Wednesday, October 29, 2025

2025

Khotbah Minggu XXI Setelah Pentakosta - 2 November 2025

Khotbah Minggu 2 November 2025 - Minggu XXI Setelah Pentakosta

 

 YESUS DATANG MENCARI DAN MENYELAMATKAN YANG HILANG

 

(Luk. 19:1-10)

 

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: 2Tes. 1:1-4, 11-12; Hab. 1:1-4, 2:1-4 atau Yes. 1:10-18; Mzm. 119:137-144 atau Mzm. 32:1-7;

 

 

 

Pendahuluan

 

Dalam perjalannya menuju Yerusalem untuk menyelesaikan tugas misi-Nya, Yesus berhenti dan beristirahat sejenak di Yerikho yang terkenal beriklim sejuk. Kota ini memang sering dipakai untuk beristirahat. Yesus kehausan sehingga berpikir untuk singgah di rumah salah satu penduduk yang mengikuti-Nya. Ternyata Ia menemukan seseorang di atas pohon ara yang berusaha untuk dapat melihat Dia. Hati Yesus tergerak sehingga memutuskan untuk beristirahat di rumah yang memanjat pohon itu, yakni Zakheus, kepala pemungut cukai. Kota Yerikho merupakan kota perdagangan sehingga ada banyak petugas pemungut cukai di situ. Percakapan yang terjadi memberi keselamatan bagi Zakheus sesuai dengan pengajaran di bawah ini.

 

 

 

Pertama: kerinduan melihat Yesus (ayat 1-4)

 

Zakheus menyadari dirinya pendek dan sangat susah untuk dapat melihat Tokoh yang diomongkan banyak orang waktu itu, sebab begitu banyak yang berduyun-duyun datang mengikuti Dia. Tapi ia tidak kekurangan akal, dan keinginan hatinya untuk melihat Yesus Sang Tokoh mengalahkan hambatan yang dimilikinya dan juga dari sekelilingnya. Ia kemudian berlari mendahului orang-orang dan lantas memanjat pohon ara agar dengan mudah melihat Tuhan Yesus. Ia melakukan itu untuk memenuhi keinginan hatinya dan rasa penasaran dari perbincangan orang-orang tentang Dia. Hatinya pun mungkin sedang bergejolak tentang kerinduan perubahan. 

 

 

 

Tuhan Yesus mengetahui hati setiap orang. Yesus sudah mengetahui kehadiran Zakheus meski ia di atas pohon. Apa yang dilakukan oleh Zakheus bukanlah untuk mencari perhatian, bukan untuk mendapatkan pujian dari Yesus. Zakheus tahu bahwa dirinya sangat dibenci oleh orang Yahudi sebab ia adalah kepala pemungut pajak yang terkenal sebagai pendosa, sehingga berpikir bahwa Yesus juga mungkin membencinya. Tidak ada sepintas pun dalam pikirannya bahwa Yesus akan menyapanya, apalagi sampai memutuskan singgah di rumahnya untuk berteduh dan minum.

 

 

 

Akan tetapi hati Yesus selalu penuh dengan kasih. Yesus melihat kesungguhan hati Zakheus. Ia melihat kerinduan hati Zakheus. Ia tahu bahwa Zakheus telah bergolak hatinya atas kesalahan-kesalahan yang ia perbuat. Yesus tahu bahwa Zakheus telah berupaya keras dengan berlari mendahului orang-orang, serta mengambil resiko memanjat pohon ara untuk dapat melihat Dia. Sungguh usaha dan pengorbanan yang tidak kecil dari Zakheus. Inilah yang membuat hati Yesus tergerak, lantas memutuskan untuk menyapanya dan menetapkan Ia singgah di rumah pendosa itu. Sebuah keputusan yang kontroversial. Adakah hati kita tergerak untuk mengetahui Yesus dan menemui Dia untuk mendapatkan kasih-Nya seperti Zakheus?

 

 

 

Kedua: Yesus mengetahui yang kita perbuat (ayat 5-7)

 

Tidak ada yang tersembunyi bagi Yesus. Zakheus sebagai kepala pemungut cukai memang sangat dibenci oleh orang Yahudi. Pemerintahan Romawi saat itu terus membutuhkan dana untuk menopang operasi kerajaan mereka yang luas. Cukai atau pajak dalam pandangan umat Yahudi adalah sesuatu yang paganisme, tidak sah, akan tetapi mereka tidak bisa melawan. Sementara pemerintah Romawi terus menekan penduduk dengan pajak yang tinggi dan memakai orang Yahudi sebagai pemungut pajaknya. Pemungut pajak ini, seperti Zakheus, juga memanfaatkan situasi itu dengan mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri. Mereka korupsi dan menjadi kaya. Oleh karena itu di mata umat Yahudi, orang seperti Zakheus dianggap penghianat, sangat dibenci.

 

 

 

Yesus bisa melihat hati setiap orang dan melihat kesungguhan kita apabila ingin bertemu dengan-Nya. Mungkin kadang kita merasa takut akan Dia, karena merasa keberdosaaan kita sudah demikian banyak dan berat sehingga tidak layak datang kepada-Nya. Kita berpikir bahwa tidak ada lagi jalan pengampunan bagi dosa-dosa kita yang besar itu. Kadang kita merasa Dia jauh dan susah dijangkau karena kebesaran dan takhta-Nya yang demikian tinggi. Atau kadang kita merasa Yesus itu tidak mau peduli karena kita hanyalah orang kecil yang berdosa, apalagi mengambil resiko untuk dapat mengurus dan menyelamatkan kita.

 

 

 

Tapi Yesus adalah Allah kita yang Mahabaik. Ia adalah Allah yang sangat dekat bahkan sedekat doa kita saja. Tidak peduli sebesar atau seberat apa pun dosa kita, Ia akan menolong mengampuni kita dan membebaskan kita dari kuk yang berat itu. Ia bertakhta bukan hanya di tempat Mahatinggi, melainkan Yesus bersedia bertakhta di dalam hati kita, berkuasa atas hidup kita. Ia peduli terhadap satu orang, sama seperti pedulinya dengan 99 orang sebagaimana diumpakan dengan satu domba yang tersesat. Ia tidak memedulikan resiko atas keputusan-Nya untuk menyelamatkan seseorang. Ia tahu bahwa keputusan-Nya untuk singgah dan makan bersama di rumah Zakheus akan membawa kritik kepada-Nya. Memang para penduduk mencemoh Yesus karena makan dengan orang berdosa. Tapi Ia senang bergaul dengan orang berdosa, dengan pemungut cukai, dengan pelacur, demi untuk menyelamatkan mereka. Adakah kita juga bersikap demikian? Adakah kita bergaul dengan para pendosa untuk menyelamatkan mereka? Mungkin juga banyak pejabat atau mereka yang berkuasa korupsi tidak tersentuh hukum dunia, kita tidak boleh menjauhi mereka. Kita tidak boleh menjauh dengan mengasingkan diri dari mereka dan membiarkan mereka tetap dengan lumpur dosanya? Ini peringatan dan teladan dari Yesus bagi kita melalui nats ini.

 

 

 

Ketiga: mengembalikan milik Tuhan (ayat 8)

 

Semua perbuatan kesalahan menurut hukum dunia pasti memiliki konsekuensi hukuman atau denda, sama halnya dengan hukum sorgawi atau hukum rohani juga memberikan konsekuensi yang berat apabila kita melanggarnya. Hukum Yahudi menetapkan apabila seseorang melakukan kesalahan dengan menipu orang lain, maka ia harus mengembalikan dengan dendanya sebesar 20 % (Bil. 5:7). Menggunakan uang persembahan untuk kepentingan diri sendiri, juga harus mengembalikan dengan ditambah denda. Hanya kalau ia terbukti mencuri hewan ternak milik orang lain serta menyembelih/menjualnya, maka ia akan dikenakan hukuman mengembalikan 4 – 5 kali lipat dari kehilangan hewan tersebut (Kel. 22:1). Demikian juga Zakheus tahu bahwa hukum Yahudi memerintahkan setiap orang, khususnya mereka yang mampu dan kaya harus memelihara dan peduli pada orang-orang miskin.

 

 

 

Zakheus mengetahui semua hukum dan aturan itu. Ia bukan orang bodoh, melainkan orang pintar sehingga diangkat menjadi kepala pemungut cukai. Akan tetapi hatinya lagi bergolak menyadari perbuatannya yang salah. Ia mengetahui dari sikap orang lain padanya dari olok-olok atau kebencian. Ia merasa berdosa dan menyadari bahwa hidupnya perlu diluruskan. Maka ia memutuskan ingin tahu siapa itu Yesus dan ketika Yesus menyapanya dan memutuskan untuk singgah di rumahnya, ia langsung bersukacita. Diperkirakan dari percakapan di rumahnya, Zakheus langsung menetapkan pertobatan dan kemudian berkata: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." Hatinya berbalik setelah mendengar perkataan Tuhan Yesus. Dan yang utama, pertobatannya berbuahkan tindakan.

 

 

 

Mungkin kita pernah melakukan perbuatan tercela dan menerima hasil yang bukan menjadi hak kita. Mungkin kita pernah korupsi atau menipu atau mengambil keuntungan yang salah dari seseorang. Saatnya kita bertobat dan menyadari keharusan pengembalian yang bukan milik kita. Pengembalian yang bukan hak kita dapat dilakukan dengan menemui mereka atau menyerahkan apa yang dituntut. Pengembalian dapat dilakukan juga melalui pekerjaan Tuhan, sebagaimana Zakheus memberikan kepada orang miskin, juga kepada panti-panti, membiayai penginjilan dan pekerjaan Tuhan lainnya. Perubahan yang terjadi di dalam hati harus menjadi perubahan dalam tindakan (inward change into outward change). Itu adalah cara yang benar sesuai dengan pesan dalam teks yang kita baca. Kita perlu menguduskan semua milik kita dengan memohon pengampunan kepada-Nya. Pertobatan jangan hanya sebatas hati, tetapi juga dalam tindakan. Sudahkan kita melakukannya?

 

 

 

Keempat: mencari dan menyelamatkan yang hilang (ayat 9-10)

 

Tuhan Yesus menyelipkan kekhususan pertobatan Zakheus dengan mengatakan bahwa ia pun adalah anak-anak Abraham. Ia mengatakan itu karena di lingkungan orang Yahudi sehingga menekankan pengutamaan orang-orang di dekat mereka untuk diselamatkan. Yesus menekankan pentingnya lingkungan dekat kita, saudara-saudara kita, orang-orang di sekeliling kita untuk diselamatkan terlebih dahulu. Tidak usah jauh-jauh untuk penginjilan, utamakan yang dekat-dekat dahulu. Banyak orang di sekitar kita melupakan Yesus bahkan belum mengenal kasih-Nya. Maka kita dipanggil untuk memperkenalkan kasih-Nya kepada mereka. Banyak yang terhilang dan memerlukan keselamatan.

 

 

 

Penyelamatan Zakheus mengajarkan kita untuk membawa Injil kepada orang yang dibenci masyarakat. Yesus datang untuk mencari dan membebaskan orang-orang dari jerat dosa. Ia melihat hati setiap orang yang rindu akan pertobatan, yang rindu akan pemulihan. Ia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang. Kita adalah "petugas-petugas" yang menyebar umpan agar semakin banyak orang "dikail" dan mengikut Yesus. Sebagaimana Tuhan Yesus mengasihi para pendosa yang terhilang maka kita pun wajib mengasihi mereka. Adalah sangat sukar seseorang yang sudah jauh tersesat dapat menemukan jalan kembali, sama seperti halnya menemukan jalan menuju Kerajaan Allah. Kita dipanggil untuk menunjukkan jalan itu dan memperlihatkan iman keselamatan kita kepada mereka.

 

 

 

Keselamatan dan anugerah tersedia bagi semua orang. Tidak ada pekerjaan atau perbuatan yang nista dan hina ditolak untuk menerima keselamatan. Memperkenalkan Yesus kepada mereka sama seperti menjadikan mereka sebagai anak-anak Abraham secara rohani, sama seperti kita. Janji itu ada bagi semua orang dan tugas kita menyebarkan kasih-Nya untuk memberikan janji itu kepada mereka. Keselamatan bukan datang karena faktor keturunan, jabatan, atau kelebihan lainnya, melainkan hanya karena pertobatan, iman dan diterimanya anugerah yang tersedia. Yesus datang ke dunia menawarkan itu, mencari dan menyelamatkan mereka yang hilang.

 

 

 

Kesimpulan

 

Mungkin ada diantara kita yang rindu untuk mengenal atau mendekat kepada-Nya. Atau kita takut datang kepada-Nya karena keberdosaan yang kita miliki. Kerinduan itu harus kita perlihatkan kepada Yesus, agar Ia berinisiatif memanggil kita untuk masuk ke dalam rumah dan hati kita. Demikian juga di sekitar kita masih banyak yang belum mengetahui jalan itu, baik karena mereka dikucilkan atau kesombongan atau ketidaktahuan sama sekali, mereka adalah orang-orang tersesat yang memerlukan keinsyafan untuk bertobat. Pertobatan yang terjadi juga jangan hanya slogan iman belaka, tetapi harus diikuti dengan perbuatan khususnya mengembalikan yang bukan milik dan melayani Tuhan. Itu sebagai respons positif atas anugerah keselamatan Allah di dalam Tuhan Yesus, sehingga kita semua akan menjadi anak-anak rohani Abraham yang siap menerima janji-Nya.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (2) Minggu XXI Setelah Pentakosta - 2 November 2025

Khotbah Minggu 2 November 2025

Minggu XXI Setelah Pentakosta – Opsi 2

 BERSANDAR DAN BERSYUKUR (2Tes. 1:1-4, 11-12)

            Minggu-minggu setelah Pentakoskan akan berakhir dan kita akan memasuki masa adven, masa sukacita penantian bagi orang percaya. Penantian yang penuh pengharapan berdasar kasih Allah yang begitu besar pada kita dan iman yang diberikan, yakni kita percaya Tuhan Yesus menjadi manusia dan mati di kayu salib untuk menjadi Juruselamat dan Penebus dosa-dosa kita semua. Oleh karena itu Firman Tuhan bagi kita pada Minggu XXII setelah Pentakosta ini diambil dari 2Tes. 1:1-4, 11-12. Nas ini berbicara tentang bersyukur dan bersyukur (ayat 1-4).

 

            Meski ada sesuatu yang membuat hati kita sedih, kita patut dan wajib bersyukur bila melihat semua kebaikan Tuhan pada kita, sejak lahir hingga saat ini. "Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya," kata Daud dalam mazmurnya (Mzm. 139:14). Bila bersyukur itu sulit karena ada persoalan dan pengharapan yang belum terkabul, maka kita perlu membersihkan hati dan pikiran, sehingga dapat melihat dengan mata rohani yang benar. Seperti pemazmur mengatakan, "Aku mau memberitakan dan mengatakannya, tetapi terlalu besar jumlahnya untuk dihitung" (Mzm. 40:6; KJ. 439).

 

            Penganiayaan dan penderitaan pada manusia (atau gereja) selalu ada, dan Tuhan punya maksud, sebagaimana yang dialami jemaat Tesalonika dalam nas ini. Maksud Tuhan mulai dari mengajar kita untuk lebih baik, menguji untuk lulus ke tingkatan yang tinggi, atau Tuhan pakai sebagai proses pengudusan. Betul, kadang-kadang penderitaan itu datang karena ulah kebodohan kita dan miskinnya hikmat, sehingga Tuhan "membiarkan" sebagai pengajaran. Tetapi pegangan dasar kita tetap, yakni: Allah itu Mahatahu, Kasih dan Mahaadil. Seperti pada kabar sebelumnya, semua ada yang mengaturnya, semua dalam kendali-Nya. Tugas kita hanya bersandar penuh kepada-Nya.

 

            Rasul Paulus menekankan agar kita melihat seperti itu atas penderitaan yang datang. Tuhan tidak akan membiarkan anak-anak-Nya jatuh tergeletak tidak berdaya (Mzm. 37:24), kecuali memang kita yang mudah menyerah dan mengikuti kelemahan daging dan kekuatan Iblis. Bila kita merasa sesuatu terjadi karena ulah orang lain, tidak perlu kita merepotkannya dan menjadi bersusah. Firman-Nya menegaskan, Tuhan akan membalas yang menentang anak-anak-Nya (ayat 6-9). Tuhan akan datang kelak untuk dikagumi oleh semua kita orang yang percaya (ayat 10). "Pembalasan adalah hak-Ku," kata Tuhan (Rm. 12:19; Ibr. 10:30). Maka, diamlah, dan bersyukurlah.

 

            Hal yang penting menurut nas firman-Nya ini, meski kita dalam penderitaan, agar tetap layak bagi panggilan-Nya, kita diminta tetap melakukan kebaikan. Kekuatan-Nya menyempurnakan segala pekerjaan iman kita (ayat 11). Allah setia dan sanggup membekali dan menguatkan kita, hingga berbuah kemenangan di akhirnya. Dan dari semua itu, "nama Yesus, Tuhan kita, dimuliakan di dalam kamu dan kamu di dalam Dia, menurut kasih karunia Allah kita dan Tuhan Yesus Kristus" (ayat 12). Bersyukurlah. Haleluya.

Selamat  beribadah dan selamat melayani.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 26 Oktober 2025

Kabar dari Bukit

 MASA DEPAN GEREJA (Mzm. 84:1-7)

 ”Betapa menyenangkan tempat kediaman-Mu, ya TUHAN Semesta Alam! (Mzm. 84:2 TB2)

Dalam kesempatan wisata ke berbagai negara di Eropa, saya banyak berkunjung ke gereja-gereja yang indah dan tua. Ada yang besar seperti gereja Sagrada Familia di Spanyol atau gereja kecil di Yunani. Tetapi ada fakta bahwa saat ibadah hari Minggu, tidak banyak lagi yang mengikutinya. Malahan banyak gereja berubah menjadi hotel, kafe, bar, atau lainnya, termasuk dijual. Namun pada hari biasa, kita melihat masih banyak umat berkunjung ke gereja. Mereka duduk tenang, hening dan berdoa; ada juga yang masuk sebentar, berdiri dan berdoa, lantas keluar lagi.

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Mzm. 84:1-7. Judul perikopnya: Rindu kepada kediaman Allah. Ada beberapa Mazmur lainnya tentang kerinduan yang sama. Mzm. 27:4 tentang dambaan "tinggal di Rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya" (bdk. Mzm. 42; 63:1-8).

 

Jika pada Mzm. 42 dan 63 lebih ditekankan tentang hadirat Tuhan, maka pada nas minggu ini  ditekankan tentang bangunan bait Allah. Kita tahu pada masa itu pusat peribadahan umat Israel ada di Yerusalem atau Sion. Memang ada beberapa di luar Yerusalem yang disebut Sinagoga, yakni tempat belajar dan bersekutu. Tetapi tempat pemberian korban tetaplah di Yerusalem. Ruang Maha Kudus juga adanya di Bait Allah. Ini yang membuat umat tetap melakukan ziarah, perjalanan rohani ke Yerusalem, "merindukan pelataran-pelataran Tuhan; jiwa ragaku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup" (ay. 3). Selanjutnya dinyatakan, "Berbahagialah mereka yang tinggal di rumah-Mu, yang dapat terus-menerus memuji-muji Engkau. Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah! Apabila melintasi Lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air;.... Mereka berjalan makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah di Sion" (ay. 5-8).

 

Kerinduan ini secara tradisi dan historis karena dulunya ada Tabut Perjanjian di tempat Bait Allah, meskipun pada penghancuran pertama, Tabut tersebut telah hilang. Kemudian Tuhan Yesus menegaskan, orang percaya tidak lagi menyembah Allah berdasarkan tempat, tetapi dalam Roh (Yoh. 4:21-24). Ada juga pergeseran teologis bahwa jemaat sendiri adalah Bait Allah ketika Roh Allah diam di dalamnya" (1Kor. 3:16–17); bukan di gedung gereja.

 

Kini, bagaimana dengan gereja kita di Indonesia? Apakah (gedung) gereja masih tetap sebagai pusat peribadahan? Adakah jemaat tetap rindu datang beribadah di hari Minggu? Yang jelas, pasca Covid-19, umat yang datang ke gereja telah turun. Akankah gedung gereja-gereja kita di Indonesia semakin sepi? Bagaimana pun, keberadaan gedung gereja tempat bersekutu jemaat sebagai Tubuh Kristus untuk menyembah-Nya, tidak dapat diabaikan. Alkitab jelas mengajarkan, jangan menjauhkan diri dari pertemuan ibadah bersama (Ibr. 10:25).

 

Ini sebuah tantangan yang besar agar hal yang terjadi di negara-negara maju tidak menular ke sini, gereja ditinggal dan semakin sepi. Beberapa penyebab di luar gereja memang tidak dapat dihindari, seperti perkembangan paham sekulerisme yang bersifat ingin praktis, era digital dan ibadah online, pandangan hal spiritual bersifat adalah pribadi, dan lainnya. Tetapi kelemahan lainnya dari dalam, seperti memudarnya kepercayaan umat terhadap pemimpin, gereja sibuk dengan koinonia tanpa berbuah diakonia dan marturia, terjadi sengketa dan perpecahan, ibadah dan khotbah yang tidak kontekstual, mestinya bisa dihindari. Ini tanggungjawab bersama. Semoga kita tetap rindu bergereja.

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (3) Minggu XXI Setelah Pentakosta - 2 November 2025

Khotbah Minggu 2 November 2025

 Minggu XXI Setelah Pentakosta – Opsi 3

 

 IMAN DAN DUA CARA BERSERAH (Hab. 1:1-4; 2:1-4)

 

 “Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya” (Hab. 2:4)

 

 

 

 

Salam dalam kasih Kristus.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini dari Hab. 1:1-4; 2:1-4. Nas ini dari dua pasal: pertama, berbicara tentang keluhan nabi karena ketidaksetiaan umat; dan pasal kedua tentang orang yang benar akan hidup oleh karena percayanya. Perikop terakhir ini sama dengan kitab PB yang menuliskan, “Orang benar akan hidup oleh iman” (Rm. 1:17; Gal. 3:11; Ibr. 10:38).

 

 

 

Saya tertarik pada sebuah postingan di grup WA yang menuliskan, "aku menyerahkan pergumulanku kepada Tuhan." Saya tidak tahu persis masalah dan pergumulannya, tetapi saya perlu sampaikan bahwa pernyataan itu bisa benar dan bisa salah. Kenapa? Karena iman yang salah akan menghasilkan sikap dan perbuatan yang salah.

 

 

 

Ketika dihadapkan pada masalah atau pergumulan, ada dua cara untuk kita berserah kepada Tuhan; keduanya tetap dalam bingkai iman, yakni kita percaya Tuhan ada dan mampu menolong kita. Cara pertama berserah, melalui pikiran atau kecerdasan intelektual. Melalui pikiran kita dapat bertanya: mengapa hal itu terjadi? Apa yang dapat kita lakukan untuk menyelesaikannya? Contoh sederhana. Jika sakit batuk, minumlah obat batuk, tentu diiringi doa. Tidak elok kita meminta Tuhan menyembuhkan sakit batuk, tanpa berbuat apa-apa, langsung membereskan sakit batuk, padahal kita mampu melakukan sesuatu. Jangan juga cepat berkeluh seperti nas minggu ini: “Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, .... Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan?” (ay. 2-3).

 

 

 

Kendala berserah kepada Allah melalui pikiran dan kecerdasan adalah ego dan kejujuran. Misalnya, kita berprasangka ada orang lain yang jahat, kita musuhi, padahal penyebab persoalannya bisa saja dari diri kita. Seringkali kita tidak jujur dan tidak mau merendahkan diri yang membuat masalah tidak terselesaikan. Padahal, Tuhan mengaruniakan hati, pikiran dan kecerdasan kepada kita; oleh karenanya selalu ada pilihan.

 

 

 

Ada kisah orang Farisi yang menganggap diri mereka benar dan menilai negatif orang lain (Luk. 18:9-14). Tapi firman-Nya akhirnya berkata: “Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan" (ay. 14). Jadi jujurlah dan selesaikanlah, Tuhan akan menolong. Jadilah seperti pemungut cukai yang rendah hati dalam cerita nas itu.

 

 

 

Selain pikiran, Allah juga menganugerahkan kepada kita perasaan, hati, emosi. Maka cara kedua berserah kepada Allah adalah melalui perasaan, melalui hati. Cara kedua ini lebih dipakai bila cara pertama sudah mentok, buntu. Seorang yang sakit parah dan sudah berobat ke berbagai dokter, berdoa, kemudian dokternya angkat tangan, maka berserahlah kepada Allah melalui totalitas hati dan perasaan. Bila melalui kecerdasan manusia telah buntu, kita tetap memohon mukjizatnya. Jika sudah mentok karena ketidaktahuan dan keterbatasan, kita kembali seperti anak kecil, berserah, menggantungkan kepada ayah-ibunya dengan sepenuh hati.

 

 

 

Kedua cara berserah ini berkenan kepada Allah. Hati memang tidak perlu dibenturkan dengan pikiran dan kecerdasan. Derek Prince berkata dalam bukunya Faith to live by, iman itu dasarnya di hati, selalu dinamis, berubah dan bertumbuh. Pengharapan, dasarnya di pikiran. Jika ingin keluar dari masalah, melalui iman dan hati kita tidak akan pernah kecewa karena Tuhan pasti memberi yang terbaik. Tetapi jika pengharapan yang dasarnya pikiran semata, seringnya berbuntut rasa kecewa. Itulah pilihannya.

 

 

 

Alkitab berkata, "Jadilah kepadamu menurut imanmu" (Mat. 9:29). Maka sangatlah baik berserah kepada Tuhan untuk memperlihatkan iman kita teguh. Tetapi jangan itu hanya sebagai kedok untuk membusungkan dada, bersembunyi dari kebenaran dan tidak lurus hatinya (band. ay. 4). Orang benar yang hidup oleh percayanya perlu didasari kebenaran, siap merendahkan diri, dan berusaha yang terbaik untuk mengasihi sesama dan Tuhannya. "Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih" (1Kor. 13:13).

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah Minggu XX Setelah Pentakosta - 26 Oktober 2025

Khotbah Minggu 26 Oktober 2025 - Minggu XX Setelah Pentakosta

 

 BARANGSIAPA MENINGGIKAN DIRI, IA AKAN DIRENDAHKAN (Luk. 18:9-14)

 

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: 2Tim. 4:6-8, 16-18; Yo. 2:23-32 atau Yer. 14:7-10, 19-22; Mzm. 65 atau Mzm. 84:1-7;

 

 

Pendahuluan

 

Minggu ini kita diberikan pengajaran tentang bagaimana sikap kita ketika datang menghadap Allah untuk berdoa. Hakekat berdoa tentulah pengakuan campur tangan dan pemeliharaan Allah dalam kehidupan kita sehari-hari, dan sikap itu mencerminkan permohonan belas kasihan akan pembenaran Allah tentang apa yang kita lakukan dan kita minta. Melalui perbandingan dua orang yakni seorang Farisi sebagai tokoh agama orang Yahudi yang berdoa dengan cara yang menurutnya benar, dengan sikap berdoa seorang pemungut cukai yang sudah dicap sebagai pendosa. Tuhan Yesus kemudian membandingkan sikap berdoa kedua orang ini. Melalui perbandingan dalam nats ini, kita diberikan pengajaran berdoa oleh Tuhan Yesus sebagaimana diutarakan berikut.

 

 

 

Pertama: perbuatan kebaikan dalam hidup (ayat 9-10)

 

Kalau sebelumnya Tuhan Yesus mengkontraskan seorang janda dengan hakim dalam perumpamaan-Nya, maka kali ini Ia juga mengkontraskan antara seorang Farisi dengan pemungut cukai. Ia memakai pribadi kontras ini untuk membandingkan bagaimana sikap berdoa di hadapan Allah. Pengertian berdoa yang dimaksudkan adalah dalam hal kita berkomunikasi dengan Allah, memanjatkan syukur dan pujian, memohon pengampunan atas dosa dan kesalahan, "melaporkan kegiatan kehidupan kita", memohon pertolongan atas pergumulan kita, dan menaikkan permohonan akan kebutuhan dan pengharapan kita di dunia ini dan di kehidupan nanti. Dengan demikian maka hakekat doa bagi kita orang percaya adalah wujud ekspresi sikap dan keyakinan akan ketergantungan kita kepada Allah.

 

 

 

Doa adalah sebuah tahapan awal ketika kita memulai sesuatu. Tidak semua persoalan dapat diselesaikan hanya dengan berdoa. Oleh karena itu ada slogan atau pameo: Ora et Labora, berdoa dan bekerja. Maka di dalam perbuatan atau bekerja inilah diperlihatkan kesejatian dari keyakinan kita akan rasa syukur dan pengharapan kepada Allah. Manusia diciptakan tidak hanya bisa meminta dan meminta. Manusia diperlengkapi untuk memberi dan memberi dan kita ingat pesan Tuhan yang indah bahwa adalah lebih berbahagia mereka yang memberi dari pada menerima (Kis. 20:35). Maka melalui sikap, pemberian dan perbuatan, maka semua itu akan membuktikan apa yang kita yakini dan ucapkan, tidak hanya OMDO (omong doang).

 

 

 

Allah memerintahkan kita untuk melakukan perbuatan baik, bukan saja dalam ketaatan kepada aturan-aturan akan tetapi juga dalam pemberian dan pengorbanan yang kita berikan kepada orang lain. Ketaatan pada aturan tentu saja meliputi dua aspek utama yakni tidak melanggar larangan dan melakukan perintah-Nya. Maka apabila semua itu dapat terjadi, kita akan bersyukur dan bersuka cita karena Allah memampukan kita melakukannya. Kita tidak dapat berbangga apalagi menyombongkan hal yang kita lakukan itu, sebab itu sudah menjadi kewajiban dasar dan tidak ada istimewanya. Apalagi, kemanusiaan kita membuat apa yang kita lakukan itu sebenarnya belum tentu maksimal atau terbaik. Hal inilah yang digambarkan dalam nats yang kita baca, bagaimana kita melihat apa yang sudah kita lakukan itu sesuai dengan sikap dan keyakinan kita akan pemeliharaan Allah dalam kehidupan kita sehari-hari.

 

 

 

Kedua: memuji diri (ayat 11-12)

 

Orang Farisi yang digambarkan dalam bacaan kita ini sedang berdoa kepada Tuhan. Ada beberapa aspek yang perlu kita lihat dalam hal ini, yakni sikap dalam berdoa dan apa yang disampaikan dalam doa tersebut. Hal yang pertama kita lihat adalah, orang Farisi ini sudah menempatkan dirinya “lebih” baik dan lebih tinggi dari pada orang lain. Ia dengan bangga tegak berdiri dengan pengharapan akan dilihat orang. Ini adalah pemujaan terhadap diri sendiri. Tuhan Yesus berkata janganlah berdoa di pinggir jalan tetapi apabila kamu berdoa masuklah ke dalam kamar (Mat. 6:6). Memang berdoa berdiri tidak dilarang dalam Alkitab (band. Mat. 6:5) akan tetapi sikap yang lebih baik adalah kita tunduk dan sudjud menempatkan diri secara rendah di hadapan Tuhan.

 

 

 

Hal kedua yakni apa yang disampaikan dalam doanya itu menganggap dirinya benar dan membanggakan diri kepada Allah. Ia membandingkan dirinya dengan orang lain yang menurutnya bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai itu. Alangkah piciknya orang seperti itu apalagi membandingkan dengan orang yang ada di sebelahnya. Meski doanya diucapkan dalam hati, akan tetapi itu sudah merupakan sikap hatinya terhadap Allah dan orang-orang yang disekelilingnya. Siapakah kita ini yang bisa berbangga diri? Siapakah kita ini yang bisa menyombongkan diri? Bukankah seperti yang disampaikan di atas tadi, kita pasti belum maksimal memberikan bagi Tuhan, oleh karena itu mohonkanlah pengampunan bukan kesombongan.

 

 

 

Hal ketiga yakni ia membanggakan apa yang sudah dilakukannya yakni dengan berpuasa dua kali seminggu, memberikan sepersepuluh dari segala penghasilannya Padahal kita tahu bahwa kebiasaan orang Farisi berpuasa adalah dengan memperlihatkan diri sedang berpuasa untuk mendapatkan pujian, sehingga Tuhan Yesus berkata agar apabila berpuasa maka minyakilah rambutmu, sehingga orang lain tidak mengetahui kita sedang berpuasa (Mat. 6:17-18)). Demikian juga dengan menyombongkan pemberian persepuluhan, kita tahu orang Farisi memeras penduduk dengan mengambil persepuluhan dari semua yang orang miskin miliki termasuk adas dan jinten yang merupakan tanaman obat saja (Mat. 23:23). Itu sungguh perbuatan tercela dan tidak layak untuk dibanggakan pada Allah.

 

 

 

Ketiga: kerendahan hati (ayat 13)

 

Sebaliknya yang dilakukan oleh pemungut cukai yang juga berdoa di tempat itu. Pemungut cukai adalah lambang orang (paling) berdosa dalam Alkitab, karena mereka ini dianggap mengambil hak orang lain dengan cara paksa yang membuat banyak orang lain menderita. Memang ada beberapa jenis kaum pendosa, yakni mereka yang dengan bangga menyombongkan buah dosanya (seperti kekayaan hasil korupsi) bahkan perbuatan dosanya itu (mempunyai istri lebih dari satu). Demikian juga pendosa ada yang menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sebenarnya sungguh tidak berkenan kepada Tuhan, tetapi mereka tidak atau belum mampu untuk membebaskan dirinya dari cengkeraman dosa itu.

 

 

 

Untuk mereka yang pertama, apabila tidak ada pertobatan, maka akhir hidup mereka akan berada di penghakiman. Sementara mereka yang sadar berdosa dan masih berusaha berkutat dalam pergumulan untuk keluar dari jerat itu, Allah kita yang Mahabaik itu akan mendengar keluhan kita. Mereka yang secara jujur datang kepada Tuhan dengan rasa takut dan hormat, serta di dalam pengharapan belas kasihan dari Yesus, maka Tuhan kita itu akan mempertimbangkan dengan adil dan penuh hikmat. Hal itulah yang disadari dan dilakukan oleh pemungut cukai itu. Ia menyadari keberdosaannya dan menyadari ketidakmampuannya lepas dari jerat dosa itu. Ia datang memohon kepada Yesus dengan rasa takut dan hormat serta penuh pengharapan.

 

 

 

Pemungut cukai itu memukul-mukul dadanya sebagai ekpresi penyesalan yang dalam (band. Yes. 66:2; Yer. 31:19). Sikap seperti itu hanya dapat terjadi apabila kita dalam kerendahan hati. Ia tidak menyukai apa yang dilakukannya. Ia menangis dan meratapi perbuatannya yang hina dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Meski ia datang membawa persembahan (dari kata mendamaikan" Yun: hidasthēti yakni mempersembahkan kurban, band. Ibr. 2:17), namun ia tidak berani menengadah ke atas ke arah langit dalam pengertian ia merasa malu dan menyesali apa yang sudah dilakukannya. Itu adalah sikap pertobatan sejati, menyesali apa yang sudah terjadi dan memohon pengampunan dan pertolongan Tuhan agar diberikan pengasihan. Sikap sadar bahwa yang kita lakukan adalah salah atau kurang sempurna, atau belum melakukan yang optimal sesuai dengan kehendak Yesus, maka selayaknya kita datang dengan merendahkan diri.

 

 

 

Keempat: meninggikan diri dan direndahkan (ayat 14)

 

Ketika kita datang kepada Tuhan, kita tidak boleh merasa diri kita benar. Sikap membenarkan dan membesarkan diri sendiri sangat berbahaya dalam ekspresi kita menghadap Allah, dan membuat bahwa apa yang kita lakukan menjadikan seolah-olah semua itu adalah usaha kita sendiri dan prestasi kita. Jangan seperti orang Farisi seolah-oleh menyiratkan sedikit pun ia tidak membutuhkan pengasihan. Sebaliknya kita diajarkan bahwa datang kepada Tuhan haruslah merasa belum memberikan yang terbaik kepada Tuhan dan tidak layak menghadap Allah. Itu bukan berarti bahwa Tuhan menuntut dan menuntut yang lebih besar dan lebih banyak, melainkan bahwa kita yang sadar bahwa yang kita berikan melalui hati, pikiran, perasaan dan perbuatan belumlah sebanding dengan berkat dan penebusan keselamatan yang diberikan kepada kita.

 

 

 

Kita tetap memerlukan belas kasihan dan karunia dari Allah. Kita harus meneladani apa yang dilakukan Tuhan Yesus yakni dengan turun dari takhta sorga dan menjadi hamba yang sengsara dan mati di kayu salib, serta merendahkan diri dan taat setia sampai mati (Flp. 2:7-8). Itu adalah benchmark atau patokan kita sehingga apa yang kita lakukan belumlah sebanding dengan apa yang Dia lakukan bagi kita. Merendahkan hati dan diri ketika datang ke hadirat-Nya merupakan ekspresi penyembahan yang sejati dan bukan pertobatan yang palsu atau penyembahan dan peninggian diri sendiri. Sikap kita haruslah seperti anak kecil yang tulus dan meminta dengan ekspresi ketergantungan total akan belas kasihan-Nya. Sikap bagaikan anak kecil ini membuat kita akan lebih mudah dibenarkan oleh Allah.

 

 

 

Ketika kita berdoa maka tujuan kita adalah dibenarkan oleh Allah sebelum Ia mengabulkan doa kita. Faktor pembenaran ini sangat penting sebab apa yang menjadi pergumulan dan pengharapan kita di dalam doa, itu terlebih dahulu dibenarkan oleh Allah yang kita butuhkan. Akan tetapi ketika kita sudah merasa benar dan apalagi hebat, maka dalam menghadapi seperti itu, sikap merendahkan orang lain dan meninggikan diri diri sendiri jelas merupakan tindakan yang tidak berkenan bagi Allah. Alkitab mengajarkan justru kita harus meninggikan orang lain dan merendahkan diri sendiri (band. 2Kor 11:7; Flp 2:3). Tuhan Yesus dengan tegas memberi pengajaran sebagaimana pada ayat terakhir, bahwa barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan (band. Mat. 23:12; Yak. 4:10).

 

 

 

Kesimpulan

 

Adalah merupakan kewajiban kita untuk melaksanakan perintah Tuhan Yesus dalam hidup kita sehari-hari, baik itu dalam perintah larangan maupun perintah ketaatan dalam melakukan perbuatan baik dan berkenan kepada-Nya. Demikian juga kita wajib “melaporkan” segala sikap dan perbuatan kita kepada-Nya melalui doa. Akan tetapi doa bukanlah hal sepele yang hanya berupa laporan saja terlebih membanggakan apa yang sudah kita perbuat. Berdoa untuk datang kehadapan-Nya haruslah dengan sikap rasa penyesalan, yang didasarkan pada kerendahan hati dan pertobatan bahwa kita masih terjerat belenggu dosa dan yang kita perbuat belumlah yang terbaik sesuai dengan apa yang sudah diberikan-Nya kepada kita. Oleh karena itu, janganlah kita meninggikan diri di hadapan-Nya melainkan tetap dalam kerendahan hati. Sebab seperti kata firman-Nya, siapa yang meninggikan diri pasti akan direndahkan.

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 26 guests and no members online

Statistik Pengunjung

12961693
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
6579
2818
18524
12916319
127651
152208
12961693

IP Anda: 216.73.216.9
2025-10-29 22:03

Login Form