Tuesday, June 03, 2025

Khotbah Minggu (3) Hari Raya Pentakosta

Khotbah Minggu (3) Hari Raya Pentakosta

 

 PERPECAHAN ORGANISASI (Kej. 11:1-9)

 

 “Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka,

 

sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing” (Kej. 11:7)

 

 

 

Saudaraku dalam kasih Yesus Kristus.

 

 

 

Di perkumpulan orang Batak dan juga di masyarakat, agak sering kita mendengar “perpecahan”. Suatu organisasi dan tadinya berjalan bagus, tetapi kemudian muncul lagi organisasi serupa dengan pengurus yang berbeda. Ini biasa terlihat pada perkumpulan marga-marga, atau sub-marga, dan sering mengejutkan hati dan menguras pikiran.

 

 

 

Minggu ini adalah hari raya Pentakosta atau disebut juga dengan Hari Pencurahan Roh Kudus dan Hari Lahirnya Gereja. Firman Tuhan di Minggu hari ini dari Kej. 11:1-9. Ini cerita Menara Babel, yang pasti pernah kita dengar. Awalnya, manusia satu bangsa dengan satu bahasa untuk semuanya (ay. 6a). Tetapi kemudian manusia bersepakat dan berkata: "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi" (ay. 4)

 

 

 

Melihat hal ini, Tuhan mengambil sikap: “Ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apapun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana. Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing" (ay. 6b-7). “Demikianlah mereka diserakkan TUHAN dari situ ke seluruh bumi, dan mereka berhenti mendirikan kota itu. Itulah sebabnya sampai sekarang nama kota itu disebut Babel” (ay. 8b-9).

 

 

 

Kembali ke masalah “perpecahan” dalam perkumpulan atau organisasi, mengapa hal itu terjadi? Apakah itu hal baik atau selalu buruk dan negatif?

 

 

 

Ada falsafah budaya orang Batak adalah Dalihan Na Tolu (Tungku Berkaki Tiga), yakni hubungan tripartit Dongan Tubu (rekan semarga), Hula-hula (marga istri dan ibu) dan Boru (perempuan yang semarga dengan laki-laki). Prinsip utama tiga tungku ini, bersikap hormat kepada hula-hula, bersikap kasih mengayomi kepada boru, dan bersikap kasih menghargai kepada dongan tubu. Jadi dalam keseharian atau acara/ritual, seseorang bisa menjadi hula-hula yang dihormati, tapi kadang dia menjadi boru bila bertemu semarga dengan istri/ibunya. Prinsip ini membuat kesetaraan, egaliter, sebagaimana tiga tungku memiliki peran dan kedudukan yang sama.

 

 

 

Menurut Dr. Andar Lumbantobing dalam bukunya Makna Wibawa Jabatan dalam Gereja Batak (BPK Gunung Mulia, 1996), orang Batak memiliki sifat-sifat keprajuritan yang gemar berkelahi, pertikaian kelompok; meski orang Batak bukanlah pendendam. Maka selain kesetaraan tadi, hal ini mendorong persaingan yang tinggi. Selain itu, orang Batak juga menghargai sahala ni tohonan (wibawa jabatan), kehormatan yang sering dikejar sebagai tujuan hidup, sebagaimana hasangapon dalam konsep 3H (hamoraon = kekayaan, hagabean = beranak laki-laki dan perempuan, dan hasangapon = kehormatan, kemuliaan); sesuai lagu Batak berjudul Marragam-ragam (Beraneka-ragam) yang sangat populer.

 

 

 

Oleh karena itu terjadinya “perpecahan” organisasi, tidak perlu kita melihatnya sebagai hal selalu negatif. Memang disayangkan, tapi tidak perlu ditangisi. Sebagaimana pada gereja juga terjadi “perpecahan” sejak awal hingga saat ini, ternyata memberi dampak positif, sepanjang dasar berpisah dan kemandiriannya adalah untuk dapat lebih baik dan optimal melayani Tuhan dan sesama. Kita bisa membayangkan, seandainya gereja-gereja tetap dalam satu wadah denominasi, maka tidak akan terjadi pertumbuhan umat Kristiani seperti saat ini.

 

 

 

Hal yang perlu kita pelajari dan cermati, ketika berpisah dan mandiri, maka pelayanan kepada anggota perkumpulan haruslah lebih baik. Jangan juga seperti Menara Babel, motif mendirikannya untuk mencari nama (ay. 4); ingin sahala, kehormatan jabatan, namun manfaat dan pelayanannya bagi anggota tidak lebih baik. Apalagi, jika motif untuk berpisah didasari sifat yang disingkat TEL (Teal=sombong, Elat=irihati, Late=dengki dan merusak); tentu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Mari kita semakin berkarya bagi sesama dipimpin Roh Kudus yang tercurah hari ini.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kita sekalian! Amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 41 guests and no members online

Statistik Pengunjung

12266706
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
949
4466
13812
12216054
13812
177003
12266706

IP Anda: 172.68.164.46
2025-06-04 05:55

Login Form