Tuesday, December 03, 2024

2024

Khotbah (2) Minggu IV Pra Paskah – 10 Maret 2024

Khotbah (2) Minggu IV Pra Paskah – 10 Maret 2024

 

 BERSYUKURLAH. CARANYA? (Mzm 107:1-3, 17-22)

 

 Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN.... Biarlah mereka mempersembahkan korban syukur, dan menceritakan pekerjaan-pekerjaan-Nya dengan sorak-sorai! (Mzm. 107:21a, 22)

 

 

 

 

Ajakan bahkan perintah untuk bersyukur dalam hidup ini sudah sering kita dengar. Apalagi jika kita sedang diberkati, itu sikap yang mudah. Mazmur 107:1-3 bagian pertama bacaan kita minggu ini menganjurkan demikian. "Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik” (ayat 1a). Ajakan ini ditujukan kepada umat Israel, orang-orang yang ditebus oleh TUHAN, dan terlebih yang dipersatukan dari pembuangan dan diaspora di negeri-negeri, dari timur dan dari barat, dari utara dan dari selatan (ayat 2-3). Tentu ajakannya itu adalah bagi kita juga.

 

 

 

Tetapi, bagaimana jika kita sedang susah dan kemalangan? Apakah tetap bisa bersyukur? Ayat 17-22 nas bagian kedua minggu ini menuliskan hal itu. Kadang kita dapat berada dalam situasi yang tidak mengenakkan. Dalam ayat lainnya dijelaskan, umat bisa saja mengalami kesulitan berat, seperti lapar haus dan lesu (ayat 4-9), terkurung dalam kegelapan (ayat 10-16), atau menghadapi gelombang angin badai (ayat 23-32).

 

 

 

Ayat 17-18 nas kita menggambarkan keadaan yang sama sulitnya, yakni: “Ada orang-orang menjadi sakit oleh sebab kelakuan mereka yang berdosa, dan disiksa oleh sebab kesalahan-kesalahan mereka; mereka muak terhadap segala makanan dan mereka sudah sampai pada pintu gerbang maut.” Ini situasi serba tidak mengenakkan: fisik, lidah, hati, jiwa, dan itu bisa membawa kepada pintu kematian. Apakah dalam kondisi tersebut seseorang masih dapat bersyukur?

 

 

 

Dalam buku Personal Thoughts of a Public Man ada pertanyaan David Frost kepada pengkhotbah besar Billy Graham: “Jika kita berterima kasih dan bersyukur saat sehat, dapatkah kita menyalahkan Tuhan saat kita sakit? Billy Graham menjawab: "Tidak. Saya tetap bersyukur. Setiap bangun saya berkata terima kasih Tuhan, sebab saya memiliki hari yang indah. Tetapi tatkala ada hari yang kurang baik, saya hanya mengendalikannya. Dalam kata lain, saya tidak menuntut setiap hari harus semua baik." Firman Tuhan meneguhkan ini, “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka” (1Kor. 13:12).

 

 

 

Dalam bagian lain Billy Graham menjelaskan, tidak semua situasi dan pertanyaan kehidupan dapat kita jawab. Ada bagian yang sulit jawabannya, yang kita hanya tahu saat kita berada kelak di surga. Tapi kuncinya, percaya pada Tuhan. Dia Allah yang penuh belas kasihan. Dalam pengalaman banyak orang, mereka yang melalui kesusahan dengan berjalan bersama Tuhan, pasti menang dan semakin kuat, dan menjadi manusia yang lebih baik di hadapan Tuhan. Ini selaras dengan firman Tuhan: "Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan” (Yak. 5:11).

 

 

 

Nas minggu ini mengajarkan agar berseru-serulah kepada TUHAN. Melalui firman-Nya kita akan disembuhkan-Nya, diselamatkan dari kecemasan, dan diluputkan-Nya dari liang kubur. Melalui kuasa firman-Nya, cara berpikir kita diubahkan, tidak lagi banyak mengeluh, berpikir positif yakni melihat di balik semua peristiwa selalu ada hal baik, tidak suka membanding-bandingkan, membuka diri dan sering melihat ke bawah kepada orang-orang yang tidak beruntung, dan semakin bergantung berserah kepada-Nya.

 

 

 

Hal terakhir pesan firman minggu ini, sikap bersyukur ditandai dengan berpikiran untuk terus memberi, bukan hanya menerima. Siap bersaksi menceritakan pekerjaan dan perbuatan Tuhan yang ajaib terhadap manusia, dan itu dilakukan dengan sorak-sorai! Jadi, tetaplah semangat, dan selalu bersyukur dalam segala hal....

 

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 3 Maret 2024

Kabar dari Bukit

 

 SEPULUH PERINTAH DAN KASIH (Kel. 20:1-17)

 

 ”Lalu Allah mengucapkan segala firman ini "Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan” (Kel. 20:1-2)

 

 

 

Dalam buku Jhon S. Feinberg Masih Relevankah PL di Era PB, dituliskan ada kesamaan PL dan PB yakni tentang pengampunan, iman, ketaatan, dan kehidupan kekal. Tetapi ada perbedaannya, dalam PL umat Israel lebih terikat pada hukum, ibadahnya lebih bersifat upacara dan dianggap kurang rohani, pencurahan Roh Kudus dalam PB bersifat kekal tidak sementara, dan tentunya PL awalnya terbatas bagi umat Israel, sementara PB bersifat universal, terbuka bagi semua bangsa.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Kel. 20:1-17. Perikop ini adalah kesepuluh firman sesuai judulnya. Ini hukum yang diturunkan kepada bangsa Israel di saat perjalanan pulang ke Tanah Kanaan (Ul. 5:6-21), diberikan melalui Nabi Musa di Gunung Sinai pada dua loh batu yang ditulis dengan jari Allah (Kel. 31:18).

 

 

 

Sepuluh Perintah mengatur umat Israel agar beribadah kepada Allah saja, jangan menyebut Nama-Nya dengan sembarangan, dan menguduskan hari Tuhan (ay. 2-4; 7-9), menghormati orang tua, serta larangan membunuh, berzina, mencuri, bersaksi dusta, tidak adil, dan berhasrat mengingini milik orang lain (ay. 12-17). Bagian pertama yakni perintah kesatu hingga keempat, merupakan kasih terhadap Allah dan mengatur hubungan dengan-Nya, dan bagian kedua perintah kelima sampai kesepuluh, merupakan kasih terhadap sesamanya (bdk. Mat. 22:36-40).

 

 

 

Dalam buku Feinberg tersebut juga dijelaskan, bahwa hukum Taurat diberikan agar umat Israel taat dan sekaligus sebagai alat dan cara menikmati kehidupan yang teratur dan berkat yang penuh dari Allah dengan sistem teokratis. Jadi Sepuluh Perintah bukanlah petunjuk jalan keselamatan.

 

 

 

Meski ada perbedaan, kita tidak dapat mengatakan bahwa PL adalah kitab hukum Taurat dan kitab PB adalah kitab kasih karunia, karena doktrin kasih karunia juga banyak terdapat dalam PL. Kedua kitab ini yang menjadi Alkitab, berkesinambungan, memperlihatkan cara bekerja Allah yang berbeda, agar manusia tetap berkenan hidup di hadapan-Nya.

 

 

 

Tuhan Yesus juga menekankan, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang... untuk menggenapinya.... Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat...” (Mat. 5:17-18). Sepuluh Perintah tersebut disingkat Tuhan Yesus dengan padat, "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" (Mat. 7:12).

 

 

 

Melalui nas minggu ini, kita diingatkan kembali hanya ada Satu Allah, yang membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir dan sekaligus Allah yang menyelamatkan manusia melalui Anak-Nya Yesus Kristus, dengan menebus dosa mereka yang percaya kepada-Nya dan terus berupaya menjadi serupa dengan Dia. Manusia selalu kalah melawan iblis, namun "Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu" (1Yoh. 3:8).

 

 

 

Kesetiaan tidak diperoleh melalui kehebatan kita dalam melaksanakan perintah-Nya, melainkan dalam iman bahwa Roh Kudus yang dicurahkan secara permanen di dalam hati kita, yang menuntun dan memampukan menaati perintah-Nya. Saat kita taat, di situ kita justru melihat karya dan kehebatan Allah di dalam diri kita, dan itu dibangun atas relasi dengan-Nya. Janganlah kita membayangkan sorga, tetapi tidak melakukan apa-apa. Semoga tidak demikian adanya.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (2) Minggu III Pra Paskah – 3 Maret 2024

Khotbah (2) Minggu III Pra Paskah – 3 Maret 2024

 

 KEMULIAAN TUHAN (Mzm. 19)

 

 Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman (Mzm. 19:8)

 

 

 

 

Dalam buku saya yang terbit tahun 2020 dengan judul Mengenal Alkitab Kita (Doktrin Alkitab), ada penjelasan tentang keberadaan Allah dan wahyu (penyataan). Wahyu diberikan atas prakarsa Allah untuk menyatakan diri-Nya, dengan tujuan supaya manusia mengenal DIA, mentaati, dan melayani-Nya. Jadi, wahyu bukanlah hasil pemikiran manusia.

 

 

 

Wahyu dibagi dalam dua kelompok, yakni:

 

 

 

Pertama: Wahyu umum, merupakan tindakan Allah menyatakan diri-Nya secara umum melalui alam semesta, sejarah, dan hati nurani manusia. Wahyu umum bersifat universal, dalam arti dapat dilihat dan dinikmati oleh setiap manusia. “Langit menceritakan kemuliaan Allah” dan “Bumi penuh dengan kemuliaan-Nya” (Mzm. 19:2; Yes. 6: 3).

 

 

 

Kedua, Wahyu khusus, merupakan tindakan Allah menyatakan keberadaan diri-Nya secara khusus dan langsung, serta dapat dirasakan dan dinikmati oleh orang yang percaya kepada-Nya. Wahyu khusus dimaksudkan untuk membimbing manusia kepada pengenalan Allah lebih mendalam, terutama dengan pernyataan khusus Allah di dalam Pribadi Yesus Kristus, dan dituliskan di dalam Alkitab. Dengan demikian ada dua wahyu khusus, yakni Yesus Kristus sebagai wahyu personal dan Alkitab sebagai wahyu non-verbal (tertulis).

 

 

 

Firman Tuhan minggu ini bagi kita berasal dari Mazmur 19, yang terdiri dari 15 ayat, merupakan tiga bagian: pertama, pemazmur Daud mengungkapkan kebesaran dan kemuliaan Allah melalui ciptaan alam semesta. Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya. Hari dan malam gemanya terus terpencar ke seluruh dunia. Matahari bagaikan kemah di langit, beredar dari ujung ke ujung yang lain; tidak ada yang terlindung dari panas sinarnya (ayat 1-7). Tidak ada yang dapat menghentikan dan mengubahnya.

 

 

 

Bagian kedua, nas menekankan kesempurnaan titah firman-Nya (band. Mzm. 119). Ada keteguhan dalam aturan, hukum-hukum-Nya benar, adil dan tepat; tetapi ada fleksibilitas dalam pelaksanaan, meski harus menjaga kesucian. Firman Tuhan memberi hikmat bagi orang yang tidak berpengalaman, menyegarkan jiwa, serta mata yang membaca dan merenungkannya semakin bercahaya (ayat 8-11). Berbahagialah mereka yang suka membaca dan berpegang pada Alkitab. Hidupnya tidak akan terombang-ambingkan dan akan teguh pada tujuan kekekalan.

 

 

 

Keberadaan dan kekuasaan Allah melalui wahyu-Nya (baik yang bersifat umum maupun khusus) tidak dapat disangkal oleh manusia, yang berpikir dan bertindak melalui kesadaran moralnya. Melalui tindakan wahyu, Allah membuka jalan bagi manusia untuk dapat lebih mengenal-Nya, meski perlu diakui, kita belum dapat "menikmati" sepenuhnya keberadaan-Nya.

 

 

 

Di dalam diri manusia, jelas ada intuisi yang merupakan sisa gambar Allah, untuk mampu mengenal DIA. Namun, pengenalan dan pengetahuan tetap terbatas, karena dikaburkan oleh adanya dosa. Manusia yang terbatas, tidak akan mampu memahami dan menjangkau Allah yang tidak terbatas, kecuali melalui iman. Oleh karena itu, mutlak diperlukan pengakuan keberadaan Allah melalui iman untuk dapat menerima adanya wahyu umum dan khusus.

 

 

 

Bagian terakhir mazmur 19 ini ditutup dengan doa permohonan (ayat 13-15). Kita perlu memohon perlindungan agar tidak tersesat oleh iblis dan orang-orang jahat. Allah menginginkan kita untuk tidak bercela dan bebas dari pelanggaran besar. Tetapi, jika itu terjadi melalui darah Anak-Nya Yesus Kristus, dosa pelanggaran kita dapat dihapuskan-Nya. Peliharalah tubuh kita menjadi bait sejati. Naikkanlah terus puji-pujian melalui mulut dari hati kita yang dalam, sebab TUHAN adalah gunung batu dan penebus kita semua. Dan, bersyukurlah.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (1) Minggu III Pra Paskah – 3 Maret 2024

Khotbah (1) Minggu III Pra Paskah – 3 Maret 2024

 

 BAIT SEJATI (Yoh. 2:13-22)

 

 Jawab Yesus kepada mereka: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali” (Yoh. 2:19).

 

Firman Tuhan hari Minggu ini, Yoh. 2:13-22, bercerita tentang Yesus menyucikan Bait Allah; kisah langka saat Tuhan Yesus marah besar terhadap para pedagang di bait itu. Ia membuat cambuk dari tali, lalu mengusir mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah, dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: “Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan” (ayat 15-16).

 

 

 

Yesus marah karena pedagang mempermainkan jemaah - yang umumnya datang dari jauh - ingin mempersembahkan korban hewan sebagai penebus dosa (tekukur, merpati dan lainnya). Tetapi pedagang serakah pun menjual dengan harga tinggi. Bahkan ini juga melibatkan para pemimpin Yahudi, dengan cara kadang mereka tidak menyetujui hewan yang dibawa jemaah, agar dibeli dagangan yang ada. Pedagang lainnya mengambil kesempatan yakni jemaah wajib menukarkan uang persembahan, yang tentu dengan kurs yang merugikan. Licik. Mafia - itu mungkin istilah sekarang, keserakahan, curi kesempatan, semua itu janganlah masuk ke dalam gereja dan pelayanan.

 

 

 

Kemarahan Yesus - yang dikenal sebagai penyabar, pemberi ampun, penuh hikmat - pun dimaklumi. Ada batas yang dilewati, sudah karatan masalahnya, dan menyangkut Bait Suci, sehingga kemarahan itu wajar. Alkitab juga tidak melarang marah, sepanjang itu untuk kasih perbaikan, dan yang utama: hilang dalam sehari (Ef. 4:26). Kita bisa sebut itu marah yang produktif.

 

 

 

Pesan kedua, tanggapan salah terhadap kalimat Yesus. Mereka menafsir terlalu harfiah ucapan-Nya tentang "merombak dan membangun tiga hari Bait Suci", sehingga kehilangan makna dan maksud utama yang sesungguhnya. Ini juga terjadi di masa kini. Pembelokan makna, dan tujuan hilang. Persembahan jemaat, misalnya, lebih utama dipakai untuk kebutuhan bangunan fisik gedung gereja, kenyamanan, bahkan kemegahan, organisasi, sehingga kebutuhan diakonia dan rohani jemaat, terutama untuk pekabaran Injil ke luar gereja terabaikan.

 

 

 

Pelayanan di dalam gereja menjadi sesuatu yang lebih berharga dibanding di luar (lembaga) gereja. Koinonia menjadi utama dan makna pelayanan sesama pun terkikis. Tujuan utama Yesus dalam Luk. 4:18 seyogianya sangat jelas dalam ucapan-Nya: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku." Suara Tuhan yang belum membumi di gereja-gereja kita.

 

 

 

Keutamaan diri kita sebagai Bait Allah pun ditekankan nas ini. Pesan pra-paskah ini mengajak kita kembali memahami Bait Allah, yang utamanya bukan bersifat bangunan atau organisasi, tetapi Bait Allah sejati adalah tubuh-Nya sendiri (ayat 21). Nas ini memang membedakan kata pada ayat 13-18 (hiron) dengan ayat 19-20 (nahos). “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku” (ayat 17; Mzm. 69:10), perlu lebih dimaknai yakni kita semakin mengasihi Tuhan. Sebagai bagian tubuh Yesus, kita perlu menyatakan kasih Tuhan dalam diri sesama. Ini akan lebih memurnikan hubungan kita dengan Dia, kehidupan keagamaan kita, dan terutama lebih memahami makna panggilan-Nya dalam pelayanan. Dengan begitu, kita akan mendirikan kerajaan-Nya semakin nyata dan Tuhan bertahta bagi semua bangsa. Haleluya.

 

Selamat hari Minggu dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit - Minggu 25 Februari 2024

Kabar dari Bukit - Minggu 25 Februari 2024

 

 FIRMAN, JANJI ALLAH DAN KITA (Kej. 17:1-7, 15-16)

 

 "Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu.” (Kej 17:7)

 

 

 

Saat kuliah teologi dan berwisata ke Bali, saya melihat layanan melukis tato di tubuh. Saya tergerak dan memutuskan mentato pundak saya dengan gambar salib. Saya berharap, itu tanda perjanjian dengan Allah, dan diingatkan untuk siap memikul salib dalam perjalanan hidup dan pelayanan. Amin.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Kej. 17:1-7, 15-16. Perikopnya tentang sunat sebagai tanda perjanjian Allah dengan Abraham. Bila Abraham setia, maka Allah berjanji akan memberikan keturunan yang sangat banyak, ia menjadi bapa sejumlah besar bangsa, kepemilikan Tanah Kanaan dan akan adanya raja-raja yang berkuasa (ay. 2-8). Syarat utama ikatan perjanjian adalah: umat Israel hidup di hadapan Allah dengan tidak bercela (ay. 1).

 

 

 

Nama Abram pun diubah menjadi Abraham. Tanda perjanjian dibuat, yakni sunat bagi setiap anak laki-laki (ay. 9-10). Bagi kita orang percaya sesuai Perjanjian Baru, tanda ini digantikan oleh baptisan; yang utamanya adalah sunat hati, iman yang bekerja oleh kasih, lahir baru, bukan sekedar mengerat daging kulit khatan (Gal. 5:6; 6:15; Kol. 2:11).

 

 

 

Agama selalu membutuhkan “tanda”, bisa dalam bentuk ikon, simbol, atau lambang. Dalam awal sejarahnya, sejak manusia menyadari adanya “Penguasa” alam semesta, simbol dianggap berguna sebagai alat/media untuk mengingat, menguatkan, dan memudahkan berkomunikasi dengan-Nya. Kekristenan memakai ikon dan simbol berupa salib, merpati, ikan, perahu dan lainnya. Meski kita diingatkan, Allah adalah Roh dan harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran (Yoh. 4:24).

 

 

 

Persoalan bagi kita, kini, bagaimana cara membuat perjanjian dengan Allah? Berharap mendengarkan janji Allah yang langsung terdengar (audible), tentulah sulit. Tetapi ada banyak cara selain membuat tato di pundak tadi. Kita bisa memajang foto Tuhan Yesus atau salib di dinding rumah, memakai kalung salib, atau bentuk lainnya. Namun janganlah itu sekedar ornamen belaka, tetapi berfungsi sebagai tanda dan media pengingat dan penyemangat. Saya juga punya cara lain, yakni memilih satu ayat dari Alkitab, mengimaninya, kemudian saya ketik dan lapisi plastik, lalu disimpan di dompet. Maka janji-Nya selalu bersama saya.

 

 

 

Membuat tanda perjanjian dengan iman akan menguatkan kita dalam menjalani kehidupan. Mungkin di awal ada keraguan atau terhadap campur tangan kuasa Allah. Tapi tidak apa, Abraham  juga menertawakan dalam hatinya janji Allah, menganggap ia dan istrinya Sara sudah tua, memiliki keturunan sebagai hal yang mustahil (ay. 17). Namun dalam perikop ini, Allah menyebut kata janji sebelas kali! Pada bagian lain bahkan dituliskan, ketika Allah berjanji diikuti dengan sumpah (Kis. 2:30; Ibr. 6:13, 17). Janji Allah terbukti pada Abraham.

 

 

 

Dalam ikatan perjanjian, kita tidak perlu bersumpah (Mat. 5:34-36; Yak. 5:12). Namun iman penting, bahwa Allah akan menepati janji-Nya,

 

yang didasarkan pada hati dan bersedia taat. Iman kita akan diperhitungkan sebagai kebenaran (Rm. 4:1-25). Tidak perlu takut bahwa diri kita tidak mampu melakukannya, karena jelas kita tidak mungkin sempurna; namun Allah akan menyempurnakan-Nya melalui penyesalan dan pengampunan.

 

 

 

Meski dalam ikatan perjanjian, kadang datang ujian yang menurut akal pikiran tidak mungkin terjadi dan kita tidak sanggup. Ya, ada harga yang dibayar mengikut Yesus (Mrk. 8:31-38). Maka solusinya, rendahkanlah hati, tetap takut akan Tuhan, maklumi keterbatasan kita memahami rencana dan cara kerja-Nya. Jika janji-Nya tidak terwujud saat kita di dunia, imani, tentu janji-Nya akan digenapi di sorga dan bagi anak-cucu kita. “... perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal” (ay. 7). Berbahagialah yang percaya.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 729 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8027248
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
80172
77849
178533
7546890
178533
883577
8027248

IP Anda: 172.70.143.129
2024-12-03 23:45

Login Form