adven terakhir ini memberi kesempatan kepada kita agar mereka ikut bersukaria di dalam TUHAN, jiwa mereka bersorak-sorai di dalam Allah, dan mereka tahu Tuhan Yesus datang untuk mengenakan pakaian keselamatan dan menyelubungi mereka dengan jubah kebenaran, dan mengikat perjanjian abadi dengan mereka (ay. 10).

 

Kita adalah pembawa berita agar mereka berkesempatan  memiliki keturunan yang diberkati TUHAN, melihat seperti bumi mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, dan seperti kebun menumbuhkan benih yang ditaburkan, demikianlah Tuhan ALLAH akan menumbuhkan kebenaran dan puji-pujian di depan semua bangsa (ay. 8, 9,11). Nas minggu ini juga mengingatkan bahwa TUHAN kita mencintai hukum, membenci perampasan dan kecurangan. Tahun rahmat juga memberitakan hari pembalasan Allah. Sudahkah kita dalam iman melakukan sesuatu bagi saudara-saudara kita yang membutuhkan termasuk korban banjir badang di Sumatera bagian utara? Itulah bukti kita milik Kristus (Rm. 1:1-7) dan menolak pertanda (Yes. 7:10–16).

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (3) Minggu Setelah Natal - 28 Desember 2025

Khotbah Minggu Setelah Natal - 28 Desember 2025 – Opsi 3

 KESEDIHAN NATAL (Mat. 2:13-23)

 

Firman Tuhan sesuai leksionari pada Minggu pertama setelah Natal, Mat. 2:13-23, menceritakan kabar sedih. Bayi Kudus Yesus harus mengungsi atas pesan Allah melalui mimpi kepada Yusuf (ayat 13). Herodes yang berkuasa ingin membunuh Yesus, oleh karena mendengar nubuatan bahwa Raja yang akan datang itu lahir di Betlehem (ayat 6; Mi. 5:1). Orang Majus yang diminta Herodes untuk memberi informasi tentang keberadaan Bayi Yesus, tidak melakukannya, bahkan bersukacita memberi persembahan emas, kemenyan dan mur. Mereka juga bersiasat pulang mengambil jalan lain agar tidak ditangkap (ayat 12).

 

Herodes pun murka setelah tahu ia diperdaya. Untuk mencari jalan aman terhadap kuasanya, Herodes membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu (ayat 16). Natal pun menjadi sebuah kisah sedih. Yusuf dan Maria dengan Bayi Kudus Yesus menyingkir dengan bersusah hati. Orang-orang tua kehilangan anak-anak mereka karena kekejaman Herodes. Tangisan memilukan terdengar di seluruh wilayah itu.

 

Ya saat ini kita pun mungkin ada yang tidak bisa sepenuhnya bersuka cita atas datangnya Penebus ke dunia. Ada pergumulan penyakit; ada kesedihan karena baru ditinggal oleh orang kekasih. Atau, ada yang mengganjal karena doa-doa khusus belum terkabulkan. Warna cerah merah hijau serasa hitam buram; Terang Natal redup tidak bersinar. Natal yang sedih dan pilu.

 

Tetapi mari kita melihat Yusuf. Ia menunjukkan ketaatannya, mengikuti pesan Allah sepenuhnya. Ketaatannya mengambil Maria yang tidak dibuahinya sebagai istri, kini dia lengkapi dengan mau bersusah payah menyelamatkan Bayi Kudus Natal kita. Ia kooperatif, tidak mengeluh. Ia mengambil peran dan tanggungjawab sepenuhnya tanpa ragu, meski itu berat dengan rasa sakit. Ini sebuah teladan yang harus kita ikuti. Ketaatan Yusuf menggenapi rencana Allah tentang Mesias, dan ketaatan kita juga pasti berbuah baik bagi rencana Allah.

 

Derita pasti berakhir. Rasa sakit ada titik puncaknya. Rencana Allah pasti tergenapi. Herodes pun mati. Sesuai pesan Allah, Yusuf kembali ke Nazaret dengan sukacita dan kemenangan. Maka ketika Natal kali ini kita tidak bisa sepenuhnya bersukacita, tetaplah taat dan setia. Allah akan turun tangan dan tetap bekerja (Rm. 8:28). Kejahatan pasti kalah. Kegelapan hanya sementara saja. Sebagaimana Yusuf dan Maria, kita akan melihat terang dan kemenangan. Rencana Allah selalu yang terbaik untuk kita yang mengasihi-Nya; Dia adalah pemilik hidup kita dan tugas kita membuat hati-Nya senang.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Minggu IV Adven - 21 Desember 2025

Khotbah Minggu IV Adven – 21 Desember 2025 

 

DIPANGGIL MENJADI MILIK KRISTUS (Rm. 1:1-7)

 

Bacaan lainnya: Yes. 7:10-16; Mzm. 80:1-7, 17-19; Mat. 1:18-25

 

Pendahuluan

Paulus menulis surat ini kepada jemaat di Roma yang belum pernah dikunjunginya (mungkin juga oleh para rasul dan pemimpin lainnya), namun hatinya tetap rindu ingin melihat jemaat tersebut. Ia menulisnya saat masih di Korintus pada perjalanan penginjilannya yang ketiga dan terakhir (Kis. 20:3; Rm. 15:25). Jemaat di Roma ini terbentuk mungkin setelah beberapa orang berkunjung ke Yerusalem di hari pentakosta Yahudi mendengar kabar baik tentang Tuhan Yesus (Kis. 2:10), dan beberapa peziarah atau pelancong (sebagian bukan orang Yahudi) yang mendengar di lain tempat, seperti Priskila dan Akwila di Korintus (Kis 18:2; Rm 16:3-5) dan mengembangkan iman mereka setelah kembali ke kota Roma. Kitab Roma juga merupakan kitab yang ditulis dengan sangat sistematis tentang iman orang percaya, dan pasal 1 yang merupakan bacaan kita minggu ini merupakan pengantar dan berisi pelajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Hati seorang hamba (ayat 1)

Surat Paulus diketahui selalu dengan salam dan memperlihatkan kepedulian kepada pihak yang ditulisnya. Bagi yang belum pernah ditemuinya, adalah wajar apabila ia memperkenalkan dirinya. Itu adalah sikap rendah hati. Terlebih saat itu ada beberapa pihak yang mempertanyakan kerasulannya, sebab ia bukan murid Tuhan Yesus secara langsung, sebagaimana Matius, Petrus, dan lainnya. Sikap menyapa dengan rendah hati ini perlu kita teladani sebab seringkali kita berkomunikasi dengan pihak lain (seperti surat, email, sms, wa, bbm dan lainnya), isinya jangan langsung “nyaplak”, tanpa “basa-basi” salam atau pengharapan, seperti menyebut Syalom, Selamat Pagi/Siang/Malam, Horas, semoga sehat-sehat dan lainnya. Paulus dan kita belajar dari sikap Tuhan Yesus yang merendahkan diri-Nya dengan turun dari sorga menjadi manusia dan hamba (Flp. 2:6-8).

 

Sikap rendah hati Rasul Paulus juga diperlihatkan ketika ia menyebut dirinya sebagai hamba. Dalam arti sebenarnya hamba adalah budak, seseorang yang tidak memiliki hak asasi pribadi yang seluruhnya sudah menjadi hak si pemilik. Kalaupun ia menyebut dirinya sebagai rasul, maka itu hanya merupakan kata umum yang berarti utusan (apostle/apostolos=utusan), bukan dalam pengertian kedudukan dengan hak-hak khusus. Ia perlu menyebut dirinya sebagai utusan atau rasul hanya dengan tujuan agar pembaca suratnya (di Roma) memahami posisi dan tugas dirinya dalam komunikasi tersebut, yakni mewakili Tuhan Yesus. Ia juga menegaskan bahwa sebenarnya ia adalah rasul yang paling hina dari segala rasul (1Kor. 15:9). Namun kita mengakui, meskipun ia tidak “langsung” murid Tuhan Yesus semasa hidup-Nya, ia memperoleh karunia yang luar biasa dan karya yang dijalaninya mulai mempersiapkan dirinya dan perjalanan penginjilannya, membuat kita tidak ragu bahwa kerasulannya adalah sah dan semua yang diterimanya sebagaimana dituliskannya dalam surat-suratnya adalah langsung dari Tuhan Yesus. 

 

Ia menyadari para murid langsung Tuhan Yesus (seperti Matius, Yohanes, Petrus, dan lainnya) semuanya berlatar-belakang Yahudi dan meneruskan misi Tuhan Yesus bagi umat Yahudi saja. Oleh karena itu melalui ilham, suara dari Tuhan Yesus, Paulus menerima langsung tugas panggilan merintis menginjili orang-orang yang bukan Yahudi (Kis. 26:17; Rm. 11:13; Gal. 2:8) dan inilah yang ditegaskannya kepada ke jemaat Roma, yang pada saat itu merupakan campuran antara orang Yahudi, Yunani dan lainnya. Pada ayat 5 ia juga mengatakan bahwa panggilan Tuhan Yesus itu merupakan kasih karunia, terlebih latar belakangnya adalah penganiaya orang-orang percaya. Ia juga merasa telah dikuduskan melalui karya Tuhan Yesus di Golgota. Penyebutan dirinya sebagai hamba Kristus juga jelas memperlihatkan sikapnya bahwa ia sesungguhnya sudah menjadi milik Kristus. Itulah sikap seorang pemberita Injil yang sejati yang layak kita teladani. 

 

Kedua: Janji dan keturunan Daud (ayat 2-3)

Rasul Paulus melakukan semua itu sebab mengakui kekuatan Injil, dalam bentuk kitab Perjanjian Lama yang sudah meluas dikenal saat itu (kitab Septuaginta), dan juga kitab-kitab para murid Tuhan Yesus yang sudah mulai dituliskan dan beredar, serta khususnya yang diterimanya dari Tuhan Yesus secara langsung. Ia memahami akan janji yang diberikan Allah kepada umat Yahudi dan kepada umat manusia, bahwa keselamatan akan diberikan bagi semua orang, bukan hanya orang Yahudi tetapi bagi siapa saja yang bersedia menerima kehadiran Allah di hatinya. Allah mempunyai jawaban atas penderitaan rohani bangsa Yahudi setelah sekian lama dijajah oleh bangsa-bangsa lain. 

 

Sebagai orang Yahudi, Paulus tahu persis tentang kisah kebesaran Raja Daud dan kejayaannya dalam memerintah bangsa Israel dan juga menguasai bangsa-bangsa lainnya. Berangkat dari keturunan Isai dan menjadi pelayan Saul, hingga kemudian menjadi panglima perangnya, Raja Daud kemudian naik takhta dengan pertolongan Tuhan, tanpa harus melakukan kudeta dan kekerasan terhadap Saul. Raja Daud pada masa keemasannya mempersatukan keduabelas suku-suku Israel, bahkan memperluas kerajaan Israel dengan menguasai wilayah-wilayah sekitarnya. Semua wilayah yang dikuasainya tunduk pada perintahnya dan bahkan memberi persembahan yang layak bagi seorang Raja yang berkuasa. 

 

Rasul Paulus tahu bahwa ada janji kebesaran yang akan datang kembali dari tahta dan Putra Daud, yang akan berkuasa dan memberikan keselamatan bagi banyak orang. Rasul Paulus telah melihat janji itu menjadi nyata ketika Yesus lahir di kandang domba berupa seorang bayi mungil manusia. Sesuai dengan silsilah yang kita lihat di Mat 1, maka garis keturunan itu jelas sehingga Yesus adalah Putra Daud menurut kedagingan dari "ayahnya" Yusuf, meski ia lahir dari kuasa Roh Kudus. Janji itu juga meneguhkan hal yang dituliskan dalam kitab Kejadian 15, bahwa keturunan wanitalah (sebab Yesus tidak lahir dari benih pria atau Yusuf) yang akan meremukkan kepada ular si penghasut yang membuat manusia jatuh ke dalam dosa. Dengan silsilah dan sejarah demikian, maka Yesus, Tuhan kita, adalah manusia sejati. 

 

Ketiga: Injil bagi semua bangsa (ayat 4-5)

Firman Tuhan yang kita baca menyebut Roh Kekudusan, yang sebenarnya menunjuk kepada Roh Kudus, Allah kita dalam wujud Roh yang kembali mengambil peran dalam kelahiran Yesus. Roh Kudus juga yang memelihara pertumbuhan kedagingan Yesus termasuk dalam hubungan dengan ibu dan keluarga-Nya. Roh Kudus memberi hikmat kepada Yesus sehingga Ia bertumbuh semakin bijak dan pandai dalam kitab-kitab suci, yang membuat para imam dan orang Farisi kagum. Yesus juga memperlihatkan kuasa dari sorga dengan membuat banyak mukjizat kesembuhan bahkan menghidupkan orang mati. Namun keberanian Tuhan Yesus untuk menegur para imam dan orang Farisi dalam menafsirkan kitab suci dan penerapannya, serta kecemburuan yang timbul dengan kuasa Yesus yang begitu besar, membuat Ia dibenci dan akhirnya dibunuh dengan cara dihina dan disalibkan hingga mati di Golgota.

 

Kembali Roh Kekudusan atau Roh Kudus menunjukkan karya-Nya dengan membangkitkan Yesus dari kematian-Nya. Kebangkitan inilah yang meneguhkan kedudukan Yesus sebagai Anak Allah dan Allah dalam wujud Manusia, meneguhkan Ia adalah Mesias, dengan tugas menyelamatkan manusia dari kematian selama-lamanya. Allah menyatakan kuasa Yesus melalui kebangkitan-Nya (2Kor. 13:4; Kol. 2:12). Banyak orang lain atau nabi yang membuat mukjizat, ada juga nabi yang naik ke sorga, tetapi hanya Yesus yang bangkit dari kematian, berinteraksi dengan manusia selama 40 hari dan akhirnya naik ke sorga disaksikan oleh banyak orang. Kuasa dan anugerah ini tidak pernah ada pada manusia lain, tidak juga pada nabi-nabi lain.

 

Dengan kuasa yang dimiliki-Nya, Yesus manusia sejati itu sah menjadi Tuhan, dan diteguhkan sebagai Allah sejati. Pelayanan-Nya yang demikian singkat membuat Yesus harus menyerahkan tugas misi tersebut kepada para murid, khususnya Amanat Agung yang disampaikan sebelum naik ke sorga. Yesus memberi karunia khusus kepada para murid untuk melaksanakan misi tersebut, dan ketika para murid memperdebatkan soal keselamatan itu hanya untuk orang Yahudi, Allah melalui cara-Nya yang unik, Yesus “seolah-olah hidup kembali” dan memanggil Saulus yang kemudian bertobat dengan nama Paulus, memberitakan keselamatan itu bagi semua bangsa, bukan hanya untuk orang Yahudi. Allah memiliki hak prerogatif dengan daulat penuh untuk memilih rasul-Nya. Kasih Allah untuk semua dan tidak membeda-bedakan suku, ras, bangsa-bangsa dan golongan. Semua bangsa dipanggil melalui para rasul (termasuk Paulus) dan utusan-utusan misionaris hingga abad ini agar semua berbalik dan menerima Injil berita keselamatan, menjadi taat kepada-Nya, bukan dalam ketaatan legalistik peraturan, akan tetapi berupa kasih karunia keselamatan yang bukan hanya di dunia ini tetapi juga hingga kelak pada kekekalan.

 

Keempat: Dipanggil menjadi milik Kristus (ayat 6-7)

Melalui para rasul, semua bangsa dipanggil menjadi pengikut Kristus. Rasul Paulus menekankan kata dipanggil dua kali dalam nas ini. Kunci kalimat dipanggil dalam pengertian inisiatif keselamatan dan menyelamatkan ada pada Tuhan dan kita manusia merespon atas panggilan itu. Dipanggil dan menjadi orang percaya dan beriman kepada Kristus adalah kasih karunia, bukan karena kehebatan kita, akan tetapi kasih Tuhan yang memilih kita dan hati kita terbuka oleh pimpinan Roh Kudus. Kita dipanggil untuk menjadi milik-Nya (band. Yud. 1:1; Why. 17:14) untuk taat dan setia kepada-Nya, melalui iman, Firman, ketekunan dan karya. Kita menjadi milik-Nya saat kita hidup, tetapi kita juga menjadi milik-Nya saat kita mati, dan kita hidup dan mati adalah seluruhnya untuk Tuhan (Rm. 14:8).

 

Orang percaya dipanggil untuk menjadi orang-orang kudus. Kekudusan hidup itu sangat penting sebab Allah kita adalah Allah yang kudus sehingga yang berinteraksi dengan Dia haruslah kudus, sebagaimana kisah Musa ketika memasuki hadirat-Nya (Kel. 3:1-6; Im 11:44). Tujuan pengudusan ini bukan untuk membuat kita eksklusif terpisah dari sekeliling, melainkan menjadi orang yang dikhususkan untuk menjadi milik-Nya, melayani, dan mengemban misi-Nya. Melalui pengudusan kita juga dibentuk seturut dengan kehendak-Nya sepanjang kita taat dan setia (Ef. 4:22-24). Proses pengudusan ini berlangsung terus menerus yang diawali dengan pengakuan bahwa dosa-dosa kita telah dihapus dan ditebus dengan korban tubuh Yesus di Golgota. 

 

Ayat terakhir dalam nas ini meminta kita untuk menjadi saluran berkat bagi semua orang. Menjadi berkat tidak hanya dalam bentuk pemberian uang, materi atau tenaga, bantuan informasi, tetapi juga melalui doa yang dipanjatkan pada Tuhan agar pihak lain yang berkomunikasi dengan kita memperoleh berkat melalui doa kita. Itulah makna doa syafaat, doa perantara. Kalimat-kalimat lengkap seperti kiranya kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu sekalian, adalah yang terbaik, akan tetapi singkatan GBU, TYM atau YBU merupakan bentuk doa kita kepada pihak yang berkomunikasi dengan kita.

 

Kesimpulan

Firman Tuhan yang kita baca minggu ini menjadi bekal yang baik dalam menyongsong peringatan lahirnya Tuhan Yesus Kristus. Kita diminta untuk terus merendahkan diri kita dan bersikap sebagai hamba dan sekaligus melihat diri kita menerima mandat sebagai utusan Kristus di dunia ini. Kita bersikap demikian karena janji yang diberikan-Nya melalui nabi-nabi telah menjadi nyata dengan peristiwa di Betlehem, Putra Daud telah menjadi manusia, sehingga kita menjadi pasti menerima janji-janji yang diberikan-Nya. Untuk menggapai itu, melalui ketaatan dan kesetiaan, kita dikuduskan-Nya secara terus menerus untuk bisa tetap menjadi milik-Nya. Kita dipanggil sebagai bagian dari bangsa-bangsa yang mengikut Dia. Mengikut dan menjadi saksi bagi-Nya, membuat Kristus hadir bagi semua dan kita benar-benar milik-Nya dan hidup (mati) kita adalah bagi Dia. Dengan demikian panggilan dan pemilihan Allah kepada diri kita tidak menjadi sia-sia. 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan memberkati kita sekalian, amin. 

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 34 guests and no members online

Statistik Pengunjung

13229840
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
1277
7002
8279
13192492
130560
129135
13229840

IP Anda: 216.73.216.107
2025-12-29 08:17

Login Form