Saturday, November 23, 2024

Kabar dari Bukit Minggu 12 Juni 2022

 

Kabar dari Bukit

 

 

HIKMAT ATAU KEMUNAFIKAN? (Ams. 8:1-31)

 

 

 

 

Syalom.... Hari ini Minggu Trinitas, minggu yang meneguhkan iman percaya kita tentang Allah dalam tiga wujud, Satu hakekat: Bapa, Anak dan Roh Kudus.  Ini satu seri rangkaian yakni Allah Bapa mengaruniakan Tuhan Yesus turun ke bumi di hari Natal; melayani, mati, dan bangkit serta naik ke sorga. Kemudian turunlah Roh Kudus yang kita rayakan minggu lalu.

 

 

Dan firman Tuhan bagi kita di minggu ini dari Ams. 8:1-31. Judul perikopnya: Wejangan hikmat. Renungan paralelnya menurut leksionari adalah Mzm. 8; Rm. 5:1-5 dan Yoh. 16:12-15. Dua nas terakhir renungannya dapat dibaca di website www.kabardaribukit.org. Amsal ini berbicara tentang hikmat. “Bukankah hikmat berseru-seru, dan kepandaian memperdengarkan suaranya? .... Hai, para pria, kepadamulah aku berseru, kepada anak-anak manusia kutujukan suaraku” (ay. 1, 4).

 

 

Hikmat lebih berharga daripada permata (ay. 11). Maka manusia perlu mencarinya dan menemukan kebenaran yang sejati di dalam Tuhan Yesus, sebagaimana penulis Amsal Raja Salomo melihat dengan imannya keberadaan hikmat di dalam Tuhan Yesus. “TUHAN telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebagai perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala.” Ayat berikutnya menjelaskan bahwa anak manusia telah ada sebelum dunia dijadikan, sebelum air samudera raya ada, langit masih dipersiapkan, sebelum diberi batas kepada laut, Hikmat dan Tuhan Yesus telah ada (ay. 22-31).

 

 

Kini pertanyaan bagi kita, bagaimana kita menghargai hidup yang kita jalani saat ini? Apakah dengan banyaknya uang dan harta yang kita miliki? Atau, jabatan yang ada dan pernah kita pegang? Tentu baiknya tidak begitu. Apalagi, harta yang ada kita miliki diperoleh dari cara-cara yang tidak berkenan kepada Tuhan. Atau, jabatan yang kita emban saat ini, kita dapatkan dengan mengorbankan pertemanan dan persaudaraan, bahkan iman kita? Atau, kita emban jabatan tanpa ada tanggungjawab?

 

 

Janganlah sampai kita jauh dari lingkungan pertemanan dan persaudaraan. Terlebih, itu terjadi karena kita menilai diri sendiri terlalu berlebihan. Sebuah ilustrasi gambar memperlihatkan bahwa manusia yang menilai dirinya sangat hebat dan memandang kecil orang lain, sebenarnya ia seperti memandang dari atas bukit. Sebaliknya juga terjadi, bagi orang yang dipandang kecil tadi, dari bawah ia melihat orang yang diatas bukit juga kecil. Jadi, sami mawon, sarua wae, dos, sama saja.

 

 

Orang yang dalam pimpinan hikmat-Nya, hidupnya berharga di mata Allah dan juga menjadi berkat bagi sesama. Orang yang berhikmat takut akan Tuhan (Ams. 1:7). Ia membenci kejahatan dan tipu muslihat (ay. 13). Dalam hikmat ada pengetahuan, kebijaksanaan, dan kemampuan untuk melakukan hal yang baik dan benar, bertanggungjawab, serta nasihat, pengertian dan kekuatan (ay. 12-16).

 

 

Oleh karena itu, janganlah kita hidup di dalam dua dunia, satu kebenaran dari hikmat Tuhan, dan satu lagi dari kebenaran diri sendiri. Ini adalah kemunafikan. Tidak satunya kata-kata dengan perbuatan dan sikap hidup. “Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah” (1Pet. 2:1).

 

 

Mari menanyakan diri kita, apakah sudah berhikmat dengan penuh kasih dan tidak mengorbankan orang lain untuk memperoleh apa yang kita dapatkan saat ini? Roh Kudus, Roh Kebenaran, itulah yang membimbing kita kepada kebenaran sejati, hidup seturut dengan firman Tuhan. “Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan” (Mat. 23:28).

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 351 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7540561
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
59613
65706
293327
7204198
575423
1386923
7540561

IP Anda: 172.69.165.56
2024-11-23 19:45

Login Form