Wednesday, October 16, 2024

2024

Kabar dari Bukit 28 Januari 2024

Kabar dari Bukit

 

 PENGETAHUAN, HIKMAT DAN KASIH (1Kor. 8:1-13)

 

 "Tetapi jagalah, supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah” (1Kor. 8:9)

 

Saya ingat masa kecil tahun 1960-an, di kota kecamatan. Ada sebuah kelenteng. Setiap acara hari raya Tionghoa, banyak sekali makanan disajikan dan selalu ada deretan daging babi utuh yang sudah dipanggang dan berwarna merah; itu bagian persembahan. Tapi otak kita berpikir itu enak disantap. Maka, seringlah kita berondok masuk mengambilnya, dan menikmati daging yang gurih.

 

 

 

Pengalaman lain. Bila ada hajatan, ibu saya dahulu selalu menaruh dua piring makanan penuh lauk pauk, biasanya ditempatkan di atas lemari. Katanya untuk kakek nenek saya yang sudah mendahului. Tak lama kemudian, makanan diambil dan ternyata sudah menjadi dingin. Ibu saya senang dan berkata: “mereka datang”. Tentunya, setelah itu, makanan tadi tetap kita santap. Kadang, hal itu masih dilakukan beberapa orang saat ini.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah 1Kor. 8:1-13, tentang persembahan berhala. Pengertian berhala adalah sesuatu yang disembah selain Allah Bapa yang kita kenal dalam Tuhan Yesus. Di Israel pada masa itu masih banyak dewa yang disembah. Mereka menyajikan makanan, termasuk daging mentah. Dan kita tahu, tidak mungkin makanan itu lenyap menguap, karena daging tetaplah daging. Maka setelah ritual persembahan, ada yang menjualnya di pasar. Rasul Paulus menjelaskan, tidak masalah memakan daging eks persembahan tersebut (ay. 10; 1Kor. 10:25).

 

 

 

Namun pesan firman ini ada yang perlu kita perhatikan. Pertama, “tidak ada berhala di dunia dan tidak ada Allah lain dari pada Allah yang esa" (ay. 4). Ada banyak "allah" dan banyak "tuhan" yang demikian” (ay. 5b). Jadi itu adalah setan dan iblis, allah benda mati.  Allah kita di dalam Kristus adalah Allah yang hidup (Mat. 16:16; Rm. 14: 7-9; Ibr. 7:25). Namun untuk tiga agama Samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam), kita perlu berhikmat. Ada berbagai pandangan atas pertanyaan: apakah Allahnya sama yang disembah Abraham? Prinsip Ketuhanan yang Maha Esa negara kita, membuat tafsiran berhala lebih kompleks berjalinan.

 

 

 

Kedua, boleh saja memakannya sesuai prinsip, bukan yang masuk ke mulut menajiskan orang, tetapi yang keluar dari mulut (Mat. 15:11). Tetapi memakan daging babi, misalnya, bersama sahabat yang mengharamkannya dan mengkuliahinya, tentulah tidak bijaksana. “Jika engkau secara demikian berdosa terhadap saudara-saudaramu dan melukai hati nurani mereka yang lemah, engkau pada hakekatnya berdosa terhadap Kristus” (ay. 12).

 

 

 

Oleh karena itu Paulus mengatakan, "kita semua mempunyai pengetahuan" (ay. 1a). Hal itu boleh, namun jangan menjadi batu sandungan bagi orang lain (ay. 9b). Ketiga. kita perlu perhatikan sudut pandang lain, agar menjauhkan diri dari makanan tersebut (Kis. 15:29; Why. 2:24). Alkitab menegaskan, “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna” (1Kor. 6:12; 10:23).

 

 

 

Memang salah satu kelemahan manusia adalah berpikir bahwa orang lain berpikir sama dengannya. Padahal, pengetahuan dan pencerahan semua orang tidaklah sama. Rasul Paulus menuliskan, menerapkan "pengetahuan" pada sesama, merupakan tingkat pengetahuan juga (ay. 2), yang belum dicapai dalam pengertian hikmat. Maka, jagalah kebebasanmu (ay. 9a).

 

 

 

Terakhir, iman sesuatu yang diterapkan. Nas ini mengingatkan jangan sesuatu hal menjadi sumber dosa akibat kekurangan hikmat dan kasih. "Makanan tidak membawa kita lebih dekat kepada Allah" (ay. 8a). Untuk itu utamakanlah kasih, kepada sesama dan kepada Allah. “Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah” (ay. 3).

 

 

 

Mari kita membangun kasih melalui pengetahuan, yang membawa kepada hikmat dengan memahami hati nurani orang lain, bukan menjadikannya alat kesombongan (ay. 1).

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (1) Minggu IV Setelah Epifani – 28 Januari 2024

Khotbah (1) Minggu IV Setelah Epifani – 28 Januari 2024

 

 KEBAJIKAN ALLAH (Mzm. 111)

 

 Perbuatan tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan, segala titah-Nya teguh (Mzm. 111:7)

 

 

 

Apa yang membuat diri Anda diapresiasi dan dihormati? Jawabannya: Reputasi! Menurut www.kbbi.co.id, reputasi merupakan perbuatan dan sebagainya sebagai sebab mendapat nama baik. Dalam istilah karir kerja, ada track record, jalan panjang prestasi yang terbukti dan tentunya terpercaya, dan satunya kata dengan perbuatan atau integritas.

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ini bagi kita, Mzm. 111, yang terdiri dari 10 ayat, berbicara tentang kebajikan Allah. Mazmur 111 ini (dan 112) tidak terindetifikasi penulisnya, serta merupakan puisi akrostik, yaitu tulisan huruf awal dari setiap baris kalimat membentuk sebuah kata (atau beberapa kata) secara vertikal dari atas ke bawah. Tentu kalimatnya haruslah menyatu menjadi gagasan yang ingin disampaikan. Salah satu contoh, simbol Kekristenan adalah ikan, merupakan akrostik dari bahasa Yunani, yakni sebutan Iesous CHristos THeou Yios Soter (Yesus Kristus, Allah Putera, Juruselamat). Awal katanya digabung terbaca ICHTHYS, yang berarti ikan. Simbol ini juga sekalian menggambarkan para rasul banyak dari kaum nelayan.

 

 

 

Pemazmur bersyukur kepada Tuhan karena besar perbuatan-Nya, dan pengakuan itu disampaikan juga dalam jemaat sebagai kesaksian (ayat 1-3). Berkat-berkat Tuhan memang tidak boleh dinikmati sendiri, tetapi perlu menjadi berkat bagi orang lain sebagai kesaksian kebaikan Tuhan. “Tuhan itu pengasih dan penyayang,” tulisnya, dan selalu ingat akan janji-Nya (ayat 4-5).

 

 

 

Tetapi mungkin ada di antara kita yang merasa, bahwa Tuhan itu tidak baik, tidak ada kebajikan pada-Nya. Tolong jangan langsung menyalahkan Tuhan, berpikiran Dia pilih kasih, tidak adil, dan berkata Dia jahat. Tidak ada gunanya, bahkan malah jadi dosa. Mari kita melihat ke diri kita sendiri dulu, mungkin ada yang perlu dibenahi dan dibereskan. Itu bisa mulai dari riwayat iman kakek moyang kita, khususnya orang tua. Alkitab berkata, Allah kita adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat (Kel. 20:5). Ini perlu pemutusan “dosa asal”, menyadarinya dan mengakui semua, serta memohon agar Tuhan membebaskan dari rangkaian dampak jerat dosa tersebut. Dan ingat, tidak perlu terjebak pada ritual.

 

 

 

Kedua, mungkin kita tidak mengenal Allah dengan dekat dan benar. Allah sering diperlakukan seolah lepas dari kehidupan sehari-hari. Hari Minggu, kita menjadi manusia berbeda dengan hari kerja. Dia seolah tidak ada dalam kehidupan sehari-hari. Ada rasa kurang hormat, tidak selalu bersyukur kepada-Nya setiap hari, membuat Allah juga bisa tidak peduli ketika iblis semakin menjerat. "Dosa favorit" yang masih susah hilang lepas. Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, kata pemazmur ini dalam ayat 3 dan 10.

 

 

 

Ketiga, kita mungkin pernah diberkati  khusus, tetapi ternyata tidak menjadi saluran berkat. Periksalah diri kita, apakah memang sudah melakukan yang terbaik untuk orang lain, dan bahkan selalu siap berkorban hati, jiwa, tenaga dan lainnya. Terakhir, jika semua itu sudah kita lakukan refleksi, tetaplah percaya Tuhan sedang menguji kita. Pikiran kita tidak selalu dapat menjangkau pikiran Allah, rencana manusia dan Tuhan, bisa jauh seperti tingginya langit dari bumi (Yes. 55:8-9).

 

 

 

 Jangan mau terperosok dan semakin menjauh dari Allah. Kitab Rm. 1:19-21 menuliskan, “Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih. Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya” (band. Ef. 4:17-18).

 

 

 

Biarlah iman kita tetap teguh, bahwa Allah itu Maha Kuasa dan selalu takjub pada-Nya. “Perbuatan tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan, segala titah-Nya teguh, kokoh untuk seterusnya dan selamanya, dilakukan dalam kebenaran dan kejujuran” (ayat 7-8). Melalui mazmur ini, kita diminta melakukannya dengan berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya (ayat 10b).

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit 21 Januari 2024

Kabar dari Bukit

 

KAWIN DAN CERAI (1Kor. 7:27-30)

 

 "Adakah engkau terikat pada seorang perempuan? Janganlah engkau mengusahakan perceraian! (1Kor. 7:27a)

 

 

 

Perceraian tegas dilarang oleh Alkitab. Namun kenyataannya, perceraian cukup tinggi di Indonesia. Dari browsing data di internet, ada 516 ribu pada tahun 2022 meski ada 1,8 juta pernikahan tiap tahunnya, dan tentu sebagian adalah pengikut Kristus. Dari data juga diperoleh, penyebab perceraian umumnya akibat gugat cerai dan 75% oleh istri. Sisanya karena talak dari pihak suami.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah 1Kor. 7:27-30. Pasal 7 surat ini berbicara tentang perkawinan dan nas minggu ini spesifik anjuran agar hidup dalam keadaan seperti waktu dipanggil Allah. Melihat konteksnya, bagian ini merupakan dampak perkiraan Rasul Paulus bahwa Tuhan Yesus akan segera kembali. Konsekuensinya, ia menyarankan, bagi gadis yang belum menikah sebaiknya tidak menikah dulu (ay. 25-26). Namun bagi yang sudah menikah tidak perlu mengusahakan perceraian (ay. 27).

 

 

 

Rasul Paulus tidak salah mengatakan bahwa Tuhan Yesus akan segera kembali sehingga menyarankan lebih baik mempertahankan situasi yang ada. Ia juga berpandangan, lebih baik (bagi lelaki) untuk tidak menikah (ay. 1, 7). Tetapi untuk menghindari perzinahan, disarankannya untuk menikah, meski ditambahkannya, pernikahan akan membawa konsekuensi lebih merepotkan, lebih khawatir, dan memunculkan kesusahan badani (ay. 28, 33-34). Kita tahu Paulus sendiri tidak menikah untuk fokus melayani Tuhan.

 

 

 

Alkitab jelas memerintahkan agar manusia beranak cucu dan melalui perkawinan tercipta kebahagiaan dan kesejahteraan dengan saling melengkapi (ay. 3-4; Kej. 1:28; 2:18; Ef. 5:22-30). Dengan demikian perkawinan sangatlah baik sepanjang menjaga agar tetap kudus dan langgeng (Mat. 19:6a; Ibr. 13:4).

 

 

 

Melalui firman Tuhan ini, ada beberapa hal yang ditekankan. Pertama, pentingnya kesetiaan, dalam arti yang persatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia (Mat. 19:6). Kedua, tetaplah menempatkan Allah dalam menjalani kehidupan. Perkawinan bukan dimaksudkan untuk mementingkan kenikmatan dunia, tetapi kepada misi Allah. Ketiga, kesiapan dalam menghadapi perkawinan.

 

 

 

Kembali kepada mereka yang sudah menikah, perceraian haruslah dihindari dan bahkan jangan pernah dipikirkan apalagi diucapkan. Data tahun 2022 di atas, faktor penyebab utama perceraian yang terjadi akibat perselisihan dan pertengkaran (63,41%); lainnya masalah ekonomi, ditinggal pergi, poligami, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Terjadinya perselisihan dan pertengkaran, menurut riset ahli psikologi, ini soal egoisme yang membawa dampak terjadinya penghinaan, kritik, sifat defensif, dan juga pembatasan atas kebebasan.

 

 

 

Gary Chapman dalam bukunya Five Signs of a Loving Family menuliskan pentingnya sikap melayani bagi suami istri dan membangun keintiman dengan memberi penghargaan. Bila telah ada anak, menurutnya, maka peran suami sebagai pemimpin yang dicintai sangatlah penting, selain kesiapan mengajar anak agar mereka menjadi disiplin dan patuh.

 

 

 

Inti kasih adalah kesediaan berkorban, siap memberi, dan menyadari tidak ada manusia yang sempurna - termasuk diri sendiri; kesempurnaan justru akan diperoleh dengan saling menutup kelemahan para pihak. Kasih menutupi banyak segala dosa/kesalahan (1Pet. 4:8).

 

 

 

Bagi yang sudah menikah, penting sekali menyadari dampak buruk perceraian. Menurut Norman Wright dalam bukunya Konseling Krisis, perceraian merupakan krisis yang tidak pernah ada akhirnya. Lain kata, dampaknya turun temurun dan ke berbagai bidang kehidupan, terus mempengaruhi, menimbulkan perasaan gagal dalam diri dan ketidakseimbangan bagi yang terlibat. Paradoksnya, pernikahan dapat berakhir dan mati secara hukum, tetapi hubungan tetap berlangsung.

 

 

 

Paulus hanya menyarankan bila terjadi masalah dalam perkawinan, lebih baik keduanya berpisah sementara (ay. 5), tapi ini untuk kesempatan dapat berdoa dan mengetahui rencana Allah bagi mereka. Buanglah egoisme, dan dengarlah pendapat Erich Fromm: “manusia siap dicintai, tapi tidak siap mencintai”. Mari kita siapkan diri kita untuk siap berkorban dan selalu mengasihi.

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (2) Minggu IV Setelah Epifani – 28 Januari 2024

Khotbah (2) Minggu IV Setelah Epifani – 28 Januari 2024

 

 MEMBUAT TAKJUB (Mrk. 1:21-28)

 

 “Mereka semua takjub, sehingga mereka memperbincangkannya, katanya: "Apa ini? Suatu ajaran baru. Ia berkata-kata dengan kuasa. Roh-roh jahatpun diperintah-Nya dan mereka taat kepada-Nya" (Mrk. 1:27).

 

 

Firman Tuhan sesuai leksionari hari Minggu ini, Mrk. 1:21-28, berkisah tentang awal pelayanan Tuhan Yesus di Kapernaum, sesaat setelah Ia menetapkan para murid. Yesus masuk ke rumah ibadat dan berkhotbah, suatu kesempatan yang bebas pada saat itu. Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat.

 

 

 

Di tengah pengajaran-Nya, ada seorang yang kerasukan roh jahat. Orang itu berteriak: "Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah." Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam, keluarlah dari padanya!" (ayat 22-25).

 

 

 

Lantas, roh jahat yang membuat orang itu menderita tergoncang-goncang, keluar pergi dari padanya. Hal itu membuat semua yang hadir takjub. Lalu tersebarlah dengan cepat kabar tentang Dia ke segala penjuru di seluruh Galilea. Haleluya.

 

 

 

Kita sebagai murid Kristus diminta untuk ikut mengajar atau mengabarkan dan berkarya nyata. "Ajarlah mereka”, itu pesan Yesus (Mat. 28:20). Itu sangat perlu karena musuh kita, yakni manusia pembenci Yesus dan roh jahat dalam kehidupan sehari-hari terus bekerja dan membuat banyak orang susah dan menderita. Serangan ke pribadi-pribadi atau komunitas, hingga kepada pemimpin pejabat pemerintahan, membuat banyak orang harus menderita. Serangan ini menimbulkan sakit penyakit, kemalasan, kemiskinan, tiadanya harapan, narkoba, dan masalah sosial lainnya. Ini semua membutuhkan karya nyata orang percaya sebagai wujud pelaku firman yang hidup.

 

 

 Kita yang dipilih menjadi murid memiliki tanggungjawab itu. Tidak ada alasan untuk tidak ikut, sebab minggu lalu Tuhan Yesus mengatakan: "ikutlah Aku". Kita semua diberi karunia rohani dan talenta yang spesifik. Bahkan, kita para murid senantiasa disertai dan diberi kuasa dengan tanda-tanda yang menyertai, seperti mengusir setan dan lainnya (Mrk. 16:17-18). Semua itu seharusnya dapat membuat sekeliling kita takjub, dan nama Tuhan Yesus pun semakin dimuliakan. Semoga.

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.). Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

Khotbah (1) Minggu III setelah Epifani 21 Januari 2024

KHOTBAH (1) MINGGU III SETELAH EPIFANI – 21 Januari 2024

 

 IKUTLAH AKU (Mrk. 1:14-20)

 

 Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia. Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia" (Mrk. 1:17-18).

 

 Firman Tuhan hari minggu ini, Mrk. 1:14-20, masih tentang pemilihan murid-murid oleh Tuhan Yesus. Nas minggu ini berkisah tentang pemilihan Simon, Andreas, Yakobus dan Yohanes, yang semuanya berlatar nelayan, penjala ikan. Para murid ini langsung taat dan ikut ketika Yesus meminta, dan tidak memperlihatkan ada keengganan seperti Natanael nas minggu lalu (Yoh. 1:43-51).

 

 

 

Menjadi murid sudah menjadi pilihan kita, sesuai dengan panggilan-Nya sejak dari kandungan dan pengakuan iman percaya. Sejak sekolah minggu kita mulai mengenal dan bertekun saat belajar katekisasi sidi. Kita terus bertumbuh dengan mendengar khotbah dan bacaan hal rohani, dan mungkin hanya sedikit yang lanjut memperdalam Alkitab, misalnya, dengan sekolah teologi formal.

 

 

 

Tetapi untuk menjadi murid Yesus sejati, ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan, sebagaimana dijalani empat murid dalam nas ini. Pertama, menyadari guru kita adalah Kristus sebagai pemegang kebenaran, dan tujuan kita adalah menjadi serupa dengan Dia. Jadi bukan untuk kehebatan diri. Kedua, kesadaran tentang proses pemuridan yang panjang, berarti bersedia untuk terus diajar, ditempa, diubah dan diperbaharui untuk bertumbuh. Murid-murid Yesus mengalaminya. Proses ini tidak bisa hanya di dalam "kelas singkat", bacaan teori atau bermain logika pengertian. Ketiga, memahami proses pemuridan itu sangat panjang, tidak instan selesai, dan bisa seketika merasa ahli dan benar. Menjadi murid dan mengikut Dia perlu pembentukan diri melalui kehidupan nyata berupa pelayanan lapangan dengan segala ujian dan badai cobaan. Oleh karena itu dasarnya ditekankan: perlu ada pertobatan yakni penyangkalan diri (ayat 15).

 

 

 

Menjadi murid sejati Kristus dan mengikut Dia, hendaknya tidak didasari untuk pemuasan ego dan intelektual semata, dengan menonjolkan logika dan kecerdasan analisis. Akibatnya, hasilnya yang terlihat hanya suka berdiskusi dan beropini serta penonjolan diri. Jangan juga hanya karena mengisi waktu (misalnya setelah pensiun), untuk mengenal lebih dekat dengan Dia, sehingga mencoba perlu menelaah ayat-ayat dengan cara tafsir atau kajian bahasa saja. Ini jelas tidak berkenan bagi-Nya.

 

 

 

Keinginan menjadi murid dan mengikut Dia haruslah bermotivasi untuk melayani Dia, dan berprinsip jalan itulah yang sangat efektip untuk memperluas kerajaan-Nya sebagaimana empat murid dalam nas ini. Dengan melayani-Nya, pengenalan dan pemahaman kita terhadap Dia akan lebih sempurna. Menjadi murid hanya mengenal melalui ayat-ayat, bagaikan sajian yang hambar tanpa garam; Bahkan, pengenalan cara seperti ini malah sering membawa ke arah yang salah dan melenceng.

 

 

 

Oleh karena itu Rasul Yakobus mengatakan, "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri" (Yak. 1:22). Artinya, menjadi murid tanpa mengikut dan melayani Dia, itu suatu tindakan menipu diri sendiri dan tidak sesuai dengan rencana dan kehendak Allah.

 

 

 

Menjadi murid dan mengikut Dia yang sudah menyelamatkan kita, hanyalah dengan berbakti bagi Dia, ikut memberitakan dan berkarya nyata melalui kasih sebagai bagian penjala manusia, sehingga semakin banyak orang yang diselamatkan. Pakailah waktumu, pikiran dan tenagamu, atau hartamu. Ikutlah Dia. Jadilah murid sejati, melayani-Nya, bukan murid yang menipu diri sendiri.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 456 guests and no members online

Statistik Pengunjung

6319492
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
35227
91037
304768
0
741277
384422
6319492

IP Anda: 162.158.162.86
2024-10-16 15:54

Login Form