2025
2025
Khotbah Minggu 9 Februari 2025 - Minggu V Setelah Epifani
Khotbah Minggu 9 Februari 2025 - Minggu V Setelah Epifani
PENJALA MANUSIA (Luk. 5:1-11)
Sekitar beberapa tahun laluis, saya bersama Ketua Umum Sinode GKSI yang menggantikan saya, berada di Pulau Sumba, NTT. Kami diundang untuk acara baptisan warga di dua desa yang sudah siap untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Sebelumnya warga desa itu menganut kepercayaan suku. Sebelum acara baptisan ini, sudah beberapa kali dilakukan baptisan yang sama oleh Ketua Pengurus Wilayah Sumba GKSI. Ketika kami datang sudah ada 35 gereja sinode kami di sana. Di samping itu ada satu sekolah SMTK.
Firman Tuhan bagi kita pada Minggu V setelah Epifani ini, sesuai leksionari, diambil dari Luk. 5:1-11. Nas ini menceritakan Rasul Simon Petrus yang semula nelayan penjala ikan dan Tuhan ubahkan menjadi penjala manusia. Petrus sepanjang malam tidak mendapatkan ikan hasil tangkapan. Kemudian Tuhan Yesus menyuruh menebarkan jala ditempat dalam yang ditunjukkan-Nya. Petrus pun dengan berat hati menebarkan jalanya. Ternyata hasilnya sungguh luar biasa! Mukjizat. Petrus memanggil teman-temannya dan semua mendapat banyak.
Mengalami hal itu, Petrus pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa." Sungguh sebuah sikap rendah hati. Ia tadi sempat meragukan Yesus. Ia merasa berdosa tak layak. Tetapi Yesus dengan kasih dan kuasa-Nya, mengatakan dengan jelas: "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia" (ayat 10b).
Menjala manusia! Artinya, membawa jiwa-jiwa baru kepada Kristus. Ini sebenarnya tugas panggilan semua pengikut Kristus. Banyak orang dan wilayah di Indonesia yang belum mengenal-Nya. Bahkan di Sumba NTT masih banyak yang hidup dengan kepercayaan tradisional dengan peran roh-roh nenek moyang. Timbul rasa kasih. Mengapa? Karena mereka hidup dalam rasa takut. Roh-roh jahat atau roh orang mati dianggap masih sering datang mengganggu. Tentu ini menghambat pola pikir dan sekaligus menjerat hidup mereka sehingga tidak dapat cepat melangkah maju. Sementara, dalam Kristus tidak ada ketakutan dan kekhawatiran.
Simon Petrus telah melihat keajaiban dari Yesus. Ia pun mengaku dosanya, dan merasa tidak layak. Tetapi Yesus memanggilnya untuk ikut menjala menyelamatkan jiwa-jiwa. Kita pun sudah melihat mukjizat Yesus dalam hidup kita, yakni Dia telah menebus dosa-dosa kita, membebaskan kita dari rasa takut, memberi kita hidup yang kekal. Selayaknyalah kita mengambil bagian dalam menjala manusia. Ladang banyak yang menguning dan siap dituai (Mat. 9:37; Yoh. 4:35).
Pesan nas pada Minggu V setelah Epifani ini: jangan merasa mukjizat belum ada dalam hidup kita, dan merasa tidak perlu ikut menabur, menyiram, berperan dalam pekabaran Injil. Nanti kita bisa menjadi tidak layak untuk ikut menerima tuaian.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (2) Minggu 9 Februari 2025 - Minggu V Setelah Epifani
Khotbah (2) Minggu 9 Februari 2025 - Minggu V Setelah Epifani
MANUSIA BEBAL (Yes. 6:1-13)
Kemudian firman-Nya: "Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh" (Yes. 6:9-10)
Bila minggu lalu renungan kita tentang panggilan Tuhan kepada Yeremia, hari Minggu ini firman Tuhan bagi kita adalah Yes. 6:1-13, tentang panggilan Tuhan kepada Yesaya. Panggilan Tuhan kepada mereka berdua bertujuan untuk meminta bangsa Israel bertobat, tapi tidak berhasil. Kerajaan Yehuda diruntuhkan, dan penduduknya dibuang ke Babel selama 70 tahun. Yeremia begitu sedihnya menuliskan dalam kitab Ratapan, dan ia sendiri serasa ingin mati karena tugasnya tidak berhasil (Yer. 9:1; 13:17).
Nas minggu ini kepada Yesaya berbicara tentang “keprihatinan” Allah terhadap bangsa itu. Allah merasa mereka telah menjadi bangsa yang bebal. Yesaya pun dipersiapkan dengan “penampakan surgawi”, melihat Allah duduk di atas takhta bersama malaikat Serafim melayang-layang dan berseru tentang kekudusan Allah. Yesaya menyadari dirinya tidak layak, najis, tetapi malaikat menyentuh mulutnya dan berkata: "Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni."
Yesaya merasakan tugas panggilannya begitu berat menghadapi bangsa Israel yang bebal. Tetapi Allah berpesan agar ia menyampaikan saja pesan Ilahi, sebagaimana nas pembuka di atas. Yesaya pun bertanya lagi: "Sampai berapa lama, ya Tuhan?" Lalu jawab-Nya: "Sampai kota-kota telah lengang sunyi sepi, tidak ada lagi yang mendiami, dan di rumah-rumah tidak ada lagi manusia dan tanah menjadi sunyi dan sepi. TUHAN akan menyingkirkan manusia jauh-jauh, sehingga hampir seluruh negeri menjadi kosong” (ay. 11-12). Ini jelas merupakan ironi bahwa Tuhan begitu kecewa dan “membiarkan” negeri Israel kosong karena semua penduduk dibuang.
Nas minggu ini mengajarkan kepada kita bahwa Allah dapat “marah dan menghukum”. Sama seperti Yesus "marah" ketika memasuki Bait Allah, melihat begitu banyak pedagang yang memanipulasi situasi untuk kepentingan para imam (Mat. 21:12-13). Kedua, janganlah kita bersikap bebal, yakni tidak cepat menanggapi sesuatu dan bersikap masa bodoh (Ams. 1:32). Sikap bebal dapat timbul dari pikiran bahwa Allah tidak ada (Mzm. 53:1), tidak memakai akal budi dan pengetahuan (Mzm. 94:8; Ams. 1:22)
Ketiga, tugas yang diberikan Allah kepada kita tidak mesti semua berhasil. Yesaya sejak awal sudah menghadapi situasi saat itu, tetapi ia tetap setia. Oleh karena itu, kesetiaan menjadi kunci untuk berkenan kepada Allah. Yesaya percaya, Allah menghukum bangsa Israel, tetapi Allah Mahakasih dan hati-Nya berbalik, Israel baru dibangun melalui Mesias yang dinubuatkannya.
Bangsa Israel menjadi bebal dan menjadi contoh bagi kita untuk tidak bersikap serupa. Orang bebal tidak mau dan sulit menerima nasihat, bahkan teguran firman Tuhan. Ia selalu merasa dirinya benar dan tidak mau belajar dari pengalaman. Firman Tuhan mengingatkan kita, “Karena itu perhatikanlah dengan seksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat” (Ef. 5: 15-16)
Kunci untuk siap dan menjadi mitra Allah adalah dengan menjauhi kecemaran dan mengikuti proses pengudusan (ay. 7-8; Ams. 10:23). Kita jalani saja, Tuhan yang beri dan siapkan diri serta tidak perlu memusingkan berhasil atau setengah berhasil. Allah yang memimpin. Sebagaimana disampaikan Rasul Paulus, “Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan” (1Kor. 3:6). Mari tetap semangat.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah Minggu 2 Februari 2025 - Minggu IV Setelah Epifani
Khotbah Minggu 2 Februari 2025 - Minggu IV Setelah Epifani
YANG PALING BESAR ADALAH KASIH (1Kor 13:1-13)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yer 1:4-10; Mzm 71:1-6; Luk 4:21-30
Pendahuluan
Dalam 1Kor 12 Rasul Paulus banyak mempersoalkan jemaat Korintus yang lebih mempertentangkan karunia-karunia Roh sehingga seolah-olah seorang lebih berharga di mata Tuhan dari seorang lain berdasarkan karunia rohani yang dimilikinya. Rasul Paulus mengatakan janganlah seorang merasa dirinya hebat dan memandang lainnya lebih rendah karena ia memiliki berkat atau karunia-karunia khusus tersebut. Tokh sebagaimana dijelaskan dalam nats tersebut, sumber karunia Roh adalah adalah dari Allah dan kita harus mempertanggungjawabkan kepada-Nya dalam penggunaannya. Dalam pasal 13 yang merupakan nats minggu ini - dan nats yang cukup terkenal ini, merupakan lanjutan dari penjelasan karunia rohani tersebut, yang kemudian Rasul Paulus menutup penjelasannya dalam 1Kor 14: 1 dengan berkata: “Kejarlah kasih itu dan usahakanlah dirimu memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat” (1Kor 14:1). Oleh karena itu dari bacaan minggu ini kita mencoba mengambil beberapa pelajaran hidup untuk kita pakai sehari-hari.
Pertama: Kasih dasar dari segala pelayanan karunia (ayat 1-3)
Seperti dijelaskan dalam nats sebelumnya, semua karunia rohani yang diberikan Allah kepada orang percaya atau jemaat adalah untuk membangun gereja Tuhan. Dengan demikian motivasi yang menjadi dasar untuk pelayanan karunia Roh tersebut haruslah kasih terhadap Tuhan dan kasih terhadap sesama yang belum diselamatkan, maupun mereka yang imannya perlu dikuatkan untuk bertumbuh. Kalau seandainya karunia rohani atau berkat-berkat yang menyertainya dipakai jemaat atau hamba Tuhan untuk kepentingan dirinya sendiri dan kemegahannya, maka hal itu sudah lari dari hakekat sejati penggunaan karunia Roh tersebut.
Oleh karena itu firman Tuhan dalam nats ini mengatakan, sia-sialah karunia Roh tersebut kalau itu tidak didasari dan bertujuan kasih, ibaratnya seperti gong yang berkumandang atau canang yang bergemerincing. Artinya, penggunaan karunia itu hanya menghasilkan gaung atau gaya artikulasi, tidak kepada ketulusan hati dalam memberi manfaat sejati bagi kemuliaan Tuhan. Maka sekalipun kita memiliki karunia iman yang hebat atau pintar bernubuat, tetapi kalau tidak didasari kasih, maka itu akan sia-sia dan tidak berguna. Maksud dari sia-sia dan tidak berguna di sini tentu dalam kaitannya dengan pelayanan karunia Roh tersebut bagi pelayanan gereja Tuhan. Bahkan, dapat dikatakan apabila itu bukan untuk kemuliaan Tuhan, maka sumber “karunia” tersebut bukanlah dari Roh Allah, melainkan dari roh jahat.
Kasih harus menjadi prinsip dalam mengendalikan semua wujud rohani, merupakan sumber motivasi bagi kita dalam membagikan karunia Roh dan berkat-berkat yamg menyertainya. Kalau, misalnya, seseorang diberi “karunia memberi” berkat jasmani yang tentu didahului oleh kepintaran mencari harta atau uang, maka dasar memberi atau membagi-bagikan uang tersebut adalah karena kasih dari Allah dan kasih kepada manusia. Kita tidak diperbolehkan menonjolkan kehebatan dan kelebihan kita serta mengakui bahwa saat kita memberi karena merasa terpaksa, bermegah, atau dipuji untuk kemegahan kita.
Kalaupun kita melakukan sesuatu yang hebat menurut dunia, seperti “membakar diri” tetapi kalau dasarnya bukan kasih kepada Allah dan kepada manusia, maka itu semua tidak akan diperhitungkan dalam kerajaan-Nya. Segala kegiatan dan pelayanan hidup kekristenan kita haruslah berlandaskan kasih yang dari Kristus. Mungkin karunia yang diberikan kepada kita berbeda-beda, atau menerima karunia dalam jumlah dan kapasitas terbatas, tetapi kasih itu selalu ada dan tersedia bagi setiap orang untuk kita bagikan.
Kedua: Sifat-sifat kasih yang sejati (ayat 4-7)
Kasih sangat berkaitan dan mencerminkan sifat Kristus: Sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Kasih itu tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi bersukacita karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu (dalam arti tidak mudah curiga), mengharapkan segala sesuatu, dan sabar menanggung segala sesuatu. Jadi, ada tiga belas sifat-sifat kasih digambarkan dalam nats ini.
Kita tahu bahwa mewujudkannya semua itu tidak mudah dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi kalau kita menyadari bahwa memperjuangkan segala sifat-sifat kasih itu dalam kehidupan sehari-hari berbuahkan kemenangan, maka kita tidak akan mudah terjatuh seperti jemaat Korintus yang kehilangan kasih itu. Kesabaran, misalnya, tidak kita lihat sebagai sebuah kelemahan dan sikap menyerah, melainkan kita lihat sebagai kekuatan dan kemenangan. Seseorang yang dapat memberikan kesabaran berarti itu merupakan tanda kehadiran Roh Kudus dalam dirinya. Ada yang mengatakan, kesabaran kepada orang lain adalah kasih, kesabaran kepada diri sendiri adalah pengharapan, dan kesabaran kepada Allah adalah iman. Kesabaran bersaudara dengan hikmat.
Gambaran sifat-sifat kasih yang diberikan dalam nats ini tidak kita uraikan satu persatu. Buku William Barclay tentang Pemahaman Alkitab Setiap Hari memberikan uraian yang lengkap dari setiap sifat-sifat tersebut. Namun, yang perlu kita fahami dan utama dari “kasih” itu adalah dari arti harafiahnya sendiri yakni “kasih = memberi”. Memberi dalam arti kata bahwa diri kita tidak lagi menjadi tujuan dan yang utama, melainkan orang lainlah yang lebih utama dari kita. Kasih berarti memberi. Kasih berarti berkorban bagi diri sendiri untuk kebahagiaan orang lain. Bahkan kita harus ingat firman Tuhan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima (Kis 20:35).
Sifat-sifat kasih itulah yang diharapkan menjadi ciri khas orang Kristen, menjadi jatidiri orang percaya sebagai jalan untuk memuliakan Allah. Rasul Paulus menyampaikan firman Allah ini kepada jemaat di Korintus karena dilihatnya jemaat ini sudah menyimpang dari ketulusan kasih dalam pelayanan karunia yang mereka terima.
Ketiga: Karunia lain bisa berhenti atau berubah (ayat 8-10)
Ayat 4-8 ini dapat ditafsirkan dalam dua makna. Makna pertama adalah bahwa karunia rohani yang diberikan kepada seseorang atau jemaat dapat ditarik kembali, apabila Tuhan memandang karunia tersebut tidak lagi efektip bagi pelayanannya. Seseorang yang memiliki satu atau dua karunia rohani dari Allah, seperti gabungan kemampuan mengajar dan melayani, atau bernubuat, membuat mujizat, menyembuhkan, dan lainnya, pada prinsipnya dapat Tuhan ambil kembali dari seseorang, karena sumber karunia tersebut adalah dari Allah sendiri. Demikian juga halnya, kita dapat menafsirkan bahwa karunia rohani itu dapat diberikan dalam sekejap atau waktu yang pendek saja dengan tujuan tertentu dan khusus dalam situasi yang khusus, dan kemudian Allah menariknya kembali. Hal ini sering menimbulkan kesalahan pengertian karunia dalam hidup orang-orang percaya, bahwa karunia itu sifatnya tidak kekal. Penafsiran ini wajar agar orang yang diberikan karunia khusus tersebut tidak menjadi sombong.
Karunia diberikan kepada orang percaya dan hamba Tuhan untuk memperlengkapi dan menunjang pelayanan, agar mereka melayani lebih efektif. Itu juga dasarnya mengapa karunia tidak diberikan seluruhnya kepada seseorang dan menjadi manusia super hebat, melainkan umumnya beberapa karunia saja diberikan kepada orang tertentu untuk pelayanan tertentu. Bila pelayanan tertentu tersebut sudah selesai, maka karunia yang diberikan dapat ditarik kembali. Dengan dasar itu karakter orang percaya dan hamba Tuhan yang harus dikembangkan adalah karakter yang berselubungkan kasih dan melekat dalam hidupnya. Orang percaya harus melihat karunia adalah alat dan sarana, sementara kasih adalah dasar motivasi dan tujuan karunia diberikan.
Makna kedua dari ayat-ayat tersebut adalah pada saat penghakiman nanti, segala karunia tersebut tidak lagi memiliki arti. Kita mungkin memerlukan karunia pengetahuan dalam mengenal Allah, tetapi ketika sudah dipanggil menghadap Dia, maka pengetahuan tidak diperlukan lagi. Demikian juga dengan nubuat semua akan berakhir dan bahasa roh akan berhenti (ayat 8). Semua itu tidak sempurna. Seperti disebutkan, kalau yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap (ayat 10).
Keempat: Yang terbesar adalah kasih (ayat 11-13)
Rasul Paulus menekankan dalam ayat 11-12 tentang kemungkinan keraguan akan datangnya pertanggungjawaban atas penggunaan karunia rohani tersebut. Jemaat Korintus telah tercemar dengan pemikiran semua itu mereka dapatkan untuk kepentingan diri sendiri. Oleh karena itu ia menyebutkan jangan berfikir seperti anak-anak seolah-olah semua itu diberi dengan kemudahan dan pemberian tanpa timbal balik. Semua anggota jemaat diminta agar berfikir dewasa bahwa karunia tersebut harus dipertanggungjawabkan kelak. Kalaupun saat ini mereka melihatnya masih samar-samar dalam arti kata belum belum sempurna, maka nanti akan muka dengan muka dan sempurna tanpa ada yang terselubung tersembunyi.
Tiga hal yang diungkapkan dalam ayat 13 yakni iman, pengharapan dan kasih, maka menurut firman Tuhan yang terbesar adalah kasih. Kita tidak bisa mengandalkan iman saja tanpa berbuat kasih. Iman kita mungkin besar dan bisa memindahkan gunung (persoalan hidup), tetapi iman seperti itu adalah kosong dan mati. Pengharapan tanpa kasih kepada Allah dan kepada manusia, maka itu adalah sauh yang tidak kuat dan gampang hanyut ditelan gelombang. Kasih meminta pengorbanan kepada orang lain, dan iman yang menjadi fondasinya. Pengharapan adalah fokus dan ekspresi, tetapi buah tindakannya tetap adalah kasih.
Kita bisa memperbesar iman kita menjadi sebesar “biji sesawi”, atau pengharapan akan kehidupan kekal bersama Allah, tetapi kalau jiwa kita dan tindakan kita tidak selalu dalam kasih, maka semua itu akan hampa. Kasih adalah sesuatu yang mutlak dalam kehidupan orang Kristen.. Allah adalah Kasih (1Yoh 4:8), oleh karenanya seluruh eksistensi hidup dan pelayanan kita haruslah berwujud kasih. Pada saat kerajaan-Nya kelak dinyatakan, yang tinggal adalah kasih dan yang abadi adalah kasih. Maka yang terbesar adalah kasih (ayat 13).
Kesimpulan
Setiap orang percaya didorong untuk memiliki karunia rohani dan agar pelayanan lebih efektip. Karunia rohani yang dipakai untuk menolong, mendorong, menguatkan mereka yang membutuhkan yang seluruhnya didasari kasih. Kita harus mengenal 13 sifat-sifat kasih yang diberikan dalam nats ini dan memahami harus berjuang untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kalau kita menyadari semua berbuahkan kemenangan maka hal itu akan lebih mudah. Hal yang penting lainnya bahwa karunia rohani sendiri itu sifatnya tidak kekal, semua bisa berakhir dan hilang, baik dalam masa pelalayanan di dunia ini, maupun saat nanti kerajaan-Nya dinyatakan. Oleh karena itu, yang utama dan terbesar adalah kasih, bukan iman, dan bukan pengharapan. Mari kita wujudkan kasih itu dalam kehidupan sehari-hari, karena kasih dari Allah itu selalu tersedia melimpah bagi setiap orang dan siap untuk berbagi dengan sesama.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Kabar dari Bukit, Minggu 2 Februari 2025
Kabar dari Bukit
MASA TUA YANG DAMAI SEJAHTERA (Mzm. 71:1-6)
”Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku" (Mzm. 71:3a)
Ungkapan ini pasti benar: menjadi tua adalah kepastian, menjadi bijaksana dan dewasa adalah pilihan. Mzm. 90:10a berkata, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan." Dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin maju serta ekonomi yang lebih sejahtera, harapan hidup orang Indonesia saat ini sudah mencapai 72 tahun. Ini tentunya akan meningkat terus, sebagaimana banyak negara maju yang harapan hidup penduduknya sejak lahir ada yang mencapai 83-84 tahun, seperti Jepang, Korea, Swiss, Italia, Norwegia dan lainnya.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Mzm. 71:1-6; sebuah perikop ungkapan rasa khawatir sekaligus permohonan Raja Daud untuk perlindungan di masa tuanya. Ia tampaknya sedang mengalami masa surut kekuasaannya, entah persoalan internal dengan anaknya Absalom yang ingin mengambil alih, atau adanya serangan musuh dari luar. Oleh karena itu doa Daud pada perikop ini fokus pada dua hal: ia tidak dipermalukan (ay. 1), sebaliknya para musuhnyalah yang dipermalukan (ay. 13).
Iman memang bisa pasang surut, seperti sebuah biji dapat bertumbuh dan mengkerut. Raja Daud sejak muda imannya sangatlah kokoh (ay. 5); juga dituliskannya pada berbagai mazmur, seperti Mzm. 27:1: “TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?”
Usia lanjut jelas sebuah berkat. Namun jika di masa itu justru timbul tantangan dan pergumulan yang berat, tentulah tidak menyenangkan; seperti Daud, tampak goyah juga. Wajar, manusiawi. Tidak seorangpun kita dapat memprediksi dan menghindarinya. Malang tak dapat ditolak dan untung tak dapat diraih, jika sudah dalam rencana dan perkenaan Tuhan.
Oleh karena itu, iman yang menyusut jangan dibiarkan lama, mesti dilawan. Manusia hanya mampu jika bersama Tuhan melampaui dan mengalahkannya. Oleh karena itu, pesan pertama nas minggu ini khususnya di masa tua, berusahalah menghindari masalah. Ada banyak nasihat di media sosial agar kita semakin dewasa, berhikmat dan bijaksana. Paling tidak kita harus lebih sabar, ikhlas, menjauhkan ambisi, membuat hidup lebih lambat. Sebaliknya, masa tua diisi lebih banyak dengan bersyukur, berbuat kebaikan, bersosialisasi dan menjaga makanan dan kesehatan.
Namun jika ujian atau pencobaan datang tanpa diundang, pesan kedua nas ini, hendaklah kita seperti Daud, perlu menegaskan bahwa Allah adalah tempat kita berteduh dan berlindung, serta memohon pertolongan. "Sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku!" (ay. 2).
Pesan ketiga, kita harus mengakui ketergantungan pada Allah di dalam menghadapi berbagai ujian dan pencobaan. Tidak perlu rasa takut berlebihan, sebab pertolongan-Nya pasti datang dan kita yakin Ia Maha Kuasa, benteng yang lebih besar dan mampu meluputkan dari masalah kita (ay. 3-4). Tentu, kita juga tidak lantas diam menunggu, tapi melakukan yang terbaik dengan berhikmat dan bijaksana atas tuntunan-Nya.
Hal terakhir, tetaplah berpengharapan dan percaya, Dia Maha Kasih (ay. 5-6). "Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu" (1Kor. 10:13). Allah pasti menolong untuk membebaskan kita dari segala kesulitan. Indahnya berjalan bersama Tuhan. "Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa” (Mzm. 23:6).
Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (2) Minggu 2 Februari 2025 - Minggu IV Setelah Epifani
Khotbah (2) Minggu 2 Februari 2025 - Minggu IV Setelah Epifani
PERCAYA DAN BERSERAH (Luk. 4:21-30)
Firman Tuhan bagi kita pada Minggu IV setelah Epifani ini diambil dari Luk. 4:21-30. Nas ini berbicara tentang Yesus ditolak di Nazaret, kampung halaman-Nya, tempat Ia dibesarkan. Dalam kisah itu Yesus disebutkan masuk ke rumah ibadat, membaca nubuatan Yes. 61:1-2 lalu menutup ayat tersebut dengan berkata: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya” (ayat 21). Artinya, Yesus menyatakan Ia adalah Mesias yang dinubuatkan, yang memiliki kuasa untuk menyembuhkan, membebaskan, dan menghadirkan tahun rahmat Tuhan (lihat ayat 18-19).
Mereka semula kagum dengan pengajaran Tuhan Yesus. Tetapi kemudian mereka berbalik menolak setelah menyadari, Yesus adalah anak Yusuf tukang kayu. Dalam pandangan mereka, tidak mungkin Ia adalah Mesias yang dinubuatkan nabi Yesaya. Mereka pun sinis merendahkan Yesus. Ini didasari dua hal: kecongkakan diri, dan iri hati melihat hikmat pengajaran Yesus. Tuhan Yesus lantas berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya (ayat 24). Ia menguatkan pernyataan-Nya dengan mengambil contoh dua nabi besar Israel yakni Elia dan Elisa, yang tidak dihormati nenek moyang mereka.
Kedua nabi itu membawa peringatan untuk mereka dengar, tapi mereka mengabaikannya. Akhirnya berkat diberikan kepada janda di Sarfat dan Naaman orang Siria (ayat 24-27). Keduanya bukanlah umat Yahudi. Mereka pun sangat marah mendengar respon Tuhan Yesus. Mereka ingin melempar-Nya dari tebing. Ajaib, tapi Tuhan Yesus berlalu, menghilang.
Dalam keseharian kadang-kadang kita juga dapat bersikap demikian. Tidak sepenuhnya percaya pada Tuhan Yesus dan firman-Nya, dan kepada hamba-hamba-Nya. Itu membuat kuasa Allah sulit untuk bekerja dalam hidup kita. Teguran atau nasihat bagus - yang mungkin diberikan Tuhan melalui hamba-Nya atau orang lain - kepada kita, sering kita anggap remeh, seperti angin lalu. Yang mendasari sikap kita itu: kesombongan dan merasa lebih pintar.
Sikap sombong dan meninggikan diri serta menganggap hikmat dunia lebih hebat, sangatlah berbahaya. Hikmat dunia tentu bermanfaat dan bernilai, tetapi terbatas. Hikmat dari sorga melalui firman-Nya atau hamba-Nya yang rendah hati, mestinya di atas segalanya. Iman percaya ini penting, dan harus kita jadikan dasar berpijak dan melakoni hidup. Selalulah rendah hati dan berada dalam kasih. Dalam kehidupan, kadang-kadang kita tidak mengerti, mengapa sebuah peristiwa atau persoalan (berat) datang. Mengeluh dan kecewa berkepanjangan, tentu tidak menyelesaikan masalah. Dengan kerendahan hati, kita dapat memahami adanya rencana Tuhan yang indah.
Solusi tentu mesti dicari. Nasihat diperlukan. Berangkat dengan doa, mutlak dilakukan, meski hikmat dunia yang kita ambil sebagai jalan tambahan. Jika sakit berobatlah ke dokter, jika nilai ujian buruk belajarlah lebih keras, jika tidak naik jabatan bekerjalah lebih keras dan cerdas, jika sering sakit rajinlah berolah raga. Ini penting. Jika mengambil jalan pintas dengan langsung menuntut mukjizat Tuhan, dapat berarti menguji-Nya dan tidak berhikmat. Perlu dipahami, sering ada maksud dan rencana Allah yang perlu kita cari dan pahami maknanya dengan iman. Kadang-kadang tidak masuk akal, tetapi itulah iman. Itulah penyerahan diri. Itulah bukti kita mengasihi Allah. Dan, Allah tidak pernah memberikan hal buruk kepada kita anak-anak-Nya.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 9 Februari 2025 - Minggu V Setelah EpifaniKhotbah Minggu 9 Februari 2025 - Minggu V Setelah Epifani PENJALA...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 9 Februari 2025 - Minggu V Setelah EpifaniKhotbah (2) Minggu 9 Februari 2025 - Minggu V Setelah Epifani MANUSIA...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 2 Februari 2025Kabar dari Bukit MASA TUA YANG DAMAI SEJAHTERA (Mzm. 71:1-6) ”Jadilah...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 33 guests and no members online