Monday, November 25, 2024

Khotbah Minggu 14 Juni 2020 Minggu II Setelah Pentakosta

Khotbah Minggu 14 Juni 2020

 Minggu II Setelah Pentakosta

 

ORANG BENAR AKAN HIDUP OLEH IMAN (Rm. 3:22b-31)

Bacaan lainnya: Kej. 6:9-22, 7:24, 8:14-19 atau Ul. 11:18-21, 26-28; Mzm. 46 atau Mzm. 31:1-5, 19-24; Mat. 7:21-29

 

 Pendahuluan

Dalam pasal-pasal sebelumnya di kitab Roma ini dijelaskan bahwa semua orang (Yahudi dan bukan Yahudi) telah berbuat dosa, sehingga sebenarnya tidak ada perbedaan dan pengecualian. Dengan keberdosaan itu, manusia telah gagal mencapai kekudusan dan kebenaran sehingga tidak seorang pun layak masuk dalam kerajaan Allah. Namun apakah Allah sedemikian “kejam” sehingga tidak seorang pun bisa selamat? Bagaimana caranya Allah memberi pengampunan sehingga seseorang layak untuk dibenarkan? Allah adalah kasih namun tindakan kasih Allah itu juga memerlukan respon dari hati dan sikap manusia, untuk dapat dibenarkan dan ditebus dari jerat dosa yang membinasakan. Melalui nas minggu ini, kita diberi pemahaman bagaimana kasih Allah dan pentingnya iman sesuai dengan pengajaran berikut.

 

Pertama: Semua manusia telah berbuat dosa (Ayat 22b-23)

Adam dan Hawa yang jatuh ke dalam dosa mendapat hukuman dari Allah, yakni mereka harus keluar dari Taman Eden, serta Adam dan Hawa harus menderita susah payah dan penuh rasa sakit dalam menunjang kehidupan ini (Kej. 3:14-19). Hukuman ini juga membuat manusia semakin tidak mudah lepas dari dosa. Manusia yang diberikan kebebasan selepas keluar dari Taman Eden tidak mampu mempertahankan kekudusan dan akibatnya hubungan dengan Allah yang kudus semakin rusak. Hal itu semakin lebih sulit dengan adanya kekuatan iblis yang terus mengganggu manusia dengan segala godaan kedagingan dan kesombongan, membuat manusia mudah terjerat masuk ke dalam perbuatan dosa itu. Meski demikian, anehnya, ada juga orang yang berpikir manusia tidak perlu takut atau khawatir akibat perbuatan dosa yang mereka lakukan. Mereka ini memiliki cara pandang demikian: (1) Allah adalah Mahakasih dan Ia tidak akan menghukum siapa pun; (2)  adalah tugas Allah untuk mengampuni dosa; (3) dosa bukanlah hal yang serius-serius amat, sebab dosa juga mengajarkan dan mengandung sesuatu yang berharga; dan terakhir (4) kita boleh hidup bersikap kompromistis sesuai standar dan budaya lingkungan kita saat ini. Dan, itu wajar.

 

Memang diakui ada dosa besar dan dosa yang kecil yang sederhananya dapat dilihat dari keseriusan dampak perbuatan dosa itu bagi diri kita dan orang lain. Seorang pembunuh jelas dosanya sangat besar sebab menghilangkan nyawa orang lain, yang seharusnya menjadi hak Tuhan. Pembunuh dosanya tentu lebih besar dari seorang pembenci. Perzinahan dosanya pasti lebih besar dari sekedar timbulnya nafsu birahi. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa apabila kita melakukan dosa yang kecil saja maka kita tetap berhak atas kerajaan sorga. Sebuah dosa tetap menjadikan kita orang yang berdosa (pendosa) dan menjauhkan kita dari hidup kudus. Oleh karena itu tanpa mempersoalkan besar kecilnya, dosa tetap berupahkan maut sebab tidak memenuhi persyaratan hidup sesuai dengan ketentuan Allah yang kudus. Kita jangan menihilkan dosa yang kecil, kita juga tidak dapat mengabaikan dosa-dosa besar yang kita lakukan, sebab Allah jelas tidak dapat mengabaikan dosa.

 

Hal yang pasti, ketika manusia berdosa maka manusia kehilangan kemuliaan Allah. Sejak penghukuman Allah kepada Adam dan Hawa, yang dilanjutkan dengan penghukuman Allah atas kejahatan manusia seperti dijelaskan pada Kej 6, datangnya air bah, peristiwa menara Babel, hukuman pengasingan di Mesir, dan jatuh-bangunnya Israel sebagai bangsa, membuat Allah tidak melihat lagi penghukuman dan pengasingan sebagai jalan efektif untuk membawa manusia lebih takut dan dekat akan Allah. Kejatuhan manusia membuat gambar dan rupa Allah (Kej 1:26) itu menjadi cermin yang retak dan buruk terhadap citra kemuliaan Allah. Kehilangan kemuliaan Allah pada manusia berarti terjadinya degradasi kebenaran dan kekudusan hidup serta citra Allah dalam diri manusia. Kehadiran kemuliaan Allah yang dinyatakan melalui tiang awan dan tiang api dalam pertolongan umat Israel keluar dari Mesir (Kel. 24:16 dab), dan adanya kemuliaan pada Tabut suci Allah, tidak diapresiasi umat Israel sebagai umat pilihan-Nya. Persekutuan umat Israel dengan Allah menjadi rusak dan mereka harus menderita selama ratusan tahun di bawah penjajahan bangsa-bangsa lain, yang berakibat ketidakpastian dan terus berharap pada kedatangan Mesias, sampai akhirnya Allah menetapkan rencana-Nya untuk penyelamatan manusia dari kebinasaan. Jalan pendamaian harus dibuat agar manusia tidak menjadi jauh dan terasing dari Allah.

 

Kedua: Kristus Yesus sebagai jalan perdamaian (Ayat 24-25a)

Allah berhak murka terhadap setiap orang berdosa sebab telah murtad dan memberontak pada-Nya dan memperlakukan Allah sebagai Raja. Setelah berbagai pernyataan tentang kelemahan dan ketidakmampuan manusia serta adanya hukuman Allah, Rasul Paulus pun menyampaikan berita penyelamatan yang menggembirakan dengan tiga kata kunci dalam nas ini yang diberikan pada manusia, yakni: dibenarkan, penebusan dan pendamaian. Paulus mengambil istilah ini dari proses pengadilan yang lumrah saat itu, yakni "dibenarkan", dan dari pasar perbudakan yakni "penebusan". Seseorang yang dibenarkan berarti dinyatakan “Tidak Bersalah”. Apabila hakim di pengadilan menyatakan terdakwa tidak bersalah, maka semua tuduhan otomatis dihapus dari catatan atas dirinya. Secara hukum berarti orang tersebut seolah-olah tidak pernah didakwa apalagi dipersalahkan. Untuk itu Allah menunjukkan jalan agar dinyatakan "Tidak Bersalah" dari tuntutan hukuman akibat dosa, yakni dengan percaya Yesus telah menebus dosanya, Yesus adalah Anak Allah yang diutus dan mati bagi kita dan seluruh dunia.

 

Dalam Perjanjian Lama, seseorang yang memiliki hutang dapat dihapus hutangnya dengan dijual menjadi budak. Untuk pembebasannya maka sanak keluarganya kemudian dapat menebus atau membeli kebebasannya. Maka penyelamatan harus dilakukan melalui penebusan sesuai dengan konsep dalam Perjanjian Lama tersebut. Manusia yang sudah terikat dan menjadi hamba iblis, harus ditebus dengan nyawa juga. Konsep penebusan juga dilakukan oleh Allah ketika umat Israel harus keluar dari tanah Mesir, dengan membebaskan mereka dari perbudakan oleh bangsa itu. Penebusan lainnya dilakukan Allah ketika bertindak untuk mengembalikan umat Israel kembali dari pembuangan di Babel. Maka penebusan merupakan jalan yang serupa dilakukan oleh Allah melalui Yesus bagi orang-orang berdosa untuk bebas dari perbudakan dosa dan kembali masuk ke dalam kerajaan-Nya. Dengan demikian, kita menerima rencana Allah yakni Kristus sebagai persembahan penebusan dosa kita, dengan kata lain, Ia mati bagi kita untuk dosa-dosa yang kita lakukan, dan darah-Nya yang tercurah yakni darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa (Mat. 26:28). Darah Kristus telah menjadi percikan darah ke empat penjuru di Bait Allah sebagai pengganti diri kita (band. Kel. 24:8; Im. 16:15; 17:11), sekaligus merupakan jalan pendamaian sebagaimana istilah yang dipakai pada kemah suci yakni "korban pendamaian".

 

Allah Bapa berinisiatif menjadikan Tuhan Yesus sebagai korban pendamaian. Ia menyediakan jalan untuk mendapatkan pengampunan melalui iman kepada Tuhan Yesus. Penyelamatan manusia ini didasari oleh kasih Allah yang demikian besar, sehingga Allah melalui rencana-Nya, “menganugerahkan anak-Nya yang tunggal, sehingga mereka yang percaya kepada-Nya tidak akan binasa melainkan memperoleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). Jalan penyelesaian itu adalah kasih karunia yang bersumber dari Allah, dan karena itu adalah kasih karunia maka bersifat cuma-cuma. Allah telah menyatakan kematian Kristus adalah khusus dan cukup sebagai korban persembahan atas penebusan dosa kita. Kristus telah berdiri dan menggantikan tempat kita, membayar lunas tebusan nyawa bagi kita, dan sekaligus memenuhi kepuasan kehendak Allah. Maka ketika Allah mengampuni dosa-dosa kita, catatan kita menjadi bersih, seolah-olah kita tidak pernah berbuat dosa. Orang yang berdosa, meski pun berulang-ulang melakukan dosa karena kelemahan daging dan kekuatan Iblis, maka ia tetap harus datang kembali kepada Yesus untuk mohon pengampunan, sebab pengudusan berlangsung terus menerus. Ini adalah keistimewaan menerima kasih karunia Allah yang diberikan. Dosa yang memisahkan kita dari Allah kini dipersatukan dengan darah Kristus.

 

Ketiga: Manusia dibenarkan karena iman (Ayat 25b-28)

Ada pertanyaan yang mungkin timbul di pikiran orang: Jika Allah menghukum mereka yang tidak mengenal Kristus, bukankah Dia menjadi tidak adil? Jika Allah menyelamatkan mereka, bukankah korban Kristus menjadi tidak perlu? Dalam hal ini Rasul Paulus menyatakan, Allah dengan penuh kesabaran-Nya membiarkan dosa-dosa yang dahulu dan menanti saat yang tepat untuk menjalankan rencana-Nya melalui Yesus. Allah membebaskan manusia dari dosa dengan cara penebusan, bukan dimaksudkan bersikap tidak benar dengan menghilangkan keadilan-Nya, melainkan hanya dengan itu satu-satunya cara terbaik Allah. Semua orang telah berbuat dosa, tidak terkecuali; sementara Allah adalah Allah yang Mahakasih. Allah telah menetapkan Kristus Yesus menjadi jalan pendamaian, namun membutuhkan respon iman dari manusia atas karya penyelamatan tersebut. Orang yang percaya pada masa Perjanjian Lama pun sebenarnya telah melihat dengan iman akan kedatangan Yesus sebagai Penyelamat, namun mereka tidak tahu bahwa nama-Nya adalah Yesus dan rincian perjalanan hidup-Nya di dunia.

 

Adalah betul bahwa kebanyakan agama-agama menguraikan tugas atau perbuatan tertentu yang harus dilakukan untuk berkenan kepada Allah. Umat Yahudi juga berpikiran bahwa manusia hanya berkenan kepada Allah apabila manusia melakukan semua hukum Taurat dengan benar. Namun tidak mungkin melakukan semua hukum Taurat itu dengan benar. Juga tidak ada perbuatan atau pencapaian manusia atau kehebatan pribadi seseorang, yang dapat mendekatkan jurang perbedaan standar perlindungan moral Allah dengan ketidaksempurnaan kehidupan keseharian kita. Perbuatan baik memang penting, tetapi itu tidak dapat menghapuskan dosa dan memberikan kehidupan kekal. Maka dalam hal ini Rasul Paulus menyatakan perbuatan dan usaha ketaatan pada hukum adalah sesuatu yang tidak memberikan jaminan. Dalam hal itulah diperlukan iman. Nah, mengapa demikian mudah hanya dengan iman? Mengapa tidak perlu dengan perbuatan yang bersusah payah?

 

Mengapa Allah menyelamatkan kita hanya dengan iman? Jawaban yang bisa diberikan adalah: Pertama, iman menghilangkan kesombongan dan kebanggaan terhadap usaha manusia, sebab perbuatan melahirkan kesombongan sementara iman bukanlah hasil prestasi atau perbuatan kita. Ini yang terjadi pada manusia di era PL. Kedua, iman mengangkat hal yang Allah telah lakukan, bukan yang telah manusia lakukan. Ketiga, iman mengakui bahwa kita tidak dapat mencapai hukum dan ukuran standar Allah sendirian, untuk itu perlu pertolongan dari-Nya. Keempat, iman didasarkan atas hubungan kita dengan Allah, bukan atas prestasi kita bagi Allah. Kelima, perbuatan berpusat pada diri sendiri tetapi iman berpusat pada Allah. Dalam hal keselamatan berdasarkan iman yang membuat Kekristenan unik dalam pengajaran dan dianggap sebagai hukum yang baru, dan sekaligus mengatakan bahwa perbuatan (baik) tidak akan membuat kita benar di hadapan Allah (Rm. 3:27; 8:2; Yak. 1:25; 2:8, 9; 2:12). Dengan demikian kita percaya kepada Allah akan kemahakuasaan-Nya dan kita juga percaya akan kasih-Nya yang telah dilakukan melalui Kristus Yesus; artinya, kita diselamatkan hanya karena percaya pada apa yang telah Allah perbuat bagi kita (Ef. 2:8-10). Itulah hakekat iman yang menyelamatkan kita.

 

Keempat: Hanya ada satu Allah (Ayat 29-31)

Ada beberapa kesalah-pahaman di antara orang Kristen Yahudi dan orang Kristen Yunani saat itu di Roma. Orang Kristen Yahudi yang khawatir bertanya kepada Rasul Paulus sebagaimana dituliskan di awal pasal tiga ini: "Apakah iman menghapuskan seluruh hukum yang dipegang oleh umat Yahudi? Apakah iman meniadakan hukum Taurat, mengakhiri seluruh kebiasaan dan tradisi mereka, dan menyatakan bahwa Allah tidak lagi bekerja bersama-sama dengan mereka?" Pertanyaan ini sangat wajar sebab mereka merasa bermegah sebagai umat pilihan dan telah menerima hukum Taurat langsung dari Allah. Rasul Paulus tegas menjawab: "Jelas tidak!" Dalam hal ini, sesuai penjelasan Alkitab, sebenarnya ada dua fungsi hukum Taurat. Pertama, memperlihatkan jalan yang salah kepada kita. Dengan adanya hukum Taurat, kita tahu bahwa kita adalah orang-orang berdosa yang tak berdaya dan karena itu kita perlu datang kepada Yesus untuk belas kasihan-Nya. Kedua, hukum Taurat sebagai kumpulan hukum moral (moral code) dan melalui hukum itu kita diberi panduan untuk dapat mengikuti dan mempertahankan moral standar Allah. Akan tetapi, meski kita tidak mendapatkan keselamatan dengan melakukan hukum Taurat, sebab tidak ada seorang pun yang mampu (terkecuali Yesus yang dapat menjalankan hukum Taurat dalam kehidupan-Nya), tetapi kita akan menyenangkan hati Allah apabila kehidupan kita semakin sesuai dengan maksud dan kehendak-Nya dalam hukum itu.

 

Menerima Yesus sebagai Juruselamat berarti meletakkan iman dan bersandar pada-Nya dan ini menjadikan diri kita benar di hadapan Allah, dan memampukan kita untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Di dalam Kristus berarti menjadi milik-Nya dan digunakan untuk kemuliaan-Nya. Mungkin timbul pertanyaan yang lain: Apa yang terjadi kepada orang yang hidup sebelum Kristus datang dan mati bagi dosa? Bagaimana dengan mereka yang dahulu memakai hukum Taurat sebagai pegangannya dan belum mengenal Tuhan Yesus? Mengapa Allah membiarkan umat-Nya di Israel sedemikian lama hingga mereka tercerai berai dahulu? Bukankah PL menuliskan, "Aku tidak akan membenarkan orang yang bersalah"? Bagaimana mungkin Yesus sebagai karya penebusan bagi orang berdosa? Kitab Roma 2:14-15 menuliskan, “Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.” Dengan demikian "hukum Taurat" atau hukum-hukum lain tersedia sebagai alat untuk menyadarkan manusia terhadap dosa, meski mereka tidak mengenal hukum Taurat yang tertulis. Allah bekerja dengan caranya yang unik dan penuh misteri. Demikian juga bagi mereka yang dahulu mati sebelum datangnya Yesus, bahwa Yesus tetap merupakan hakim dan jalan keselamatan yang dinyatakan oleh Allah Bapa kelak. Kristus menjadi pembebasan dosa dan kemerdekaan bukan hanya untuk mereka yang masih hidup, tetapi juga bagi mereka yang berdosa sebelum Yesus turun ke dunia sebagai Penebus, sebab penebusan itu prinsipnya berlaku bagi semua orang.

 

Ketika kita memahami jalan keselamatan melalui iman, maka kita secara tidak langsung akan memahami lebih baik ajaran Yahudi. Kita tahu mengapa Allah memilih Abraham, mengapa hukum Taurat diturunkan melalui Musa, dan mengapa Allah begitu sabar terhadap umat Israel berabad-abad lamanya. Iman tidak meniadakan hukum Taurat, hanya membuat Allah berurusan dengan umat Yahudi menjadi dapat kita pahami (di dalam pasal empat Rasul Paulus menjelaskan tema ini secara lebih luas, band. 5:21: 8:3, 4; 13:9, 10; Gal. 3:24-29; dan 1Tim. 1:8 tentang konsep ini). Hal ini juga bukan berarti hukum Taurat tidak bermanfaat atau dibatalkan, akan tetapi hukum Taurat menuntun kita kepada anugerah pengampunan yang diberikan oleh Allah melalui Tuhan Yesus Kristus. Inilah yang dimaksudkan nas minggu ini, semua itu meneguhkan hukum Taurat. Pendekatan Allah bukan pendekatan hukum, melainkan pemberian kasih anugerah. Jalan pengampunan hanya dengan pertobatan mengaku dosa kita di hadapan Yesus, tanpa ada persyaratan lain: siapa pun kita, latar belakang kita: baik orang kaya atau miskin, orang jahat atau setengah jahat, orang Batak atau Jawa, Yahudi atau Indonesia dan lainnya; baik mereka yang melakukan dosa yang besar dan berulang-berulang, maupun mereka yang merasa sedikit dosanya. Dengan demikian, semua orang yang mengaku Yesus adalah Tuhan dan menjadikan Dia sebagai Juruselamat, akan diterima oleh Allah yang Satu.

 

Penutup

Melalui mas minggu ini kita disadarkan kalau manusia telah melakukan perbuatan dosa dan tidak seorang pun layak di hadapan Allah. Dengan keberdosaan itu manusia layak menerima murka dan hukuman Allah, sehingga semua manusia menjadi binasa. Allah mengambil inisiatif untuk memberi damai dengan menganugerahkan Yesus Anak-Nya yang tunggal sebagai jalan pendamaian. Iman ini yang diminta dari kita, yakni mengaku Yesus adalah Penebus dan Penyelamat bagi semua orang, baik yang telah mati sebelumnya, baik yang hidup sesudahnya. Dengan manusia mengakui jalan pendamaian dan kemudian bertobat, dan menjadikan Dia sebagai Gembala hidup kita, maka kita telah diperdamaikan dan dibenarkan. Pembenaran demikian adalah sesuatu yang sah dan bukan berarti Allah membiarkan manusia begitu lama dalam keberdosaannya sampai Yesus datang ke dunia. Baik Yahudi ataupun bukan Yahudi, semua layak datang kepada-Nya memohon pengampunan dan pembenaran. Dengan demikian, melalui Yesus sebagai Tuhan, Allah kita adalah Allah yang Satu. Yang penting, bagi kita semua yang sudah percaya dan menerima dengan iman, kita patut meminta pertolongannya dengan doa agar dimampukan untuk hidup benar berdasarkan iman kepada-Nya. Karena orang benar hidup oleh iman. Tuhan Yesus memberkati.

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 23 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7555129
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
3820
4419
8239
7247234
589991
1386923
7555129

IP Anda: 162.158.162.146
2024-11-25 12:53

Login Form